• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Akhir Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/Cipta Karya Kabupaten Jepara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Akhir Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/Cipta Karya Kabupaten Jepara"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

IV-1

4.1 RENCANA PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN (PKP) 4.1.1 Petunjuk Umum

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan pasal 28 H Amandemen UUD 1945, bahwa rumah adalah salah satu hak dasar rakyat dan oleh karena itu setiap warga negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selain itu, rumah juga merupakan kebutuhan dasar manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan penghidupan, serta sebagai pencerminan diri pribadi dalam upaya peningkatan taraf hidup, serta pembentukan watak, karakter dan kepribadian bangsa.

Rumah selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembina keluarga yang mendukung perikehidupan dan penghidupan juga mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan penyiapan generasi muda. Oleh karena itu, pengembangan perumahan dengan lingkungannya yang layak dan sehat merupakan wadah untuk pengembangan sumber daya bangsa Indonesia di masa depan.

Tetapi kenyataannya hak dasar rakyat tersebut pada saat ini masih belum sepenuhnya terpenuhi. Salah satu penyebabnya adalah adanya kesenjangan pemenuhan kebutuhan perumahan (backlog) yang relatif masih besar. Hal tersebut terjadi antara lain karena masih kurangnya kemampuan daya beli masyarakat khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam memenuhi kebutuhan akan rumahnya.

Pembangunan perumahan dan permukiman jika dilakukan secara benar akan memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan. Hal tersebut disebabkan karena pembangunan perumahan dapat mendorong pertumbuhan wilayah dan ekonomi daerah, mendukung pembangunan sosial budaya dan memberikan efek multiplier terhadap sektor lain seperti penciptaan lapangan kerja baik yang langsung maupun yang tidak langsung.

Sementara itu, dalam upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan menciptakan keserasian lingkungan maka pembangunan perumahan dan permukiman harus dilakukan melalui suatu proses alih fungsi lahan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan tata ruang. Oleh karena itu, pembangunan perumahan dan permukiman serta oenyedian prasaran dan sarana dasar permukiman harus didukung oleh suatu kebijakan, strategi dan program yang komperhensif dan

(2)

IV-2

terpadu sehingga selain mampu memenuhi hak dasar rakyat juga akan menghasilkan suatu lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat, serasi, harmonis, aman dan nyaman.

Penyusunan RPIJM Kabupaten Jepara lebih diarahkan kepada program Pengembangan Perumahan dan Permukiman serta penyedian PSD. Hal tersebut dikarenakan perumahan dan permukiman selain merupakan kebutuhan dasar manusia juga mempunyai fungsi yang strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberikan perhatian utama pada terpenuhinya kebutuhan papan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia.

Pengembangan permukiman diyakini mampu mendorong lebih dari seratus macam kegiatan industri yang berkaitan dengan bidang perumahan dan permukiman, sehingga penyelenggaraan perumahan dan permukiman sangat berpotensi dalam menggerakkan roda ekonomi dan upaya penciptaan lapangan kerja produktif. Bagi banyak masyarakat Indonesia terutama golongan menengah kebawah, rumah juga merupakan barang modal (capital goods), karena dengan asset rumah ini mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi dalam mendukung kehidupan dan penghidupannya. Karenanya, permasalahan perumahan dan permukiman tidak dapat dipandang sebagai permasalahan fungsional dan fisik semata, tetapi lebih kompleks lagi sebagai persoalan yang berkaitan dengan semua dimensi kehidupan di dalam masyarakat.

Upaya pemenuhan kebutuhan penyediaan perumahan yang layak huni bagi masyarakat di Kabupaten Jepara masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, antara lain:

 Masih terdapat sebagian masyarakat yang belum mampu menghuni rumah yang layak

 Kualitas lingkungan permukiman yang masih rendah

 Penyelenggaraan perumahan dan permukiman oleh masyarakat yang didukung fasilitasi pemerintah dan dukungan dunia usaha masih belum melembaga, termasuk khususnya dari segi pembiayaan perumahan.

Berangkat dari latar belakang kondisi permasalahan dan kebutuhan akan perumahan dan PSD permukiman yang ada, diperlukan suatu skenario umum yang akan mengakomodasikan berbagai kepentingan, rencana sektor terkait, aturan dan peraturan serta berbagai hal yang perlu diketahui, dipedomani dan disepakati bersama.

Diharapkan dengan dorongan pemerintah pusat yang diwujudkan dalam bantuan dana untuk kegiatan program pengembangan perumahan dan permukiman serta PSD yang disertai pendampingan yang intensif pada saatnya akan mendewasakan pemerintah kota/kabupaten dalam

(3)

IV-3

mengisi kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman serta mengembangkannya hingga mencapai kondisi yang diharapkan.

Pembangunan perumahan dan permukiman di Kabupaten Jepara yang berkembang tanpa adanya perencanaan yang baik dari pemerintah menyebabkan banyak ditemui ketidaksesuaian dengan tata ruang.

Selain itu kekurangan prasarana dan sarana lingkungan perumahan dan permukiman menyebabkan adanya lingkungan permukiman yang tidak layak huni. Oleh karena itu untuk skenario rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman di Kabupaten Jepara membutuhkan adanya suatu database.

4.1.2 Tinjauan Kebijakan

4.1.2.1 Kebijakan Pembangunan Infrastruktur dan Permukiman Menurut Rencana Umum Tata Ruang (RUTRK) Kota Jepara

1. Konsep Rencana Struktur Ruang Kota Jepara

Konsep struktur ruang kota merupakan dasar pemikiran penataan ruang kota berdasarkan prinsip optimalisasi pemanfaatan ruang dan fungsi pelayanan kota.

Alternatif rencana struktur ruang Kota Jepara adalah pengembangan dua pusat utama pelayanan kota, yaitu pada kawasan pusat kota (BWK I) di Kecamatan Jepara dan kawasan pusat kota baru di Kecamatan Tahunan (BWK V).

2. Pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) Jepara

Pembagian wilayah Kota Jepara dilakukan ke dalam 5 (lima) Bagian Wilayah Kota, yaitu: 1) Bagian Wilayah Kota I (Pusat Kota)

2) Bagian Wilayah Kota II (Bagian Utara Timur) 3) Bagian Wilayah Kota III (Bagian Barat-Selatan) 4) Bagian Wilayah Kota IV (Bagian Timur-Selatan) 5) Bagian Wilayah Kota V (Kota Kecamatan Tahunan)

3. Arahan Penggunaan Lahan Kota Jepara 1) Pola Penggunaan Tanah

a. Daerah Perdagangan, berada di pusat kota (Kelurahan Kauman dan Jobokuto) dan disepanjang jalur JL Kol. Sugiyono, Jl Pemuda, Jl A Yani, Jl Shima, Jl Veteran, Jl Ar Hakim, Jl Patimura, Jl Diponegoro, Jl Untung Suropati, Jl Dari. Soetomo dan jalan raya Jepara-Kudus. Selanjutnya arah pegembangannya berada dilahan perhutani Jl pahlawan, perbatasan Mulyoharjo-Kuwasen (BWK II), tegal sambi (BWK III) dan Ngabul (BWK V)

(4)

IV-4 b. Daerah Perkantoran. Berpusat disekitar pusat kota, di Kelurahan Panggang. Lainnya tersebar

disepanjang jalur utama.

c. Daerah Perumahan dikembangkan di semua daerah yang nilai ekonomisnya kurang

d. Daerah Pendidikan tersebar di Kelurahan Pengkol, Panggang, Demaan, Kelurahan Bulu dan Desa Tahunan

e. Daerah Industri. Industri mebel tersebar merata di semua BWK. Industri skala menengah ke atas diarahkan ke Mulyoharjo bagian barat

f. Fasilitas Sosial tersebar di semua BWK

g. Fasilitas Olah Raga dan Open Space, fasilitas olah raga berada di Demaan, Ujung Batu, Mulyoharjo, senenan, Tahunan, Ngabul. Sedangkan open space berada di Bulu, Kauman, Ujung Batu dan lahan perhutani (Pengkol) serta sepanjang lambiran sungai.

2) Pola Jaringan Jalan

a. Pola linier, membujur dari utara ke selatan (Mulyoharjo-Shima-A Yani), dari timur ke barat (Ngabul-Senenan-Pemuda-Kartini) sebagai jalan induk linier

b. Pola morfologi konsentrik dengan pusat kota dibentuk dari semua jalan yang ada di dalam kota yang berkembang linier dari semua arah.

3) Kawasan Perumahan/ Permukiman

a. Pengembangan Perumahan dan Permukiman pada BWK I

Diarahkan sebagai tempat pengembangan perumahan dan permukiman menengah atas yang modern. Terutama pada kawasan yang berada di dalam pusat kota. Pembangunan perumahan dan permukiman diarahkan pada pemanfaatan lahan yang optimal (lahan terbangun 80%), memiliki multi fungsi dengan memperhatikan aspek lingkungan. Untuk bangunan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya (lambiran pantai dan sungai) diarahkan untuk direlokasi dan ditertibkan sesuai ketentuan yaitu sepanjang pantai Demaan, Bulu, Karangkebagusan, Kauman, Jobokuto, dan Ujung Batu; serta sepanjang sungai Gandu, Kanal, Wiso, dan Cumbring

b. Pengembangan Perumahan dan Permukiman pada BWK II

BWK II merupakan kawasan utama yang diarahkan pada peningkatan kualitas perumahan dengan lahan terbangun antara 60%-80% yang memeperhatikan aspek lingkungan dan pengembangan pemukiman baru (Mulyoharjo)

c. Pengembangan Perumahan dan Permukiman pada BWK III

BWK III merupakan kawasan utama yang diarahkan pada peningkatan kualitas perumahan dengan lahan terbangun antara 60%-80% yang memperhatikan aspek lingkungan dan pengembangan pemukiman baru di Kelurahan Karangkebagusan dan Desa Krapyak dengan tetap memperhatikan kawasan pantai sebagai open space. BWK III juga merupakan kawasan utama yang diarahkan sebagai salah satu tempat home industri dan kegiatan pendukungnya.

(5)

IV-5 d. Pengembangan Perumahan dan Permukiman pada BWK IV

BWK VI merupakan tempat yang diarahkan untuk pengembangan industri yang bercampur dengan permukiman, perdagangan dan jasa. Kegiatan perumahan dan permukiman yang diperbolehkan berkembang pada BWK ini terutama adalah pengembangan perumahan secara individual (lahan terbangun 80%) yang dilakukan oleh masyarakat kota dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan.

e. Pengembangan Perumahan dan Permukiman pada BWK V

BWK V merupakan kawasan utama untuk pengembangan kegiatan perumahan dan permukiman campuran, sebagai pendukung kegiatan industri, serta perdagangan dan jasa. BWK ini diprioritaskan sebagai tempat pengembangan kegiatan perumahan dan permukiman campuran, sebagai pendukung kegiatan industri, perdagangan dan jasa. Kegiatan perumahan permukiman yang diperbolehkan berkembang pada BWK ini terutama adalah pengembangan perumahan secara individual (lahan terbangun 80%).

4) Kawasan Perdagangan dan Jasa a. Kawasan Perdagangan Utama

Pengembangan kawasan perdagangan dan komersial ini ditujukan untuk memiliki wilayah pelayanan regional yang meliputi wilayah kecamatan hingga SWP I (Kecamatan Tahunan, Jepara, Kedung, dan Batealit).

b. Kawasan Perdagangan Tahunan

Pengembangan kawasan perdagangan yang merupakan pendukung kegiatan industri kerajinan mebel ukir diarahkan di sepanjang Jalan Raya Senenan-Ngabul dan Tahunan-Bawu.

c. Pengembangan fasilitas perdagangan lingkungan

Pangembangan fasilitas perdagangan lingkungan (warung/toko dan pertokoan lingkungan) berada di pusat-pusat lingkungan yaitu BWK II di perbatasan Kuwasen dan Mulyoharjo, BWK III di Tegal sambi-Karangkebagusan, BWK V di Ngabul.

5) Kawasan Campuran

Kawasan campuran terdiri atas kawasan yang memiliki beberapa jenis tata ruang yang saling mendukung yang terdiri atas perkantoran, perdagangan dan jasa. Kawasan ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan akan kegiatan perkantoran, perdagangan dan jasa.

Lokasi kegiatan diatas diarahkan pada Jl Cokroaminoto, Jl Pemuda, Jl Senenan – Tahunan - Ngabul, Jl Ngabul – Mantingan - Tegalsambi, Jl Mantingan - Ratukalinyamat, Jl Tegalsambi - Demaan, Jl A Yani – Shima - Mulyoharjo, Jl KHA Fauzan, Jl Ngabul - Bawumojo.

(6)

IV-6 6) Kawasan Industri

Industri menengah kebawah masih diberbolehkan berada pada lingkungan pemukiman dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan. Industri sklala besar yang telah ada masih diperbolehkan berada pada lingkungan pemukiman dengan memperhatikan aspek lingkungan. Industri baru skala besar yang memiliki dampak lingkungan yang cukup tinggi diarahkan pengembangannya di lokasi Desa mulyoharjo bagian barat.

4.1.2.2 Kebijakan Infrastruktur dan Permukiman Kabupaten Jepara Menurut RPJP Kabupaten Jepara Kebijakan yang berkaitan dengan infrastruktur di Kabupaten Jepara menurut RPJPD adalah Peningkatan prasarana dan sarana yang menunjang pengembangan kawasan (wilayah) berbasis pada kemampuan dan potensi lokal. Strategi dan program kebijakan dalam RPJP Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut:

Kebijakan

Peningkatan prasarana dan sarana yang menunjang pengembangan kawasan (wilayah) berbasis pada kemampuan dan potensi lokal

Muatan Strategi

1. Penyehatan lingkungan 2. Perumahan dan permukiman 3. Air Bersih

4. Pertamanan dan Penerangan Jalan

Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2005 - 2025

4.1.2.3 Kebijakan Pembangunan Infrastruktur dan Permukiman Menurut Rencana Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) Kabupaten Jepara

Kebijakan yang tertuang dalam RP4D Kabupaten Jepara meliputi kebijakan yang berkaitan dengan perumahan dan permukiman beserta sarana dan prasarana yang harus tersedia dalam kawasan perumahan dan permukiman tersebut. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:

Kebijakan 1

Pembangunan dan pengembangan kawasan perumahan dan permukiman

Muatan Strategi

1. Pembangunan rumah secara vertikal atau Rumah Susun untuk permukiman penduduk di lokasi yang padat

(7)

IV-7

3. Pembangunan RSH, RSS, menengah, dan mewah, lebih diutamakan RSHdan RSS yang diprioritaskan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

4. Pembangunan sarana dan prasarana dasar perumahan dan permukiman, seperti jalan, sanitasi, drainase, air bersih, telepon, listrik, dan fasilitas pendukung seperti pendidikan, kesehatan, peribadatan, ruang publik, dll.

Kebijakan 2

Peningkatan kualitas perumahan dan permukiman

Muatan Strategi

1. Pengendalian dan perbaikan kualitas perumahan di kawasan konservasi dan lindung 2. Redevelopment dan renewal Permukiman di Sempandan Sungai

3. Pembuatan sarana penanggulangan bencana abrasi 4. Pembuatan sarana penanggulangan bencana tanah longsor 5. Rehabilitasi Permukiman di kawasan banjir

6. Pembuatan sarana penanggulangan bahaya SUTET/ SUTT 7. Land-Readjustment dan peremajaan kawasan kumuh

Kebijakan 3

Peningkatan kualitas perumahan dan permukiman di wilayah perdesaan

Muatan Strategi

1. KTP2D-DPP pada lahan-lahan yang mempunyai embrio untuk peningkatan perekonomian masyarakat perdesaan

2. Pengembangan adomerasi usaha, sehingga mendapatkan keuntungan kolektif

3. Pembangunan prasarana dan sarana pendukung perkembangan masyarakat perdesaan yang memiliki ciri khusus

Sumber : RP4D Kabupaten Jepara 2008

4.1.2.4 Kebijakan Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Menurut Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jepara

Strategi dan program dalam RPJMD yang dapat menggambarkan misi yang ingin di capai, dalam kaitannya dengan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan adalah sebagai berikut:

(8)

IV-8 Kebijakan

Fungsi perumahan dan fasilitas umum 1. Urusan pekerjaan umum, kebijakannya:

a) Meningkatkan keseimbangan pertumbuhan dan pelayanan wilayah dengan pelayanan jalan interkoneksi antar bagian wilayah serta peningkatan kapasitas jalan

b) Meningkatkan pengelolaan dan pemenuhan kebutuhan air irigasi bagi kegiatan pertanian serta optimalisasi pemanfaatan air irigasi bagi pertanian

c) Meningkatkan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk pencegahan banjir

d) Meningkatkan kapasitas penaggulangan kebakaran.

e) Mewujudkan bertambahanya ruang publik. Muatan Strategi

a) Terwujudnya kualitas jalan bagi jalan-jalan yang strategis dan mempunyai road demand yang tinggi.

b) Meningkatnya kapasitas jaringan irigasi dan pemanfaatan air irigasi.

c) Meningkatnya kapasitas daerah aliran sungai.

d) Tersedianya penanganan kebakaran yang berkualitas, termasuk pengamanan bangunan publik.

e) Terwujudnya ruang publik yang representatif. Program

a) Program pembangunan jalan dan jembatan.

b) Program rehabilitasi pemeliharaan jalan dan jembatan.

c) Program pembangunan saluran drainase dan gorong-gorong.

d) Program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya.

e) Program penyediaan dan pengelolaan air baku.

f) Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah.

g) Program peningkatan kualitas air bersih pedesaan.

h) Program pembangunan infrastruktur kelurahan dan pedesaan. 2. Urusan perumahan, kebijakannya:

a) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan akses air bersih bagi masyarakat pedesaan yang rawan air bersih.

(9)

IV-9 b) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelayanan masyarakat, seperti:

rumah sakit, sekolah, pasar, olah raga, dan lain-lain.

c) Meningkatkan fungsi prasarana dan sarana permukiman yang layak, termasuk persamapahan.

d) Meningkatkan kebersihan, keindahan, keteduhan dan kenyamanan kota.

e) Meningkatkan pemakaian listrik PJU sesuai dengan fungsinya.

f) Pembangunan lampu jalan secara merata pada jalan umum dengan efisien dan hemat energi listrik.

Muatan Strategi

a) Meningkatnya kesesuaian letak perumahan dengan peruntukan lahan.

b) Menurunnya jumlah rumah yang tidak layak huni.

c) Meningkatnya kualitas dan kuantitas fasilitas perumahan.

d) Meratanya pemenuhan kebutuhan air bersih pedesaan.

e) Terbangunnya sarana dan prasarana air bersih/air minum pedesaan dengan kuantitas dan kualitas yang baik.

f) Tersedianya sarana dan prasarana pelayanan publik yang memadai, seperti: rumah sakit, sekolah, pasar, olah raga, dan lain-lain.

g) Tersedianya prasarana dan sarana pengelolaan sampah yang memadai.

h) Terbangunnya taman baru sejalan dengan meningkat jumlah penduduk.

i) Tercapainya penyediaan PJU secara memadai. Program

a) Program penyehatan lingkungan permukiman dan perbaikan lingkungan.

b) Program pengembangan dan pengelolaan lampu jalan.

c) Program peningkatan sistem pengelolaan taman.

d) Program peningkatan kesiagaan dan pencegahan bahaya kebakaran.

e) Program pengembangan kinerja pengelolaan persampahan.

4.1.3 Profil Pembangunan Permukiman Kondisi Umum

A. Gambaran Umum

Permasalahan yang dihadapi di Kabupaten Jepara saat ini adalah adanya perumahan dan permukiman yang terletak di atas lahan negara yang difungsikan sebagai kawasan perumahan

(10)

IV-10

dan permukiman. Atau apabila dibangun rumah atau bangunan lain di atasnya harus memenuhi ketentuan atau standar-standar teknis tertentu. Kawasan-kawasan tersebut antara lain adalah kawasan di sepanjang sungai atau sempadan sungai, kawasan di daerah konservasi atau kawasan lindung serta daerah rawan bencana. Selain itu, permasalahan lain adalah adanya permukiman yang tidak memiliki sarana dan prasarana dasar permukiman yang memadai khususnya sarana dan prasarana lingkungan khususnya drainase, sanitasi dan persampahan. Selain itu kondisi fisik bangunan yang meliputi bahan bangunan dan tingkat permanensi bangunan juga mengindikasikan suatu rumah dikatakan kumuh atau tidak.

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dan setelah dilakukan analisis dengan menggunakan parameter-parameter penilaian yang telah ditentukan sebelumnya, perumahan dan permukiman yang memerlukan peningkatan kualitas antara lain adalah perumahan dan permukiman yang terletak di kawasan sempadan sungai, perumahan dan permukiman yang terletak di kawasan sempadan mata air, kawasan permukiman kumuh (slums dan squatter), permukiman yang terletak di daerah rawan bencana dan kawasan permukiman di wilayah yang bercirikan perdesaan yang sudah tidak layak huni. Perumahan dan permukiman tersebut memerlukan penanganan-penanganan dalam upaya meningkatkan keamanan, kenyamanan dan keindahan dalam kawasan tersebut.

B. Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman

Kondisi prasarana dan sarana dasar permukiman di Kabupaten Jepara khususnya di kawasan yang masyarakatnya berpenghasilan rendah masih sangat terbatas. Terutama di daerah-daerah miskin dan di pulau-pulai di kecamatan Karimunjawa.

Pembangunan prasarana dan sarana permukiman yang meliputi air bersih dan penyehatan lingkungan (air limbah, persampahan dan drainase) banyak kemajuan yang telah dicapai, namun demikian cakupan pelayanan air bersih dan penyehatan lingkungan masih jauh dari memadai. Tingkat pelayanan air bersih perpipaan di kawasan perkotaan baru mencapai 11,29 persen, sedangkan di kawasan perdesaan baru mencapai 31,31 persen. Akses penduduk ke prasarana dan sarana pengolahan air limbah dasar (tidak diolah) masih rendah. Demikian pula tingkat pengelolaan persampahan masih sangat rendah. Mengingat sifatnya sebagai kebutuhan dasar manusia yang pada umumnya tidak cost-recovery maka keterlibatan badan usaha milik swasta dan masyarakat dalam penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana dasar permukiman masih terbatas.

(11)

IV-11 C. Parameter Teknis Wilayah

Parameter teknis wilayah untuk pengembangan perumahan permukiman di Kabupaten Jepara adalah :

1) Tidak berada pada lokasi yang rawan bencana rutin maupun dapat diprediksi terjadi (longsor, banjir, genangan menetap atau rawan kerusuhan sosial).

2) Mempunyai sumber air baku yang memadai (kualitas dan kuantitas) atau terhubungkan dengan layanan jaringan air bersih, pematusan dan sanitasi berskala kota.

3) Terletak pada hamparan dengan luasan yang memadai, sebagaimana tertuang dalam Intruksi MENEG AGRARIA No.5/ Tahun 1998 tentang pemberian izin lokasi dalam rangka penataan/ penguasaan tanah skala besar, yang antara lain memuat penguasaan lahan maksimum oleh perusahaan pengembang sebagai berikut:

 Antara 200-400 Ha per propinsi untuk satu pengembang atau konsorsium.

 4000 Ha untuk seluruh Indonesia (bila terletak dalam satu hamparan).

4) Untuk pengembangan kawasan permukiman di daerah pedesaan, harus terkait dengan:

 Upaya antisipasi tumbuh dan bekembangnya kota-kota kecil yang berada pada lokasi geografis dan strategis.

 Mendukung pengembangan ibu kota kecamatan sebagai pusat pelayanan primer.

 Upaya menggulirkan kegiatan berkehidupan dan penghidupan pada desa-desa terisolasi, kawasan permukiman perbatasan atau desa potensial yang belum tergarap.

Selain itu untuk pengembangan dan pembangunan perumahan telah memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

 Lokasi perumahan berada pada daerah yang peruntukannya dapat dikembangkan sebagai lingkungan perumahan sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku atau di daerah yang ditunjuk dengan sah oleh pemerintah setempat bila belum ada rencana tata ruang yang diberlakukan.

 Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan perumahan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial perumahan.

 Bebas dari pencemaran air, udara dan gangguan suara atau gangguan lainnya, baik yang ditimbulkan dari sumber daya buatan manusia maupun sumber daya alam.

 Dapat menjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi pembinaan individu dan masyarakat penghuni.

(12)

IV-12  Mempunyai kondisi yang bebas dari banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15%, sehingga dapat dibuat sistem saluran pembuangan air hujan dan fungsi jalan setempat yang baik serta memiliki daya dukung yang cukup untuk memungkinkan dibangun perumahan.

 Menjamin adanya kepastian hukum atas status penguasaan tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam penentuan lokasi pengembangan perumahan permukiman telah dipertimbangkan kemampuan ekonomi, keuntungan lokasi dan kualitas lingkungan fisik.

 Kemampuan biaya, dapat dilihat dari pengeluaran yang diperuntukkan bagi penyediaan tempat tinggal.

 Keuntungan lokasi, dilihat dari faktor aksesibilitas dan jarak dari pusat kota. Aksesibilitas terutama faktor angkutan umum menyebabkan pergerakan penduduk lebih mudah. Bagi golongan berpendapatan rendah maka faktor kedekatan jarak dengan pusat kota menjadi preferensi utama, sedangkan bagi golongan masyarakat menengah ke atas jarak kedekatan lokasi tidak menjadi permasalahan.

 Kualitas lingkungan, setiap hunian dalam suatu perumahan merupakan tempat kita melepaskan diri dari luar, dari tekanan dan ketegangan dan dari kegiatan rutin. Oleh karena itu diperlukan suatu hunian yang nyaman dan damai sebagai elemen pendukung terhadap konsep ini. Dari pengertian ini diturunkan faktor ketersediaan sarana prasarana dan bebas banjir.

Dalam dalam perencanaan guna lahan kawasan perumahan, lokasi pembangunan perumahan telah memiliki beberapa kriteria, antara lain:

 Kawasan perumahan harus didukung dengan kelengkapan sarana prasarana, utilitas, dan fasilitas umum bagi penghuni.

 Kawasan permukiman dan perumahan harus dialokasikan sehingga memiliki kemudahan pencapaian ke pusat-pusat kegiatan.

 Kawasan perumahan dialokasikan di kawasan yang memiliki kapasitas fasilitas pelayanan lingkungan yang memadai agar pembangunan lebih efisien yaitu dengan memperluas fasilitas pelayanan yang sudah ada.

 Kawasan perumahan perlu dibangun dengan tingkat kepadatan ruang yang direncanakan sehingga dapat mencegah timbulnya pergerakan yang berlebihan dan mengurangi kemacetan.

(13)

IV-13

lahan permukiman Pertimbangan tersebut ditekankan pada faktor-faktor sebagai berikut:

 Kondisi akses lokasi permukiman ke lokasi kegiatan lain.

 Besarnya biaya untuk perjalanan aktivitas harian.

 Harga lahan yang lebih murah atau menjangkau kemampuan masyarakat.

 Kondisi dan kelengkapan fasilitas umum.

 Arsitektur rumah yang baik dan modern

 Kondisi sosial lingkungan yang dapat diterima.

 Jarak permukiman ke lokasi tempat kerja.

 Jarak permukiman ke pusat kota atau pusat aktivitas.

Selain itu ada beberapa hal yang telah diperhatikan dalam pemilihan lokasi pengembangan perumahan permukiman dibagi menjadi empat segi antara lain:

1) Segi teknis pelaksanaanya:

 Mudah mengerjakannya, tidak banyak pekerjaan cut and fill

 Bukan daerah banjir, daerah gempa, daerah angin ribut dan daerah rayap

 Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti

 Tanahnya baik sehingga baik untuk konstruksi bangunan

 Mudah mendapatkan sumber air bersih, listrik, pembuangan air limbah/kotor/hujan dan lain-lain

 Mudah mendapatkan bahan-bahan bangunan

 Mudah mendapatkan tenaga-tenaga pekerja dan lain-lain

2) Segi tata guna tanah

 Tanah yang secara ekonomis sudah susah untuk dikembangkan secara produktif

 Tidak merusak lingkungan

 Mempertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir air tanah, penampung air hujan dan penahan air laut

3) Segi kesehatan

 Lokasi jauh dari lokasi pabrik-pabrik yang dapat mendatangkan polusi misalnya debu pabrik, buangan sampah-sampah dan limbah pabrik.

 Lokasi tidak terganggu oleh kebisingan

 Lokasi mudah untuk mendapatkan air minum, listrik, sekolah, puskesmas, dan lain-lain kebutuhan keluarga.

(14)

IV-14  Lokasi mudah dicapai dari tempat kerja para penghuni

4) Segi politis dan ekonomis

 Menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekelilingnya

 Menjadi contoh bagi masyarakat sekeliling untuk membangun rumah dan lingkungan yang sehat

 Mudah penjualannya karena lokasi disukai calon pembeli dan menguntungkan pengembang

Dari kriteria di atas dapat disederhanakan menjadi 3 faktor berikut ini:

 Kemampuan fisik lahan, meliputi kemiringan, erosi, keefektifan tanah dan ada tidaknya genangan.

 Penggunaan lahan yang ada, meliputi ketersediaan lahan, fungsi lahan eksisting dan harga lahan.

 Potensi lokasi, meliputi kelengkapan sarana/fasilitas dan jaringan utilitas, kemudahan aksesibilitas atau rute angkutan umum, kedekatan dengan pusat kegiatan/aktivitas atau jarak ke pusat kota/kecamatan.

Lokasi pengembangan perumahan permukiman juga memiliki sistem jalan yang sesuai dengan persyaratan sirkulasi dari rencana tata ruang kota. Hal ini memberikan pencapaian maksimum dan menjamin koordinasi yang baik dengan rencana perubahan sirkulasi di kemudian hari. Persyaratan dasar tersebut meliputi:

Aksesibilitas, yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan perumahan yang terwujud dalam bentuk jalan dan transportasi;

 Kompabilitas, merupakan keserasian dan keterpaduan antar kawasan yang menjadi lingkungannya;

Fleksibilitas, yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana;

Ekologi, adalah keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya

D. Aspek Pendanaan

Aspek pendanaan pengembangan permukiman selama ini belum dikembangkan secara baik. Selama ini aspek pendanaan lebih banyak dilakukan dengan subsidi pemerintah Kabupaten melalu APBD. Dengan demikian perlu ada terobosan pendanaan perumahan sehingga tidak

(15)

IV-15

tergantung hanya kepada anggaran subsidi pemerintah.

Selain itu perlu adanya kontribusi pemerintah pusat dan pemerintah propinsi dan masyarakat dalam pembangunan perumahan, khususnya perumahan untuk masyarakat berpendapatan rendah.

Aspek pendanaan dengan mekanisme dana bergulir merupakan salah satu upaya pembiayaan perumahan permukiman adalah hal yang paling layak yang dapat diterapkan, baik untuk rumah milik maupun rumah sewa. Fasilitasi pembiayaan lain yang dapat diberikan kepada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap, adalah melalui dukungan PSD perumahan dan permukiman, kemudahan sertifikasi tanah dan IMB, asuransi kredit, peningkatan kualita lingkungan maupun bantuan bahan bangunan. Bagi masyarakat yang berpenghasilan sangat rendah, bantuan dana bergulir dapat diberikan sebagai bagian dari program peningkatan kualitas lingkungan terpadu, mencakup pembangunan prasarana dan sarana dasar (hibah) dan perbaikan/ pembangunan rumah (dana bergulir) yang secara keseluruhan manjadi bagian dari program pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Ada 2 (dua) pola pembiayaan perumahan melalui dana bergulir, yaitu:

a. Pinjaman/ kredit dana bergulir melalui mekanisme bunga pasar (non subsidi);

b. Bantuan dana bergulir, melalui penerapan model arisan, sebagai modal awal bagi kelompok masyarakat, dengan angsuran tanpa bunga.

Mekanisme pembiayaan dana bergulir dengan bunga pasar, diperuntukkan bagi masyarakat informal berpenghasilan menengah ke bawah (350.000 < P < 1.500.000). Masyarakat pada segmen ini diharapkan mampu untuk membayar angsuran pinjaman dana bergulir dengan nilai suku bunga sesuai pasar (18 - 24%). Sedangkan bagi masyarakat informal yang berpenghasilan sangat rendah (P< 350.000), pola pembiayaan yang diterapkan adalah berupa pemberian bantuan dana bergulir dan bunga sebagal modal awal dengan model arisan, dimana pengembalian angsuran adalah pokok pinjaman saja.

E. Aspek Kelembagaan

Institusi di Kabupaten Jepara yang menangani kegiatan pengembangan prasarana dan sarana permukiman adalah DCKTRK (Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Kebersihan) bidang Cipta Karya. Kewenangan yang dimiliki masih terbatas kepada kegiatan pembangunan prasarana dan sarana permukiman (PSD). Di Kabupaten Jepara belum terdapat suatu lembaga khusus yang menangani perumahan dan permukiman serta pembiayaannya yang bersifat holistik atau

(16)

IV-16

Regulatory Body For Public Housing sebagai institusi yang melakukan check and balances terhadap pengembangan perumahan.

F. Sasaran

Sasaran rencana pengembangan permukiman adalah :

 Terciptanya peningkatan kualitas sumber daya manusia masyarakat setempat yang mampu menata lingkungan perumahan mereka

 Terciptanya pertumbuhan usaha ekomomi produktif dan keswadayaan masyarakat dalam mengembangkan lingkungan permukiman.

 Terbangunnya perumahan dan permukiman yang layak huni

 Terpenuhinya kebutuhan perumahan bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kumuh

 Tertatanya lingkungan permukiman kumuh menjadi lingkungan yang sehat, indah, aman dan nyaman

 Tercapainya peningkatan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat

Tujuan penanganan kegiatan ini adalah dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan, harkat, derajat, dan martabat masyarakat penghuni permukiman kumuh terutama golongan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah melalui fasilitasi penyediaan perumahan layak dan terjangkau dalam lingkungan permukiman yang sehat dan teratur; serta mewujudkan kawasan permukiman yang ditata secara lebih baik sesuai dengan peruntukan dan fungsi sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang kota.

Tabel 4.1.

Program Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman NO KELOMPOK KELUARGA Perbaikan Program

Masyarakat Squatter Program Pemberdayaan Masyarakat Kumuh Bantuan PSD Permukiman 1 Miskin 2 Berpenghasilan Rendah 3 Menengah Atas - -

(17)

IV-17 4.1.4 Permasalahan Pembangunan Permukiman

Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi

Secara umum perkembangan permukiman di kawasan perkotaan atau pesisir yang berlangsung selama ini memperlihatkan semakin perlunya pembangunan permukiman dan prasarananya. Sedangkan pengelolaan pembangunan prasarana permukiman tersebut yang bertumpu prakarsa membangun dari masyarakat sendiri belum dapat berjalan dengan baik, karena kebanyakan kawasan kumuh yang ada merupakan daerah miskin. Perkembangan perumahan dan permukiman yang sangat pesat terutama di kawasan pesisir di Kabupaten Jepara sering kurang terkendali, mengakibatkan banyak kawasan-kawasan tersebut yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond) dan kawasan terbuka hijau telah berubah menjadi daerah permukiman yang dihuni penduduk. Hal-hal tersebut diatas membawa dampak di satu pihak mengurangi kemampuan daya serap lahan atas air hujan yang turun, di lain pihak berdampak rendahnya kemampuan drainase mengeringkan kawasan terbangun. Apalagi pada kawasan tersebut tidak tersedianya prasarana permukiman seperti jalan dan drainage yang baik, menjadikan daerah permukiman tersebut menjadi kawasan kumuh dan tidak layak huni.

Permasalahan permukiman tersebut, selain di wilayah daratan, juga terjadi di pulau-pulau karimunjawa. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar masyarakat di kepulauan karimunjawa memiliki tingkat pendapatan dan derajat kesejahteraan yang rendah. Kemiskinan dan ketidak-berdayaan tersebut akan merupakan ancaman utama bagi mereka untuk turut serta dalam pengelolaan wilayah kepulauan secara berkelanjutan. Dengan demikian penataan perumahan permukiman juga diarahkan kepada masyarakat di Pulau Karimunjawa tersebut.

Bertambahnya kawasan-kawasan kumuh di beberapa wilayah Kabupaten Jepara serta kelangkaan prasarana dasar dan ketidakmampuan masyarakat membangunan prasarana permukiman merupakan masalah utama dari perumahan dan permukiman yang ada di Kabupaten Jepara. Dikhawatirkan kondisi seperti ini, akan menurunkan kualitas hidup masyarakat.

Secara umum permasalahan pokok yang dihadapi dalam pengembangan permukiman di Kabupaten Jepara adalah:

(18)

IV-18

Permasalahan tersebut disebabkan oleh :

 belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan perumahan dan permukiman.

 terbatasnya lahan murah untuk pembangunan perumahan.

 belum mantapnya sistem pembiayaan perumahan.

 terbatasnya akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam memenuhi perumahan yang layak.

 masih lemahnya komitmen pemerintah dalam pembangunan perumahan.

 masih rendahnya efisiensi dalam pembangunan perumahan.

b.Menurunnya kualitas lingkungan permukiman. Permasalahan tersebut disebabkan oleh :

 belum memadainya prasarana dan sarana dasar lingkungan perumahan dan permukiman.

 menurunnya daya dukung lingkungan perumahan dan permukiman.

 belum terintegrasinya pengembangan kawasan perumahan dengan pembangunan prasarana dan sarana kawasan.

 lemahnya pengawasan dan pengendalian alih fungsi lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman.

Arah kebijakan untuk mengatasi permasalahan permukiman adalah melalui pemenuhan kebutuhan rumah yang layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan pembangunan parasarana dan sarana permukiman.

(19)

III-19 Tabel. 4.2

Strategi dan Program Peningatan Kualitas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Jepara KLASIFIKASI

KAWASAN DEFINISI, KRITERIA DAN TUJUAN PERLINDUNGAN STRATEGI PROGRAM

Kawasan Permukiman Kumuh

Kawasan hunian masyarakat dengan ketersediaan sarana umum buruk atau tidak ada sama sekali dan kepadatan bangunan netto yang tinggi

Kategori : slums dan squatters Slums : permukiman yang legal, namun secara fisik, sosial budaya dan sosial politik mengalami degradari, sehingga daya dukung lahan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

Squatters : lingkungan permukiman liar yang menempati lahan illegal, kondisi fisik lingkungan dan bangunan jelek, tanpa dilayani sarana dan prasarana. Tujuan :

Penataan dan peningkatan kawasan lingkungan permukiman menjadi tertata dan lebih sehat.

Penataan dan peremajaan kawasan lingkungan perumahan dan permukiman dengan kepadatan tinggi

Merencanakan secara optimal penggunaan lahan

Pembangunan Rumah Susun untuk kawasan pusat kota dengan kepadatan tinggi/kumuh berat

Mengoptimalkan implementasi rencana, pengawasan, dan

perijinan pembangunan perumahan Land re-adjustment (penataan permukiman) dan peremajaan permukiman di kawasan perkotaan

Pengembangan perumahan dengan batas-batas tertentu untuk kawasan yang termasuk dalam kategori kumuh ringan.

Pemberian status kepemilikan lahan bagi para pemukim yang menempati lahan yang sesuai dengan peruntukannya Melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses perencanaan dan penataan (participatory planning) sejak awal Penyediaan sarana dan prasarana (P3KT dan PKL)

Perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan untuk kawasan kumuh

Pengendalian terhadap permukiman kumuh Pembuatan Ruang Terbuka Hijau

Penanganan Kawasan Permukiman di

Kawasan permukiman yang masih bercirikan perdesaan seperti pemanfaatan lahan mayoritas

Strategi penanganan permukiman di wilayah kawasan perdesaan di Kabupaten Jepara akan diarahkan pada program pengadaan prasarana dasar permukiman

(20)

III-20 KLASIFIKASI

KAWASAN DEFINISI, KRITERIA DAN TUJUAN PERLINDUNGAN STRATEGI PROGRAM

Wilayah yang Bercirikan Perdesaan

digunakan untuk pertanian, wisata dan industri.

Tujuan :

- Karakteristik wilayah yang bercirikan perdesaan masih dipertahankan dan melindungi kawasan menjadi daerah resapan air

- Pengembangan wilayah yang bercirikan perdesaan dengan memilih desa-desa berpotensi untuk menjadi desa pusat pertumbuhan.

- Mempertahankan potensi kawasan yang ada, seperti kawasan kebun durian.

perdesaan.

Pengaturan jarak lokasi industri dengan perumahan dan permukiman serta dengan melakukan pembangunan penghalang yang berupa jalur atau jalur terbuka hijau

Kegiatan Penyehatan Lingkungan

Kegiatan Perbaikan Perumahan Permukiman

KTP2D-DPP pada lahan-lahan yang mempunyai embrio untuk peningkatan perekonomian masyarakat perdesaan Pembangunan prasarana dan sarana pendukung perkembangan masyarakat perdesaan yang memiliki ciri khusus

Sosialisasi dan pembinaan tentang rumah sehat kepada masyarakat yang tinggal di wilayah yang bercirikan perdesaan.

Redefinisi, khususnya rehabilitasi (perbaikan), yaitu rumah temporer yang sudah tidak layak huni.

(21)

IV-21 4.1.5 Program yang diusulkan

A. Sistem infrastruktur permukiman yang diusulkan

Sistem infrastruktur permukiman permukiman yang ingin diwujudkan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pengembangan permukiman perkotaan dan pengembangan permukiman perdesaan.

1. Pengembangan Permukiman Perkotaan

Perkembangan perumahan dan permukiman di Kabupaten Jepara secara umum mengikuti kondisi prasarana khususnya kondisi jalur jalan dan kondisi fisik alam yang ada atau mengikuti arah dan pola jalur jalan regional. Arah perkembangan yang mengikuti jalur jalan tersebut didorong oleh intensitas dan pola aktivitas yang sangat tinggi di sepanjang jalur jalan tersebut.

Meskipun demikian, sesuai dengan perkembangan penduduk yang terjadi tetap membutuhkan alokasi rumah dalam kawasan perumahan dan permukiman di wilayah tersebut. Hal tersebut harus tetap dilakukan meskipun kondisi dan ketersediaan lahan di wilayah tersebut kurang mendukung untuk aktivitas pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman baru. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengoptimalan pembangunan kawasan permukiman dan pengembangan di wilayah tersebut. Pengoptimalan pembangunan dan pengembangan di atas keterbatasan lahan tersebut juga disertai dengan pengaturan-pengaturan dalam rencana pengembangan kawasan permukiman tersebut dan dituangkan dalam beberapa strategi. Strategi yang dapat diterapkan antara lain adalah: mencegah dan mengatur pembangunan rumah yang memiliki tipe kapling besar, mengoptimalkan pembangunan di atas lahan di wilayah dengan kepadatan sedang dan rendah, tetap mempertahankan kawasan resapan air, mengkaitkan antara pusat-pusat kota dengan pusat-pusat pertumbuhan baru serta mengatur investasi berbentuk rumah di Kabupaten Jepara.

Mencegah dan mengatur pembangunan rumah yang memiliki tipe kapling besar yang dimaksud adalah kapling dengan luas >400 m2. Apabila dilakukan pembangunan rumah dengan tipe kapling tersebut, maka perlu menerapkan KDB dan KLB secara optimal, sempadan bangunan dan sempadan jalan sesuai dengan kebijakan daerah yang berlaku.

(22)

IV-22

Untuk daerah-daerah dengan kepadatan tinggi, rumah-rumah yang ada perlu dibangun secara vertikal. Pembangunan secara vertikal yang dimaksud adalah pembangunan rumah susun yang ditujukan bagi masyarakat dan para pendatang khususnya yang memilikipenghasilan rendah di daerah-daerah padat huni, yang biasanya di daerah pusat kota. Disisi lain, dilakukan pembangunan kawasan perumahan dan permukiman secara lebih optimal di atas lahan yang berada di daerah-daerah yang memiliki tingkat kepadatan huni sedang sampai rendah.

Selanjutnya untuk dapat meratakan penyebaran penduduk, supaya mereka tidak selalu memilih untuk tinggal di pusat-pusat kota, maka perlu dilakukan pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana wilayah, terutama jalan. Hal tersebut untuk mendukung aksesibilitas masing-masing wilayah. Dengan mulai dibukanya suatu wilayah baru karena adanya jaringan jalan yang melewati wilayah tersebut, maka menjadi nilai tambah bagi wilayah tersebut. Pada akhirnya, aktivitas di wilayah tersebut mulai berkembang begitu pula dengan kebutuhan pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman. Dari kesemua usaha untuk mengoptimalkan pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman di atas lahan yang berada di wilayah yang memiliki tingkat kepadatan dari rendah sampai tinggi, tetap harus memperhatikan keseimbangan alam dan ekosistem dari lingkungan yang ada. Untuk itu perlu dilakukan penetapan kawasan resapan air yang tidak boleh diubah menjadi kawasan perumahan dan permukiman. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membuat sumur-sumur resapan.

Tujuan, sasaran dan program Pengembangan Permukiman di Perkotaan adalah sebagai berikut :

- Tujuan : Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat permukiman di perkotaan

terutama di kawasan kumuh;

- Sasaran : Dukungan penyediaan prasarana dan sarana permukiman di kawasan

perkotaan serta peningkatan kualitas permukiman kumuh;

- Program :

1. Pengembangan perumahan, dengan kegiatan :

 PSD perumahan dan permukiman;

(23)

IV-23

2. Program Pemberayaan Komunitas Perumahan,dengan kegiatan:

 Penyediaan perumahan dan PSD Perkimuman yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat, penataan dan rehabilitasi lingkungan kumuh;

 Penanggulangan Kemiskinan di perkotaan (P2KP).

2. Pengembangan Permukiman Perdesaan

Wilayah Perdesaan yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki kegiatan utama di bidang pertanian dengan pengelolaan sumber daya alam masih mendominasi aktivitas masyarakat yang ada di wilayah tersebut sebagai upaya pengembangan dan peningkatan perekonomian mereka

Sebaran kawasan permukiman di wilayah yang bercirikan perdesaan adalah Kecamatan Batealit (desa: Bantrung, Geneng dan Ragukplampitan) dan Kecamatan Kedung (desa: Sowan Lor, Surodadi, Panggung dan Sukosono).

Untuk daerah pinggiran atau daerah yang masih bercirikan perdesaan, sebaiknya tidak semuanya dapat dibangun untuk perumahan dan permukiman. Dalam upaya pengembangan kawasan permukiman di wilayah ini juga perlu memperhatikan syarat-syarat lokasi yang telah ditetapkan. Lokasi untuk pembangunan baru diprioritaskan untuk desa yang memiliki tegalan. Hal ini disebabkan karena salah satu syarat dari lahan yang dapat digunakan sebagai lahan yang difungsikan sebagai kawasan perumahan dan permukiman adalah lahan tegalan. Selain merupakan lahan tegalan, syarat lain yang harus dipenuhi adalah bukanlah merupakan daerah rawan bencana, memiliki kelerengan 0%-15%, telah memiliki kelengkapan sarana dan prasarana dasar yang dibutuhkan dalam pengembangan kawasan perumahan dan permukiman seperti jaringan jalan, listrik dan memiliki sumber air yang dapat mencukupi aktivitas penduduk yang akan menempati wilayah tersebut serta lokasi tersebut memiliki kesesuaian fungsi seperti dengan apa yang telah ditetapkan oleh RTRW Kabupaten Jepara. Pendekatan pembangunan permukiman tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan pendekatan Kasiba / Lisiba. Selain itu juga perlu memperhatikan kawasan konservasi atau kawasan lindung. Hal tersebut dimaksudkan supaya fungsi lindung dari konservasi tersebut tidak terganggu akibat aktivitas permukiman yang ada.

(24)

IV-24

Selain itu, untuk mengendalikan pembangunan di kawasan permukiman di wilayah yang bercirikan perdesaan tersebut adalah dengan memberikan peraturan mengenai pembangunan kawasan permukiman di wilayah tersebut. Hal tersebut dimaksudkan supaya lahan yang tersedia dipergunakan seefektif mungkin, kemungkinan perkembangan dan pertumbuhan penduduk alami dan pendatang di Kabupaten Jepara sangat mempengaruhi perkembangan kebutuhan perumahan dan permukiman. Perkembangan tersebut, meskipun pada awalnya terjadi di wilayah perkotaan, maka sangat tidak menutup kemungkinan perkembangan tersebut akan merembet di wilayah yang bercirikan perdesaan. Itulah mengapa lahan-lahan potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan permukiman di wilayah yang bercirikan perdesaan ini perlu dipergunakan seefektif mungkin. Selain itu, juga perlu diperhatikan pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana, khususnya sarana dan prasarana dasar permukiman. Hal tersebut dilakukan untuk menunjang aktivitas permukiman yang ada. Disamping itu, pembuatan atau penetapan kawasan resapan air juga masih perlu dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi berkurangnya daerah resapan di wilayah tersebut akibat adanya perkembangan perumahan dan permukiman yang ada. Salah satu cara untuk mempertahankan kawasan resapan air tersebut dilakukan dengan pembangunan sumur-sumur resapan air

Adapun tujuan, sasaran dan program pengembangan permukiman perdesaan adalah sebagai berikut :

- Tujuan : Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat permukiman di perdesaan terutama di desa tertinggal;

- Sasaran : Dukungan penyediaan prasarana dan sarana permukiman peredsaan serta peningkatan infrastruktur desa;

- Program :

Program Pengembangan Permukiman Perdesaan akan memprioritaskan pengembangan permukiman dengan bantuan Rumah Sehat Huni (RSH) melalui bantuan rehabilitasi rumah bagi masyarakat miskin serta Peningkatan Infrastruktur Desa Tertinggal.

(25)

IV-25

Lokasi pengembangan permukiman di wilayah perdesaan adalah sebagai berikut: 1. Kecamatan Kedung, desa: Kedungmalang, Karangaji, Sowan Kidul, Sukosono,

Surodadi dan Kerso

2. Kecamatan Kalinyamatan, desa: Bandungrejo, Damarjati, Banyuputih dan Pendosawalan

3. Kecamatan Mayong, desa: Mayong Kidul, Bauran, Ngroto, Rajekwesi dan Pancur 4. Kecamatan Batealit, desa: Ngasem dan Ragukplampitan

5. Kecamatan Pecangaan, desa: Krasak, Karangrandu dan Gemulung

6. Kecamatan Nalumsari, desa: Dorang, Blimbingrejo, Tanggul Pandean, Ngetuk dan Bategede

7. Kecamatan Welahan, desa: Ujungpandan, Bugo dan Sidigede

Strategi yang diterapkan untuk peningkatan kualitas permukiman kawasan permukiman di wilayah yang bercirikan perdesaan di Kabupaten Jepara antara lain:

- Memaksimumkan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan potensi yang dimiliki yang

bertumpu pada kemampuan dasar masyarakat (self economic development). Upaya yang dapat dilakukan dalam menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk dapat meningkatkan kemampuan perekonomiannya secara mandiri salah satunya adalah dengan peningkatan ekonomi lokal (LED). Upaya peningkatan ekonomi lokal tersebut masih memerlukan campur tangan dari pihak pemerintah dan swasta sebagai fasilitatornya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh kedua pihak tersebut adalah dengan memberikan beberapa fasilitas-fasilitas pendukung, baik fasilitas yang berbentuk fisik maupun non fisik. Fasilitas fisik dapat berupa sarana dan prasarana pendukung. Sedangkan untuk fasilitas non fisik dapat berupa pelatihan untuk menumbuhkan semangat dan etos kerja mandiri.

- Mengupayakan pengembangan pertanian dengan peningkatan produktifitas dan

penerapan program-program yang dapat menjangkau masyarakat miskin. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendukung aktivitas masyarakat yang tinggal di wilayah yang bercirikan perdesaan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan masyarakat di kawasan yang bercirikan perdesaan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

- Mengembangkan kawasan permukiman yang diarahkan pada penegasan ciri atau

(26)

IV-26 B. Usulan dan Prioritas Program Pembangunan Prasarana dan Sarana Permukiman

1. Pengembangan Permukiman Perkotaan

a. Pembangunan Rusunawa di Kota Jepara

Sesuai dengan kebijakan program bantuan perumahan diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan mengurangi permukiman kumuh dan liar. Untuk lokasi rencana pembangunan Rusunawa di Kabupaten Jepara adalah di Kelurahan Ujung Batu Kecamatan Jepara. Rusunawa tersebut diperuntukkan bagi masyarakat miskin kota yang tinggal di permukiman kumuh dan liar di kota Jepara, terutama di Kauman, Ujung Batu dan Jobokuto.

Adapun rincian kegiatan Pembangunan Rusunawa:

 Penyiapan lahan

 Bangunan Rusunawa

 Operasional dan Pemeliharaan

 Drainase

 Pemberdayaan komunitas

 PSD Air Minum

 PSD Persampahan

 PSD Air Limbah

b. Pembangunan sehat Huni (RSH) di Kota Jepara

Program bantuan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dilaksanakan melalui penyediaan rumah sederhana sehat yang diatur dengan Kepmen Kimpraswil No. 403/kpts/m/2002 tentang pedoman teknis pembangunan rumah sederhana sehat dan Kepmen Kimpraswil No. 24/kpts/m/2003 tentang pengadaan rumah sehat sederhana dengan fasilitas subsidi perumahan.

Adapun pembangunan RSH terdiri dari :

 Pembangunan RSH

 Pembangunan Jalan Poros

 Pembangunan PSD Drainase

 Pembangunan PSD Air Minum

 Pembangunan PSD Persampahan

(27)

IV-27

c. Pembangunan PSD di Permukiman Kumuh di Kota Jepara

Pembangunan PSD di permukiman kumuh bertujuan untuk menata lingkungan di kawasan permukiman kumuh agar tercipta lingkungan yang bersih dan sehat dengan rincian kegiatan :

 Pembangunan Jalan Lingkungan

 Pembangunan PSD Drainase

 Pemberdayaan komunitas

 Pembangunan PSD Air Minum

2. Pengembangan Permukiman Perdesaan

Upaya memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman masyarakat miskin dilakukan melalui bantuan rehabilitasi rumah dan bantuan prasarana dan sarana dasar permukiman bagi masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, penyediaan sarana air bersih pada permukiman rawan air, penataan dan rehabilitasi permukiman kumuh. Pendekatan yang ditempuh dalam kebijakan tersebut adalah penguatan kapasitas masyarakat dan penguatan kelembagaan komunitas. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah pembangunan perumahan untuk orang miskin, penataan lingkungan permukiman, dan rehabilitasi prasarana permukiman dengan rincian kegiatan sebagai berikut :

 Bantuan Rehabilitasi Rumah Masyarakat miskin

 Pembangunan Jalan Lingkungan

 Pembangunan PSD Drainase

 Pembangunan PSD Air Minum

Dalam upaya menggapai kelompok sasaran masyarakat berpenghasilan rendah, diperlukan dukungan fasilitasi dari pemerintah pusat, melalui pola-pola investasi dan kebijakan penerapan subsidi yang tepat. Salah satu kunci keberhasilan penyelenggaraan program rumah susun sederhana sewa adalah melalui kerjasama, keterlibatan serta partisipasi semua pihak, terutama Pemerintah Pusat melalui APBN.

Adapun kategori masyarakat yang dapat menerima bantuan tersebut secara garis besar dibagi menjadi :

 Bagi masyarakat yang berpenghasilan lebih rendah (Rp 500.000 – Rp 850.000) dan (Rp 850.000 – Rp 1.300.000) Pemerintah merencanakan tidak membebani untuk pengembalian lahan, namun demikian sebagian segmen pasar ini masih menarik kemitraan masyarakat dan swasta. Masalah penyediaan lahan perlu diatur melalui

(28)

IV-28

kemitraan dengan pemilik lahan sehingga biaya investasinya dapat ditekan, pada akhir masa usia ekonomis, aset tersebut menjadi aset pemilik lahan. Lahan yang dipergunakan dapat milik Pemerintah, maupun masyarakat (kelompok atau individual).

 Pada kelompok miskin, yang berpenghasilan sampai dengan Rp 350.000 dan (Rp 350.000 – Rp 500.000) setiap bulannya, diterapkan tarif sewa yang relatif sangat murah dengan bantuan subsidi dari Pemerintah atau subsidi silang. Pada kelompok ini, Pemerintah hanya mengharapkan penghuni untuk membayar tarif sewa untuk keperluan biaya operasi dan administrasi saja. Dengan demikian kelompok masyarakat ini yang biasanya tinggal di kawasan-kawasan miskin dapat memperoleh hunian yang layak.

4.2 PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (PBL) 4.2.1 Petunjuk Umum

Rencana tata bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran dari rencana detail tata ruang kawasan perkotaan berupa rencana geometrik pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang disusun untuk perwujudan ruang kawasan perkotaan dalam rangka pelaksanaan pembangunan kota. Dalam hal detail tata ruang kawasan perkotaan belum ada, maka rencana tata bangunan dan lingkungan ini dapat diturunkan dari rencana tata ruang wilayah kota melalui proses penentuan kawasan perencanaan.

Rencana tata bangunan dan lingkungan berisikan rumusan tentang rencana tapak pemanfaatan ruang kawasan, pra rencana tehnik jaringan utilitas yang berisikan arahan letak dan penampung air bersih, air hujan, air limbah, gas, listrik, telpon dan sampah; pra rencana tehnik jaringan jalan berisikan arahan letak dan penampang jalan; pra rencana tehnik bangunan gedung berisikan arahan letak, penampang dan arsitektur lingkungan bangunan dan gedung; pra rencana tehnik bukan bangunan gedung.

Rencana tata bangunan dan lingkungan dilakukan bagi lingkungan yang mempunyai sifat khusus sehingga diperluukan pengaturan khusus dan bersifat final (misainya kawasan konservensi, kawasan tepi air / waterfront city, permukiman di atas air, lingkungan bersejarah / urban haritage ). Dalam hal pengembangan yang bersifat individual dan tidak mempunyai hal yang spesifik untuk ditangani secara khusus, maka dapat digunakan rencana umum atau rencana detail dengan menggunakan standar tehnik yang sudah baku dan umum digunakan.

(29)

IV-29

Rencana tata bangunan dan lingkungan berfungsi untuk mewujudkan keselarasan den keserasian bangunan dengan bangunan, bangunan dengan prasarana dan lingkungannya , serta menjaga keselamatan bangunan den lingkungannya.

4.2.2 Tinjauan Kebijakan

Landasan hukum penataan bangunan dan lingkungan adalah sebagai berikut : 1. Undang – Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria. 2. Undang – Undang No.4 Tahun 1982 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

3. Undang – Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

4. Undang – Undang No.01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman. 5. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UU-BG).

6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Pembinaan dan Peran Masyarakat. 7. Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU N0.28 tahun

2002 tentang Bangunan Gedung.

8. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 441/KPTS/1998 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.

9. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS/1998 Tentang Persyaratan Teknis Aksesbilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan.

10. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 640/691/PUOD tanggal 15 Februari 1985 tentang Tertib Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Bangunan.

Kebijakan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di Kabupaten Jepara dilakukan melalui :

a. Penguatan kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan;

b. Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung kepada para pemangku kepentingan penyelenggara bangunan gedung;

c. Pemberian bantuan teknis pembangunan bangunan gedung negara dan pelayanan pengelolaan rumah negara;

d. Penataan lingkungan permukiman kumuh, nelayan dan tradisional melalui pemberdayaan masyarakat;

e. Penataan dan revitalisasi bangunan gedung bersejarah dan lingkungannya yang mempunyai nilai strategis;

(30)

IV-30

f. Penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat berbasis konsep tridaya (pemberdayaan ekonomi, sosial, lingkungan).

4.2.3 Profil Pembangunan Penataan Bangunan

Penataan bangunan di Kota Jepara selama ini belum menimbulkan banyak permasalahan. Hal tersebut disebabkan Kota Jepara termasuk kategori kota sedang. Penataan bangunan di Kota Jepara tertuang dalam RUTK Kota jepara yang dijadikan pedoman untuk:

1) Pemberian ijin mendirikan bangunan den pemanfaatan bangunan

2) Penertiban letak, ukuran bangunan gedung dan bukan gedung serta bukan bangunan 3) Penyusunan rancang bangunan gedung den bukan gedung

4) Jaminan kepastian hukum dalam pelaksanaan pembangunan, termasuk kepastian untuk mendapatkan pelayanan, kondisi yang selaras dan serasi dalam melakukan kegiatannya. Adapun muatan rencana muatan rencana tata bangunan dan lingkungan adalah :

1) Rencana tapak pemanfaatan ruang lingkungan perkotaan, meliputi; a) Rencana perpetakan lahan lingkungan perkotaan (kavlIng) b) Rencana tata letak bangunan den pemanfaatan bangunan

c) Rencana tata letak jaringan pergerakan lingkungan perkotaan hingga pedestrian den jalan setapak , perparkiran, halte, den penyeberangan

d) Rencana tata letak jaringan utilitas lingkungan perkotaan e) Rencana ruang hijau dan penghijauan

2) Arahan pelaksanaan pembangunan lingkungan perkotaan yang meliputi;

a) Ketentuan letak dan penampang (pra rencana tehnik) bangunan gedung dan bangunan bukan gedung

b) Ketentuan letak dan penampang (pra rencana tehnik) jaringan pergerakan

c) Ketentuan letak dan penampang (pra rencana tehnik) jaringan utilitas lingkungan perkotaan d) Ketentuan (pra rencana tehnik) sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien

lantai bangunan, ketinggian bangunan, pertandaan, bahan bangunan, dan ketentuan bangunan lainnya.

3) Pedoman pengendalian pelaksanaan pembangunan lingkungan perkotaan yang meliputi: a) Ketentuan administrasi pengendalian pelaksanaan rencana dan program, misalnya melalui

mekanisme perijinan mendirikan bangunan

(31)

IV-31

bangunan, hak bangunan di etas tanah / di bawah tanah

c) Arahan pengendalian pelaksanaan berupa ketentuan penata pelaksanaan / manajemen pelaksanaan bangunan

d) Mekanisme pelaporan, pemantauan, dan evaluasi program (balk yang dilakukan oleh instansi yang berwenang maupun keterlibatan masyarakat dalam pengawasan), serta pengenaan sanksi (berupa teguran, pencabutan iiin, perdata maupun pidana).

Produk rencana tata bangunan dan lingkungan mencakup: 1) Tujuan pembangunan lingkungan dan bangunan

Tujuan pembangunan lingkungan dan bangunan dirumuskan sesuai dengan permasalahan dan arahan kebijakan berdasarkan urgensi keterdesakan penanganan lingkungan tersebut 2) Rencana Tapak pemanfaatan Ruang lingkungan

a) Materi yang di atur

Tata letak bangunan gedung dan bukan gedung, tata letak bukan bangunan; serta tata letak jaringan pergerakan serta utilitas yang terutama akan dibangun, sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, koefisien daerah hikau, koefisien tapak basement, sempadan jalan, daerah pengawasan jalan, daerah milik jalan, daerah manfaat jalan, daerah pengawasan jalan, daerah milik utilitas, daerah pengawasan utilitas, b) Kedalaman materi yang di atur

Geometric tapak pemanfaatn ruang yang dirinci untuk tiap bangunan dan jaringan pergerkan serta utilitas.

c) Pengelompokan materi yang diatur:

 perpetakan bangunan

 penggunaan dan mass bangunan

 jaringan pergerakan dan jaringan utilitas menurut penggunaannya

4.2.4 Permasalahan Penataan Bangunan

Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi

Permasalahan utama penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Jepara adalah masih banyak dijumpai adanya suatu lingkungan permukiman yang pertumbuhan dan perkembangannya tidak terkendali yang mengakibatkan degradasi lingkungan karena perkembangan lingkungan tidak disertai dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai apabila ini terjadi maka daerah-daerah yang mempunyai potensi budaya lambat laun akan hilang, padahal sebenarnya lingkungan

(32)

IV-32

permukiman tadi mempunyai potensi untuk dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu masih rendahnya kepedulian penanganan kawasan kumuh termasuk sharing pendanaan dan menumbuhkan gerakan masyarakat dalam penanganan kawasan kumuh. Kurang diperhatikannya sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga, serta kurang ditegakkannya aturan keselamatan bangunan.

Selain itu, masih banyak bangunan gedung yang dibangun tanpa dilengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), atau sudah dilengkapi IMB namun masih belum memenuhi persyaratan teknis seperti rawan kebakaran. Juga masih banyak bangunan gedung yang dibangun tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga rawan banjir, longsor, kumuh, rawan kriminalitas. Terkait dengan dikeluarkannya UU bangunan gedung, Pemerintah Kabupaten Jepara belum memiliki Perda tentang Tata Bangunan dan Lingkungan meskipun Pengendalian pembangunan penataan bangunan gedung dan lingkungan merupakan urusan wajib yang menjadi urusan pemerintah kabupaten dan merupakan pelayanan pemerintah kabupaten kepada masyarakat dalam mewujudkan penyelenggaraan penataan bangunan gedung dan lingkungan yang tertib dan andal.

Penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Jepara, juga belum berjalan dengan baik. Pengaturan mengenai fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, belum berfungsi dengan baik. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung masih terbatas melalui mekanisme perijinan, dan belum mampu menumbuhkembangkan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan bangunan gedung dan belum diterapkan sanksi secara tegas dan konsisten bagi pelanggar ketentuan undang-undang.

Permasalahan yang dihadapi :

 Belum tersosialisasinya Undang-undang Bangunan Gedung kepada masyarakat dengan baik.

 Masih banyaknya bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan aturan keselamatan bangunan gedung;

 Masih ada penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara yang kurang tertib dan tidak efisien;

 Masih banyaknya asset negara berupa tanah dan gedung yang belum teradministrasikan dengan baik.

(33)

IV-33  Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota,

kawasan lama bersejarah serta heritage, yang perlu ditingkatkan kondisinya;

Penyalahgunaan peruntukan bangunan gedung dan alih fungsi rumah menjadi tempat usaha masih banyak terjadi. Banyak berdiri bangunan gedung yang tidak layak dan sering menjadi masalah bagi lingkungan, keselamatan, kesehatan dan kenyamanan masyarakat sekitar. Selain itu, banyak bangunan gedung yang tidak tertib dan tidak memiliki izin. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UU-BG) yang mulai berlaku sejak tanggal 16 Desember 2002, belum mampu menertibkan permasalahan tersebut dan menjadi alat ukur bagi bangunan gedung agar sesuai dengan fungsi dan lingkungan.

Setelah diterbitkannya UU-BG itu, diperlukan adanya aturan lain. Pada 10 September 2005 telah disahkan Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU N0.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Bangunan Gedung lainnya, sebagai salah satu tindak lanjut kepada para penyelenggara bangunan gedung di Indonesia. PP 36 Tahun 2005 merupakan satu-satunya Peraturan Pemerintah di bidang bangunan gedung yang cukup lengkap dan komprehensif dalam upaya sosialisasi semua pihak yang berkepentingan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang bangunan gedung.

Ruang lingkup UU No. 28 tahun 2002 menyangkut pengaturan mengenai fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. UU tersebut diharapkan dapat mendukung pencapaian bangunan gedung yang berfungsi, andal dan efisien sesuai dengan kondisi sosial budaya Indonesia; kejelasan status kepemilikan bangunan gedung; kesempatan bagi daerah dan masyarakat mengatur secara bertahap persyaratan bangunan gedung sesuai dengan kondisi sosial budaya daerah dan masyarakat masing-masing; mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung melalui mekanisme perijinan, pengawasan dan penertiban yang bernasis tata pemerintahan yang baik; menumbuhkembangkan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan bangunan gedung; melakukan pembinaan yaitu pengaturan pengawasan, sosialisasi dan pemberdayaan bersama-sama Pemda dan masyarakat; serta menerapkan sanksi secara tegas dan konsisten bagi pelanggar ketentuan undang-undang.

(34)

IV-34

PP No.36/2005 yang mengatur fungsi, persyaratan dari administrasi hingga teknis, serta penyelenggaraaan dan bagaimana meningkatkan peran serta masyarakat dan pembinaannya, juga belum tersosialisasi dengan baik.

Sosialisasi peraturan tersebut sangat penting untuk memberikan arahan dan pemahaman kepada aparat pemerintah/pemerintah daerah, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan dan stakeholder penyelenggaraan bangunan gedung. Sosialisasi ini akan menjelaskan pentingnya Peraturan Perundang-Undangan Bidang Bangunan Gedung dalam setiap penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia dengan menyesuaikan peraturan pelaksanaanya yang spesifik untuk masing-masing daerah. Melalui Sosialisasi itu, masyarakat dapat memahami bahwa Peraturan Perundang-undangan Bidang Bangunan Gedung dalam setiap penyelenggaraan Bangunan Gedung sebagai norma yang digunakan disetiap penyelenggaraan bangunan sehingga tercipta bangunan gedung yang andal, serasi, selaras, serta harmoni dengan lingkungannya. Selain itu, diharapkan stakeholder dapat mengerti dan memahami untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri.

Demikian pula perda tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Jepara belum dibuat, sehingga arahan-arahan dalam undang-undang Bangunan Gedung belum dapat dijalankan dengan baik.

Diharapkan dengan bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah diharapkan dapat segera menyiapkan tindak lanjutnya serta penyesuaian peraturan pelaksanaannya bagi kabupaten Jepara dalam bentuk Peraturan Daerah.

Secara umum permasalahan penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut :

 Masih kurang ditegakkannya aturan keselamatan bangunan gedung;

 Masih lemahnya pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah; Masih rendahnya kualitas pelayanan publik dalam pelayanan perizinan bangunan gedung;

 Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien;

 Belum optimalnya peran penyedia jasa konstruksi dalam menerapkan profesionalisme;

 Masih rendahnya apresiasi masyarakat terhadap peraturan bangunan gedung.

4.2.5 Program yang diusulkan

Program ini diusulkan merupakan kegiatan untuk mewujudkan tata bangunan dan lingkungan yang terkendali sebagai bagian wujud struktural pemanfaatan ruang perkotaan, tertib

Gambar

Tabel Jenis dan Penempatan TPS
Tabel  tersebut  dihitung  berdasarkan  cakupan  pelayanan  disemua  kecamatan  yang  dilayani  dihitung rata rata 60 % dari jumlah penduduk  ( diutamakan pada lokasi desa ibu kota kecamatan )

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Psikologi UNIKA Widya Mandala Surabaya yang telah memberikan banyak informasi dan membantu penulis untuk menyelesaikan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis apakah Return On Asset, Return On Equity, Earnings Per Shares, dan Net Profit Margin berpengaruh secara

Oleh karena itu perlu dikaji mengenai partisipasi petani dalam program seribu hektar sistem tanam padi jajar legowo di Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar,

menulis laporan akhir yang judul “Analisis Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan pada Dinas Pendapatan Kota Palembang ”. 1.2

Kadar air yang ditingkatkan terus secara bertahap pada usaha pemadatan yang sama, maka berat dari jumlah bahan padat dalam tanah persatuan volume juga akan meningkat

Untuk mendukung pencapaian visi Kabupaten Malang yaitu Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Malang yang Mandiri, Agamis, Demokratis, Produktif, Maju, Aman, Tertib dan

Untuk megetahui pengaruh simultan Return on Assets (ROA), Net Profit Margin (NPM), Cash Ratio (CR), dan Quick Ratio (QR) variabel terhadap harga saham perusahaan makanan dan

Hasil analisis regresi sederhana yaitu dilihat dari r square, motivasi memiliki pengaruh sebesar 41,30% terhadap kinerja pegawai di Kecamatan Lengkong Kota Bandung