• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

F. ADOPSI TEKNOLOGI

Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi suatu organisasi dalam rangka menjalankan tugasnya serta mewujudkan visi dan misinya antara lain dilakukan dengan menerapkan teknologi komunikasi sebagai salah satu media dalam pengelolaan informasi. Penerapan teknologi suatu organisasi disebabkan oleh beberapa hal yang berbeda satu sama lain, antara lain : kebutuhan dan kepentingan organsasi itu sendiri, kebijakan pemerintah atau paksaan dari negara – negara maju. Dalam penerapan teknologi komunikasi perlu memeprhatikan struktur organisasi yang menampung hasil inovasi baru, kemamupuan teknis sumbeir daya manusia dan budaya yang yang ada dalam organisasi.

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) mengacu pada penggunaan peralatan elektronik (terutama komputer) untuk memproses suatu kegiatan tertentu. TIK mempunyai kontribusi yang potensial untuk berperan dalam mencapai manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang signifikan. Di Indonesia, bidang teknologi informasi dan komunikasi merupakan salah satu dari enam bidang fokus utama pengembangan iptek, yaitu : (1) Ketahanan pangan, (2) Sumber energi baru dan terbarukan, (3) Teknologi dan manajemen transportasi, (4) Teknologi informasi dan komunikasi, (5) Teknologi pertahanan, dan (6) Teknologi kesehatan dan obat – obatan. Dalam mendukung kegiatan pembangunan pertanian berkelanjutan, TIK memiliki peranan sangat penting untuk mendukung tersedianya informasi pertanian yang relevan dan tepat waktu.

Saat ini teknologi komunikasi telah berkembang pesat dengan khususnya internet, hal ini diasumsikan memberikan peluang besar oleh para pelaku bisnis dan organisasi tertentu. Internet telah dianggap memberikan peluang besar yang bisa dimanfaatkan untuk sektor pemberian informasi secara cepat, mudah, murah dan tanpa batasan waktu. Namun, dalam bidang pertanian teknologi ini belum banyak dimanfaatkan.

Dengan tidak adanya wadah yang menampung hasil inovasi berpengaruh pada proses difusi inovasi yang menimbulkan kecenderungan untuk menolak, karena individu merasa tidak jelas dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan hasil inovasi yang telah diadopsi oleh organisasi. Selain penolakan ataupun keterlambatan penerimaan disebabkan adanya budaya dan kemampuan teknis. Budaya yang ada dan telah lama berkembang serta menjadi kepercayaan yang merupakan pegangan bagi setiap anggota organisasi. Dengan kondisi tersebut masuknya budaya yang dibawa oleh teknologi yang diadopsi menimbulkan pro dan kontra di tengah – tengah suatu masyarakat. Pro dan kontra tersebut tercermin dalam berbagai sikap dan tanggapan dari anggota masyarakat yang bersangkutan, ketika proses yang dimaksud berlangsung di tengah – tengah mereka. Sedangkan kemampuan teknis yang dimiliki oleh sumber daya manusia dalam kondisi tidak terlatih untuk menggunakannya. Menurut Rogers (1995) diacu dalam Soekartono (2008), organisasi dibuat untuk menangani tugas – tugas rutin dalam skala besar melalui suatu aturan tentang hubungan antar manusia. Struktur diperlukan untuk menampung hasil inovasi, selain itu dapat menjadi penghubung antara satu inovasi dan inovasi yang lain sehingga dapat saling terkait yang pada akhir akan terintegrasi secara sisteman.

Program PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) merupakan suatu inovasi teknologi yang dikembangkan oleh IRRI (International Rice Research Institute), Puslitbang Tanaman Pangan, BB Padi, dan Badan Litbang Pertanain. Aplikasi ini ditujukan pada PPL dan petani sebagai pedoman atau rekomendasi pemupukan yang tepat, efektif dan efisien. Aplikasi PHSL berpedoman kepada pemupukan berimbang dan pembangunan pertanian berkelanjutan. Aplikasi PHSL sebisa mungkin dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia yang dapat menurunkan kualitas lahan, serta memaksimalkan kandungan organik yang ada pada lahan sawah.

13 Konsep berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian berkelanjutan pun sangat dimensi dan interpretasi. Karena adanya multi-dimensi dan multi-interpretasi ini, para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh Komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka” (Fauzi 2004 dalam Lubis 2010). Konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi, yaitu dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi di masa mendatang, dan dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan.

Soekartono (2008) menyatakan bahwa difusi (penyebar serapan) inovasi terdiri dari unsur – unsur : (1) inovasi (inovation), (2) saluran komunikasi (communication channels), (3) waktu (time), dan (4) sistem sosial (social system). Inovasi merupakan suatu ide, cara – cara ataupun objek yang dioperasikan seseorang sebagai sesuatu yang baru. Baru tidaklah semata – mata dalam ukuran waktu sejak ditemukan atau pertama kali digunakannya inovasi tersebut. Saluran komunikasi digunakan untuk menyebarluaskan inovasi yang telah diadopsi oleh organisasi kepada masyarakat ataupun kepada anggotanya. Saluran komunikasi yang digunakan untuk penyebarluasan inovasi kepada masyarakat luas dilakukan melalui media elektronik, media cetak maupun media baru. Waktu, selain itu dalam penyebarluasan inovasi kepada karyawan diperlukan adanya waktu dan adanya pemahaman terhadap sistem sosial yang ada dalam organisasi seperti budaya. Sistem sosial, setiap organisasi memiliki satu budaya atau lebih yang memuat perilaku – perilaku yang diharapkan tertulis atau tidak tertulis. Budaya suatu kelompok dapat digolongkan sebagai seperangkat pemahaman atau makna yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang.

Dalam difusi inovasi terdapat faktor untuk pertimbangan bagi adopter (penerima inovasi) untuk menerima atau menolak. Terdapat lima karakteristik yang menandai setiap gagsan atau cara baru, diterima atau ditolak oleh masyarakat, yaitu :

1. Keuntungan – keuntungan relatif (relative advantages), yaitu sejauhmana inovasi, cara – cara atau gagasan baru ini memberikan suatu keuntungan bagi mereka yang menerimanya.

2. Keserasian (compatibility), yaitu apakah inovasi yang hendak di difusikan tersebut serasi dengan nilai – nilai, sistem kepercayaan, gagasan yang lebih dahulu diperkanalkan sebelumnya, kebutuhan, selera, adat – istiadat dan sebagainya dari masyarakat yang bersangkutan.

3. Kerumitan (complexity), yaitu apakah inovasi tersebut dirasakan rumit. Pada umumnya masyarakat tidak atau kurang berminat pada hal – hal yang rumit, sebab selain sukar untuk dipahami juga cenderung dirasakan merupakan tambahan beban yang baru.

4. Dapat dicobakan (trialability), yaitu bahwa suatu inovasi akan lebih cepat diterima bila dapat dicobakan dulu dalam ukuran kecil sebelum adopter terlanjur menerimanya secara menyeluruh. Hal ini adalah cerminan prinsip manusia yang selalu ingin menghindari risiko yang besar dari perbuatannya.

5. Dapat dilihat (observability), jika suatu inovasi dapat disaksikan dengan mata, dapat terlihat langsung hasilnya, maka adopter akan lebih mudah untuk mempertimbangkan menerimanya, daripada bila inovasi itu berupa sesuatu yang abstrak, yang hanya dapat diwujudkan dalam pikiran atau hanya dapat dibanyangkan.

Penerimaan inovasi seseorang atau organisasi dilakukan melaui sejumlah tahapan yang disebut tahap putusan inovasi : (1) Tahap pengetahuan (knowledge), tahap dimana seseorang sadar, tahu, bahwa ada sesuatu inovasi, (2) Tahap bujukan (persuation), tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahui tadi, (3)

14 Tahap putusan (decision), tahap dimana adopter membuat keputusan meneriam atau menolak inovasi yang diperkenalkan, (4) Tahap implementasi (implementation), tahap dimana adopter melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya mengenai suatu inovasi, dan (5) Tahap pemastian (confirmation), tahap dimana adopter memastikan putusan yang telah diambilnya tersebut.

Dalam keputusan yang dilakukan individu atau adopter ada kemungkinan untuk melanjutkan mengadopsi (continued adoption) atau menghentikannya (discontinuance). Bisa saja individu atau

adopter yang menolak inovasi terus mencari informasi lebih lanjut dan terlambat mengadopsinya (later adoption) atau tetap menolak (continued rejecttion)sesuai dengan informasi yang diterimanya. Demikian dengan kategorinya, individu yang mengadopsi suatu inovasi (adopter) atas lima kategori sebagai berikut :

1. Innovator, kelompok kosmopolit yang berani dan gemar dengan pembaharuan.

2. Early Adopter, kelompok yang terdiri dari pemimpin informal sebagai panutan bagi adopter selanjutnya.

3. Early Majority, kelompok yang biasanya menjadi anggota tetapi lebih awal mengadopsi inovasi daripada anggota lain.

4. Late Majority, kelompok yang bertindak menjauhi risiko. 5. Laggard, kelompok yang tradisonal.

Meskipun masih terdapat beberapa kendala sehingga pemanfaatan TIK menjadi sangat komplek dan sulit untuk diadopsi. TIK sebenarnya dapat menyediakan kesempatan yang lebih besar untuk mencapai suatu tingkatan tertentu yang lebih baik bagi petani. Hal ini ditunjukkan ketika beberapa lembaga penelitian dan pengembangan menyampaikan studi kasus yang mendeskripsikan bagaimana TIK telah dimanfaatkan oleh petani dan stakeholders usahawan pelaku bidang pertanian sehingga memperoleh peluang yang lebih besar untuk memajukan kegiatan usahataninya. Keberhasilan pemanfaatan TIK oleh petani di Indonesia dalam memajukan usahataninya ditunjukkan oleh beberapa kelompok tani yang telah memanfaatkan internet untuk akses informasi dan promosi hasil produksinya dengan menggunakan fasilitas yang disediakan Community Training and Learning Centre (CLTC) di Pancasari (Bali) dan Pabelan (Salatiga) yang dibentuk Microsoft bekerja sama dengan lembaga nonprofit di bawah Program Unlimited Potential.

G.PERAN PENYULUH PERTANIAN

Pengembangan usahatani tidak terlepas dari peran kelembagaan yang terdiri dari beberapa instansi yang menyangkut penelitian maupun penyuluhan. Instansi baik pemerintah maupun swasta yang melakukan penelitian dan pengembangan pertanian merupakan tempat menghasilkan teknologi baru yang akan diadopsi oleh petani sebagai subjek pertanian. Penyuluh pertanian mempunyai peran dalam proses alih teknologi sehingga dapat diadopsi oleh petani. Cepat atau lambatnya proses adopsi teknologi oleh petani tergantung pada kinerja penyuluh pertanian di lapangan.

Penyuluh pertanian menyangkut bidang tugas yang amat luas dan berhubungan dengan administrasi pemerintah untuk membantu petani melaksanakan manajemen usahatani sebaik – baiknya, menuju usahatani yang efisien dan produktif. Koordinasi dari semua tugas ini merupakan fungsi dari penyuluhan pertanian (agricultural extension). Penyuluhan pertanian dapat juga disebut bentuk pendidikan nonformal. Suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan, dan sasarannya disesuaikan dengan kepentingan, keadaan, waktu, maupun tempat petani. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemampuan serta menambah wawasan petani dalam melaksanakan usaha taninya. Melalui penyuluhan diharapkan akan terjadi perubahan perilaku petani, sehingga mereka dapat memperbaiki cara bercocok tanam agar lebih besar penghasilan dan lebih layak hidupnya (Daniel, 2002).

15 Kegiatan penyuluh pertanian meliputi : (1) memfasilitasi proses pembelajaran petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis, (2) memberikan rekomendasi dan mengusahakan akses petani dan keluarganya ke sumber – sumber informasi dan sumber daya yang akan membantu mereka dalam memecahkan masalah yang dihadapi, (3) membantu menciptakan iklim usaha yang menguntungkan, (4) mengembangkan organisasi petani menjadi organisasi sosial ekonomi yang tangguh dan (5) menjadikan kelembagaan penyuluh sebagai lembaga mediasi dan intermediasi, terutama yang menyangkut teknologi dan kepentingan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis.

Tugas penyuluhan pertanian terutama menyangkut usaha membantu petani agar senantiasa meningkatkan efisiensi usaha tani. Sedangkan bagi petani, penyuluhan itu adalah suatu kesempatan memperoleh pendidikan diluar sekolah, di mana mereka dapat belajar sambil berbuat (learning by doing). Para petani yang hidup dalam lingkungan pertanian yang sempit selalu disadarkan akan adanya berbagai praktik dan kesempatan baru yang dimanfaatkan. Praktik – praktik dan penemuan - penemuan baru dalam teknologi ini kadang – kadang terdapat tidak jauh dari tempat tinggal petani walaupun sering juga berasal dari daerah – daerah yang jauh atau bahkan dari luar negeri. Fungsi untuk memperkenalkan hal – hal baru ini pada para petani setempat inilah yang merupakan masalah pokok dari penyuluhan pertanian. Bila dilakukan percobaan atau demonstrasi di lingkungan petani, petani akan melihat sendiri sampai di mana hal – hal baru tersebut benar – benar cocok dengan keadaan setempat. Jika memang demikian, makan kemudian petani akan mempertimbangkan untung dan ruginya. Setelah secara teknis dan ekonomis dianggap menguntungkan barulah petani memutuskan untuk menerima dan mempraktikkan penemuan baru ini.

16

Dokumen terkait