• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstelasi kekuasaan dalam proses pembangunan menurut Bebbington dikutip oleh Dharmawan (2002) mengenal tiga ranah yang saling mempengaruhi.

Masyarakat sipil akan terwujud apabila ranah sipil mempunyai kekuatan .untuk menggeser hegemoni negara dan hegemoni pasar. Usaha memperkuat posisi ruang

34 sipil masyarakat dapat dilakukan dengan pendekatan pembangunan berparadigma baru (Shepherd, 1998). Paradigma ini meniscayakan usaha secara sengaja untuk menegembangkan potensi sosial-ekonomi dan sosial budaya lokal.

Perkembangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia sejak tahun 1970 sangatlah mengesankan bila ditinjau dari jumlah, keragaman, dan letak geografinya (Fakih, 2000). Sebagai kekuatan yang bekerja di akar rumput, LSM mempunyai fungsi strategis sebagai pelopor yang melayani perubahan sosial dalam penguatan ranah sipil. LSM dengan isu lingkungan hidup mengalami perkembangan yang sangat cepat. Di Indonesia, pertumbuhan jumlah LSM, tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan diskursus pembangunan. Sehingga pembahasan tentang LSM juga tidak dapat dipisahkan dengan wacana yang terkait dengan struktur negara (Eldrigde, 1999). Keberadaan LSM sebagai bagian dari ranah sipil (Civil Sphere) akan berkaitan pengaruh dengan ranah negara (State Sphere) dan ranah pasar (Market Sphere) seperti yang dijelaskan oleh Bebbington dalam

Pada kenyataanya, pelaksanaan program-program LSM tidak selalu sesuai dengan idealisme yang didengungkannya. Angka kemiskinan di Indonesia berdasarkan laporan BPS menunjukkan bahwa kondisinya relatif tetap (lihat kembali Gambar.

1). Pertanyaan kritis yang muncul adalah mengapa tren perkembangan LSM yang demikian cepat tidak diiringi dengan hasil pengentasan kemiskinan, padahal menurut Fakih (2000), Korten (1987), Budiman (1988) LSM di Indonesia paling banyak bergerak dalam isu pengentasan kemiskinan dan pada kurun waktu awal Dharmawan (2002).

35 1980 hingga saat ini usaha tersebut dilakukan dengan sangat intensif dengan pendanaan yang sangat besar (Billah, 2000). Kondisi ini menunjukkan kemungkinan adanya kesalahan baik secara struktural (hubungan-hubungan yang terjadi antara LSM dengan stakeholder-nya) dan kondisi internal LSM.

Ufford dan Giri (2002) menganggap ada keterkaitan antara program-program LSM dengan sumber dana. Faktor dana merupakan bidang kajian yang menarik untuk ditelaah, karena bidang ini berhubungan langsung dengan pihak yang berhungan dengan LSM. Dimungkinkan terdapat temuan yang dapat menjelaskan fakta kesenjangan kinerja LSM di atas. Belum banyak penelitian atas hal ini, dari sumber literatur penulis menemukan hasil kajian yang dilakukan oleh SMERU tahun 2002 mengenai akuntabilitas LSM dan kajian yang dilakukan oleh Yayasan TIFA tahun 2005 mengenai ukuran-ukuran akuntabiltas. Tetapi kedua kajian ini baru menjelaskan bagaimana kontrol publik atas kinerja LSM dan belum menjelaskan bagaimana Independensi LSM dalam aksinya. Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk 1. Mengetahui apakah donor memberi pengaruh pada independensi LSM (merujuk pada platform berdirinya LSM) dan 2. Mengetahui apakah perubahan donor mempengaruhi independensi LSM.

36 Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Ke pen tin g D on or

In dep Fina A ks i Or i

• Sum • Pen • Mo

• Inis • Pela

Eva

uasi

• Non-Komersia • Pop

H ip ot es is P en garah : Inde pe nde ns i LS M di pe ng ar uhi o le h ke pe nti ng an don or

37 2.6 Hipotesis Pengarah

Untuk memberikan arahan penelitian, peneliti mengajukan hipotesis pengarah sebagai berikut: “Independensi LSM, ditentukan oleh (a) kekuatan kepentingan donor (b) kekuatan militansi ideologi, kemapanan dana, dan kinerja LSM”.

Hipotesis ini akan bermanfaat untuk mengkonfirmasi kesimpulan penelitian dengan rumusan masalah penelitian dan tujuan penelitian.

38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Boyolali Jawa Tengah (LKTS) dan Cibadak Bogor Jawa Barat (LPS) . Dua Lokasi ini masih terdiri dari beberapa tempat yang berbeda. Di Boyololai ada tempat yang menjadi fokus penelitian yatu di Wonosegoro. Di desa ini ada beberapa KSM dan kordinatornya, setiap satu bulan sekali diadakan pertemuan kader dan aktivis LKTS datang ke tempat ini, pada saat usai pertemuan inilah penulis melakukan wawancara. Selain wawancara konteks tempat dan waktu yang terjadi menjadi bahan penting untuk melakukan penulisan.

Untuk tempat penelitian kedua, yaitu LPS penulis melakukan di KSM ketika aktivis LPS usai memberikan pendampingan kepada petani anggota KSM. Selain mendapatkan data primer dari hasil wawancara mendalam, penulis juga mendapakan data-data sekunder berupa laporan perkembangan KSM, profil, dan prestasi yang sudah dimiliki oleh KSM.

Penelitian ini dilakukan dalam waktu 6 (enam) bulan. Tepatnya 4 (empat) bulan di LKTS dan 2 (dua) bulan di LPS. Penelitian di LKTS lebih lama karena selain tempatnya yang jauh, periode pertemuan yang dilakukan oleh KSM juga lebih lama (1 bulan sekali). Di LPS penelitian lebih singkat karena lokasi yang lebih dekat dan jarak pertemuan KSM lebih pendek. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Juni 2008. Penelitian dilakukan setelah bekal proposal, ijin penelitian, dan pedoman penelitian termasuk pedoman pertanyaan sudah disiapkan.

39 3.2 Unit Analisis

Unit analisis studi ini adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak pada masyarakat akar rumput di Indonesia. LSM yang dipilih adalah Lembaga Kajian untuk Transformasi Sosial (LKTS) di Boyolali Jawa Tengah dan Lembaga Pertanian Sehat (LPS) di Bogor dan Sukabumi. Dua LSM ini mewakili tipologi berbeda kaitannya dengan keragaan donor dimana LKTS lebih banyak mendapatkan donor asing sedangkan LPS lebih banyak mendapatkan donor dari masyarakat lokal, LKTS mendapat dana dari lembaga donor internasional dan nasional, LPS memperoleh dana masyarakat melalui pendayagunaan Zakat, Infaq, Shadaqoh dan Wakaf (ZISWAF). LKTS berskala lokal-regional dan LPS berskala lokal, dua LSM ini juga memiliki sistem pendaan yang berbeda. Perbedaan sistem pendanaan LSM akan memberikan gambaran hubungan yang berbeda antara LSM dan lembaga donor. Struktur hubungan antara donor dan LSM inilah yang akan menjadi pembahasan independensi LSM. Independensi LSM diposisikan sebagai variabel dependen sementara kekuatan lembaga donor merupakan variabel independen.

3.3 Strategi Penelitian

Independensi LSM sebagai variabel dependen berhadapan dengan pengaruh kepentingan donor akan ditelaah dalam sub variabel finansial, aksi dan orientasi ideologi LSM. Untuk menjawab pertanyaan pada aspek finansial, aksi, dan ideologi metode yang lebih tepat adalah menggunakan metode kualitatif. Metode ini secara epistemologi, bisa meng-investigasi jejaring LSM dan kepentingan yang

40 sebenarnya diperjuangkan secara lebih valid. Selain itu, metode ini dipilih karena relevansinya dengan perumusan masalah yang penulis ajukan, dimana aspek pengaruh donor dan perubahannya kepada LSM perlu dilihat sebagai gejala yang dinamis.

Strategi ini juga relevan dengan fokus kajian penulisan, dimana aspek finansial dilihat dari proporsi dana yang ada di LSM. Untuk masalah ini data sekunder diperlukan untuk melihat angka-angka-nya, tidak berhenti samapai disitu, pendalaman atas pertimbangan, ide dan pikiran dengan angka-angka tersebut menjadi penting dan diperlukan strategi untuk menggalinya. Begitu juga pada aspek aksi dan lebih khusus lagi pada aspek orientasi ideologi.

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Penelitian ini diawali dengan penggalian data, baik sekunder maupun primer.

Peneltian di LKTS dilakukan di kantor LSM dan dilapang. Peneliti melakukan wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelum turun lapang dilakukan (Lampiran 1.), wawancara dilakukan bersama kordinator-kordinator wilayah Boyolali, Klaten, Semarang dan Sukoharjo. Peneliti juga melakukan wawancara bersama kader 4 (empat) KSM di Wonosegoro Boyolali beserta dengan anggotanya. Selain wawancara, dilakukan studi dokumen dan publikasi yang dimiliki oleh LKTS. Dokumen yang ada adalah laporan keuangan tahunan, laporan kegiatan, dan laporan hasil evaluasi. Media publikasi juga dipelajari sebagai bahan memperkuat data, antara lain buletin pelita, press release, leaflet dan website. Dari bahan-bahan inilah peneliti mengungkap profil LSM mulai dari

41 aspek kesejarahan, visi lembaga, kegiatan, struktur organisasi, aspek finansial, hingga evaluasi dari evaluasi lapang hingga evaluasi dilingkup pimpinan. Hal yang sama peneliti lakukan untuk LPS, karena lokasinya lebih dekat (Bogor) peneliti lebih banyak berinteraksi baik langsung maupun lewat kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Sebelum penelitian ini dilakukan baik kepada LKTS maupun LPS telah terjalin hubungan komunikasi, sehingga untuk penambahan data, konfirmasi, dan koreksi kadang dilakukan dengan media telepon/HP. Cara seperti ini dilakukan setelah penelitian ini (pada enam bulan awal) selesai dilakukan.

Sehingga data yang didapatkan dapat dengan mudah ditambah, dikonfirmasi dan mendapat respon dari aktivis LSM.

Data-data tersebut dicatat dalam catatan harian, catatan harian merupan data kunci dari buah pikiran narasumber yang diwawancara yang merupakan refleksi dari fakta dilapang. Kemudian dilakukan pengkodean sesuai dengan topik, pengkodean ini merupakan proses klasifikasi data dengan kebutuhan penelitian.

Pada penelitian ini, data diklasifikasikan berdasarkan fokus kajian, untuk kemudian divisualisasikan dalam bentuk diagram untuk menggambarkan jaringan, tabel menunjukkan angka-angka yang berhubungan dengan fokus kajian, matriks dan kutipan pernyataan subyek penelitian untuk menggambarkan pandangan subyek.

Sebelum ditarik kesimpulan tetap, ada verifikasi hingga tercapai intersubyektifitas dan penelitian ini tidak untuk menarik generalisasi. Kesimpulan penelitian dihasilkan dengan mengalisa data yang tersedia sesuai dengan fokus kajian.

42 Bentuk analisa dalam penelitian ini menggunakan pijakan teori yang akan dieksplorasi pada tinjauan pustaka. Hasilnya, kesimpulan yang ditarik merupakan hasil analisa teoritik dan fakta di lapang, dan disajikan kembali dalam bentuk tertulis dan untuk memberikan gambaran lebih baik disajikan dalam bentuk tabel, matriks dan kutipan wawancara. Untuk menjelaskan alur metodologi penelitian ini, digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. Alur Metodologi Penelitian Independensi LSM Metode

43

BAB IV

PROFIL LSM LPS DAN LKTS

4.1 Pengantar

LSM sebagais salah satu agen pembangunan memiki posisi penting dalam melakukan insiasi, menjadi fasilitator dan monitoring pengembangan masyarakat.

Billah (1988) mengatakan selama ini pembangunan yang terjadi hanya merupakan pemantapan sistem patronase dan membangun proyek-proyek ekonomi yang lembek, mengabaikan kemandirian, meningkatkan ketergantungan pada sumber-sumber luar, dan menggusur prakarsa lokal. Selain itu, pendekatan semacam ini cenderung mendorong ke arah otoritarianisme, dan pemusatan kekayaan dan kekuasaan politik. LSM muncul sebagai tanggapan terhadap kecenderungan itu, diantaranya adalah tuntutan agar pembangunan lebih berkiblat pada rakyat yang menekankan pentingnya penguatan kapasitas kelembagaan dan sosial yang mendukung pengembangan pengendalian, pertanggung-gugatan (accountability), prakarsa, dan kemandirian lokal. Pendekatan seperti yang disebut terakhir ini seringkali digunakan oleh LSM yang pada prakteknya cenderung memiliki minat yang kuat dalam demokratisasi (Korten, 1987).

Dalam dasawarsa-dasawarsa terakhir ini, ketika pembangunan di berbagai negara-berkembang mulai dan terus digalakkan, peran LSM dilihat semakin meningkat (Drabek, 1987), dan bahkan Chambers mengenalkan konsep additionally untuk menggambarkan sumbangan potensial dari LSM bagi proses pembangunan. Pada mulanya LSM dilihat sebagai organisasi yang bergerak secara eksklusif pada

44 tingkat lokal dengan tujuan memenuhi kebutuhan kelompok miskin tanpa mempertimbangkan dampak yang luas akan tetapi kemudian terjadi pergeseran yang mendasar yakni bahwa LSM tidak lagi hanya berupaya memenuhi kebutuhan kelompok miskin melainkan juga membantu mereka untuk mengartikulasikan kebutuhan mereka dan memberikan kemampuan kepada mereka untuk mengontrol proses pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka (Drabek, 1987).

Perkembangan LSM di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dengan diskursus di atas. Wacana penguatan akar rumput, peningkatan partisipasi dan kelembagaan dalam penelitian ini dikaji pada aras LSM. Penelitian ini mengkajinya pada tingkat LSM di akar rumput yang mengklain bergerak ditengah-tengah masyarakat akar rumput. Penelitian ini dilakukan di 2 (dua) LSM yaitu Lembaga Kajian untuk Transformasi Sosial (LKTS) dan Lembaga Pertanian Sehat (LPS).

Dua LSM ini mempunyai karakteristik yang berbeda, baik pada aspek kesejarahan visi, kegiatan, dan aspek finansial sebagai fokus dari kajian ini. Untuk membahas lebih jauh maka akan dirinci pada aspek sebagai berikut:

1. Sejarah LSM 2. lingkup kerja LSM 3. Fokus Isu yang diangkat 4. Mitra Donor LSM 5. Program Kegiatan 6. Struktur Organisasi

45 4.2 Sejarah LSM

4.2.1 LKTS

LKTS (Lembaga Kajian untuk Transformasi Sosial / Institute for Social Transformation Studies) adalah sebuah organisasi independent dan not profit yang didirikan pada tanggal 23 Januari 1995 di Boyolali Jawa Tengah. Organisasi ini berdiri sebagai respon kritis masyarakat warga (civil society) di Indonesia atas berbagai bentuk ketidakadilan sosial yang dilingkupi konstruksi sosial politik yang represif dan diskriminatif. Tingginya angka kemiskinan, rendahnya kwalitas pelayanan public dan diperparah dengan korupsi, kolusi dan nepotisme, jelas-jelas mengabaikan pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya rakyat. Eksploitasi besar-besaran sumberdaya alam dimana pengelolaannya begitu sentralistik, mengakibatkan kesenjangan sosial di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten dengan kelompok mayoritas di tingkat basis. Budaya kekerasan dan penyelesaian secara represif oleh aparat negara, benar-benar telah mengabaikan hak dan partisipasi rakyat. Hal ini masih diperparah dengan kondisi perempuan yang selalu mengalami diskriminasi dan kekerasan.

Inisiatif untuk mendirikan LKTS, merupakan hasil refleksi dan evaluasi bersama tokoh adat, tokoh agama dan aktivis mahasiswa. Berpijak dari evaluasi kerja-kerja itu, LKTS mengkonsepsikan kerja organisasi yang berbasis kebutuhan masyarakat local sebagai pintu masuk (entry point) dan dilanjutkan dengan proses penyadaran kritis dan transformasi yang berkelanjutan.

46 Dalam konteks tersebut, LKTS meletakkan organisasi-organisasi masyarakat basis sebagai subyek untuk terus bergerak mencapai visi-misinya. Dan senantiasa akan terus mendengarkan setiap persoalan dan realitas yang sedang dan akan dihadapi.

Senantiasa menjaga kesinambungan komunikasi dan interaksi serta terus memberikan sebuah perspektif maju. Pemahaman ini biasa disebut dengan metode sosial partisipatif (social participatory method). Ketidakadilan dan ketidakberdayaan masyarakat itulah yang sampai saat ini tetap menjadi

‘justifikasi’ bagi organizer untuk tetap eksis di tengah-tengah masyarakat.

4.2.2 LPS

Lembaga Pertanian Sehat (LPS) Dompet Dhuafa berdiri pada bulan Juni 1999 yang semula bernama Laboratorium Pengendalian Biologi Dompet Duafa (DD) Republika yang berfungsi untuk meneliti dan mengembangkan sarana pertanian tepat guna untuk membantu petani kecil.

Pertama kali diproduksi oleh Laboratorium Pengendalian Biologi DD Republika adalah biopestisida (pengendali hama tanaman) berbahan aktif virus serangga NPV (nuclear polyhedrosis virus) yang ramah lingkungan. Produk biopestisida yang berbahan aktif virus patogen serangga hama tersebut, merupakan yang pertama diproduksi di Indonesia dengan nama VIR-L, VIR-X dan VIR-H.

Kemudian hasil dari penelitian dan perakitan teknologi tepat guna pada tahun 2000 dihasilkan pupuk organik OFER dan pestisida nabati PASTI berbahan aktif ekstrak akar tuba (Derris sp.)

47 Pada tahun 2002 Laboratorium Pengendalian Biologi berubah nama menjadi Usaha Pertanian Sehat (UPS), hal ini berkaitan erat dengan upaya pengembangan pemasaran produk-produk yang dihasilkan Laboratorium sebelumnya. Pemisahan laboratorium dan usaha dilakukan pada awal tahun 2003 menjadi LPS yang berada di Jejaring Aset Sosial (JAS) dan UPS yang berada di Jejaring Aset Reform (JAR). Selain produk Laboratorium, UPS juga mulai membantu pemasaran produk pertanian dari petani-petani yang telah menggunakan teknologi ramah lingkungan, diantaranya berupa Beras Sehat Bebas Pestisida.

Kemudian menginjak awal tahun 2004 Laboratorium Pertanian Sehat dan Usaha Pertanian Sehat disatukan kembali menjadi Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa di bawah koordinasi Jejaring Aset Reform (JAR) dengan mandat yang lebih luas tidak hanya penelitian dan produksi sarana pertanian sehat, tetapi juga berupaya untuk melakukan pemberdayaan petani dhuafa melalui Program Pemberdayaan Pertanian Sehat (P3S). Pada tahun 2005 seiring dengan perubahan internal lembaga holding Dompet Dhuafa, LPS menjadi salah satu jejaring pengembangan ekonomi yang diharapkan dapat menjadi sebuah lembaga mandiri secara finansial dari sektor produksi dan bisnis dengan tetap tidak kehilangan jatidirinya sebagai jejaring dari lembaga nirlaba Dompet Dhuafa.

4.3 Lingkup Kerja LSM 4.3.1 LKTS

LKTS mengawali aktivitas dengan kegiatan-kegiatan yang behubungan dengan lingkungan hidup, pada perjalanannya LKTS telah merumuskan lingkup kegiatan

48 yang lebih besar dengan mengangkat isu yang lebih luas. Lingkup kerja LKTS adalah:

1. Studi Masyarakat (Community studies),

2. Pengorganisasian berbasis masyarakat luas (Broad-based organizing) 3. Advokasi Warga (Citizen advocacy)

4. Penguatan organisasi masyarakat warga (CSO Strengthening) 5. Aksi partisipatif (Participatory Action)

Penjelasan secara rinci 5 (lima) ruang lingkup LKTS akan dijelaskan dalam paragraf-paragraf dibawah ini:

Studi Masyarakat (Community studies), sebuah organisasi dapat menajamkan masalah dan meningkatkan efisiensi dengan program transformasi sosial yang baik. Akan tetapi semua itu harus dilandasi oleh database dari sebuah hasil studi, penelitian dan kajian yang matang dan valid. LKTS melakukan sebuah studi secara regular, tepat dan berdasarkan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat serta melibatkan sepenuhnya proses tersebut dengan masyarakat setempat. Cara ini dilakukan dengan dasar informasi dan data yang akan diperoleh sebagai dasar analisis kritis LKTS dalam menilai sebuah persoalan. Studi tindakan ini adalah suatu usaha dan upaya mengubah pola pikir dan pola kerja suatu komunitas untuk mencapai peningkatan kinerja mereka.

Pengorganisasian berbasis masyarakat luas (Broad-based organizing), Pengorganisasian yang dilakukan LKTS adalah suatu upaya dan langkah-langkah untuk mendorong terwujudnya keberdayaan masyarakat untuk memperoleh

49 pemecahan masalah dan memperjuangkan hak-hak mereka. Konsep ini mencakup upaya perbaikan kualitas hidup rakyat yang tidak hanya diukur dari peningkatan kesehteraan ekonomi saja, tetapi juga partisipasi dalam pengambilan keputusan dan percaturan kekuasaan di semua tingkatan.

Pengorganisasian seperti ini membutuhkan pemahaman tentang pola relasi kelas, gender antar individu, antara individu dengan kelompok, antar kelompok dan pola relasi manusia dengan komponen-komponen lain dalam lingkungannya. Arah strategi ini adalah terwujudnya cita-cita masyarakat dengan pola relasi yang setara dan demokratis, dimana kelas bawah mempunyai kekuatan untuk memperjuangkan kepentingannya, hak asasi dihormati, lelaki dan perempuan berbagi peran dan kekuasaan secara adil dan setara serta terbangunnya antara manusia dengan semua komponen tersebut dalam relasi yang harmonis yang berlanjut dan dinamis.

Advokasi Warga (Citizen advocacy), adalah sebuah strategi yang meletakkan korban kebijakan sebagai subyek utama. Proses ini adalah sebuah upaya yang menempatkan dan menghubungkan antara berbagai unsure progresif dalam masyarakat warga (civil society), melalui terbentuknya aliansi-aliansi strategis yang memperjuangkan terciptanya keadilan sosial dengan cara mendesakkan terjadinya perubahan-perubahan kebijakan publik. LKTS berpendapat advokasi adalah sebuah upaya atau sesuatu usaha yang sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap-maju (incremental). Strategi ini merupakan suatu usaha

50 perubahan sosial (social transformation) melalui semua saluran dan piranti demokrasi perwakilan, proses-proses politik dan legislasi yang terdapat dalam sistem yang berlaku di Indonesia. Proses citizen advocacy ini akan melibatkan CO (community organizer) terlatih yang bekerja bagi masyarakat yang dirugikan dalam keadaan yang membuat mereka tidak bisa membela haknya sebagai warga Negara yang baik melalui litigasi dan non litigasi.

Penguatan organisasi masyarakat warga (CSO Strengthening), strategi ini dipilih oleh LKTS dengan dasar bahwa warga kebanyakan mampu menghadapi jaringan kekuasaan yang ada bila memiliki sebuah sejarah organisasi masyarakat basis atau gerakan sosial yang efektif. Di Indonesia mencatat bahwa ‘adanya berbagai organisasi rakyat yang cukup berpengaruh di basis’ terbukti sangat efektif dan merupakan persyaratan mendasar untuk memungkinkan rakyat dapat mempengaruhi keputusan pejabat public baik swasta maupun pemerintah.

Upaya-upaya tersebut akan didukung LKTS dengan cara memfasilitasi dan mendorong lahirnya organisasi-organisasi yang tumbuh atas dasar kebutuhan dan inisiative warga di komunitas basis. Karena LKTS percaya bahwa semakin banyak lahir organisasi-organisasi di basis maka akan semakin banyak pula proses-proses kebijakan yang akan melibatkan partisipasi warga Negara, karena partisipasi warga adalah mengenai kekuasaan dan penggunaannya oleh berbagai pelaku sosial dalam ruang yang diciptakan untuk interaksi antara warga dan pemegang kekuasaan.

51 Aksi partisipatif (Participatory Action) adalah sebuah proses pendidikan kritis warga yang menggunakan perpaduan antara partisipasi organisasi masyarakat local dan peran Community Organizer (CO). Aksi partisipatif dimaksud sebagai upaya penggalian pengetahuan lokal (local knowledge), sedangkan peran CO adalah sebuah bentuk pemindahan/transfer pengetahuan dan kebajikan untuk membangkitkan dan membangun kesadaran kritis dan kolektif masyarakat lokal.

Program ini secara umum bertujuan mendorong terpenuhinya hak-hak perempuan sehingga tercipta kondisi yang setara dan adil bagi perempuan.

Aktivitas yang dilakukan antara lain adalah pendidikan kritis dan kursus hukum, Pengorganisasian dan penguatan kapasitas organisasi perempuan lokal, monitoring kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah, advokasi (litigasi dan non litigasi) dan pendampingan perempuan korban kekerasan, penyembuhan trauma (trauma healing) bagi perempuan korban pelanggaran masa lalu, advokasi kebijakan pro women budget dan penanganan KTPA secara terpadu dengan model WCC (women crisis centre), dan Radio komunitas perempuan.

Program ini bertujuan mendorong terjaminnya kualitas hidup masyarakat yang ramah lingkungan dan mampu melindungi ekosistem global.

4.3.2 LPS

LPS sebagai LSM yang bergerak dalam pengembangan pertanian organik mempunyai kegiatan yang tersrtuktur dan sistematis mulai dari proses penelitian sampai proses penerapan di lapang. Lingkup kegiatan ini dimaksudkan agar

52 terjadi kesinambungan proses dan dapat dievaluasi secara sistemik. Lingkup kerja yang merupakan aliran aktivitas dimaksud adalah sebagai berikut LPS adalah:

1. Meneliti, mengembangkan dan merakit teknologi-teknologi sarana produksi pertanian (saprotan) yang menggunakan bahan baku lokal, murah, sehat dan ramah lingkungan .

2. Merakit teknologi sistem pertanian terpadu dan berkelanjutan yang berbasis pada potensi sumberdaya alam lokal dan kompetensi petani.

3. Memfasilitasi sarana dan prasarana pelatihan, pengkaderan dan studi pertanian sehat bagi petani dan masyarakat umum.

4. Melatih, membina, dan mendampingi kader pertanian sehat melalui program pemberdayaan petani sehat (P3S)

5. Menjalin kemitraan usaha dengan para petani ataupun pelaku agribisnis lain yang saling menguntungkan

6. Mengembangkan jaringan pemasaran produk-produk pertanian sehat dalam

6. Mengembangkan jaringan pemasaran produk-produk pertanian sehat dalam