B. Temuan dan Pembahasan
3. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain. Oleh karenanya ia perlu menciptakan suasana baik, satu dan lainnya saling berakhlak yang baik, diantaranya menolong korban gempa bumi dan tsunami, seperti yang diceritakan dalam alur cerita novel Hafalan Shalat Delisa.
Akhlak terhadap sesama manusia adalah sebuah akhlak yang menentukan nilai akhlak seseorang. Mungkin seseorang bisa baik dan sayang terhadap diri sendiri belum tentu ia akan sayang terhadap orang lain. Orang yang mempunyai akhlak terhadap sesama manusia dia akan bisa berkorban segenap jiwa raganya kepada siapapun meskipun orang tersebut baru dikenal atau bahkan belum pernah mengenal sama sekali, dengan demikian orang tersebut mempunyai jiwa kepahlawanan dan patriotisme yang tinggi. Adapun nilai akhlak terhadap sesama manusia yang tersirat dalam novel ini yaitu nilai toleransi, nilai kasih sayang kepada orang lain, dan nilai keadilan.
a. Nilai Toleransi
Delisa dan keluarganya mengajarkan tentang bagaimana bersahabat baik terhadap orang lain walaupun berbeda keyakinan contohnya ketika ia membeli kalung emas untuk hadiah hafalan shalatnya yaitu dengan orang China yang beragama Konghucu yang bernama Koh Acan, hingga Koh Acan memberikan harga separuh untuk kalung tersebut. Berikut ini potongan cerita yang menggambarkan penerapan nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap sesama manusia.
“HAIYA, kalau begitu kalungnya separuh harga saja Ummi Salamah!” Koh Acan tersenyum Riang.”
“Ah nggak usah. Biar saya bayar penuh Koh Acan!” Ummi menggeleng pelan. Tersenyum menolak.”
“Tidaklah…. Kalau untuk hadiah hafalan shalat ini, ummi
Salamah bayar separuh saja, haiya!”
“Delisa nyengir, menarik-nerik baju Ummi, menatap tak mengerti „Ummi napa sih, mau dikasih setengah harga kok gam
au, kan sayang.‟Tetapi Ummi tidak memperhatikannya.”
“Buat kamu, kan…. Ah iya nama kamu Delisa, kan? Anak
yang manis-“ Koh Acan mengusap-usap kerudung Delisa. Delisa tersenyum selucu mungkin. Memasang wajah terbaiknya. Semoga
begitu malah gratis.
“Jangan Kok. Saya jadi tidak enak hati…. Dulu waktu
Fatimah beli Koh Acan juga hanya mau dibayar separuh, waktu Zahra dan Aisyah beli juga…. Kali ini biarlah Delisa bayar
penuh….” Ummi mengeluarkan dompet dari tas. Mengambil
uang seharga kalung tersebut.
“Nggak…. Haiya, saya nggak mungkinlah pasang harga
mahal kalau buat hadiah hafalan shalat! Nggak mungkinlah….”
Koh Acan memperbaiki dupa di atas meja pajangnya, tersenyum
meyakinkan. Koh Acan 100 % Konghucu.”
“Kata Abi Usman dulu, shalat itu kan untuk am-mar makrup
na-khi mhung-khar –“ Koh Acan kesulitan mengeja ujung
kalimatnya.
“Saya senang sekali anak-anak kecil belajar shalat…. Itu
berarti Lhok Nga akan jadi lebih baik, kan…. Apalagi anak-anak Abi Usman dan Ummi Salamah sudah seperti anak saya sendiri
ini….” Koh Acan menggeleng tegas menatap.
Menggoyang-goyangkan tangannya dengan sopan, menolak.”
Setiap anak-anak Ummi Salamah yang sudah khatam bacaan shalatkan senantiasa diberikan hadiah kalung, begitu juga Delisa yang paling bungsu, sekarang ia pun akan mendapatkan hadiah kalung juga dari ummi Salamah. Ummi tidak membeda-bedakan anak yang besar ataupun yang paling kecil. Namun Yang Maha Kuasa berkehendak lain. Saat Delisa sedang ujian hafalan bacaan shalat musibah gempa dan tsunami menimpanya, ummi Salamah tidak sempat memakaikannya dileher Delisa sebagai tanda keberhasilannya.
Koh Acan bertoleransi dengan memberikan separuh harga untuk pembelian kalung emas untuk sebuah hadiah hafalan shalat kepada seluruh anak-anak Ummi Salamah. Walaupun Koh Acan seratus persen beragama Konghucu. Allah SWT menyuratkan kewajiban manusia untuk menerapkan nilai toleransi dalam ayat berikut ini.
بْع م بْع رف كْلا ُي ي ْل ع ْم ن بْع م ْمُ بع م ع ن بْع م ع ْم ن ل ني يل ْمكني ْمك
Katakanlah:"Hai orang-orang kafir!" aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Ilah yang aku sembah Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Ilah yang aku sembah Untukmulah agamamu, dan untukkulah
b. Nilai Kasih Sayang terhadap Orang Lain
Abi Usman berusaha memberi teladan untuk memberikan kasih sayang terhadap sesama manusia. Setiap Abi Usman pulang ia selalu membawa oleh-oleh untuk anak-anaknya, namun ia tidak lupa pula membelikan oleh-oleh untuk anak tetangganya yang bernama Tiur teman sebaya Delisa, yang ayahnya telah tiada dan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan.
Ketika Tiur merasa sedih saat di pengajian Taman Pendidikan Al
Qur’an (TPA), saat Ust. Rahman menceritakan sosok seorang
ayah, Delisa menghibur Tiur dengan mengatakan, “Tiur nggak usak sedih karena tidak punya ayah, Tiur boleh menganggap Abi
Usman ayah Delisa sebagai sebagai abi Tiur juga”. “Betul apa
yang dikatakan Delisa”, kata Ust. Rahman mencoba meyakinkan
Tiur.10
Delisa, saudaranya, beserta Tiur menerima hadiah yang sama, tidak ada yang dibedakan. Akan tetapi mereka tidak pernah merasa iri hati dan dengki terhadap Tiur walau mendapat hadiah yang sama antara anak kandung dengan orang lain. Inilah perwujudan nilai kasih sayang keluarga Delisa terhadap Tiur yang yatim. dalam firman Allah dijelaskan. نيك سمْلا م يْلا ْر ْلا ذ ن سْح نْي لاوْل ْيش ه اوكرّْ ا ها ا بْعا جْلا ها ْمكن مْي ْ كلم م ليبسلا نْا نجْل ح ّلا نجْلا جْلا ْر ْلا نم ُ حيا ا وخف ا ْخم ك
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri. “(QS. An-nisa:36)
10
c. Nilai Keadilan
Abi Usman tidak pernah lupa untuk selalu membawa oleh-oleh untuk keluarganya. Oleh-oleh tersebut tidak hanya dibagikan kepada anak-nak Abi Usman tetapi ia juga membawa oleh-oleh untuk teman Delisa yang bernama Tiur. Abi Usman kasihan melihat Tiur yang sudah yatim karena ayahnya telah meninggal di hutan dan jenazahnya tidak diketemukan. Ibunya pun juga sakit-sakitan, mereka juga tergolong orang yang tidak mampu. Sebagaimana dalam potongan cerita berikut ini.
“Delisa menoleh. Ah, tentu saja ia tahu, Abi Tiur sudah lama meninggal. Katanya mati di hutan. Delisa tidak tahu urusan pertikaian politik itu. Tidak tahu apa maksud GAM dan lain sebagainya. Yang ia tahu waktu Abi Tiur meninggal setahun silam is juga ikut sedih. Benar-benar sedih. Tiur jadi yatim (itu istilah dari Ustadz Rahman); teman yang baik, berbuat dua kali
lebih baik dengan temannya yang yatim…. itu juga kata-kata
Ustadz Rahman.
“Abi Delisa dua minggu lagi pulang kata Delisa. Abi selalu
membawa oleh-oleh untuk Delisa dan Kakak-kakak Delisa juga untuk Tiur tanpa dibeda-bedakan”. 11
Itulah nilai akhlak yang diajarkan Abi Usman kepada semua anak-anaknya untuk senantiasa berbagi dan berbuat adil dengan orang lain tanpa membeda-bedakan status orang lain. Allah SWT berfirman:
ها
رمْأي
ْ عْل
سْحإْا
ي
ْر ْلا
ْني
نع
ء ّْحڧْلا
ركنمْلا
يْغبْلا
ْمكظعي
ْمكلعل
ركذ
Artinya: “Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil dan berbuat baik, memberi kepadda kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamudapat mengambil
pelajaran”.(QS.An-nahl:90)
11