• Tidak ada hasil yang ditemukan

G. Tempat Pembuangan Akhir

III. Zonasi Lingkup Pelayanan

4.4 AIR MINUM (AM) .1 Kebijakan

4.3.3.5 Program yang diusulkan

Penanganan drainase diutamakan untuk mengatasi kawasan di perkotaan yang rawan genangan. Secara bertahap dimulai pengembangan sistem jaringan drainase perkotaan yang lebih luas. Pengelolaan drainase masih terbatas pada penanganan genangan-genangan pada kawasan perkotaan dengan merehabilitasi dan menyempurnakan jaringan saluran drainase perkotaan, termasuk pompa dan bangunan drainase lainnya.

Kegiatan sistem drainase yang diusulkan untuk menciptakan lingkungan yang aman, baik terhadap genangan maupun luapan sungai, banjir kiriman, dan hujan lokal. Kegiatan penanganan drainase meliputi kegiatan :

(a) Pelaksanaan rehabilitasi saluran yang telah ada dan pembangunan saluran baru di kawasan permukiman yang rawan genangan;

(b) Penanganan drainase di kawasan perkotaan;

(c) Peningkatan kemampuan pemerintah daerah serta prakarsa dan swadaya masyarakat dalam pengelolaan dan pemeliharaan bangunan drainase melalui program penyuluhan

4.4 AIR MINUM (AM) 4.4.1 Kebijakan

Pelayanan penyediaan air minum di Kabupaten Jepara dilakukan oleh PDAM. Secara Historis, Pengelolaan Air Minum Di Kabupaten Jepara Mulai Dikembangkan Sejak Tahun 1987 Dengan Membangun 8 Unit Sumur Dalam Dari Dana APBN Dengan Kapasitas Seluruhnya Sebesar 40 Liter Per Detik, Dikelola Oleh Badan Pengelola Air Minum (BPAM) Kabupaten Jepara Yang Dibentuk Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 550/Kpts/Ck/X/1987

IV-76

Tanggal 28 Oktober 1987, Yang Mulai Dioperasikan Pada Tahun 1989. Pada Waktu Itu BPAM Kabupaten Jepara Hanya Melayani Daerah Di Sekitar Ibukota Kabupaten Jepara. Pada Tahun 1989 Dibangun 3 Unit Sumur Dalam Dari Dana APBN Di Ibukota Kecamatan, Yaitu Di Bangsri, Mlonggo, Dan Pecangaan. Selanjutnya Tahun 1991 Dibangun 2 Unit Sumur Dalam Di Desa Panggung Dan Lebak, Serta 1 Unit Sumur Dalam Di Kecamatan Tahunan Yang Dibangun Pada Tahun 1992.

Peralihan dari BPAM kepada pemerintah provinsi jawa tengah didasarkan pada surat keputusan menteri pekerjaan umum nomor 69/kpts/199 tanggal 17 februari 1993, yang selanjutnya diserahkan kepada pemerintah kabupaten jepara, serta diubah statusnya menjadi perusahaan daerah air minum (PDAM) sesuai dengan peraturan daerah (perda) nomor 3 tahun 1993.ketika pertumbuhan kota semakin berkembang, perusahaan daerah air minum kabupaten jepara membangun beberapa sumur dalam, sehingga sampai dengan akhir tahun 2005 secara keselurahan terdapat 38 sumur dalam dengan total debit terpasang mencapai 288 ltr/dt. Debit produksi dari sumur dalam yang dapat dimanfaatkan adalah sebesar 261,9 ltr/dt atau 90,95 %. Untuk menampung produksi air dari sumur dalam dan untuk menstabilkan tekanan air, PDAM Kabupaten Jepara memiliki 4 buah reservoir yang menampung +/- 10 buah sumur dalam dengan kapasitas 1.100 m3, terletak di beberapa kecamatan sebagai berikut :

 Kecamatan Pecangaan, desa Gerdu, kapasitas 50 m3

 Kecamatan Tahunan, kapasitas 300 m3

 Kecamatan Jepara, kapasitas 500 m3

 Desa Kecapi, kapasitas 250 m3

Untuk melakukan distribusi air kepada pelanggan, PDAM Kabupaten Jepara telah memiliki jaringan pipa transmisi dan distribusi yang terus berkembang, seiring dengan bertambahnya jumlah pelanggan yang harus dilayani.

4.4.2 Petunjuk Umum

Air minum merupakan kebutuhan dasar bagi manusia, yang harus tersedia dalam kuantitas yang cukup dan kualitas yang memenuhi syarat. Meskipun alam telah menyediakan air dalam jumlah yang cukup, tetapi pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitasnya telah mengubah tatanan dan keseimbangan air di alam. Sebagian besar air yang tersedia tidak lagi layak dikonsumsi secara langsung dan memerlukan pengolahan supaya air dari alam layak dan sehat untuk dikonsumsi.

Pembangunan sektor air minum secara umum berhadapan dengan aspek-aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam aspek ekonomi, sektor air bersih dituntut menyesuaikan diri dengan

IV-77

kaidah-kaidah ekonomi dalam rangka memandu alokasi sumberdaya air dan mendorong terselenggaranya sektor usaha selayaknya corporate yang profesional, berperilaku efisien, dan menghasilkan manfaat bagi sektor ekonomi lainnya. Dalam aspek sosial, sektor air bersih berhadapan dengan nilai-nilai sosial yang harus diaspirasikan di dalam pembangunan serta kedudukannya sebagai sektor publik yang paling mendasar. Muncul kesadaran yang sama yakni sasaran menyediakan sarana dan air bersih/air minum bagi sebanyak-banyaknya penduduk. Sedangkan dalam aspek lingkungan, sektor air /air minum berhadapan dengan implikasi yang bernuansa sosial dan mempengaruhi alokasi sumberdaya air. Sinergi antara aspek lingkungan dan sosial dapat menentukan perilaku pengelolaan sumberdaya air dan permintaan air minum.

Secara umum, kebijaksanaan sektor air bersih sejalan dengan pencapaian manfaat setinggi-tingginya untuk): (1) meningkatkan pendapatan daerah, (2) meredistribusikan pendapatan, (3) meredistribusikan pendapatan di antara berbagai kelompok masyarakat, (4) memperbaiki keadaan kesehatan masyarakat, dan (5) memperbaiki kualitas lingkungan.

Pendekatan kebijakan penyediaan air dapat dipisahkan menjadi dua, yakni sosial (worst first) dan ekonomi (growth point). Pendekatan sosial atau non ekonomi memfokuskan penyediaan air pada wilayah yang secara alami kekurangan air akibat pengaruh atau gangguan iklim. Penyediaan air ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan ternak didasari alasan kemanusiaan dan kesehatan masyarakat (humanitarian schemes). Di perdesaan, pendekatan ini sangat baik dan prioritas penyediaannya dianggap lebih penting dibanding kualitas airnya. Pendekatan ekonomi difokuskan kepada wilayah yang potensinya tinggi untuk dikembangkan secara ekonomi. Penyediaan air ditujukan untuk memancing aktifitas ekonomi ke arah pencapaian kualitas hidup yang tinggi dengan menerapkan fasilitas dan teknologi modern (economic schemes). Pendekatan ini menuntut investasi yang intensif untuk menghasilkan kualitas air yang memenuhi syarat kesehatan.

Kerangka kebijakan air bersih /air minum di Kabupaten Jepara mengacu pada pengembangan air bersih dengan bertumpu kepada investasi. Investasi tersebut akan meningkatkan tingkat pelayanan. Pendekatan investasi dalam pembangunan sektor air bersih dipengaruhi oleh tiga faktor: (a) karakteristik air baku, yang memperhatikan jenis sumber air, kuantitas dan kualitas, serta debit andalan; (b) kebijakan pemerintah, yang memfokuskan kepada penataan ruang, pertumbuhan ekonomi dan investasi, dan demografi; dan (c) teknologi produksi, yang mempertimbangkan efisiensi ekonomi, distribusi, dan cakupan pelayanan. Faktor-faktor tersebut merupakan kerangka (kebijakan) baku dalam implementasi pembangunan sektor air bersih. Secara teknis dan operasional, hal tersebut diimplementasikan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sebagai lembaga ekonomi

IV-78

satu-satunya penyelenggara dan penyedia air bersih di Indonesia. Implikasinya, kinerja PDAM menjadi ukuran penting dan menjadi harapan bagi keberhasilan kebijakan sektor air bersih.

4.4.3 Profil Air Minum

4.4.3.1 Gambaran Umum Sistem Penyediaan dan Pengelolaan

Secara umum wilayah Kabupaten Jepara tidak termasuk dalam daerah rawan air bersih. Tetapi masih terdapat beberapa daerah pedesaan di Kecamatan Keling, Kecamatan Batealit yang masih kesulitan dalam mengakses air minum. Hal tersebut disebabkan terbatasnya sumber-sumber mata air dan sebagian besar wilayah tersebut penduduknya berpenghasilan rendah/miskin. Sehingga tidak mampu dalam penyediaan sarana dan prasarana air minum secara swadaya.

Selain itu, masih banyak daerah dimana Air bersih ketersediaannya cukup memenuhi kebutuhan penduduk namun pada musim kemarau penduduk mengalami kekurangan air bersih dan pada musim hujan kualitasnya tidak terjamin.

Dalam upaya menanggulangi kebutuhan air minum dikawasan tersebut, pemerintah kabupaten Jepara melaksanakan pembangunan penyediaan air bersih secara bertahap.

Potensi tata air yang terdapat di wilayah Kabupaten Jepara dapat berasal dari air permukaan, air hujan, dan air tanah. Air permukaan umum pada umumnya berupa sungaisungai,. Sedangkan sungai di Kabupaten Jepara termasuk dalam DAS Jratunseluna (Jragung, Tuntang, Serang, Lusi dan Juana) dan mempunyai jumlah sekitar 34 sungai yang sebagian merupakan bagian DAS Jratunseluna yaitu Sub DAS Serang serta 6 buah daerah irigasi.

Pada umumnya aliran sungai dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

 Aliran langsung, yaitu air hujan langsung dibuang kelaut tanpa ada yang meresap kedalam tanah  Aliran dasar, yaitu air hujan sebagian meresap kedalam tanah hingga jenuh dan beberapa waktu kemudian keluar sebagaian aliran dasar yang mengalir kelaut bersamasama atau tidak bersama aliran langsung. Sungai-sungai jenis ini yang banyak terdapat di Kabupaten Jepara dengan panjang sungai umumnya kurang dad 40 km dan mengalir kearah utara dan barat menuju laut Jawa.

Untuk air hujan, keadaaan curah hujan di Kabupaten Jepara dapat diklasifikasikan sebagai berikut:  Daerah dataran tinggi (pegunungan Muria) dan sekitamya dengan rata-rata curah hujannya

adalah 2500 s/d 3500 mm perbulan

 Daerah lereng/kaki Gunung Muria dan sekitamya, dimana daerah-daerah ini rata-rata curah hujannya adalah antara 2000-3000 mm per tahun.

IV-79

 Daerah dataran rendah sampai dengan pantai dimana daerah ini mempunyai curah hujan rata-rata antara 1800 s.d 2000 mm/tahun.

Sedangkan air dalam tanah dapat dibagi 3 daerah menurut keadaan airnya, yaitu

 Daerah air tawar, meliputi daerah kaki gunung Muria, mempunyai mutu air yang baik dan digunakan sebagai sumber air minum.

 Daerah air tanah payau, meliputi daerah dataran rendah yang merupakan . batas antara air tanah asin dengan air tanah tawar. Persebaran akuifemya tidak merata pada tiap tempat dengan ketebalan antara 2-7 m. Air ini relatif masih bisa digunakan.

 Daerah air asin, meliputi daerah dataran di pinggiran pantai atau pantai yang menjorok ke daratan.

Dilihat dari penggunaan air yang ada dapat diuraikan sebagai berikut:

 Air untuk keperluan irigasi teknis, 1/2 teknis maupun sederhana merupakan pengguanaan air terbesar dari ketersediaan air permukaan yang ada.

 Air untuk keperluan domestik seperti minum, mandi, cuci, dan untuk kepeduan petemakan yang biasanya diambil dari air tanah dangkal (sumur)

 Air untuk keperluan industri yang jumlahnya relatif kecil

Data yang ada diperoleh jumlah atau volume air yang ada di Kabupaten Jepara yaitu:  Air dari curah hujan sejumlah 1.157.086.721,96 m3

 Air permukaan/sungai sejumlah 960.301.40 m3 air tersebut dipergunakan untuk :

Irigasi sejumlah : 520.490.869,20 m3

Air minum sejumlah : 2.545.053 m3

Industri sejumlah : 46.546 m3

Keperluan domestik sebanyak : 41.535.784,55 m3

4.4.3.2 Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Penyediaan Pengelolaan Air Minum

Jumlah penduduk kabupaten jepara mencapai 1.059.638 Jiwa, tentu membutuhkan air bersih untuk mendukung aktifitas sehari-hari. Sebagian besar kebutuhan air bersih masih di usahakan sendiri oleh masyarakat dengan prasarana air bersih berupa sumur -sumur gali maupun mata air. Hanya sebagian kecil yang sudah terlayani oleh jaringan air bersih dari PDAM Jepara.

IV-80

4.4.3.3 Sistem Non Perpipaan A. Aspek Teknis

Penggunaan air bersih non perpipaan masih sangat dominan bagi masyarakat Kabupaten Jepara, terutama di wilayah pedesaan. Hal tersebut disebabkan tersedianya air baku terutama air bawah tanah yang relatif cukup mudah diperoleh.

Dokumen terkait