BASIS DATA
III.3.2. Datum geodetik
Datum geodetik adalah sejumlah parameter yang digunakan untuk mendefinisikan bentuk dan ukuran elipsoid referensi yang digunakan untuk penentuan koordinat geodetik, serta kedudukan dan orientasinya dalam ruang terhadap tubuh bumi. Gambar 3.9. adalah sejumlah parameter yang digunakan untuk mendefinisikan datum geodetik (Abidin, 2001), yaitu:
1) Bentuk dan ukuran ellipsoid referensi (parameter a, f) yang digunakan untuk pendefinisian koordinat geodetik. Dalam hal ini a = setengah sumbu panjang elipsoid, b : setengah sumbu pendek dan f : penggepengan elipsoid = (a-b)/a.
2) kedudukan dan orientasinya dalam ruang terhadap tubuh bumi.
Sistem referensi koordinat elipsoid atau datum geodetik seperti ilustrasi pada Gambar 3.8. mempunyai karakteristik sebagai berikut (Abidin, 2001):
1) Titik nol sistem koordinat adalah pusat elipsoid,
2) Sumbu X adalah perpotongan meridian nol dengan bidang ekuator elipsoid
3) Sumbu Z berimpit dengan sumbu pendek elipsoid,
4) Sumbu Y pada bidang ekuator, tegak lurus sumbu-sumbu X dan Z dan membentuk sistem koordinat tangan kanan (right handed system).
Gambar 3.8. Datum geodetik (Anonim, 2006)
Peninjauan dari lokasi origin sistem koordinat yang digunakan dapat dibedakan antara datum geodetik geosentrik (global) dan datum geodetik toposentrik (lokal). Pada datum geosentrik digunakan elipsoid referensi yang dipilih paling sesuai dengan ukuran bumi dan pusat koordinat (origin) elipsoid ditempatkan pada titik pusat bumi. Datum geodetik geosentrik didefinisikan minimal berdasarkan delapan parameter (Schofield, 2002; Kelompok Kerja Geodesi Bakosurtanal, 2007):
1) Parameter a dan f untuk mendefinisikan bentuk dan ukuran elipsoid referensi yang digunakan (2 parameter),
2) (Xo,Yo, Zo) untk mendefisiskan koordinat titik pusat elipsoid terhadap pusat bumi (3 parameter),
3) (ɛx, ɛy, ɛz) untuk mendefinisikan arah-arah sumbu X, Y dan Z elipsoid dalam ruang terhadap sumbu-sumbu bumi (3 parameter).
Datum geodetik toposentrik (lokal) menggunakan elipsoid referensi yang dipilih paling sesuai dengan ukuran bumi setempat (geoid lokal). Koordinat pusat elipsoid ditempatkan tidak berimpit dengan pusat bumi seperti pada Gambar 3.9.
Earth’sCenter of Mass Z Conventional International Origin (CIO) International Zero Meridian X Y ω b a
Gambar 3.9. Datum lokal pada penampang potongan meridian (Schofield, 2002) Pada masa lalu,pendefinisian datum geodetik lokalumumnya dilaksanakan dengan metode astronomi-geodetik dengan langkah-langkah sebagai berikut (Fahrurrazi, 2011):
1) Pendefinisian dimensi elipsoid acuan: a, f,
2) Pendifinisian origin dan orientasi sumbu-sumbu koordinat serta skala melalui:
a) Pendefinisian titik datum (Po) yang meliputi: koordinat geodetik (φo, λo, ho), undulasi geoid No, dan defleksi vertikal
ɛ
(ξo, ηo); Koordinat geodetik tersebut diturunkan dari data pengamatan koordinat astronomik (Φo, Λo) dan tinggi ortometrik (Ho) dengan persamaan 3.1.φo = Φo − ξo ,λo = Λo − ηo sec φo , ho = Ho + No... (3.1) vertikal normal muka bumi elipsoid geoid
ɛ
(ξo, ηo) ΦPoφ
PoPo: titik datum lokal
pusat bumi b a pusat elipsoid ho
(apabila didefinisikan No= 0, ξo = ηo = 0 maka elipsoid acuan didefinisikan berimpit dengan geoid di titik datum)
b) Di titik datum juga dilakukan pengukuran azimut awal Ao (jaring triangulasi) dengan metode astro-geodetik yang kemudian dikoreksi dengan efek defleksi vertikal untuk menuhi kondisi azimut Laplace sehingga diperoleh azimut geodetik seperti pada persamaan 3.2.
αo = Ao− (Λo− λo) sin φo = Ao− ηotan φo ... (3.2) c) Untuk jaring triangulasi, skala direalisasikan melalui pengukuran
jarak basis (sisi triangulasi).
Datum geodetik lokal yang pernah didefinisikan dan diterapkan di Indonesia untuk tujuan pemetaan, ialah Datum Genuk (1862), Datum Bukit Serindung (1886), Datum Bukit Rimpah (1917), Datum Gunung Segara (1937), Datum Montjong Lowe (1911), dan Datum T21 Sorong. Setelah Indonesia merdeka, didefinisikan dua datum relatif yaitu Datum Indonesia 1974 dan Datum Pulau Pisang. Datum Pulau Pisang hanya digunakan untuk penentuan perbatasan dengan Malaysia dan Singapura.
Setelah berkembangnya teknologi penentuan posisi dengan sistem satelit GPS ada kecenderungan global bahwa dalam sistem pemetaan termasuk dalam pemetaan batas wilayah di berbagai negara digunakan datum geodetik World Geodetic System 1984 atau dsingkat WGS84 (Adler, 2000). Datum WGS84 disajikan pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Datum geodetik WGS 84 (NIMA, 2000 dalam Abidin, 2001) Empat parameter utama datum WGS84 disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Empat parameter utama elipsoid WGS 84 (NIMA, 2000 dalam Abidin, 2001)
Di Indonesia pada tahun 1996 ditetapkan Datum Geodetik Nasional 1995 (DGN 95) sebagai datum geodetik resmi untuk keperluan pemetaan di Indonesia.
Parameter Notasi Nilai
Setengah sumbu panjang a 6.378.137,0 m
Penggepengan f = (a-b)/a 1/f 298,257223563
Kecepatan sudut bumi ω 7292115,0 x 10 -11 rad/det
Konstanta gravitasi bumi (termasuk massa atmosfer) GM 3986004,418 x 108 m3det-2 Greenwich ω X WGS 84 Y WGS 84 Z WGS 84 IERS Reference Meridian (IRM) IERS Reference Pole (IRP) ekuator pusat massa bumi
DGN 95 merupakan datum geosentrik yang realisasinya diikatkan ke kerangka referensi ITRF 91 (International Terrestrial Reference Frame1991) melalui hitungan dari data Jaring Kontrol Horisontal Orde nol sebanyak 60 titik. Selanjutnya koordinat ITRF 91 yang diperoleh ditransformasikan ke sistem koordinat WGS 84. Ketelitian relatif hasil hitungan jarak basis antar titik-titik pada jaring kontrol horisontal nasional orde nol adalah 0,1 sampai 2 ppm, dengan simpangan baku dalam fraksi sentimeter pada tiga komponen koordinat kartesian dari seluruh titik. Realisasi dari DGN 95 di lapangan adalah berupa kerangka dasar yang diwakili oleh jaring kontrol horisontal nasional orde nol, orde satu beserta perapatannya (Kelompok Kerja Geodesi, 2007). DGN 95 adalah datum geosentrik yang menggunakan elipsoid referensi yang sama seperti yang digunkan oleh WGS 84, maka masalah transformasi koordinat antara DGN 95 dan WGS 84 relatif tidak ada (Abidin, 2001).
Pada 17 Oktober 2013, suatu datum baru ditetapkan untuk menggantikan DGN 95 melalui Peraturan Kepala BIG yang disebut Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013) (Sukmayadi dan Syafi’i, 2014). SRGI adalah suatu terminologi modern yang sama dengan terminologi Datum Geodesi Nasional (DGN) yang lebih dulu didefinisikan, yaitu suatu sistem koordinat nasional yang konsisten dan kompatibel dengan sistem koordinat global SRGI 2013 mempertimbangkan perubahan koordinat berdasarkan fungsi waktu, karena adanya dinamika bumi (Subarya, 2014). Secara spesifik, SRGI 2013 adalah sistem koordinat kartesian 3-dimensi X,Y,Z yang geosentrik. Implementasi praktis di permukaan bumi dinyatakan dalam koordinat geodetik lintang, bujur, tinggi, skala, gayaberat, dan orientasinya beserta nilai laju kecepatan dalam koordinat planimetrik (toposentrik) (Abidin, 2014).
Spesifikasi SRGI 2013 adalah: (1) datum semi dinamik (2) mengacu ke kerangka referensi global ITRF 2008, (3) epok referensi nilai koordinat ditetapkan 1 Januari 2012, (4) elipsoid referensi WGS 1984. Perbedaan yang mendasar antara datum SRGI 2013 dengan datum DGN 95 adalah datum DGN 95 merupakan datum yang bersifat statik artinya koordinat dianggap tidak berubah dengan waktu, sedang SRGI 2013 merupakan datum semi dinamik, artinya
koordinat dianggap selalu berubah dengan waktu, tapi direpresentasikan pada epok referensi tertentu. Pada saat ditetapkan SRGI 2013 menggunakan model deformasi berdasarkan 4 lempeng tektonik, 7 blok tektonik dan 126 data gempa (Abidin, 2014).
Dalam konteks batas wilayah, peran datum geodetik sangat penting karena pendefinisian titik-titik batas dilakukan dengan nilai koordinat yang harus jelas datum geodetiknya. Ketidakjelasan datum geodetik dalam pendefisian koordinat titik batas bisa menimbulkan permasalahan baik dalam tahap penetapan maupun penegasan. Pendefinisian koordinat titik-titik batas tanpa menyertakan spesifikasi datum geodetik adalah sesuatu yang tidak bisa dimaafkan(Pratt, 2006).