• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

1. Pengambilan Contoh

Gambar 5. Skema langkah – langkah penelitian.

1. Pengambilan Contoh

Responden utama dari penelitian ini adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani Subur Basuki dan Subur Raharjo yang telah mengikuti program PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi). Petani yang mengikuti program tersebut membagi lahan menjadi dua bagian untuk diberi perlakuan pemupukan yang berbeda, yaitu pemupukan rekomendasi petani dan rekomendasi aplikasi PHSL. Budi daya tanaman padi tidak dibedakan antara lahan pemupukan petani dan lahan pemupukan menggunakan aplikasi PHSL, sehingga dapat diketahui perbedaan hasil panen dengan perlakukan pemupukan yang berbeda.

Responden berjumlah 20 petani di Desa Jembungan yang mengikuti program PHSL. Keputusan dalam pengambilan 20 responden memungkinkan bahwa petani yang mengikuti program PHSL lebih banyak tahu tentang aplikasi tersebut. Wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan untuk mengetahui respon petani dengan adanya aplikasi PHSL dan keadaan usahatani selama menggunakan rekomendasi pemupukan dari aplikasi PHSL, perbedaan rekomendasi pemupukan, penerimaan dan nilai B/C serta faktor – faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi PHSL sesuai dengan karakteristik petani responden.

Pengumpulan dan Pengolahan Data Mulai Penelitian Survey Pendahuluan : -Observasi -Wawancara Studi Literatur

Identifikasi Variabel Penelitian

Penentuan Sampel Penelitian Pembuatan Kuesioner

18

2. Kebutuhan Sumber Data

Data yang dibutuhkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara atau pengisian kuesioner dari nara sumber yang terdiri atas :

1). Petani responden di lokasi penelitian, untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi terhadap pemupukan hara untuk tanaman padi di sawah. Antara lain : lokasi sawah, luasan sawah, jenis padi, umur padi, rekomendasi pemupukan, dll. Hasil panen yang dapat dicapai petani responden setelah menggunakan aplikasi PHSL. Kegiatan budi daya padi sawah yang dilakukan di lokasi penelitian untuk memberi gambaran biaya produksi yang dikeluarkan pada satu musim tanam padi serta untuk menganalisis keuntungan dan nilai B/C pada satu musim tanam. Karakteristik petani responden untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi PHSL.

2). PPL atau penyuluh pertanian lapangan untuk mengetahui peran PPL dalam proses adopsi aplikasi PHSL.

C.PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

1. Pandangan Petani

Petani di Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali yang mengikuti program PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) yang dicanangkan oleh IRRI (International Rice Research Institute) bekerjasama dengan BPTP Jawa Tengah berjumlah 20 petani. Kegiatan ini dilaksanakan untuk melakukan evaluasi lapang terhadap aplikasi PHSL yang sekaligus sebagai ajang promosi aplikasi rekomendasi pemupukan untuk tanaman padi. Hasil wawancara dengan petani responden ini dianalisis sehingga dapat menggambarkan beberapa faktor yang mendorong dan menghambat petani dalam menerapkan dan mengakses aplikasi PHSL untuk tanaman padi di daerah penelitian. Hasil wawancara juga akan menggambarkan tingkat produksi dan keuntungan petani setelah menggunakan aplikasi PHSL.

Setelah mendapatkan semua data melalui wawancara dan kuesioner kemudian dilakukan pengolahan data dilakukan sebagai berikut :

a. Analisis Deskriptif

Analisis ini digunakan dengan tujuan memperoleh gambaran secara mendalam dan obyektif mengenai obyek penelitian. Tujuan penggunaan analisis ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab – sebab petani mengadopsi aplikasi serta respon petani terhadap aplikasi PHSL. Data primer dan sekunder yang diperoleh dianalisis secara deskriptif tabulasi dan statistik sederhana untuk menggambarkan keadaan petani pengguna rekomendasi aplikasi PHSL dan faktor – faktor yang mendorong dan menghambat adopsi teknologi tersebut.

b. Analisis Teknis

Analisis teknis dalam hal ini adalah analisis dengan menggunakan pendakatan – pendekatan ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan. Analisis ini dilakukan berdasarkan data – data wawancara dan pengisian kuesioner dari rangkaian aktivitas budi daya tanaman padi yang dilakukan di Desa Jembungan. Analisis ini mencakup perhitungan keuntungan usaha tani dan perhitungan B/C. Tujuan analisis ini untuk menentukan penggunaan teknologi yang sesuai dengan tingkat keuntungan maksimal yang didapatkan petani setelah menggunakan rekomendasi aplikasi PHSL pada masing – masing petani serta pemupukan berdasarkan lahan yang mereka miliki.

19 Adapun respon petani terhadap teknologi PHSL didasarkan kepada aspek – aspek yang antara lain meliputi :

1). Analisis operasional, dengan teknik analisis trend dan teknis terhadap variabel terpilih, yaitu kemudahan petani untuk mengakses aplikasi PHSL, kemampuan petani responden untuk menjawab setiap pertanyaan, kemudahan bahasa yang digunakan, respon petani setelah menerima rekomendasi pemberian pupuk yang diterima dari aplikasi PHSL. Analisis ini memberikan arahan tentang tingkat kenyamanan pengguna (petani dan penyuluh pertanian lapangan) untuk mengakses aplikasi PHSL tersebut.

2). Analisis teknologi informasi, dengan teknik analisis dekriptif terhadap variabel – variabel yang telah ditentukan, yaitu kemudahan sambungan komunikasi sistem konsultasi, kemudahan petani dalam menjawab pertanyaan menggunakan handphone, smartphone maupun dengan internet. 3). Analisis sosial budaya, dengan teknik analisis diterapkan secara deskriptif untuk mengetahui dan mengukur kemanfaatan dan kerugian yang diprediksi akan muncul dengan adanya aplikasi PHSL di lokasi penelitian dan ada tidaknya budaya pemupukan yang sering dilakukan di lokasi penelitian.

Pada Gambar 6 dijelaskan kerangka penelitian yang dilakukan di Desa Jembungan, mengenai pandangan petani terhadap aplikasi PHSL, perbandingan usahatani PHSL dan nonPHSL serta faktor penentu adopsi teknologi PHSL.

Gambar 6. Kerangka Penelitian di Desa Jembungan.

Keterkaitan variabel bebas petani terhadap proses adopsi inovasi

baru (PHSL) 1. Penerimaan 2. Biaya 3. Pendapatan 4. Nilai B/C 1. Karakteristik Petani 2. Faktor pendorong/penghambat adopsi 3. Analisis Operasional 4. Analisis Teknologi Informasi

5. Analisis Sosial Budaya Pandangan Petani terhadap inovasi baru (PHSL) Perbandingan Usahatani PHSL dan non PHSL Faktor Penentu adopsi inovasi baru

(PHSL) Teknologi baru : Pemupukan Aplikasi PHSL Kebiasaan lama : Pemupukan petani (non PHSL) Pemupukan padi Petani padi responden

20

2. Pendapatan Usahatani

Kegiatan usaha tani adalah salah satu kegiatan untuk memperoleh produksi di lahan pertanian, pada akhirnya akan dinilai dari pendapatan yang dihasilkannya yang merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan tersebut merupakan hasil dari rangkaian kegiatan budidaya dan kerjasama dari faktor – faktor produksi pertanian. Pendapatan usahatani yang diterima dari petani pemilik faktor – faktor produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu, biasanya dihitung untuk satu kali musim tanam ataupun satu tahun. Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu : (1) menggambarkan keadaan suatu kegiatan usaha dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan suatu usaha. Bagi seorang petani, analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahatani pada saat ini berhasil atau tidak. Analsis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu : penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang telah ditetapkan.

Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Secara umum, pendapatan diperoleh dari penerimaan total dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai dari total produksi padi yang dihasilkan. Pengeluran usahatani meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan (Anggreini 2005). Pengeluaran tunai usatani (farm payment) adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Selisih antara penerimaan dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani (farm net cashfow).

Tingkat pendapatan usahatani dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : Itunai = NP – BT ... (1) Itotal = NP – (BT + BD) ... (2) Dimana : Itunai = Tingkat pendapatan atas biaya tunai (Rp)

Itotal = Tingkat pendapatan atas biaya total (Rp)

NP = Nilai produk, hasil perkalian jumlah output (kg) dengan harga (Rp) BT = Biaya tunai (Rp)

21

3. Imbangan Penerimaan dan Biaya (B/C)

Produksi padi atau pendapatan yang tinggi tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, karena ada kemungkinan pendapatan yang besar diperoleh dari biaya investasi yang berlebihan. Oleh karena itu, analsis pendapatan usahatani selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Ukuran efisiensi pendapatan dapat dihitung melalui perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (B/C ) yang menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diterima untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi.

Nilai B/C yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penambahan biaya satu rupiah akan menghasilkan penambahan penerimaan yang lebih besar dari satu rupiah. Dengan demikian, usahatani dengan nilai B/C lebih besar daripada satu dapat dikatakan menguntungkan secara ekonomi. Sebaliknya jika B/C lebih kecil dari satu berarti penambahan biaya satu rupiah akan menghasilkan penerimaan kurang dari satu rupiah. Dengan demikian, jika nilai B/C kurang dari satu, maka usahatani tersebut dapat dikatakan belum menguntungkan.

B/C atas Biaya Tunai = (( )) ... (3)

B/C atas Biaya Total = ( () ) ... (4)

4. Analisis Keputusan Adopsi dengan Regresi Logistik

4.1Variabel dan Indokator Adopsi PHSL

Variabel dan indikator yang digunakan dalam studi ini dikelompokkan berdasarkan aspek yang mempengaruhi petani untuk mengadopsi teknologi PHSL, yaitu :

1). Pendidikan

Petani yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam mengadopsi inovasi baru, begitu juga sebaliknya. Lama pendidikan mempunyai hubungan yang tidak langsung terhadap adopsi inovasi kecuali materi yang diajarkan berhubungan secara langsung dengan inovasi tersebut. Jika kondisinya tidak demikian maka lama pendidikan diduga hanya menciptakan suasana mental yang kondusif untuk menerima suatu praktik inovasi baru. Hubungan antara lama pendidikan dengan adopsi inovasi tidak selalu tinggi jika orientasi inovasi tersebut bisa diperoleh dari luar sekolah (Basuki 2008).

2). Umur

Semakin muda umur petani biasanya mempunyai semangat yang lebih terhadap hal atau inovasi baru yang belum mereka ketahui sebelumnya, sehingga peluang untuk mengadopsi inovasi baru itu akan semakin tinggi dari pada petani yang lebih tua. Akan tetapi, generasi muda pada umumnya juga cenderung kurang menyukai bekerja dibidang pertanian khususnya usahatani. Saat ini, pelaksana usahatani seperti padi didominasi oleh petani yang tidak berumur muda lagi. Perlu diadakan kajian untuk mengetahui apakah hal ini dapat menghambat penerapan suatu inovasi teknologi pertanian (Basuki, 2008).

3). Luas Lahan Usahatani

Beberapa kemajuan teknologi baru mensyaratkan operasi dalam skala usaha yang besar dan memerlukan sumberdaya ekonomi substansial untuk menerapkannya. Penggunaan praktik bertani yang modern akan menghasilkan manfaat ekonomi yang memungkinkan petani untuk memperluas operasi usahatani. Dengan demikian, petani akan lebih mampu secara ekonomi untuk menerapkan praktik usahatani yang lebih modern. Persaingan terus terjadi antara sektor

22 pertanian dengan sektor nonpertanian dalam penggunaan lahan terutama di Pulau Jawa. Alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke sektor lain menyebabkan lahan pertanian semakin sempit. 4). Status Kepemilikan Lahan

Pada umunya, pemilik lahan mempunyai kontrol yang lebih lengkap daripada penyewa lahan. Pemilik lahan dapat langsung membuat suatu keputusan dalam mengadopsi praktik baru, tetapi penyewa lahan sering harus mendapat persetujuan dari pemilik lahan sebelum mencoba atau menerapkan suatu praktik baru tersebut. Secara khusus, hal ini benar apabila penyewa lahan masih membutuhkan beberapa dukungan finansial dari pemilik lahan. Tidak bisa dipungkiri bahwa selain ada petani penggarap pemilik lahan juga ada petani penggarap bukan pemilik lahan. Dengan kata lain tidak semua lahan yang digunakan untuk usahatani oleh petani milik petani itu sendiri. Perlu diadakan kajian untuk menilai apakah petani bukan pemilik lahan bisa memberikan respon positif atau mengadopsi terhadap inovasi baru dalam pertanian. 5). Pendapatan

Petani yang mempunyai pendapatan lebih tinggi mempunyai kemampuan lebih besar untuk menanggung biaya usahatani yang biasanya lebih tinggi karena menerapkan suatu inovasi teknologi. Pendapatan usahatani yang berbanding lurus dengan luas lahan usahatani mempunyai makna bahwa semakin luas lahan usahatani padi maka semakin tinggi pula pendapatan usahatani padi.

4.2Model Regresi Logistik

Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi peluang petani untuk melaksanakan usahatani dengan teknologi PHSL, maka dilakukan analisis dengan menggunakan pendekatan regresi logistik. Di dalam statistik, regresi logistik digunakan untuk memprediksi kemungkinan (probabilitas) dari suatu kejadian dengan data fungsi logit dari kurva logistik. Bentuk analisis regresi banyak menggunakan beberapa variabel yang berupa numerik atau kategoris. Regresi logistik adalah bagian dari analisis regresi yang digunakan ketika variabel dependen (respon) merupakan variabel dikotomi. Variabel dikotomi biasanya hanya terdiri dari atas dua nilai, yang mewakili kemunculan atau tidak adanya suatu kejadian yang biasanya diberi angka 0 atau 1 (Widiarta dan I Gusti, 2011).

Regresi logistik bertujuan untuk menanggulangi kelemahan dari LPM (Linier Probability Model) yang dapat memberi hasil kurang memuaskan, karena menghasilkan probalitias taksiran yang kurang dari nol atau lebih dari satu (Widiarta dan I Gusti, 2011). Regreasi logistik dapat dimanfaatkan untuk memprediksi suatu variabel tidak bebas berdasarkan variabel bebas yang bersifat baik kontinu atau kategoris. Selain itu, seperti regresi yang lainnya, regresi logistik juga dapat digunakan untuk menentukan persentase varian di dalam variabel tidak bebas dijelaskan oleh variabel bebas yang dilibatkan dalam model (Basuki 2008).

Model regresi logistik menggunakan tramsformasi logit. Model umum regresi logistik adalah :

23 4.3Metode Estimasi

Regresi logistik menerapkan MLE (Maximum Likelihood Estimation) setelah mentransformasikan variabel tidak bebas ke dalam suatu variabel logit (logaritma natural atas odds dari variabel tidak bebas menyatakan kejadian atau ketidakjadian). Perlu dicatat bahwa regresi logistik menghitung perubahan di dalam log odds dari variabel tidak bebas, bukan perubahan dalam variabel tidak bebas itu sendiri sebagaimana di dalam regresi Ordinary Least Square (OLS).

Karena regresi logistik diakomodasikan untuk variabel tidak bebas biner, maka didalam pemodelannya baik variabel bebas dan tidak bebas harus direprentasikan dalam bentuk kode. Variabel yang ditanyakan dalam bentuk kode tersebut didefinisikan sebagai variabel dummy. Reduksi variabel bebas dapat dilakukan dengan melakukan uji hipotesis, yaitu :

H0 : pi = 0 Ha : pi ≠ 0 ;

dimana pi adalah proporsi klasifikasi i di dalam variabel dummy (Widiarta dan I Gusti, 2008). Prinsip dari MLE (Maximum Likelihood Estimation) ini adalah parameter populasi diestimasi dengan cara memakasimumksan kemungkinan (likelihood) dari data observasi. Likelihood merupakan suatu fungsi dari data dan parameter model. Jika terdapat data biner, bentuk dari likelihood adalah sebagai berikut :

Yi = 1 dengan probabilitas pi Yi = 0 dengan probabilias 1 – pi

Misal data observasi bersifat bebas maka likelihood dari data Y1, Y2, ..., Yn adalah p1 dan 1 - p1. Jika untuk setiap Y1 = 1, dengan probabilitas p1 dan untuk setiap Yi = 0 dengan probabilitas 1 - pi, bentuk umum dari likelihood (L)

L = ∏ (1- Pi)1 –Yi ... (6)

Sepintas model di atas menyatakan bahwa likelihood hanya berkaitan dengan probabilitas dan belum menjelaskan mengenai probabilitas dari variabel bebas yang akan diperoleh (Widiarta dan I Gusti, 2008).

4.4Metode Pengujian Parameter Model

Pengujian parameter model dilakukan dengan menguji semua parameter secara keseluruhan dengan menguji masing – masing parameter secara terpisah. Uji rasio likelihood (likelihood ratio test) dapat digunakan untuk melihat pengaruh variabel – variabel penjelas yang dimasukkan dalam model. Untuk menguji apakah variabel penjelas memberikan pengaruh terhadap kebaikan dari model dengan uji rasio likelihood, mula – mula dicari nilai statistik G.

G = -2In[( )

( ) ] ... (7)

Hipotesisi yang dipakai adalah : H0: β1=β2=... = βn= 0

H1: Minimal ada satu β1≠0, dengan i=1,2,..., p.

Pada hipotesis nol bahwa semua koefisien bernilai nol, distribusi untuk statistik G adalah chi-square 2

) dengan derajat bebas p. Adapun peraturan uji rasio likelihood adalah Ho diterima kerika P value > ɑ. Adapun P value adalah P (ɣ2

(p atau derajat bebas) > G). Alfa (ɑ) adalah taraf signifikansi yang diinginkan.

24

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan hasil – hasil penelitian beserta pembahasan yang meliputi pandangan petani terhadap aplikasi PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi), faktor – faktor yang mempengaruhi petani untuk mengadopsi inovasi aplikasi PHSL, perbandingan hasil panen dan keuntungan usahatani yang didapatkan petani yang menggunakan aplikasi PHSL dengan menggunakan pemupukan non PHSL (Lampiran 6) dan kecenderungan petani untuk mengadopsi teknologi PHSL di Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali.

Dalam pandangan petani terhadap inovasi aplikasi PHSL akan dideskripsikan respon petani terhadap adanya inovasi baru untuk rekomendasi pemupukan tanaman padi yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi. Untuk mengetahui respon petani dengan adanya inovasi aplikasi PHSL ini dilakukan wawancara (Lampiran 1) secara perseorangan kepada setiap petani yang mengikuti program PHSL ini meliputi keuntungan, kelebihan, kekurangan dan kendala yang dialami petani dalam mengadopsi inovasi aplikasi PHSL tersebut. Hal ini dapat dijadikan alasan petani untuk mengambil keputusan menerima ataupun menolak mengadopsi aplikasi rekomendasi pemupukan tersebut. Pendugaan keuntungan secara ekonomi dalam menggunakan aplikasi PHSL dengan cara langsung membandingkan hasil panen dan selisih keuntungan yang didapatkan dan faktor penentu adopsi teknologi PHSL didapatkan dengan model regresi logistik.

A.PANDANGAN PETANI TERHADAP APLIKASI PHSL

Aplikasi PHSL merupakan inovasi teknologi baru usahatani padi sawah melalui rekomendasi pemupukan yang tepat jenis, dosis, dan waktu pemupukan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Aplikasi ini dikembangkan oleh IRRI (International Rice Reserach Institute), Filipina bersama Puslitbang Tanaman Pangan, BB Padi, dan Badan Litbang Pertanian. Sejak pertama kali diperkenalkan aplikasi ini sudah 9 kali melakukan pengujian lapang yang tersebar di 9 provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah aplikasi PHSL yang di prakarsai oleh IRRI dan BPTP Jawa Tengah dilakukan di Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Oleh karena itu, analisis respon dan pandangan petani yang ditinjau dari beberapa aspek, yaitu aspek operasional, teknologi informasi, sosial budaya, dan faktor pendorong dan penghambat adopsi teknologi PHSL.

Pengertian pandangan petani terhadap inovasi aplikasi PHSL dalam hal ini merupakan respon petani dilihat dari sebelum dan setelah mencoba menggunakan rekomendasi pemupukan dari aplikasi PHSL tersebut. Pada program PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi), seorang petani membagi jumlah lahan yang dimiliki, yang pertama lahan yang pemupukannya berdasarkan rekomendasi aplikasi PHSL dan yang kedua lahan yang pemupukannya berdasarkan petani sendiri. Untuk budi daya pertanian diserahkan sepenuhnya kepada petani seperti yang biasa mereka lakukan baik pada lahan PHSL maupun lahan petani sendiri yang telah mereka bagi. Termasuk didalamnya ketersediaan benih, pengolahan lahan, pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Dalam hal ini yang dibedakan hanya rekomendasi pemupukannya, yaitu berdasarkan aplikasi PHSL dan berdasarkan kebiasaan petani sendiri. Untuk menghindari risiko, yakni hasil panen padi pada lahan PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) tidak sesuai yang diharapkan pihak IRRI dan BPTP Jawa Tengah memberikan kompensasi untuk lahan PHSL yang hasil panennya lebih kecil daripada hasil panen pada lahan petani sendiri. Oleh sebab itu, pada lahan PHSL dibuat lebih kecil daripada lahan petani sendiri. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko pemberian kompensasi yang terlalu besar. Pemberian kompensasi (ganti rugi) ini disesuaikan selisih panen padi pada lahan PHSL yang dikonversi ke lahan

25 milik petani, jumlah uang yang diberikan sesuai dengan harga penjulan gabah pada saat itu. Hal ini dinilai petani membantu dan mengindari risiko terhadap hasil panen padi yang akan diperoleh.

Pada program PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) di Desa Jembungan varietas yang ditanam dibebaskan sesuai keinginan petani sehingga varietasnya bervariasi, antara lain Inpari 13, Mekongga, IR-64, Membramo, Lok Ulo, Inpari 1, Inpari 6. Kebutuhan benih padi juga bervariasi menurut luasan lahan yang dimiliki oleh petani. Benih padi merupakan input untuk menghitung biaya produksi padi sampai akhir panen.

Dalam hal pemupukan petani peserta program PHSL melakukan 2 perlakuan terhadap lahan yang mereka miliki. Setelah lahan yang mereka miliki diukur dan dibagi menjadi dua (tidak sama besar), lahan pertama untuk aplikasi pemupukan rekomendasi PHSL dan lahan yang lain untuk aplikasi pemupukan rekomendasi petani. Pemupukan untuk lahan pertama didasarkan pada rekomendasi pemupukan aplikasi PHSL melalui pengisian kuesioner yang didampingi petugas dari BPTP Jawa Tengah dan PPL setempat, data dari kesioner di isikan dalam aplikasi PHSL, kemudian hasil rekomendasi pemupukan ditetapkan untuk diaplikasikan pada lahan tersebut. Untuk lahan kedua rekomendasi pemupukan sesuai kebiaan petani pada saat memberi pupuk. Mekanisme cara mengakses aplikasi PHSL di Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali di gambarkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Mekanisme pengaksesan aplikasi PHSL Pemberian kuesioner oleh

BPTP kepada Petani

Pengisian kuesioner oleh Petani

Kuesioner di kembalikan pada BPTP

Data petani diolah BPTP dengan aplikasi PHSL

Rekomendasi pemupukan kepada Petani

26

1. Karakteristik Responden

Karakteristik petani responden di Desa Jembungan akan disajikan pada Tabel 2. Kuesioner yang diberikan kepada 20 petani responden, yaitu para petani yang telah menggunakan pemupukan rekomendasi aplikasi PHSL menjelaskan tentang berbagai karakteristik petani responden. Karakteristik yang dideskripsikan antara lain umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status lahan, luasan lahan.

Tabel 2. Karakteristik petani responden.

Sumber : Data diolah

Berdasarkan data yang didapat (Tabel 1) semua responden mempunyai umur >40 tahun dan lebih dari 50 % diantaranya berada pada selang 40 – 45 tahun. Dari umur petani responden terlihat bahwa petani di Desa Jembungan telah memasuki usia tua. Semakin tua umur maka semakin menurun kekuatan dan kemampuan fisik yang mengakibatkan produktivitas menurun. Hal ini menjadi suatu kendala dalam proses petani untuk mengadopsi aplikasi PHSL (Pemupukan Hara

Uraian Petani Responden Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. Umur (tahun) a. 40 – 45 14 70 b. 46 – 50 5 25 c. > 50 1 5 2. Fasilitas akses a. Handphone 20 100 b. Smartphone 0 0 c. Koneksi internet 1 5 3. Jenis Kelamin a. Laki - laki 18 90 b. Perempuan 2 10 4. Pendidikan a. SD 3 15 b. SLTP 4 20 c. SLTA 11 55 d. S1 2 10 5. Status Lahan a. Milik Sendiri 18 90 b. Sakap 2 10 6. Luas Lahan a. 0.2 - 0.3 15 75 b. 0.3 - 0.4 4 20 c. 0.4 - 0.5 1 5 7. Pengolahan Lahan a. Sendiri 17 85 b. Buruh Tani 3 15

27 Spesifik Lokasi). Karena untuk mengakses aplikasi PHSL diperlukan kemampuan pengguna untuk dapat mengoperasikan sarana komunikasi (handphone, smartphone, dan internet). Oleh karena itu, banyak diantara petani responden mengeluhkan hal ini, walaupun 100 % dari petani responden memiliki handphone yang dapat digunakan untuk mengakses rekomendasi pemupukan dari aplikasi PHSL. Selain itu pada saat ini untuk mengakses aplikasi PHSL melalui handphone

(NMRiceMobile) masih dikenakan tarif sesuai durasi selama mengakses aplikasi PHSL tersebut.

Dokumen terkait