• Tidak ada hasil yang ditemukan

DARI KESERAKAHAN

PANDANGAN AGAMA BUDDHA Totok

DARI KESERAKAHAN

Kathina adalah hari berdana bagi umat awam kepada bhikkhu yang telah menyelesaikan masa vassa (vassa: musim hujan). Pada masa ini para bhikkhu berdiam diri di suatu tempat atau vihara untuk melatih diri dan memberikan bimbingan kepada umat awam). Umat Buddha dengan penuh keyakinan menyampaikan rasa terima kasih kepada para bhikkhu yang selama masa vassa secara intensif membimbing umat Buddha dalam moralitas, meditasi, dan kebijaksanaan. Umat Buddha mempersembahkan empat kebutuhan pokok para bhikkhu (cattupaccaya), yakni jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan.

Berdana dalam agama Buddha adalah pintu pembuka kebajikan; tanpa berdana sulit untuk melakukan kebajikan-kebajikan yang lain. Berdana adalah bentuk kemurahan hati yang mengikis keserakahan sebagai sumber penderitaan. Berdana bukan hanya dilakukan kepada bhikkhu saja tetapi juga kepada yang membutuhkan. Dengan berdana kita menjadi orang yang mau berbagi apa yang kita miliki sehingga keserakahan terhadap kepemilikan sesuatu akan berkurang sedikit demi sedikit. Jika dilakukan dengan penuh ketulusan dan cinta

kasih, berdana dan berbagi akan memberikan keselamatan bagi yang member maupun yang diberi.

HARI RAYA

IV. MAGHAPUJA DAN LAKU MENCAPAI

KESELAMATAN

Hari raya yang juga sangat penting dalam hubungannya untuk merealisasikan jalan keselamatan adalah hari raya Magha puja yang jatuh pada bulan Februari-Maret, diambil dari nama bulan Magha di India. Hari raya ini memperingati Sang Buddha Gautama ketika memberikan resep-resep praktis menjalani kehidupan yang akan membawa pada keselamatan. Meskipun Buddha memberikan khotbah yang praktis tetapi justru dalam momen ini Sang Buddha membabarkan hal-hal inti dalam ajarannya di hutan bambu Veluvana. Pada malam purnama bulan Magha itu terjadi empat peristiwa langka, yaitu (1) berkumpulnya 1250 Bhikkhu yang telah merealisasikan keselamatan dengan mencapai kesucian Arahat (tingkat kesucian tertinggi); (2) Mereka datang tanpa diundang maupun kesepakatan; (3) Para bhikku yang hadir itu adalah bhikkhu-bhikkhu yang ditahbiskan oleh Buddha Gautama sendiri (murid langsung); (4) Pada kesempatan itu Buddha Gautama memberikan uraian tentang inti ajaran Buddha yang terdapat dalam kitab suci Dhammapada ayat 183-185:

Jangan berbuat jahat, tambahlah kebaikan, sucikan hati dan pikiran, inilah ajaran para Buddha.

Kesabaran merupakan pelaksanaan Dhamma yang tertinggi, para Buddha bersabda Nibbana adalah yang tertinggi.

Jika seorang yang telah menjadi Bhikkhu masih menyakiti, merugikan orang lain, maka sesungguhnya dia bukan seorang samana.

Tidak menghina, tidak menyakiti, mengendalikan diri selaras dengan

Patimokha (aturan); makan secukupnya, tidak berlebih-lebihan; hidup di tempat yang sunyi, berusaha melatih Samadhi (meditasi) inilah ajaran para Buddha.

Langkah-langkah praktis yang pokok yang diajarkan merupakan dasar-dasar mencapai keselamatan. Dengan melaksanakan ajaran ini, orang dikatakan telah berada pada jalan keselamatan.

SIMPULAN

Agama Buddha secara sederhana dapat diperas dalam esensi dasarnya yaitu mengenali penderitaan dan melenyapkan penderitaan. Mengenali penderitaan dijabarkan dalam bentuk seperti apa penderitaan itu dan apa sebabnya, sedangkan melenyapkan penderitaan dijabarkan seperti apa kebebasan dari penderitaan itu dan bagaimana cara merealisasikannya. Cara berpikir ini dapat ditemukan dalam ajaran pertama Buddha Gautama dalam “Dhammacakkhapavatana Sutta” di mana Buddha Gautama mengajarkan empat kesunyataan mulia sebagai dasar ajaran Buddha. Boleh dikatakan bahwa empat kesunyataan mulia adalah logika dasar memahami ajaran Buddha.

Kebebasan dari penderitaan dalam empat kesunyataan mulia merupakan keselamatan yang sejati; yang dengan istilah popular dalam agama Buddha disebut ‘Nirvana’ (Bhs. Sanskerta) atau ‘Nibbana’ (Bhs. Pali). Secara umum Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi akibat hancurnya keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin sehingga yang ada adalah kedamaian, ketenteraman dan lebih dalam lagi kebebasan dari lingkaran kelahiran kembali (samsara). Bebasnya seseorang dari lingkaran kelahiran kembali berarti bebas dari proses sakit, menjadi tua, mati, dan masalah-masalah fi sik serta batin.

Cara mencapai kebebasan adalah dengan Jalan Tengah, yaitu jalan mulia berunsur delapan (Hasta Ariya Magga). Jalan Tengah merupakan cara hidup yang menghindari pemuasan hawa nafsu untuk memperoleh kebahagiaan dan menghindari penyiksaan diri yang ekstrim untuk membebaskan rohani (menyucikan roh) membebaskan jiwa dari belenggu jasmani. Jalan Tengah menuntun diri untuk melaksanakan delapan langkah menuju pembebasan yaitu pengertian benar tentang kehidupan, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, daya upaya benar, perhatian (kesadaran) benar, dan Samadhi (pengembangan batin) benar. Jika diringkas, delapan langkah itu menjadi tiga hal: mempunyai moralitas sempurna, mempunyai kebijaksanaan, dan menjaga kesadaran murni (kewaspadaan).

Hari-hari raya dalam agama Buddha merupakan kesepakatan yang dianggap mempunyai relevansi dengan pencapaian keselamatan hidup. Waisak, Asadha, Kathina,dan Maghapuja merupakan momen yang

dianggap perlu dirayakan dan dimaknai dengan kesadaran. Hari raya bukan dimaknai sebagai ritual-ritual yang bersifat seremonial belaka tetapi mempunyai tujuan mengingat, merefl eksikan, dan melakukan

penyadaran diri terhadap tujuan kehidupan, yaitu kebahagiaan dan keselamatan. Refl eksi dan perenungan mendalam pada hari-hari raya

diharapkan menggugah kesadaran dan semangat merealisasikan keselamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Buddhaghosa. 1975. Path of Purifi caton, (Visuddhi Magga). Terjemahan oleh Ñānamoli. Colombo: Buddhist Publication Society. Davids, T.W Rhys, ed. 2002. Dialogs of The Buddha, vol. I (Dīgha Nikāya).

Oxford: The Pali Text Society.

Dhammananda, Sri. 1994. Treasure Of The Dhamma. Kuala Lumpur: Buddhist Missionary Society.

Gnanarama, Pategama. 2000. Essentials of Buddhism. Taipei: The Corporate Body of the Buddha Educational Foundation. Gyatso, Tenzin. 1994. A Flash Of Lightning In The Dark Of Night. Boston:

Shambala Publications.

Horner, I. B. 2000. The Middle Length Sayings Volume II (Majjhima Nikayā). Oxford: The Pali Text Society.

http://www.dhammacenter.org/nirvana/state_of_nirvana/self_as_ refuge. Diakses pada 27 Juni 2013.

http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/bab-ii- pandangan-agama-buddha-tentang-pikiran/. Diakses pada 27 Juni 2013.

Kalupahana, David. J. 1986. Filsafat Buddha. Terjemahan oleh Hudaya Kandahjaya. Jakarta: Erlangga.

Mukti, Wijaya Khrisnanda. 2003. Wacana Buddha Dhamma. Jakarta: Yayasan Dhamma Pembangunan.

Nārada. Tanpa tahun. Sang Buddha dan Ajarannya Vol. 2. Terjemahan oleh Visākā Gunadharma. 1998. Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arāma.

Piyadassi. 2003. Spektrum Ajaran Buddha. Terjemahan oleh Hetih Rusli dkk. Jakarta: Yayasan pendidikan Buddhis Tri Ratna.

Zimmer, Heinrich. 2003. Sejarah Filsafat India. Terjemahan oleh Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

MAKNA KESELAMATAN DALAM