• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam melakukan analisis faktor – faktor penentu adopsi teknologi PHSL di Desa Jembungan digunakan model regresi logistik. Model ini selanjutnya digunakan untuk melakukan pendugaan terhadap masing – masing koefisien dalam model regresi logistik. Variabel penjelas akan diuji kelayakan melalui model regresi logistik, kemudian dilakukan pengujian signifikansi terhadap masing – masing variabel penjelas. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap faktor – faktor yang secara signifikan mempengaruhi penggunaan teknologi PHSL di Desa Jembungan berdasarkan hasil analisis sebelumnya. Model ini akan menghasilkan faktor penentu adopsi teknologi PHSL dan peluang petani untuk mengadopsi teknologi PHSL selanjutnya.

Dari konsep adopsi inovasi teknologi dan pertimbangan kenyataan pada lokasi penelitian di Desa Jembungan, ada enam variabel penjelas yang dapat mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi inovasi PHSL. Keenam variabel itu adalah pendidikan, pernah tidaknya konsultasi dengan PPL, umur, luasan lahan usahatani, status kepemilikan lahan, dan pendapatan usahatani. Variabel tersebut dipilih karena dapat mewakili karakteristik petani (umur dan pendidikan), faktor usahatani (luasan dan status lahan), faktor sosial dan budaya (pernah tidaknya konsultasi dengan PPL) dan pendapatan adalah gabungan dari faktor karakteristik petani dan karakteristik usahatani (lampiran 7).

1. Pendugaan Intersep dan Koefisien Variabel Bebas

Setelah model regresi logistik penelitian ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan estimasi terhadap masing – masing koefisien dari variabel penjelas model regresi logistik. Dalam regresi logistik teknik estimasi parameter yang dipakai adalah teknik Maximum Likelihood Estimate (MLE). Ringkasan hasil estimasi model regresi logistik terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi petani di Desa Jembungan untuk menggunakan aplikasi PHSL dengan menggunakan teknik MLE dijelaskan pada Tabel 10 (selengkapnya Lampiran 8).

Tabel 10. Hasil Estimasi Model Regresi Logistik terhadap Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menggunakan Teknologi PHSL

Nilai Chi-square atau Statistik Hosmer dan Lemeshow adalah 6.692 dengan Sig. 0.570 Koefisien berada pada nilai -2 Log likelihood 42.684 ; pada tingkat peluang 5%

Dari hasil regresi logistik terlihat bahwa semua variabel bernilai positif (Sig. , Exp (B), Sig. of the Change). Sedangkan koefisien (pendidikan, umur, status lahan, dan penyuluhan) bernilai negatif. Pada variabel umur nilai Exp (B) bernilai 0.909, hal ini menunjukkan bahwa setiap variabel pendidikan bertambah 1 poin maka tingkat adopsi teknologi PHSL akan bertambah 0.909 poin. Begitu juga pada variabel luasan lahan dan pendapatan usahatani yang memiliki nilai berturut – turut sebesar 1.000 dan 1.488, hal ini dapat diartikan setiap penambahan 1 poin pada

Variabel Sig. Exp (B) Sig.of the

Change Koefisien Pendidikan 0.517 0.909 0.147 - 0.070 Umur 0.765 0.958 0.142 - 0.021 Luas lahan 0.902 1.000 0.001 0.000 Status Lahan 0.030 0.031 1.608 - 2.568 Pendapatan 0.047 1.488 0.200 0.288 Penyuluhan 0.067 0.161 0.994 - 1.510 Konstanta 0.656 41.302 8.348 2.593

38 luasan lahan dan pendapatan, maka tingkat adopsi teknologi PHSL akan bertambah sebesar berturut – turut 1.000 dan 1.488 poin.

Istilah Sig. sebenarnya menyatakan P-value yang akan digunakan dalam Wald test dan istilah Sig. of the Change menunjukkan P-value yang akan digunakan dalam tes rasio likelihood

(likelihood rasio test). Setelah koefisien masing – masing parameter diestimasi, perlu dilakukan pengujian apakah variabel penjelas yang diikutsertakan dalam model mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat (keputusan adopsi teknologi PHSL). Terdapat dua cara yang dapat digunakan dalam melakukan pengujian tersebut yaitu Wald test dan likelihood ratio test. Dengan uji Wald, variabel penjelas dikatakan mempunyai pengaruh nyata pada taraf ɑ jika P-value (Sig.) variabel tersebut lebih kecil atau sama dengan ɑ (tingkat peluang / signifikansi) yang dipakai. Sementara uji rasio likelihood, variabel penjelas dikatakan mempunyai pengaruh nyata pada ɑ jika P-value (Sig. of the Change) variabel tersebut lebih kecil atau sama dengan ɑ (tingkat peluang) yang dipakai.

Pada tabel 9 menunjukkan bahwa konstanta mempunyai pengaruh yang siknifikan berdasarkan Uji Wald pada taraf 5 % karena P-value (sig.) pada konstanta mempunyai nilai yang lebih kecil dari 5 %. Hipotesis yang dibangun adalah sebagai berikut:

Ho = Koefisien Regresi Tidak Signifikan Hi = Koefisien Regresi Signifikan

Pengambilan keputusan (berdasarkan probabilitas, lihat kolom Sig.) adalah sebagai berikut: Jika Sig. > 0,05 maka Ho diterima

Jika Sig. < 0,05 maka Ho ditolak , Hi diterima

Variabel status kepemilikan lahan dan pendapatan pada model regresi ini ditemukan berpengaruh nyata terhadap adopsi teknologi PHSL di Desa Jembungan. Nilai masing – msaing variabel penjelas tersebut berturut – turut adalah 0.030 dan 0.047 dimana semua nilai tersebut lebih kecil daripada tingkat peluang (ɑ) sebesar 5 % atau 0.050.

Nilai Chi-square atau Statistik Hosmer dan Lemeshow digunakan untuk menguji kelayakan dari model ini. Hal ini digunakan untuk melihat apakah data empiris cocok atau tidak dengan model atau dengan kata lain diharapkan tidak ada perbedaan antara data empiris dengan model. Pada model ini akan dinyatakan layak jika signifikansi diatas 0.05 atau -2 Log likelihood dibawah tabel Chi square. Nilai Hosmer and Lemeshow Test adalah 6.692 dengan signifikansi 0.570 > 0.05, sehingga model ini dinyatakan layak dan boleh diinterpretasikan. Nilai Nagelkerke R Square sebesar 0.350 yang berarti bahwa keenam variabel penjelas yang ada mampu menjelaskan varians petani untuk menggunakan aplikasi PHSL sebesar 35 % dan sisanya yaitu 65 % dapat dijelaskan untuk faktor lain.

2. Pembahasan Faktor Penentu Adopsi Teknologi PHSL

Berdasarkan model regresi logistik yang dihasilkan dua dari enam variabel mempunyai hubungan positif dan siknifikan terhadap penggunaan aplikasi PHSL. Kedua variabel tersebut adalah status kepemilikan lahan dan pendapatan usahatani. Status kepemilikan lahan mempengaruhi keputusan yang dapat diambil oleh petani, petani bukan pemilik lahan harus membayar uang sewa lahan atau dapat membayar dengan hasil padi yang dipanen. Sementara itu, petani yang memiliki lahan sendiri tidak perlu melakukan pembayaran terhadap biaya lahan yang digunakan untuk usahatani. Hal ini menyebabkan petani bukan pemilik lahan lebih terpacu untuk menggunakan suatu inovasi seperti aplikasi PHSL yang berpotensi meningkatkan produktivitas padi, sehingga mereka dapat membayar biaya sewa lahan dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

39 Sektor usahatani merupakan mata pencaharian utama bagi kebanyakan petani di lokasi penelitian mempunyai pengaruh terhadap adopsi inovasi aplikasi PHSL untuk tanaman padi. Petani yang tidak mempunyai penghasilan lain dari sektor usahatani mempunyai kemungkinan yang lebih kecil untuk menggunakan aplikasi PHSL dari pada petani yang mempunyai penghasilan selain dari sektor usahatani padi. Petani yang hanya memiliki penghasilan dari sektor pertanian memiliki risiko kerugian yang lebih besar untuk menggunakan aplikasi PHSL untuk pemupukan padi mereka, jika tanaman padi yang mereka tanam mengalami gagal panen. Jika hal tersebut terjadi maka otomatis petani tersebut tidak mendapatkan penghasilan atau penghasilan mereka berkurang dari biasanya. Sedangkan petani yang memiliki penghasilan lain dari sektor usahatani padi cenderung lebih aman untuk mengadopsi aplikasi PHSL, karena risiko gagal panen dapat ditutupi dengan penghasilan petani tersebut selain dari sektor usahatani padi.

Sementara itu variabel lain seperti umur, pendidikan, penyuluhan dan luasan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap adopsi aplikasi PHSL di Desa Jembungan. Variabel umur berhubungan negatif dan tidak siknifikan terhadap adopsi aplikasi PHSL di lokasi penelitian, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gultom (2008) tentang adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung di Kabupaten Langkat. Sebagian besar beranggapan bahwa umur dapat dijadikan tolok ukur produktivitas seseorang dalam melakukan pekerjaan. Seseorang yang berumur produktif (muda) dirasa akan bekerja lebih baik dan maksimal. Sehingga hipotesis yang dikembangkan adalah pengaruh umur mempunyai sebaran yang normal terhadap adopsi teknologi PHSL di lokasi penelitian. Hal ini disebabkan karena di Desa Jembungan petani muda maupun yang lebih tua tetap memiliki potensi untuk menggunakan aplikasi PHSL untuk usahatani padi. Nilai odd ratio -0.021 menunjukkan bahwa petani yang umurnya lebih tua 1 tahun potensi untuk menggunakan aplikasi PHSL akan berkurang sebesar 2.1 %.

Variabel pendidikan dan penyuluhan tidak mempengaruhi petani untuk mengadopsi teknologi PHSL. Hal ini disebabkan karena pendidikan formal (sekolah) bukan merupakan prasyarat dari diadopsinya suatu inovasi di bidang pertanian oleh petani. Hubungan antara lama pendidikan dengan adopsi inovasi tidak selalu erat jika orientasi tentang inovasi tersebut bisa diperoleh dari luar sekolah (Basuki 2008). Frekuensi penyuluhan yang diikuti petani tidak dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap penggunaan aplikasi PHSL, karena materi penyuluhan oleh petugas lebih ditekankan pada praktik-praktik usahatani yang baik serta ramah lingkungan dan jarang berkaitan dengan inovasi baru atau teknologi di bidang pertanian. Justru untuk meningkatkan kemungkinan adopsi teknologi baru dibidang pertanian maka penyuluh pertanian harus menyampaikan informasi – informasi yang berkaitan dengan inovasi teknologi pertanian kepada petani. Jika materi yang disampaikan oleh penyuluh pertanian jarang yang menyinggung tentang inovasi teknologi pertanian, maka kegiatan penyuluhan tersebut tidak akan berpengaruh terhadap adopsi petani terhadap inovasi teknologi dibidang pertanian.

40

BAB V. PENUTUP

A.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Aplikasi PHSL terbukti dapat meningkatkan produksi padi dan pendapatan petani di Desa

Jembungan. Namun petani belum sepenuhnya dapat mengadopsi inovasi aplikasi ini, karena dari aspek operasional, teknologi informasi, dan sosial budaya belum sesuai dengan kondisi petani. 2. Dari hasil perhitungan selisih hasil panen antara petani yang rekomendasi pemupukannya

menggunakan aplikasi PHSL dengan pemupukan non PHSL adalah sebesar 314.38 kg dalam luasan ha. Sehingga dengan adanya aplikasi PHSL dapat meningkatkan produksi padi rata – rata sekitar 314.38 kg/hektar dengan tambahan keuntungan senilai Rp 1,100,327/hektar/musim tanam. B/C ratio usahatani dengan aplikasi PHSL adalah sebesar 1.91, artinya petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.91 untuk setiap saotu rupiah yang dikeluarkan untuk biaya produksi pertanian. Sedangkan usahatani di lahan petani sendiri atau pemupukan rekomendasi petani yang biasa mereka lakukan memiliki nilai B/C ratio sebesar 1.70 yang artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan untuk budidaya pertanian akan mengahasilkan penerimaan sebesar Rp 1.70.

3. Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor – faktor yang mempengaruhi petani untuk mengadopsi teknologi PHSL menghasilkan dua dari keenam faktor yang berpengaruh siknifikan terhadap penggunaan aplikasi PHSL di Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Variabel yang berhubungan positif dan berpengaruh nyata adalah status kepemilikan lahan dan pendapatan.

B.SARAN

1. Perlu adanya penyuluhan lebih lanjut tentang arti pentingnya meningkatkan produktivitas padi dan pembangunan pertanian berkelanjutan. Karena sebenarnya hal itulah yang menjadi tujuan utama diperkenalkannya aplikasi PHSL, sehingga petani lebih merespon dengan baik, apabila terdapat inovasi baru sejenis yang bertujuan sama.

2. Pemerintah sebaiknya ikut berperan dalam pengembangan aplikasi PHSL, sehingga setiap petani yang ingin mengakses aplikasi PHSL harus memiliki jaringan komunikasi yang memadai. Hal ini tidak terlepas dari peran aktif pemerintah yang sebaiknya menyediakan fasilitas komunikasi yang memadai untuk keperluan – keperluan serupa.

3. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) lebih memantau sejauhmana inovasi aplikasi PHSL dapat diterima oleh petani. Karena tidak adanya pemantauan yang intensif, apalagi dengan sarana komunikasi yang kurang memadai menjadi faktor penghambat proses adopsi aplikasi PHSL.

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PENENTU ADOPSI

Dokumen terkait