• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADMINISTRASI BASIS DATA

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang (Halaman 89-95)

SIG IG

Hasil akhir dari tahap delimitasi adalah dokumen perjanjian (treaty). Peta kesepakatan batas wilayah biasanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian. Bila peta menjadi bagian dari teks perjanjian, maka peta tersebut merupakan bagian dari delimitasi, bila tidak maka peta tersebut hanya sebagai suatu ilustrasi dari teks perjanjian.

Satu hal yang perlu diingat tentang peta, bahwa secara sendirian peta tidak dapat digunakan sebagai produk yang bersifat legal (hukum). Kekuatan legal dari peta hanya dapat diperoleh bila peta tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian atau keputusan pengadilan dan kekuatannya sebagai alat pembuktian bervariasi sesuai kualitas teknis peta yang bersangkutan (Adler, 2000). Brownlie (1979) menyatakan bahwasuatu peta memiliki nilai pembuktian yang sebanding (proporsional) dengan kualitas teknisnya. Dengan demikian semakin baik kualitas teknis suatu peta, maka peta tersebut memiliki nilai yang semakin kuat sebagai alat bukti. Hal ini juga berlaku untuk peta batas wilayah.

Dalam putusan pengadilan, biasanya suatu peta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu dokumen delimitasi. Bagaimanapun suatu delimitasi berpotensi menimbulkan sengketa di masa datang, misalnya dalam hal koordinat geografis titik batas yang tidak menyebutkan datum yang spesifik yang digunakan dalam peta atau dalam hal pemilihan skala peta batas yang bisa berimplikasi pada posisi. Pada peta skala 1:200.000, kesalahan posisi di peta sebesar 0,2 mm setara dengan pergeseran sebasar 40 m di lapangan (Pratt, 2006).

Peta lampiran dan tanda-tanda batas yang dibuat di peta merupakan hasil tahap delimitasi dan koordinat titik batas yang diberikan dalam perjanjian digunakan sebagai pedoman untuk menentukan lokasi titik-titik batas di lapangan. Peta lampiran hasil delimitasi yang kualitasnya bagus dapat langsung digunakan sebagai panduan untuk memasang titik-titik batas di lapangan. Peta delimitasi sebaiknya memiliki skala yang cukup besar sehingga permukaan bumi seperti kontur dapat digambarkan lebih detail untuk memudahkan demarkasi di lapangan. Titik-titik batas sebaiknya ditandai di peta delimitasi sebelum secara nyata dipasang di lapangan. Peta dasar minimal skala 1:50.000 sangat baik digunakan

untuk membuat peta delimitasi (Jones, 1945). Peran peta dalam tahap delimitasi dapat dirangkum seperti Tabel 3.4.

Tabel 3.4 . Peta dalam tahap delimitasi (dirangkum dari Jones, 1945) No Tahap delimitasi Peta yang diperlukan Fungsi peta 1 Alokasi dan

pre-delimitasi

Tersedia peta walaupun skala kecil untuk mengetahui posisi relatif wilayah yang dialokasi

Negosiasi dan perundingan 2 Proses delimitasi Peta dasar resmi (official maps)

menggambarkan topografi, skala cukup besar minimal 1:250.000

Sebagai infrastruktur untuk memilih letak batas dan

mendefinsikan titik batas dalam

koordinat 3 Hasil delimitasi a) Peta delimitasi, skala besar

minimal 1: 50.000. Dalam peta ini digambarkan garis batas hasil kesepakatan delimitasi dan

mencatumkan koordinat titik-titik batas yang disepakati pada datum geodesi tertentu dan dilengkapi toponim sepanjang koridor batas b) Deskripsi garis batas dalam

bentuk verbal dengan toponim dan parameter geometris seperti nilai koordinat, azimuth atau panjang segmen batas.

a) Menggambarkan garis batas hasil delimitasi. b) Sebagai pedoman untuk menentukan titik batas dalam kegiatan penegasan batas di lapangan.

3. Peta dalam tahap demarkasi

Tahap demarkasi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan memindahkan titik-titik batas di peta hasil delimitasi ke lapangan. Dalam banyak kasus sering ada perbedaan antara teks delimitasi dengan peta delimitasi yang bisa menimbulkan masalah dalam demarkasi. Namun hal ini sama sekali tidak mengurangi nilai peta delimitasi sebagai pedoman untuk demarkasi (Jones, 1945).

Pada tahap demarkasi dilakukan transformasi titik batas ke lapangan dan survei pemetaan sepanjang koridor batas dengan lebar koridor yang disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam pengertian teknis di bidang survei pemetaan, mentransformasi titik dan garis di suatu peta ke lapangan disebut dengan istilah staking out. Dalam proses melakukan stak out, aspek geometrik yang sangat penting yang harus ada dalam peta yang ditransformasi adalah skala peta yang benar serta diketahuinya koordinat titik-titik yang akan ditransformasi pada datum geodesi yang dipilih (Kavanagh, 2003; Schofield, 2002).

Setelah survei lapangan selesaikemudian dibuat peta demarkasi yang menggambarkan topografi sepanjang garis batas pada lebar koridor yang telah ditentukan bersama. Peta demarkasi dibuat dari pengukuran langsung dengan standard spesifikasi teknis pemetaan yang ditentukan bersama. Peta demarkasi merupakan tampilan akhir dari proses boundary making dan peta ini digunakan untuk keperluan administrasi dan pemeliharaan batas. Dalam peta demarkasi, semua titik-titik batas dan garis batas yang menghubungkan titik-titik tersebut harus secara jelas digambarkan. Peta yang diperlukan skala minimal 1:100.000 atau lebih besar sehingga titik-titik dan garis batas dapat digambarkan dengan jelas. Pada daerah yang padat penduduk, peta demarkasi dapat dibuat dengan skala besar sampai 1: 5000.

4. Peta pada tahap administrasi

Tahap administrasi pada dasarnya merupakan kegiatan mendokumentasikan proses dan hasil tahapan alokasi, delimitasi dan demarkasi. Hasilnya berupa basis data batas wilayah termasuk data peta (geospasial), koordinat titik-titik batas, deskripsi batas, baik batas buatan seperti pilar maupun deskripsi batas yang berupa fenomena alam seperti punggung bukit dan sungai. Selain mendokumentasikan proses dan hasil alokasi, delimitasi dan demarkasi, kegiatan administrasi batas juga mencakup pemeliharaan titik-titik batas. Peta-peta batas maupun deskripsi batas yang didokumentasikan dengan baik sangat penting untuk kegiatan pemeliharaan batas wilayah. Untuk itu sesuai dengan perkembangan teknologi komputer dan informasi, biasanya basis data disusun secara dijital dan untuk pengelolaannya digunakan SIG. Berbagai data dan informasi yang disusun

dalam basis data dijital meliputi: (a) data spasial seperti koordinat titik-titik batas, peta batas pada koridor tertentu sepanjang garsis batas, deskripsi pilar batas, deskripsi batas alam, (b) data non spasial meliputi dokumen treaty maupun nota-nota kesepakatan, dokumen laporan dari setiap tahapan boundary making, undang-undang dan berbagai peraturan dari masing-masing negara yang berbatasan terkait batas wilayah (Donaldson dan Williams, 2008; Wood, 2000).

III.4. Teori Konflik

Pada sub bab ini dibahas tentang pengertian konflik dan sengketa secara umum, sengketa batas wilayah dan hubungan antara sengketa batas wilayah dengan peta.

III.4.1. Pengertian konflik dan sengketa

Secara umum konflik adalah salah satu bentuk perilaku persaingan antar individu atau antar kelompok orang. Menurut Moore (1986) potensi terjadinya konflik ada bila dua atau lebih aktor bersaing secara berlebihan atau tidak adanya kesesuaian tujuan dalam kondisi sumberdaya yang terbatas (Forbes, 2001). Masyarakat sering memiliki perspektif atau pandangan yag berbeda tentang situasi kehidupan sosial, politik, ekonomi dan masalah-masalahnya dan perbedaan pandangan dalam hal tujuan dan cara mencapai tujuan, sehingga sering menimbulkan konflik (Fisher, dkk., 2001).

Selain kosa kata konflik terdapat kata yang memiliki pengertian yang hampir sama yaitu sengketa (disputes).Sengketadidefinisikan sebagai suatu ketidaksepahaman (disagreement) yang spesifik. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh adanya suatu regulasi atau kebijakan dimana klaim atau tuntutan suatu kelompok ditolak oleh kelompok lain sehingga menimbulkan sengketa.Dalam hal konflik batas wilayah, ketidaksepahaman yang terjadi disebabkan oleh adanya suatu kebijakan politik,misalnya dalam bentuk perjanjian antar negara atau kebijakan otonomi daerah dalam bentuk regulasi seperti undang-undang pembentukan daerah di Indonesia, sehingga istilah konflik batas wilayah

oleh para ahli konflik lebih tepat disebut sengketa batas wilayah (boundary disputes) (Forbes, 2001).

III.4.2. Diagnosis konflik

Mengelola konflik atau sengketa yang paling efektif adalah dilakukan dengan dua langkah sederhana, yaitu: (1) melakukan diagnosis untuk mengetahui akar penyebab sengketa dan (2) memutuskan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu terhadap sengketa tersebut. Layaknya seperti seorang dokter, sebelum melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan terhadap pasiennya, terlebih dahulu seorang dokter melakukan diagnosis untuk mendapat gambaran akar penyebab penyakit yang diderita pasiennya. Demikian juga terhadap konflik.

Salah satu model diagnosis konflik yang banyak dipakai di dalam rangka resolusi konflik adalah model yang dikembangkan oleh More (1986) di CDR Associates of Boulder, Colorado (Furlong, 2005).

Moore mengembangkan suatu model peta konflik dalam bentuk lingkaran konflik (the Circle of Conflict) seperti disajikan pada Gambar 3.20. Dalam the Circle of Conflict, Moore mengidentifikasi lima penyebab utama terjadinya konflik, yaitu: (1) persoalan hubungan antara orang atau kelompok, (2) persoalan dengan data, (3) tidak diperhatikannya atau tidak ada kesesuaian nilai (value), (4) kekuatan terstruktur dari luar yang menekan para aktor dalam sengketa, (5) persoalan kepentingan yaitu tidak diperhatikannya atau tidak ada kesesuaian

KONFLIK HUBUNGAN KONFLIK NILAI KONFLIK DATA KONFLIK KEPENTINGAN KONFLIKSTRU KTURAL UNNECESSARY CONFLICT GENUINE CONFLICT

dalam hal keinginan (Forbes, 2001; Furlong, 2005).

Gambar 3.20. The Circle of Conflict menurut Moore, 1986 (Forbes, 2001; Furlong, 2005)

Konflik data, konflik nilai dan konflik hubungan sebenarnya merupakan konflik yang semestinya bisa tidak terjadi (unnecessary conflict), artinya kalau data dan informasi tersedia sesuai kebutuhan, nilai-nilai yang ada difahami secara baik dan emosi serta perilaku negatif dapat dijaga, maka tidak terjadi konflik. Genuine conflict adalah konflik yang melekat pada sifat dasar manusia, yaitu konflik kepentingan dan konflik struktural. Faktor kepentingan dan struktural adalah dua faktor yang saling berhubungan dan selalu ada dalam kehidupan manusia (Forbes, 2001).

Rangkuman karakteristik masing-masing penyebab konflik disajikan pada Tebel3.5

Tabel 3.5. Karakteristik penyebab konflik menurut Moore, 1986 (Forbes, 2001; Furlong, 2005).

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang (Halaman 89-95)

Dokumen terkait