• Tidak ada hasil yang ditemukan

AJARAN-AJARAN POKOK YANG MEMBAWA KEPADA VII.

MUHAMMAD SAW., SANG NAHKODA Saifuddin Zuhri Qudsy

AJARAN-AJARAN POKOK YANG MEMBAWA KEPADA VII.

KESELAMATAN

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa pada suatu hari Muhammad SAW didatangi Malaikat Jibril yang bertanya tentang Islam, Iman, dan Ihsan (perbuatan baik).

Abu Hurairah berkata bahwa Nabi SAW pada suatu hari muncul kepada para sahabat, lalu datang Malaikat Jibril yang kemudian bertanya: “Apakah iman itu?” Nabi SAW menjawab: “Iman adalah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya, pertemuan dengan-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan kamu beriman kepada hari kebangkitan.” (Jibril) berkata: “Apakah Islam itu?” Jawab Nabi SAW: “Islam adalah kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan suatu apapun, kamu dirikan shalat, kamu tunaikan zakat yang diwajibkan, dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (Jibril) berkata: “Apakah ihsan itu?” Nabi Saw menjawab: “Kamu menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya dan bila kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu.”

1. Islam

Apa itu Islam? Seperti yang telah disebutkan dalam buku Pluralisme dalam perspektif Kesatuan, setidaknya terdapat beberapa makna Islam. Pertama, Islam bermakna kepasrahan dan ketundukan pada hukum dan perintah Allah, yakni mencakup seluruh sistem alam semesta (Q.S. Ali-Imran: 83).18Kedua, Islam merupakan sebutan nama

satu agama (din al-Islam). Ketiga, kata Islam dikenakan kepada setiap orang yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, meskipun mereka belum bisa melaksanakan ajaran Islam secara sempurna.19

Islam merupakan sehimpunan doktrin, ajaran serta hukum-hukum yang telah baku, sebagai perintah Tuhan yang terkodifi kasikan. Dalam

pengertian ini, Islam lazimnya diartikan sebagai istilah spesifi k untuk

menyebut agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.20 Namun

Nurcholish Madjid menyatakan bahwa kata Islam pada asalnya bukan nama dari sebuah agama, melainkan lebih pada sikap tunduk atau pasrah kepada Tuhan sebagaimana yang terdapat dalam agama-agama lain.21

Dengan demikian, ber-islam bagi manusia adalah sesuatu yang alami dan wajar. Berserah diri kepada Tuhan itulah jalan lurus menuju kepada-Nya. Karena sikap ini berada dalam lubuk hati yang paling dalam pada diri manusia sendiri, menerima jalan lurus bagi manusia adalah sikap yang paling fi tri atau alamiah, dan wajar.

18 Syaifan Nur & Lathifatul Izzah, “Ajaran Pokok Agama Islam dalam membangun

Hubungan Sesama Manusia dan Tuhan”, dalam Ignatia Esti Sumarah, ed., Pluralisme dalam Perspektif Persatuan (Yogyakarta: Sanata Dharma University Press, 2012), hlm. 41. Secara umum, pada bagian penjelasan mengenai Islam, Iman, dan Ihsan, kami akan merujuk dan mengutip artikel kedua penulis di atas. Lebih lanjut, lihat M. Nurcholish Majid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1992), hlm. 181.

19 Komarudin Hidayat, Tragedi Raja Midas, (Jakarta: Paramadina, 1999),hlm. 74-75. 20 Pendapat seperti ini umumnya dikemukakan oleh sejumlah sarjana orientalis modern

yang menafsirkan konsep Islam(aslama, muslim) sebagai istilah spesifi k yang ditujukan

kepada agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk “penyerahan diri kepada (kehendak) Allah.” Adapun yang dituju sarjana modern (modern scholars) di sini adalah beberapa orientalis kontemporer seperti Ignaz Goldziher, Grimme, Margoliouth, dan lain-lain. M. Bravmann, The Spiritual Background of Early Islam: Study In Ancient Arab Concept (Leiden: E.J. Brill, 1972), hlm.7.

21 R. William Liddle, “Skripturalisme Media Dakwah: Sebuah Bentuk Pemikiran dan Aksi

Politik Islam di Indonesia Masa Orde Baru” dalam Jalan Baru Islam (Bandung: Mizan, cet. II, 1999), hlm. 289.

Pemahaman di atas jika kita memahami makna Islam secara lentur dan dinamis; namun, Islam saat ini adalah agama yang dibawa oleh Muhammad Saw, dengan seperangkat ajaran dan ketetapan yang ada di dalamnya. Setidaknya hal inilah yang dipakai dalam memaknai Islam saat ini, Islam yang terlembagakan dan menjadi sebuah institusi.22

Dalam agama Islam dikenal ada lima rukun Islam: (1) mengucapkan kalimat syahadat (sebagaimana telah disebutkan), (2) melaksanakan ibadah shalat, (3) mengeluarkan zakat bagi orang- orang yang berhak menerimanya, (4) melaksanakan puasa di bulan suci ramadhan, dan (5) melaksanakan ibadah haji ke Makkah, jika mampu secara material dan non-material, minimal sekali dalam hidup seseorang.23

2. Iman

Secara etimologis iman berarti pembenaran dengan hati. Sedangkan menurut istilah, iman adalah: membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Iman adalah percaya, lebih tepatnya adalah percaya kepada enam rukun iman: (1) iman kepada Allah, (2) iman kepada malaikat- malaikat-Nya, (3) iman kepada rasul-rasul-Nya, (4) iman kepada kitab-kitab Allah (Taurat, Zabur, Injil, dan al-Qur’an), (5) iman kepada hari akhir, dan (6) iman kepada qada’ dan qadar (ketentuan dan ketetapan Allah). Ini adalah iman paling minimal yang harus dimiliki oleh seorang Muslim.

Mungkin terbersit pertanyaan, apa yang dimaksud dengan membenarkan dengan hati? Kalimat ini merujuk pada makna menerima segala apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. “Mengikrarkan dengan lisan” maksudnya, mengucapkan dua kalimat syahadat: “Laa ilaha illallahu wa anna Muhammadan Rasulullah” (Tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah). “Mengamalkan dengan anggota badan” maksudnya,

22 Syaifan Nur & Lathifatul Izzah, “Ajaran Pokok Agama Islam,” hlm. 42. 23 Syaifan Nur & Lathifatul Izzah, “Ajaran Pokok Agama Islam,” hlm. 42-43.

hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, sedang anggota badan mengamalkannya dalam bentuk ibadah-ibadah sesuai dengan fungsinya.

Secara singkat, iman itu tercipta secara padu dari tiga hal, yakni kepercayaan hati, pengakuan lidah, dan beramal dengan segala rukun atau perintah Allah. Dengan demikian menjadi jelas bahwa orang yang beriman mestinya menjadi orang yang beramal karena amalnya itu membuktikan imannya. Karena jika tidak, iman itu hanya semata-mata menjadi hiasan dan cita-cita belaka. Orang yang tidak melaksanakan ketiga hal itu, atau cuma melaksanakan satu atau dua hal di atas, tidak mendapatkan manisnya iman.

Penjelasan di atas masih memperlihatkan bahwa unsur Islam dan iman masih bersifat teologis-sentris-vertikal, dan unsur horisontalnya masih belum terlihat secara eksplisit, yaitu dimensi hubungan antar manusia. Dengan demikian, sikap batin yang sifatnya hanya mempercayai sesuatu itu tidaklah cukup, tapi juga menuntut perwujudan lahiriyah atau eksternalisasinya dalam bentuk tindakan.24

3. Ihsan

Ihsan, dalam agama Islam, merupakan kelanjutan praktis dari iman. Dengan bahasa lain ihsan merupakan jenjang ketiga setelah Islam dan iman. Jika pada iman terdapat kepercayaan kepada rukun iman secara penuh dan total, maka ihsan, di samping juga ada hubungan vertikal, namun lebih dititiktekankan pada hubungan horisontal dengan sesama manusia. Secara harfi ah, kata ini berarti

berbuat baik. Dan dalam agama Islam, ihsan merupakan pendidikan budi pekerti luhur (akhlaq) atau pendidikan berakhlak mulia. Dalam al-Qur’an Allah berfi rman “Dan katakanlah kepada hamba-hambaKu,

Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).” (QS. Al-Isra: 53).

Berprilaku baik dan tekun dalam menjalankan suatu aktivitas tertentu merupakan bagian dari ihsan. Dalam konteks pendidikan

Islam, barangsiapa yang jiwanya telah terdidik atas keimanan dan keislaman, membutuhkan pendidikan keihsanan agar dia dapat melewati sisi langkah serta jalan menuju Allah SWT dengan selamat dan aman. Ihsan merupakan pendidikan bagi jiwa, hati, dan diri. Jiwa manusia tidak dapat terdidik dengan pendidikan yang benar- benar islami sampai ihsan benar-benar menjadi satu perbuatan yang berkesinambungan hingga sampai saat perjumpaan dengan Allah.

Dengan berpedoman pada ihsan, pendidikan jiwa mengindikasikan poin-poin berikut: a) memperbaiki ruh dengan mengikuti dan mempraktikkan semua yang ada dalam ajaran al-Qur’an dan sunnah Rasul; b) menjadikan diri selalu berkeberlanjutan dan berkomitmen terhadap perbuatan tersebut, dan tidak menghindar, lebih-lebih tidak berhenti; c) berbuat baik kepada manusia dengan menyampaikan kebaikan kepada mereka demi mendapatkan balasan dari Allah atas perbuatan tersebut dan tidak mengharapkan suatu balasan dari manusia; dan d) memperbaiki nilai jiwa bagi dirinya. Maka, ia berinteraksi dengan pedoman ihsan, artinya mengambil lebih sedikit dari haknya dan memberi lebih banyak dari yang diwajibkan kepadanya.25

Setidaknya itulah tiga ajaran pokok dalam Islam yang bila poin-poinnya dilaksanakan maka kemungkinan terjaminnya seorang Muslim untuk selamat dan mendapatkan tiket ke surga semakin besar. Sepertinya memang hanya ada tiga, namun cabang-cabang (poin- poin yang terdapat dalam tiap ajaran pokok) yang harus dipelajari oleh seorang Muslim sangatlah banyak sehingga tak jarang membuat Muslim tidak bisa sepenuhnya mengamalkan Islam.