Gambaran Umum Desa Jetak, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang
E. Persepsi Masyarakat Jetak Tenang Pernikahan Adat Tumpeng
Menurut bapak Mujiono, bapak Abadi, bapak Hardiono Kemin, bapak
Sukimin, bapak Sarwono, dan ibu Agus Tina, ibu Sri Kustinawati, ibu Sri
Lestari, Merka berlatar pendidikan yang lumayan tinggi dan diantaranya ada
pemuka Agama : tidak setuju karena pernikahan yang sebenarnya menurut
syariat Islam menggunakan ijab qobul.
Menurut Pak Amin Ahmadi yang berusia 66 Tahun selaku mantan
modin. Beliau juga sebagai salah satau tokoh agama di Desa Jetak. Beliau
tidak setuju dengan pernikahan tumpeng karena pernikahkan tumpeng ini
tidak sesuai dengan syari‟at Islam karena tidak terpenuhinya rukun dan syarat pernikahan. Pak Amin Ahmadi mengatakan pernikahan itu biasa disebut
72
menikah tumpeng belum syah secara Agama, maka hubungan pasutri yang
dilakukan sama saja dengan zina. Menurutnya pada zaman Rasuullullah tidak
ada pernikahan yang semacam itu.
Sedangkan Pak Sualim yang berusi 40 Tahun beliau adalah pemuka
Agama, pak Sualim menjelaskan tentang pernikaan adat ini sedikit berbeda
karena beliau tidak setuju dengan pernikahan itu. Pergeseran pernikahan
tumpeng terjadi sejak bertambahnya pemuka Agama Desa Jetak dan selalu
dilakukan sosialosasi ke masyarakat tentnag pencatatan pernikahan dan
pernikahan yang sah menurut syari‟at Islam sosialisi yang dilakukan oleh
KUA berbuah manis karena pernikahan adat dengan cara yang dahulu sudah
jarang dilakukan karna pernikahan itu tidak sah karena tidak sesuai syari‟at
Islam.
Menurut Pak Jono yang berusia 39 Tahun selaku pemuka Agama dan
juga tokoh adat Desa Jetak beliau jelas mengatakan pernikahan itu tidak sah
dan haram. Karena tidak adanya ikrar ijab qabul di antara kedua belah pihak.
Namun pak Jono tidak berani mengambil tindakan lebih jauh karena
pernikahan itu sudah sering berlangsung dan terkadang tidak dilakukan di
Desa Jetak.
Menurut Pak Abadi berusia 40 Tahun selaku lurah PJ sementara. Pak
Abadi berpendapat pernikahan adat tumpeng ini memang telah berlangsung
sangat lama. Beliau berpendapat pernikahan adat tumpeng ini tidak sah
karena tidak terpenuhinya syarat dan ijab qabul saat pernikahan. Namun ada
73
tumpeng tersebut walaupun sudah berbeda dengan pernikahan adat yang
terdahulu. Yang penting unsur adat yang terdapat dalam pernikahan adat itu
masih dijalankan dan untuk melestaraikan kebiasaan yang sudah menjadi
tradisi di Desa Jetak. Sehingga pernikhan adat tumpeng sekarang ini hanya
pemotongan tumpeng saja saat malam midodareni dan ijab qobul
pernikahannya sudah sesuai dengan syari‟at dan sudah terpenuhinya mahar
untuk mempelai perempuan. Akan tetapi tradisi-tradisi lainnya masih
dipercayai dan dijalankan sampai sekarang salah satunya peletakan
bunga-bunga atau kebar mayang yang diletakkan di perempatan jalan, pelepasan
ayam ketika melewati sungai, sampai penghitungan waktu yang baik untuk
menyelenggarakan ijab qabul dan resepsi pernikahan.
Sedangkan beberapa masyarakat yang setuju dengan akad nikah yang
dipakai di Desa Jetak adalah Bapak Jarwono, bapak Suwarno bapak Parji,
bapak Tukimin, bapak Suparno, bapak Wagimin, bapak Marto bolot, bapak
Sumarto Pupon. Dan ibu Sulastri, ibu Sumiyati, ibu Sutini. Mengatakan
bahwa setuju karena ini warisan nenek moyang yang harus dilanjutkan karena
pernikahan ini sama dengan pernikahan siri.
Menurut pak Parji pernikahan adat ini telah berlangsung sangat lama.
Beliau berpendapat bahwa beliau setuju dengan pernikahan adat tumpeng ini
karna dulu beliau dan keluarganya juga melangsungkan pernikahan dengan
pernikahan adat.
Sedangkan menurut pak Marto Bolot pernikahan adat tumpeng harus
74
saat pernikahan berlangsung. Hal yang sama juga dikatakan oleh bapak
Suparno, bapak Wagimin, ibu Sulastri, ibu sutini, ibu sumiyati dan bapak
Sumarto Pupon
Dari wawancra dengan masyarakat Desa Jetak ada beberapa yang
setuju dengan pernikahan ini diantaranya : Bapak Jarwono, bapak Suwarno,
bapak Parji, bapak Tukimin bapak Suparno, bapak Wagimin, bapak Marto
Bolot dan lainnya yang setuju menggunakan ijab dengan cara mereka. Namun
dengan seiringnya waktu dengan perkembangan zaman telah terjadi
perubahan besar dalam pelaksanaan pernikahan di Desa mereka. Dengan
menggati shigot jawa yang berbunyi “Seksenono nak bocah loro iki wes dadi
bojone saiki ditengeri soko nugel tupeng iki”. dengan shigot ijab qobul sesuai dengan syariat Islam.
Dari hasil wawancara kepada masyarakat Desa Jetak kebanyakan
penduduk sangat berpegang teguh kepada tradisi-tradisi Jawa. Apa lagi dalam
hal pernikahan mereka sangat berhati-hati dalam persiapan pelaksanaan
sampai pada acara pernikahannya. Namun ada beberapa pendapat
masyarakat, dengan latar belakang pendidikan yang berbeda maka terdapat
juga perbedaan tentang penafsiran pernikahan adat ini. Pernikahan yang tidak
memenuhi rukun dan syarat nikah ini telah menjadi kebiasaan yang pernah
berlangsung lama di Desa Jetak. Meskipun masyarakat mayoritas beragama
Islam tapi tidak semua mengerti tentang syari‟at Agama Islam khususnya
tetang pernikahan, hal ini dibuktikan dengan adanya pernikahan tumpeng
75
Menurut Mbah Sabar pernikahan adat tumpeng memang sudah
menjadi adat kebiasaan di Desa Jetak sejak dahulu, pernikahan adat ini hanya
dilakukan oleh masyarakat yang beragama Islam saja. Semua pernikahan
adalah sama artinya yaitu untuk melangsungkan hidup untuk memperoleh
keturunan. Mbah Sabar lebih menekankan pitungan waktu yang baik untuk
melangsungkan pernikahan, dalam pernikahan adat tumpeng juga sama
dengan pernikahan lainnya yaitu harus menghitung waktu baik untuk
melangsungkan pernikahan. Mbah sabar yang berusia sekitar 65 Tahun
beliau sebagai sesepuh atau dukun sangat mendukung dengan perubahan yang
terjadi di Desa mereka terutama tentang pelaksanaan ijab qobul pernikahan
sesuai dengan syari‟at Islam dan pemberian mahar untuk mempelai
perempuan. Karena menurut Mbah Sabar adat Jawa yang lainnya masih
berjalan dengan baik dengan masih dilakukannya pitungan menentukan hari
baik untuk menikah, malam widodarenan, dan pemotongan tumpeng saat
malam widodaren, sampai kebiasaan nyadran. Mbah Sabar sangat setuju
dengan pernikahan yang sesuai dengan syari‟at, karena menurutnya ia sendiri
adalah seorang muslim.