• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahapan boundary making

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang (Halaman 48-52)

BASIS DATA

III.2.1. Tahapan boundary making

Penjelasan tahapan kegiatan alokasi, delimitasi, demarkasi (Gambar 3.1) dan administrasi (Gambar 3.3) pada boundary makingmenurut Jones adalah sebagai berikut:

1. Alokasi.

Alokasi adalah tahap proses politik untuk menentukan pembagian wilayah teritorial antara dua negara (Jones, 1945). Pada zaman kolonialisasi, dua negara tersebut adalah dua negara kolonial, dalam hal ini setiap negara kolonial yang menguasai wilayah tertentu harus mencapai kesepakatan terhadap pembagian wilayah secara umum dengan negara lain. Pada tahap alokasi ini dihasilkan suatu garis yang menurut Caflisch (2006) disebut sebagai garis alokasi (allocation lines) yang menentukan lingkaran pengaruh atau spheres of influence terhadap wilayah yang dikuasainya.Tahap ini tentu saja melibatkan proses keputusan politik dan kepentingan antara negara kolonial yang tidak mudah, bahkan sering harus melalui peperangan.

Setelah terjadi kesepakatan alokasi wilayah, selanjutnya diantara negara kolonial biasanya melakukan kesepakatan tertulis dalam bentuk perjanjian (treaty). Pada zaman moderen, alokasi biasanya menghasilkan kompromi pembagaian wilayah antara dua negara yang berbatasan (Srebro dan Shoshany, 2013).

Garis alokasi didefinisikan dengan beberapa cara. Pertama, didefinisikan atas dasar batas yang melekat kepada batas yang sudah ada, misalnya batas wilayah suku atau batas wilayah desa atau garis sepanjang suatu punggung bukit. Kedua, garis alokasi didasarkan atas batas wilayah administratif atau batas internasioanl yang sudah ada. Ketiga, garis alokasi menggunakan kenampakan geografis alami seperti sungai, danau, selat, rangkaian pegunungan (ke-empat, garis alokasi didasarkan atas metode geometris seperti yang dilakukan pada zaman kolonial yaitu menggunakan garis lintang atau garis bujur astronomi (Srebrodan Shoshany, 2013).

2. Delimitasi.

Delimitasi adalah tahap setelah alokasi.Definisi tentang delimitasi dikemukakan pertama kali oleh McMohan tahun 1896, yaitu mendefiniskan batas

suatu negara yang dilakukan dengan narasi yang dituliskan di kertas atau digambarkan di peta (Srebrodan Shoshany, 2013). Definisi delimitasi yang lain dikemukakan oleh Curzon tahun 1907 (Srebrodan Shoshany, 2013), yaitu: delimitasi adalah seluruh proses pendahuluan untuk menentukan dan mewujudkan batas di dalam perjanjian (treaty). Dua kegiatan penting dan mendasar dalam delimitasi batas yaitu memilih letak garis batas dan mendefinisikan titik-titik batas secara presisi dalam perjanjian atau dokumen formal lainya seperti peta dan/atau koordinat (Jones, 1945; Donaldson dan Williams, 2008). Pemilihan letak garis batas biasanya merupakan kompromi antara pertimbangan geografis dengan kepentingan politik, sedangkan mendefinisikan garis batas merupakan suatu proses yang sepenuhnya bersifat teknis (Jones, 1945). Proses ini terdiri atas penentuan posisi titik-titik batas secara teliti dan kemudian menarik garis yang menghubungkan titik-titik batas tersebut di peta.

Sebagai implementasi dari tahapan alokasi, tahap delimitasi merupakan tahapan yang sangat kompleks, karena selain aspek politik, juga mencakup aspek hukum dan aspek teknis pemetaan. Pada tahap delimitasi diperlukan ahli hukum (lawyer) untuk menterjemahkan dan menginterpretasikan pembagian wilayah yang sudah dituangkan dalam proses alokasi menjadi pembagian yang lebih teliti lagi. Selain itu untuk menentukan posisi titik dan garis yang teliti dibutuhkan ahli teknis seperti kartografer, surveyor geodesi atau geografer (Adler, 1995).

Kesalahan serius bisa terjadi pada tahap delimitasi yaitu ketika memilih letak yang tidak sesuai atau mendefinisikan batas dengan tidak benar pada lokasi yang sudah sesuai. Kesalahan-kesalahan tersebut bisa disebabkan hal-hal sebagai berikut: (a) tidak mengenali lokasi perbatasan yang dipilih, (b) tidak mengenali dengan baik kekhasan kenampakan geografis yang ada di lokasi perbatasan yang dipilih baik dari aspek alamiah maupun manusianya, (c) kurangnya pengetahuan cara mendefinisikan batas serta kesulitan-kesulitan di dalam mendefinisikan batas (Jones, 1945). Pada tahap delimitasi, walaupun sudah ada kesepakatan garis alokasi secara umum, namun tetap dilakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan tentang letak garis batas scara lebih pasti yang dituliskan dalam perjanjian dan digambarkan di peta. Pada tahap ini dimungkinkan terjadi sengketa

dalam memilih letak garis batas. Pemilihan dan pendefinisian batas diperlukan IG sebagai infrastruktur. IG itu berupa petadasar. Sesuai dengan perkembangan teknologi geospasial saat ini, maka IG tersebut juga bisa dilengkapi dengan foto udara atau citra satelit (image).

Dalam hal metode delimitasi batasada dua metode yang sangat umum digunakan yaitu; (1) metode turning pointsdan (2) metode natural features yang menggunakan fenomena alam seperti sungai dan watershed (punggung bukit). Pendefinisian garis batas dengan metode turning points adalah metode yang sangat logis karena setiap garis dapat didefinisikan dengan segmen dan panjang segmen bisa bervariasi tergantung bentuk garisnya (Adler, 2000; Jones, 1945). Pada metode ini yang perlu didefinisikan lebih dahulu dengan akurat adalah titik-titik batasnya, kemudian garis batas didefinisikan dengan cara menghubungkan dua titik batas yang telah didefinisikan tersebut dengan garis lurus (lihat Gambar 3.2). Pemilihan turning points harus dilakukan sehingga setiap segmen dapat di “stake out” di lapangan dan intervisibility antar turning points secara teknis tidak terlalu panjang, tetapi menguntungkan dalam kegiatan administrasi batas dikemudian hari.

Gambar 3.2. Metode turning points (Jones, 1945)

Turning points dipilih pada titik-titik yang mudah dikenali baik di peta maupun di lapangan. Kalau turning points dipilih hanya pada kenampakan yang mudah dikenali di peta, tetapi sulit dikenali di lapangan maka menyulitkan ketika dilakukan demarkasi. Turning points didefinisikan dengan koordinat geografis

1

2

3

1,2,3 :turning points 23 : seksi (segmen)

(lintang dan bujur) dengan referensi datum yang jelas dan pasti. Ketidakpastian dan ketidakjelasan datum yang digunakan dalam mendefinisikan koordinat turning points menjadi masalah dikemudian hari terutama pada tahap demarkasi. 3. Demarkasi.

Setelah penentuan titik dan garis batas di peta dalam tahap delimitasi, selanjutnya dilakukan proses demarkasi. Demarkasi adalah menentukan posisi titik dan garis batas yang sesungguhnya di lapangan. Titik-titik batas yang sudah disepakati dalam proses delimitasi ditransformasi ke lapangan dan secara fisik ditandai dengan pembangunan tugu atau pilar batas, pos jaga, tembok atau fasilitas lainnya (Jones, 1945). Demarkasi ini dilakukan secara bersama antara negara yang berbatasan yang dilakukan oleh Komite Teknis Survei Demarkasi untuk menentukan koordinat titik batas melalui aktivitas survei pengukuran dan pemetaan menggunakan teknologi, peralatan dan metode yang memadai. Dalam survei lapangan, peran surveyor geodesi sangatlah vital agar dihasilkan titik-titik dengan koordinat yang akurat. Selain itu, penggunaan teknologi serta pendekatan ilmiah yang memadai perlu dilakukan untuk memperoleh posisi titik-titik batas yang akurat dan presisi.

4. Administrasi.

Proses panjang boundary making yang dimulai dari negosiasi oleh para arsitek batas (the boundary architecs), dilanjutkan dengan delimitasi yang hasilnya antara lain berupa peta kesepakatan batas wilayah sebagai lampiran treaty, kemudian dilakukan demarkasi oleh ”the boundary engineers”. Proses panjang tersebut merupakan kulminasi dari proses politik, hukum dan teknis survei pemetaan. Output dari proses delimitasi dan demarkasi adalah dokumen-dokumen yang bersifat statis dan dinamis yang penting diadministrasikan untuk keperluan masa datang, sehingga tahapan berikutnya adalah administrasi batas wilayah. Tahapan administrasi batas wilayah disajikan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Tahapan administrasi pada teori Jones (dirangkum dari: Jones, 1945; Adler, 1995; Al-Sayel, dkk., 2009)

Pada tahapan administrasi ini, aktivitas pemeliharaan titik-titik batas dilakukan oleh masing-masing negara bertetangga yang dipisahkan oleh garis batas tersebut.Pada tahap administrasi lebih ditekankan pada mengadministrasikan dokumen statik dari kegiatan sebelumnya serta pemeliharaan titik-titik batas hasil demarkasi agar tidak rusak atau berpindah posisinya (dokumen dinamik). Sesuai perkembangan teknologi informasi maka SIG digunakan sebagai alat untuk pemeliharaan dan pembaharuan basis data wilayah perbatasan.

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang (Halaman 48-52)

Dokumen terkait