TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRAN
B. Kerangka Pikiran 1. Pengertian Pernikahan
4. Adat dan Pernikahan Adat a. Pengertian Pernikahan Adat
Adat adalah kebiasaan suatu masyarakat yang bersifat ajeg
(dilakukan terus menerus), dipertahankan oleh para pendukungnya. Jika
kebiasaan itu telah bertahan selama bertahun-tahun dan telah berurat
akar di dalam hati nurani anggota masyarakatnya, ia menjadi
kebudayaan (Rato, 2011 : 1).
Hukum adat berasal dari kata „Hukum‟ dan „adat‟ kata „Hukum‟
berasal kata bahasa arab huk‟m dan kata „adat‟ berasal dari kata adah.
42
suruhan, perintah, atau ketentuan. Misalnya al-ahkam al-khomsah=
hukum yang lima yaitu fardh (wajib), haram (larangan), mandub atau
sunnah (anjuran), makruh (celaan) dan jaiz mubah atau halal
(dibolehkan) (Reto, 2011 : 4).
Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, yang merupakan
pedoman bagi sebagian besar orang-orang Indonesia dan dipertahankan
dalam pergaulan hidup sehari-hari baik di kota maupun di Desa. Hukum
Adat senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang nyata, cara
hidup dan pandangan hidup yang keseluruhannya merupakan
kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu berlaku. Hukum adat
adalah merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia.
Perkawinan adat adalah suatu pernikahan yang memakai syistem
atau aturan huku adat disuatu daerah, pernikahan ini ada 3 jenis yaitu:
Pertama, pernikahan patrinial (Batak, Ambon) ialah suatu
pernikahan diaman yang berkuasa hak mewaris dalam keluarga adalah
seorang laki-laki (mewaris kedudukan, harta).
Kedua, pernikahan Matrinial (Mninangkabau) ialah suatau
pernikahan dimana yang berhak mewarisi atau yang berkuasa adalah
perempuan.
Ketiga, pernikahan Parental (Jawa) ialah suatu pernikahan dimana
43
Menurut hukum adat, perkawinan bukan hanya mengenai
orang-orang yang bersangkutan (sebagai suami istri) melainkan juga
merupakan kepentingan seluruh keluarga dan bahkan masyarakat
adatpun ikut berkepentingan dalam hal perkawinan itu. Bagi hukum
adat perkawinan adalah perbuatan-perbuatan yang tidak hanya bersifat
keduniaan, melainkan juga bersifat kebatinan atau keagamaan (Syahuri,
2013 : 64). Sehingga dapat disimpulkan, perkawinan adalah
kepentingan keluarga dan masyarakat baik masyarakat sedesa maupun
masyarakat adat (Ngani, 2012 : 36).
Tujuan pekawinan menurut hukum adat pada umumnya adalah
mempertahankan dan meneruskan kelangsungan hidup dan kehidupan
masyarakat adatnya. Namun karena system kekerabatan dan
kekeluargaan masing-masing masyarakat berlainan maka penekanan
dari tujuan perkawinanpun disesuaikan dengan sistem kekeluargaannya,
misalnya pada masyarakat adat patrinial perkawinan mempunyai tujuan
untuk mempertahankan garis keturunan bapak sedangkan pada
masyarakat matrilineal perkawinan bertujuan untuk mempertahankan
garis keturunan ibu. Mengenai batas umur perkawinan, hukum adat
tidak mengaturnya. Oleh karena itu, diperbolehkan perkawinan
anak-anak yang masih di bawah umur meskipun dalam hal ini keduanya baru
bisa hidup bersama sebagai suami istri setelah menjadi baligh atau
44
Pada umumnya suatu perkawinan adat didahului dengan
pertunangan. Pertunangan adalah hubungan hukum yang dilakukan
antara orang tua pihak laki–laki dengan orang tua pihak perempuan
untuk maksud mengingat tali perkawinan anak–anak mereka dengan
jalan peminangan (Syuhuri, 2013 : 64).
Hukum adat di Indonesia itu sendiri pada umumnya menjelaskan
bahwa perkawinan bukan saja berarti sebagai perikatan perdata, tetapi
juga merupakan perikatan adat dan sekaligus merupakan perikatan
kekerabatan dan ketetanggan. Jadi terjadinya suatu ikatan perkawinan
bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan keperdataan,
seperti hak dan kewajiban suami-istri, harta bersama, kedudukan anak,
hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan adat
istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan ketetanggaan serta
menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan. Begitu juga
menyangkut kewajiban mentaati perintah dan larangan keagamaan, baik
dalam hubungan manusia dengan Tuhannya (ibadah) maupun
hubungan manusia dengan sesama manusia (muamalah) dalam
pergaulan hidup agar selamat di dunia dan di akhirat.
Perkawinan dalam arti “perkawinan adat” ialah perkawinan yang
mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam
masyarakat bersangkutan. Seelah terjadi ikatan perkawinan maka
timbul hak-hak dan kewajiban-keajiban orang tua (termasuk anggota
45
pelaksanaan upacara adat dan selanjutnya dalam peran serta membina
dan memelihara kerukunan, keutuhan dan kelanggengan dari kehidupan
anak-anak mereka yang terikat dalam perkawinan,
Menurut hukum adat di Indonesia perkawinan itu dapat berbentuk
dan bersistem perkawinan jujur diman lamaran dilakukan pihak pria
kepada pihak wanita dan setelah perkawinan istri mengikuti tempat
kedudukan dan kediaman suami. Kemudian perkawinan semenda
diaman pelamar dilakukan oleh pihak wanita kepada pihak pria dan
setelah perkawinan suami mengikuti tempat kedudukan dan kediaman
istri. Perkawinan bebas yaitu dimana pelamar dilakukan oleh pihak pria
dan setelah perkawinan kedua suami istri bebas menentukan tempat
kedudukan dan kediaman mereka dan menurut kehendak mereka.
Dari berbagai penjelasan di atas telah ditarik suatu kesimpulan
bahwa bagaimanapun tata tertib adat yang harus dilakukan oleh mereka
yang akan melangsungkan perkawinan menurut bentuk dan sistem
perkawinan yang berlaku dalam masyarakat, karena UU No 1 tahun
1974 tidak mengaturnya.
b. Hukum Adat Ditaati Oleh Masyarakat
Hukm adat secara historis empiris hukum adat selalu dipatuhi
oleh warga masyarakat karena adanya sistem kepercan yang amat
46
dan perbuatan para pemeluknya dari sifat-sifat negatif. Disamping itu
juga karena secara material dan formal, hukum adat berasal dari
masyarakat itu sendiri, atau merupakan kehendak kelompok.1
Pada dasarnya hukum adat dipatuhi karena: pertama, hukum adat
berasal dari masyarakat itu sendiri, dan konsekwensinya masyarakat
harus mematuhi aturan tersebut. Yang kedua, sesuai dengan jiwa dan
rasa keadilan yang dimiliki oleh masyarakat. Yang ketiga, memiliki
akibat hukum yang apabila tidak ditaati akan menimbulkan sanksi bagi
para pelakunya.2
c. Kelebihan dan Fungsi Hukum Adat
Walaupun hukum adat mempunyai kelemahan, hukum adat juga
mempunyai kelebihan yaitu: Responsiv, Tidak kaku, Sesuai rasa
keadilan. Sedangkan fungsi hukum adat adalah: Pertama, Sebagai alat
pengatur tata tertib hubungan masyarakat. Kedua, Sebagai suatu sarana
untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.Ketiga Sebagai
sarana penggerak pembangunan. Keempat, Sebagai fungsi kritis
(Soeroso, 2002 : 36).
Manfaat hukum adat adalah untuk mengarahkan manusia
menunggal dengan alam, kerabat, dan sesama manusia lain. Hukum
adat tradisional mengarahkan manusia untuk menuju kepada yang
1
Heru kuswanto(http://herukuswanto.blogspot.com)
2
47
tunggal yaitu alam. Alam yang dimaksud adalah kosmos baik makro
kosmos maupun mikro kosmos. Makro kosmos adalah alam semesta
dan mikro kosmos adalah diri sendiri. Kemanunggalan alam adalah
kemanunggalan manusia dengan alam atau antara alam termasuk
masyarakat dengan diri sendiri (Rato, 2011 : 73).
d. Kelemahan Hukum Adat
Hukum adat mempunyai beberapa kekurangan diantaranya karena
hukum adat, berawal dari kebutuhan dan menjadi kebiasaan yang terus
menerus dilakukan dan hal itu menjadi adat kebiasaan yang wajib bagi
suatu masyarakat tersebut. Hukum adat mempunyai tiga kelemahan
yaitu: Kurangnya kepastian hukum, terus berubah-ubah, tidak ada
pencatatan mengenai peristiwa peristiwa penting.3
3
48