• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Darwis Tere-Liye

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Darwis Tere-Liye"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Irma Nur Fauziah NIM. 108011000021

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

ABSTRAK

Irma Nurfauziah, NIM: 108011000021. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang terkandung dalam Novel Hafalan Shalat Delisa karya Darwis Tere-Liye. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai–nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Hafalan Shalat Delisa. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode penelitian content analysis atau analisis isi. Penelitian sastra dengan menggunakan metode ini bertujuan untuk menelaah isi pesan dari suatu dokumen. Dokumen dalam penelitian ini adalah novel Hafalan Shalat Delisa karya Darwis Tere Liye. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model analisis mengalir yang terdiri dari tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Dari penelitian ditemukan beberapa nilai yang terkandung dalam novel Hafalan

Shalat Delisa karya Darwis Tere Liye meliputi: akhlak kepada Allah dan

Rasul-Nya, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama, dan akhlak terhadap lingkungan.

(6)

v

Alhamdulillahirabbilalamiin. Segala puji bagi Allah Swt. atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw., yang telah membawa kita semua ke peradaban modern dan serba terang benderang ini.

Penyusunan karya ilmiah yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak

yang Terkandung dalam Novel Hafalan Shalat Delisa karya Darwis Tere-Liye

tentunya tidak akan pernah terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA, Ph. D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Abdul Majid Khon, MA, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam. 3. Marhamah Saleh, Lc., MA, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam 4. Drs. Eri Rosatria, M.Ag., Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu

dalam memberikan bimbingan, nasehat yang membangun, srta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikaan penelitian skripsi.

5. Abdul Ghofur, MA., Dosen Pembimbing Akademik, yang selalu memberikan banyak kata – kata motivasi.

6. Bapak dan Ibu Dosen yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu namun tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat dan ta’zim penulis, yang telah membimbing penulis selama kuliah di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultaas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Kedua orang tua tercinta dan tersayang yakni : Ayahanda Ahmad Sukhaemi dan Mamah Enung Nurhasanah, sumber motivasi serta semangat dan telah banyak berjasa dalam kehidupan penulis.

(7)

vi

10.Sahabat–sahabat dan teman–teman kelas “A” PAI yang sudah banyak memberikan motivasi.

11.Teman–teman Pendidikan Agama Islam angkatan 2008 yang telah memberikan dukungan dalam melaksanakn skripsi ini.

12.Serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

penulis ucapkan terima kasih.

Semoga Allah Swt. membalas segala kebaikan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini dengan kebaikan dan keberkahan.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan yang dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kemajuan bersama. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan kemajuan pendidikan di Indonesia. Amiin.

Wassalaamualaikum wr.wb.

Jakarta, Mei 2014

(8)

vii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI……….. iii

ABSTRAK...……….. iv

KATA PENGANTAR……….. v

DAFTAR ISI...………...………... vii

BAB I. PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Pembatasan Masalah…….………….………... 8

C. Perumusan Masalah……….…………. 8

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian………. 8

BAB II. ACUAN TEORI………... 9

A. Nilai Pendidikan Akhlak……...………...………... 9

1.Nilai-nilai…………...………..………... 9

a. Pengertian Nilai………..…………..………... 9

b. Tujuan Nilai………...…………... 10

c. Manfaat Nilai……….………….... 10

2. Pendidikan Akhlak………...…….... 11

a. Pengertian Pendidikan akhlak…...……... 11

b. Dasar Pendidikan Akhlak………..……...….... 19

c. Tujuan Pendidikan Akhlak…..………... 22

d. Macam-macam Akhlak…..………...….... 24

3.Nilai Pendidikan Akhlak………...… 30

B. Konsep Novel ..………..….. 31

1. Pengertian Novel………...….. 31

2. Unsur-unsur Novel………..… 32

a. Unsur Intrinsik………..……… 32

1) Tema……… 32

2) Latar Cerita……….. 33

a) Latar Tempat………...………….. 33

b) Latar Waktu………... 34

(9)

viii

C. Hasil Penelitian yang Relevan……..……… 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….………….. 41

A. Model dan Langkah-langkah Penelitian……...……... 41

B. Satuan Analisis…...……….……….. 42

C. Prosedur Analisis………….……….….……... 42

D. Teknik Analisis………...……… 44

1. Reduksi Data………....………... 44

2. Penyajian Data………. 44

3. Penarikan Kesimpulan………. 45

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…….…… 46

A. Deskripsi Novel Hafalan Shalat Delisa….………….… 46

B. Temuan Hasil dan Pembahasan………. 49

1. Akhlak Terhadap Allah dan Rasul-Nya………….. 49

2. Akhlak Terhadap Diri Sendiri………. 56

3. Akhlak Terhadap Sesama Manusia………. 62

4. Akhlak Terhadap Lingkungan ...………. 67

BAB V. PENUTUP………... 68

A. Kesimpulan………...………...…………... 68

B. Implikasi……….………... 68

C. Saran……….. 70

(10)

1 A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan suatu negara pendidikan memegang peran yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Masyarakat Indonesia dengan laju pembangunannya masih menghadapi masalah pendidikan yang berat, terutama berkaitan dengan kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan.

Dalam kaitannya dengan kebudayaan dan perilaku anak pada masa sekarang masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang diakibatkan dari sistem pendidikan yang kurang sesuai dengan tatanan hidup bangsa Indonesia. Peristiwa tawuran pelajar, pelecehan seksual terhadap pelajar,

pergaulan bebas, mempekerjakan anak, geng-geng para pelajar perempuan dan juga sampai pembuatan video-video porno yang diperankan para pelajar dan di rekam oleh teman pelajar lainnya menjadi marak di Indonesia, bahkan mereka melakukannya di lingkungan sekolah dan mengenakan seragam sekolah pula.

Kondisi dan kenyataan tersebut telah menimbulkan berbagai pertanyaan bagi berbagai pihak, baik di kalangan masyarakat umum maupum di kalangan para ahli pendidikan dan para guru, “Apa yang salah dengan pendidikan nasional sehingga belum berhasil mengembangkan manusia Indonesia seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional?”

(11)

meningkatkan kesejahteraan umum, dan dapat diperolehnya pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pendidikan diselenggarakan atas dasar tujuan pendidikan yang ditetapkan. Oleh karena objek pendidikan adalah peserta didik, dan tugas pendidikan adalah memperngaruhi pembentukan pribadi peserta didik, maka berarti target sasaran yang akan dicapai dalam setiap kegiatan pendidikan adalah bentuk manusia yang diharapka terjadi pada diri peserta didik dalam rangka pembentukan pribadinya. Dengan demikian tujuan pendidikan itu

tidak lain merupakan target sasaran yang akan dicapai dalam setiap kegiatan pendidikan atau rumusan bentuk manusia yang akan dicapai oleh kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh seorang pendidik.1

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”2

Pendidikan merupakan bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik agar setelah menerima bimbingan dan asuhan para peserta didik mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama. Peserta didik juga menjadikan ajaran agama sebagai suatu pandangan hidup demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun akhirat.

Dilihat dari sudut pandang agama dan peradaban manapun, tekanan

terhadap pendidikan akhlak adalah titik paling penting dalam rangka menjaga

kestabilan hidup sesama manusia dan semua makhluk di bumi. Akhlak

merupakan bagian dan identitas sebuah umat. Sudah barang tentu

1

M. Alisuf Sabri. Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 39-40.

2

(12)

masing mempunyai parameter serta standar khusus dalam menerapkan sistem

akhlak dalam kehidupan.

Persoalan pendidikan akhlak dalam Islam mendapat perhatian yang

sungguh besar. Dalam ajaran Islam, kaidah untuk mengerjakan baik dan

buruk telah tertera dalam Al-Quran dan Hadis. Dalam hal ini Rasulullah

SAW, adalah teladan ideal. Rasulullah menjadi sumber segala rujukan akhlak

umat Islam. Hal tersebut telah ditetapkan oleh Allah SWT, sebagaimana

Firman-Nya :

ْ قَّ

اك

ْم ّ

ىف

ر

ْوس

هَّّا

وْسا

ة

ة سح

ْ ِّ

اك

ْري

اْوج

هَّّا

ْويّْاو

م

اّْا

رخ

و

رك

هَّّا

ارْيثك

Artinya: “ Sesungguhnya, telah ada pada (diri) Rasullah itu suri tauladan yang baik bagimu (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia

banyak menyebut Allah.” (Q.S al-Ahzab/33:21)3

Kehadiran Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw diyakini

dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan

batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya

manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam

arti yang seluas-luasnya.

Nabi Muhammad saw menyebarkan Agama Islam dengan suri

tauladan yang baik atau dengan akhlakul karimah. Sebagaimana dalam hadits

yang diriwayatkan oleh Ahmad, Hakim dan Baihaqi:

إَ

با

عْث

ت

ّ

أت

ِم

م

را

م

ّْاأ

ْخ

ّ

قا

“Bahwa sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.4

Ilmu akhlak sangatlah penting. Dengan bekal ilmu akhlak, orang dapat

mengetahui batas mana yang baik dan batas mana yang dilarang. Juga dapat

3

Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, (Semarang: PT Karya Toha Putra,1995), h. 670

4

(13)

menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat

memperoleh taufik, hidayah, dan inayah sehingga dapat bahagia di dunia dan

di akhirat. Kebahagiaan hidup oleh setiap orang selalu didambakan

kehadirannya di dalam lubuk hati. Hidup bahagia merupakan hidup sejahtera,

mendapat ridha Allah dan selalu disenangi oleh sesama makhluk.

Kesempurnaan akhlak manusia dapat dicapai melalui dua jalan.

Pertama, melalui karunia Tuhan yang mencipta manusia dengan fitrahnya

yang sempurna, akhlak yang baik, nafsu syahwat yang tunduk pada akal dan

agama. manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa belajar dan terdidik

tanpa melalui proses pendidikan. Manusia yang tergolong ke dalam kelompok

ini adalah para Nabi dan Rasul Allah. Kedua, akhlak melalui cara berjuang

secara bersungguh-sungguh (mujahadah) dan latihan (riyadhah) yaitu

membiasakan diri melakukan akhlak-akhlak mulia. Ini yang dapat dilakukan

oleh manusia biasa dengan belajar dan latihan.5

Pembentukan kepribadian muslim dalam pendidikan akhlak,

merupakan pembentukan kepribadian muslim sebagai individu, adalah bentuk

kepribadian yang diarahkan kepada peningkatan dan pengembangan faktor

dasar (bawaan) dan faktor ajar (lingkungan), dengan berpedoman kepada

nilai-nilai keislaman.6 Untuk mencapai konsep ideal tersebut dibutuhkan

sistem yang paripurna. Dalam hal ini, pendidikan mempunyai posisi yang

sangat penting dan strategis. Karena pendidikan merupakan upaya untuk

mengoptimalkan semua potensi manusia, yaitu dalam masalah moral

(akhlak), intelektual, juga jasmani. Dalam proses pendidikan, segala potensi

tersebut dibina dan diarahkan kedalam koridor positif, melalui

pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan.7

Oleh sebab itu akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil

perpaduan antara hati nurani, pikiran, dan perasaan, bawaan,dan kebiasaan

5

M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al Qur‟an, (Jakarta: PT Amzah, 2007), cet I, hal. 21

6

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, ( jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2002),cet.ll,hal 201-202

7

(14)

yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam

kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral

(moralsence), yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia

mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang

bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang

buruk. Untuk mencapai kesempurnaan akhlak, jalan yang dapat ditempuh oleh manusia yakni melalui berjuang bersungguh-sungguh dan latihan yaitu dengan membiasakan diri melakukan akhlak-akhlak baik atau mulia.8

Pembiasaan ini dapat diaktualisasikan melalui jalan pendidikan.

Jika pendidikan anak jauh daripada akidah islam, terlepas dari arahan

religius dan tidak berhubungan dengan Allah, maka tidak diragukan lagi

bahwa anak akan tumbuh dewasa di atas dasar kefasikan, penyimpangan,

kesesatan dan kekafiran. Bahkan ia akan mengikuti hawa nafsu dan bergerak

dengan motor nafsu negatif dan bisikan-bisikan setan, sesuai dengan tabiat,

fisik, keinginan, dan tuntutan yang rendah.9

Pada zaman sekarang ini banyak anak-anak yang senang sekali dengan

acara-acara ditelevisi yang menyajikan hiburan-hiburan yang menarik, seperti

film-film, kartun, dan acara-acara televisi lain yang dapat membentuk

karakter anak menjadi kurang sejalan dengan norma-norma sosial dan agama,

ditambah lagi maraknya permainan-permainan games: handphone, PXP,

Sega, I-Phad, Nintendo, Play Station (PS), bahkan sampai permainan Game

Online yang dapat membuang waktu mereka dengan melupakan tugas-tugas

mereka sebagai seorang pelajar. Bahkan mereka sering melalaikan tugasnya

sebagai makhluk Tuhan untuk beribadah dan menyembah Tuhan yang

menciptakannya.

Untuk memperoleh pengetahuan agama dapat dilakukan dengan

berbagai cara, seperti belajar di pengajian, mendengarkan ceramah, dan juga

belajar dari berbagai buku, diantaranya buku-buku pelajaran maupun

8

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III,

(Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007), h. 19.

9

(15)

kisah sejarah agama. Selain itu, buku karya sastra pun dapat menjadi media

penyampaian pesan moral baik secara eksplisit maupun implisit.10 Buku-buku

cerita atau novel sebagai salah satu bentuk karya sastra, yang mengisahkan

tentang sebuah kejadian yang baik, dapat menjadi contoh serta teladan hidup

dalam berakhlak dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Buku-buku novel sangatlah disukai pembaca dari berbagi kalangan

dan usia. Novel berisi kisah-kisah yang mampu menjadikan pembacanya

berimajinasi dan masuk ke dalam ceritanya, bahkan isi novel dapat

mempengaruhi pembacanya.11 Jika novel berisi cerita mengenai teladan yang

baik, maka novel dapat memberikan pelajaran penting bagi pembaca dalam

berkehidupan khususnya perilaku akhlak yang sesuai dengan norma-norma

sosial dan agama yang berlaku dimasyarakat.

Karya sastra dapat menjadi salah satu media pembentuk watak moral

anak didik karena didalamnya mengajarkan nilai-nilai dalam kehidupan.12

Untuk menarik perhatian anak-anak agar gemar membaca, buku-buku novel

berperan aktif untuk dapat menyajikan sesuatu yang menarik, yang dapat

mempengaruhi kepribadian dan akhlak anak. Dengan demikian, tampaklah

buku-buku novel dapat dijadikan media untuk penanaman nilai-nilai

pendidikan akhlak pada anak.

Akan tetapi, minat dan kebiasaan anak indonesia dalam membaca

karya sastra masih dalam kondisi yang memprihatinkan.13 Hal ini dapat

dikarenakan kajian mengenai pendidikan akhlak pada karya sastra khususnya

novel masih kurang banyak dilakukan. Padahal karya sastra dapat menjadi

media internalisasi nilai pendidikan akhlak yang baik dalam proses

pembelajaran.

Dengan melihat fenomena tersebut penulis memilih novel yang

berjudul Hafalan Shalat Delisa. Novel Hafalan Shalat Delisa sangat luar

10

Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 129.

11

Ibid, h. 159.

12

Ibid, h. 129.

13

(16)

biasa, karena novel tersebut menyajikan keharmonisan keluarga, kasih sayang

seorang anak kepada orang tua, kasih sayang kepada saudara sekandung,

kasih sayang kepada teman sebaya, kepada yang lebih muda, atau juga

kepada orang lain, tanggung jawab orang tua mendidik dan menafkahi anak

dengan harta yang halal, hidup gotong royong serta saling bantu membantu

terhadap sesama, seorang anak yang rajin belajar, mengaji, membantu orang

tua, kakak, dan adiknya serta yang sangat penting adalah kerja keras seorang

anak untuk dapat hafal bacaan shalat meskipun terjadi bencana besar yang

menimpanya.

Penulis sengaja memilih novel ini karena dalam isi novel ini banyak

mengandung muatan pendidikan akhlak. Yang menceritakan tentang akhlak

seorang anak dalam menjalankan kehidupan kepada Tuhannya, keluarganya,

dan masyarakatnya agar menjadi contoh bagi si pembaca dalam

berkepribadian yang baik. Karena kepribadian seorang anak sangatlah

menentukan masa depan bangsa menjadi bangsa yang besar dan berwibawa.

Untuk menjadi kepribadian yang baik, seorang anak harus memiliki beberapa

sifat, diantaranya: jujur, adil, sabar, amanah, pemberani, dan lain sebagainya.

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah

masalah lemahnya proses pembelajaran. Buktinya dalam proses

pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan

berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan

anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan

menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi

yang diingatnya itu untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk

menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ketika anak

didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka

miskin aplikasi. Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata

pelajaran sains tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berfikir

kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan

secara baik dengan setiap proses pembelajaran didalam kelas. Mata pelajaran

(17)

agama, karena proses pembelajaran hanya diarahkan agar anak bisa

menguasai dan menghafal materi pembelajaran.

Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana kandungan pesan moral

(akhlak) dalam novel tersebut, penulis akan membahas hal tersebut dalam

skripsi, dengan judul : Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung

dalam Novel hafalan Shalat Delisa Karya Darwia Tere-Liye”.

B. Pembatasan Masalah

Kajian sebuah novel memiliki cakupan yang sangat luas. Sebuah novel bisa dikaji dalam tataran nilai estetika, konsep etika dan juga bisa ditelaah dalam bidang gramatika bahasa. Bahkan kajian sebuah novel sering diteliti tentang ideologi si penulis novel dan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi si penulis novel dalam proses penulisan novel yang ia tulis. Adapun dalam skripsi ini, penulis membatasi kajian mengenai konsep etika (pendidikan akhlak) yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa.

C. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah: “Apa sajakah nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Darwis Tere Liye?”.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung

dalam novel Hafalan Shalat Delisa.

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Darwis Tere Liye.

(18)

9 A. Nilai Pendidikan Akhlak

1. Nilai-nilai

a. Pengertian Nilai

Kata Nilai berasal dari bahasa Inggris “value” termasuk dalam

bidang kajian filsafat. Dalam kamus Bahasa Indonesia nilai diartikan

harga atau sifat-sifat (hal-hal) yang penting bagi manusia.1 Secara

umum kata nilai diartikan sebagai harga, kadar, mutu, atau kualitas.

Untuk mempunyai nilai maka sesuatu harus memiliki sifat-sifat yang

penting dan bermutu atau berguna dalam kehidupan manusia.

Menurut Sumantri, nilai merupakan hal yang terkandung dalam

hati nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak

yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan

hati.2 Dapat dipahami bahwa nilai lahir dari pandangan keindahan dan

standar yang berasal dari hati nurani yang diinternalisasikan dalam

dasar dan prinsip akhlak seseorang.

Nilai (value) adalah suatu pola ukuran atau merupakan suatu

tipe atau model. Umumnya nilai bertalian pengakuan atau kebenaran

dan bersifat umum, tentang baik atau buruk.3 Oleh karena itu, nilai

merupakan suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara

psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Nilai merupakan suatu

pola normatif yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi

suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa

membedakan fungsi-fungsi bagiannya. Nilai lebih mengutamakan

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet ke-3, hal 783

2

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III,

(Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007), h. 43.

3

(19)

berfungsinya pemeliharaan pola dari sistem sosial. Dengan nilai-nilai

kita dapat mengarahkan perilaku manusia pada situasi dan kondisi

perkembangan kebudayaan manusia.

b. Tujuan Nilai

Nilai merupakan sesuatu yang dianggap berharga, yang

dipergunakan sebagai landasan, pedoman atau pegangan seseorang

dalam menjalankan sesuatu sebagai pengukuran terhadap apa yang

telah kita kerjakan atau usahakan. Sesuatu bernilai berarti sesuatu itu

berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai bertujuan untuk

membentuk manusia berkarakter yang sesuai dengan wahyu, aturan,

dan kebiasaan.

c. Manfaat Nilai

Manfaat nilai yaitu mengukur prilaku manusia terhadap sikap

pribadi dan sikap orang lain agar tatanan hidup dimasyarakat

menjadi harmonis dan seimbang sesuai ketentuan yang ada. Sebuah

hasil karya memiliki nilai yang luar biasa dalam penceritaannya.

Sebuah karya sastra akan memiliki nilai yang luar biasa jika sang

pengarang dalam proses pembuatan karyanya mampu melibatkan

semua aspek didalamnya. Sebuah karya sastra yang bernilai tinggi

akan terasa jika membaca isinya yang mampu melibatkan batin

pembaca dengan nuansa yang imajinatif pengarang berikan. Maka,

dari sini diperoleh kesimpulan sebuah karya yang berkualitas, yang

memiliki nilai tinggi dapat dilihat dari kemampuan pengarang dalam

menghasilkan sebuah karya. Dan dari sini, dapat disimpulkan apakah

karya tersebut yang memiliki nilai tinggi atau memiliki nilai yang

(20)

2. Pendidikan Akhlak

a. Pengertian Pendidikan Akhlak 1) Pengertian Pendidikan

Secara kebahasaan (etimologi), kata pendidikan berasal dari

istilah dalam bahasa Yunani kata yaitu paedagogie. Kata terdiri dari

dua kata, kata “paid” bermakna anak, dan “ogogos” yang berarti membina atau membimbing. Apa yang dipraktikkan dalam

pendidikan selama ini adalah konsep pedagogi, yang secara harfiah

adalah seni membimbing anak.4 Maka dapat diartikan bahwa

kegiatan inti dari pendidikan adalah kegiatan bimbingan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan

sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara.”5

Ditinjau dari segi proses terjadinya pendidikan ada dua segi

yang harus dikembangkan yaitu melalui proses individual dan proses

sosial. Dari seri proses individual, pendidikan diartikan sebagai

usaha pengembangan semua kemampuan dasar yang sudah dimiliki

anak sejak lahir. Sedangkan dari segi proses sosial pendidikan

merupakan usaha melestarikan dan meneruskan nilai-nilai

kebudayaan kepada generasi berikutnya dalam rangka aktifitas

sosial.6

4

M. Sukarjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 7-8.

5

Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, ibid, Cet . l, h. 2-3

6

(21)

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntunan

didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,

pendidikan yaitu menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada

anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota

masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang

setinggi-tingginya.7

Menurut Ahmad D. Marimba yang dikutip oleh Hasbullah

pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si

pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik

menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 8

Berdasarkan sebuah kamus pendidikan, pendidikan dapat

diartikan sebagai serangkaian proses dengannya seseorang/ anak

mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku

lainnya yang bernilai di masyarakat. Pendidikan juga merupakan

proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh lingkungan yang

sengaja dipilih dan dikendalikan sehingga mereka memperoleh

kemampuan-kemampuan sosial dan perkembangan individual secara

optimal.9

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

pendidikan adalah usaha seseorang secara sadar dan

sungguh-sungguh dalam memberikan nilai-nilai dan etika terutama dalam

mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik

untuk keberlangsungan hidup dan berkehidupan dalam

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

a) Tenaga Kependidikan

Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang

mengabdikan diri melalui proses pembelajaran yang tersedia

pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

7

Ibid. h. 14

8 Ibid. 9

(22)

Tugas seorang tenaga kependidikan sangatlah penting yaitu

untuk membantu tugas pendidik menjalankan tugas pendidikan

dalam peserta didik dalam pengurusan birokrasi sehingga

menjadi tenaga struktural yang mendata dan mengakomodir

seluruh proses pembelajaran disetiap instansi pendidikan.

b) Pendidik

Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi

sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,

tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan

kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan

pendidikan.

Seorang pendidik sangatlah menentukan keberhasilan dari

setiap peserta didik yang diajarkan, dengan pendidik yang

berpengalaman dan profesional tujuan pendidikan akan mudah

dicapai karena pendidikan tersebut dapat memanajemen kelas

dengan baik. Melalui tindakan kelas, evaluasi hasil belajar yang

efektif dan proses belajar yang menyenangkan, sehingga peserta

didik mudah sekali diarahkan.

Perlunya pengetahuan pendidik mengenai falsafah lembaga

pendidikan di mana dia bertugas, adalah suatu tuntunan pokok.

Keberadaan falsafah seorang pendidik senantiasa dituntut selalu

relevan dengan falsafah yang berlaku pada suatu sekolah agar

pendidik diharapkan mampu membimbing anak didik ke arah

tujuan pendidikan yang berlaku, sebagaimana dirumuskan dalam

kurikulum suatu lembaga pendidikan itu.10

Dalam operasional kurikulum, peran pendidik memang

menduduki posisi penting. Ia selalu terlibat dan karenanya peran

falsafahnya dalam perencanaan, pengorganisasian dan

penyampaian pelajaran merupakan suatu hal yang menentukan

10

(23)

tercapainya tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikum

sekolah bersangkutan. Tidaklah berarti sama sekali suatu

kurikulum yang baik namun pendidik memiliki falsafah yang

berbeda dalam memahaminya, menafsirkan dan melaksanakan

suatu kurikulum. Jadi, dalam konteks operasional kurikulum

merupakan pemegang peran utama.

Kemudian para pengembang kurikulum (developers) perlu

menyadari kemungkinan adanya falsafah yang berbeda yang

dimiliki para pengajar sebagaimana telah diungkapkan dimuka

bahwa fanatisme terhadap suatu aliran filsafat akan bisa

menghambat dalam proses belajar mengajar atau pencapaian

tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dalam kurikulumnya.

Kalau demikian, seorang pendidik diharapkan betul-betul

memahami keberadaan suatu kurikulum dengan hal-hal yang

berkaitan lainnya, dan mementingkan filsafat sendiri secara

menonjol tidak hanya akan merugikan anak didik tetapi juga

melenceng dalam proses pengajaran dengan tujuan pendidikan

yang berlaku atau tujuan kurikulum dari suatu lembaga tersebut.

Keberadaan falsafah dari pada seorang pendidik memang

sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar

mengajar, oleh karenanya, seorang pendidik harus professional.

Pendidik yang profesional secara implisit ia telah menempatkan

dirinya untuk menerima dan memikul sebagian tanggung jawab

pendidikan yang terpikul dipundak orang tua, dan orang tua pun

sangat mengharapkan anaknya untuk memiliki pendidikan yang

(24)

Implikasinya bahwa keberhasilan anak didik untuk

menerima ilmu pengetahuan dan perubahan tingkah laku yang

diharapkan orang tua, masyarakat dan bangsa sangat ditentukan

pula oleh falsafah pendidikan terhadap profesinya.

c) Peserta didik

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang

tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan

modern cenderungmenyebut demikian, oleh karena peserta didik

(tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom,

yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki

ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik

diri) secara terus-menerus guna memecahkan masalah-masalah

hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya.

2) Pengertian Akhlak

Dalam kehidupan sekarang, sering didapati tiga kata yang

saling berkaitan dalam masalah prilaku. Kata tersebut adalah akhlak,

moral, dan etika. Memang dalam skripsi ini tidak dibahas secara

mendalam tentang perbedaan ketiga kata tersebut. Yang penulis

maksud akhlak dalam skripsi ini adalah pengertian akhlak secara

umum, yang selaras dengan syariat islam. Tapi ada baiknya sedikit

dikaji tentang perbedaan antara akhlak, etika, moral dan budi pekerti.

Akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu

khaluqa (قلر) artinya taat/patut, yakhluqu (قلْخي) artinya baik

perangainya, kata jamaknya yaitu khuluqun (ٌقلر) menjadi kata

akhlak (قلْرٲ) yang berarti tabi‟at, budi pekerti atau tingkah laku.11 Menurut istilah akhlak berarti sifat-sifat dan nilai-nilai yang tertanam

11

(25)

dalam jiwa seorang manusia yang dapat melahirkan suatu tindakan

dan perbuatan yang baik atau buruk, untuk kemudian memilih

melakukan perbuatan atau meninggalkannya.

Akhlak dalam perspektif Islam adalah perilaku yang sudah

menjadi kebiasaan yang muncul secara spontan atau tidak

dibuat-buat yang didasarkan pada Al Qur‟an dan Sunnah Rasul Muhammad

SAW.12

Dari keterangan diatas jelaslah bagi kita bahwa akhlak itu

haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak

memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.

Akhlak dibagi menjadi dua macam yaitu: akhlakul karimah dan

akhlakul mazmumah. Akhlakul karimah adalah akhlak yang terpuji,

misalnya bertakwa kepada Allah SWT, berbuat baik terhadap diri

sendiri dan berbuat baik terhadap sesama. Sedangkan akhlakul

mazmumah adalah akhlak yang tercela, misalnya musyrik

(menyekutukan Allah), zalim terhadap diri sendiri

(mabuk-mabukkan, narkoba, bunuh diri, dan lain sebagainya), zalim terhadap

sesama (memperkosa, mencuri, merampok, dan lain sebagainya).

a) Moral

Perkataan moral berasal dari bahasa Latin, yaitu kata more.

Yaitu kata mores. Yakni bentuk jamak dari kata mos, yang

berarti adat kebiasaan. Menurut Zakiah Daradjat moral adalah

suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja baik

dalam masyarakat yang telah maju maupun dalam masyarakat

yang masih terbelakang.13

b) Etika

Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ethos

yang berarti watak kesusilaan atau adat. Yang dimaksud adalah

12

M. Saefuddaulah & Ahmad Basyuni, Akhlak –Ijtima‟iyah, (Jakarta: PT Pamator, 1998) Cet. I hal. 2

13

(26)

kebiasaan baik atau kebiasan buruk. Dalam kepustakaan

umumnya, kata etika diartikan sebagai ilmu. Makna etika dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, misalnya adalah ilmu tentang

apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban

moral atau akhlak. Dalam Ensiklopedia pendidikan diterangkan

bahwa etika adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan baik dan

buruk. 14

c) Budi Pekerti

Budi pekerti merupakan perilaku kita dalam kehidupan

sehari-hari, baik dalam bergaul, berkomunikasi, maupun

berinteraksi sesama kita sebagai manusia atau dengan

penciptanya. Dalam pergaulan kita sehari-hari komunikasi dan

interaksi mengandung etika dan tata cara yang mudah menjadi

anutan bersama, yaitu norma dan aturan yang berlaku, baik

dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Budi pekerti yang dimiliki kita terdiri dari perangai, tabiat,

dan prilaku yang lahir dengan sengaja tidak dibuat-buat dan telah

menjadi kebiasaan. Dalam berbudi pekerti sehari-hari kita harus

mengetahui budi pekerti yang baik dan budi pekerti yang jelek,

sehingga kita mengetahui tata cara bergaul dan hidup

dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Untuk lebih jelas, peneliti akan memaparkan lebih rinci yang

menunjukan perbedaan antara akhlak, moral, etika dan budi pekerti.

Akhlak bersumber dari ajaran Islam yang termaktub dalam Al

Qur‟an, Al Hadits, Ijma‟, Qiyas dan fatwa para ulama, yang isinya

mencakup segala perbuatan yang dinilai baik atau buruk berdasarkan

firman Allah SWT dan sunnah Rasul-Nya, besifat mutlak dan dalam

lingkup universal (menyeluruh). Moral bersumber dari adat dan

14

(27)

kebudayaan yang mengandung pedoman dan kesepakatan yang

berlaku dalam masyarakat tentang tata aturan berperilaku yang

bersifat relatif-praktis dalam ruang lingkup budaya setempat. Etika

bersumber dari akal pikiran manusia yang mengandung seperangkat

kebiasaan dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai pertimbangan

akal yang bersifat relatif-teoritis dalam ruang lingkup umum.

Sedangkan budi pekerti bersumber dari adat dan kebudayaan lokal

yang mengandung pedoman dan kesepakatan yang berlaku dalam

masyarakat tertentu tentang tata aturan berperilaku yang bersifat

relatif-praktis-terbatas dalam ruang lingkup budaya setempat.

Pendidikan akhlak adalah suatu proses mendidik, memelihara,

membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan

kecerdasan berpikir baik yang bersifat formal maupun informal yang

didasarkan pada ajaran-ajaran islam.15 Pendidikan akhlak merupakan

bimbingan yang diberikan oleh pendidik terhadap peserta didik, yang

berkaitan dengan masalah keimanan dan budi pekerti, sehingga

jasmani dan rohani peserta didik dapat berkembang menjadi pribadi

utama sesuai dengan ajaran islam. Al-Ghazali menyebutkan bahwa

sumber akhlak yang patut diajarkan ialah akhlak yang bersumber dari

kitab suci Al-Qur‟an, sunnah Nabi Saw., dan akal pikiran.16 Unsur pokok akhlak terdapat pada firman Allah dalam al-Qur‟an surat al -Hujarat ayat 15, sebagai berikut:

ا َ

مْ ْلا

ي َلا

ا ماء

هاب

هل س

َّث

ّْل

باتْ ي

ا

ا دهاج

ّْ لا ْمأب

ّْ سف أ

يف

ليبس

ها

كئاْ أ

ّه

قداَّلا

15

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III,

(Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007), h. 39.

16

(28)

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah oarng-orang yang benar.” (Q.S Al-Hujarat:15).

Yang terkandung dalam ayat tersebut, bahwa unsur-unsur

pokok akhlak adalah Iman kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa

keraguan adalah keyakinan yang kuat buah akal dan petunjuk hikmah.

Kemudian berjuang dengan harta benda adalah pemurah dan dipimpin

oleh kekuatan syahwat. Sedangkan berjuang dengan jiwa adalah

keberanian yang menggunakan syarat akal dan batas keadilan.

Sehingga ditarik kesimpulan bahwa pendidikan akhlak adalah

suatu proses berupa bimbingan dan pengajaran yang dilakukan secara

terencana dan terprogram yang dilakukan oleh pendidikan untuk

mengembangkan potensi mulia dari unsur-unsur akhlak, agar peserta

didik memiliki budi pekerti yang mulia, selaras dengan ajaran Islam.

b. Dasar Pendidikan Akhlak

Dasar adalah landasan tempat berpijak dan tegaknya sesuatu.

Dasar suatu bangunan yaitu fundamen yang menjadi landasan berdiri

bangunan tersebut, dapat berdiri kokoh dan tegak. Demikian pula

dengan dasar pendidikan akhlak, yaitu fundamen yang menjadi

landasan agar pendidikan akhlak dapat berlangsung dengan baik dan

tepat. Dengan adanya dasar pendidikan akhlak, maka bersumber

kepada dasar itulah segala kegiatan dalam proses pensisikan akan

mulai dan menuju, sehingga pendidikan akhlak akan mantap dan

kokoh, tidak mudah terombang-ambing segala perubahan lain.

Setiap perilaku manusia didasarkan atas kehendak apa yang telah

dilakukan oleh manusia timbul dari kejiwaan. Walaupun berikut panca

indera kesulitan melihat pada dasar kejiwaan namun dapat dilihat dari

(29)

Apabila ditinjau dari segi akhlak kejiwaan maka perilaku dilakukan

atas dasar pokok-pokok sebagai berikut:

a. Insting

Insting adalah sifat jiwa yang pertama yang membentuk

akhlak, akan tetapi suatu sifat yang primitif, yang tidak dapat

dilengahkan dan dibiarkan begitu saja, bahkan wajib dididik dan

diasuh. Macam-macam insting antara lain:

1) Insting menjaga diri sendiri

Insting menjaga diri sendiri adalah sebuah insting yang

ada di dalam diri manusia, cepat atau lambat insting penting

sekali bagi kepribadian masa depan untuk memulai karirnya.

2) Insting menjaga lawan jenis

Insting menjaga lawan jenis adalah sebuah

kecenderungan untuk melindungi orang lain yang sangan

dicintai. Insting yang paling kuat dan insting yang banyak

kelihatan dalam kehidupan. Dengan gambaran yang lebih nyata

ialah jatuh cinta antara laki-laki dan perempuan. Insting ini

adalah sumber dari perilaku manusia.

b. Pola Dasar Bawaan

Manusia memiliki sifat ingin tahu, karena dia datang ke dunia ini

dengan serba tidak tahu (La ta‟lamuna syaian). Apabila seorang

mengetahuai suatu hal dan ingin mengetahui sesuatu yang belum

diketahui, bila diajarkan padanya maka ia merasa sangat senang

hatinya. Tingkat kesenangan itu dapat dibagi dua, yaitu : Ladzadzat

(kepuasan) dan Sa‟adah (kebahagiaan). Bertambah banyak yang

diketahui, bertambah naiklah tingkat kepuasan dan bertambah rasa

kebahagiaan. Ini hanya dapat dirasakan secara utuh dan sempurna

(30)

Puncak tertinggi dari kepuasan dan kebahagiaan ini ialah

ma‟rifatullah.17 c. Lingkungan

Lingkungan ialah sesuatu yang berada disekitar tubuh yang

hidup. Lingkungan tumbuh-tumbuhan oleh adanya tanah dan

udaranya, lingkungan manusia ialah apa yang melingkungi dari

negeri, lautan, sungai, udara, dan bangsa.

Lingkungan ada dua macam:

1) Lingkungan alam

Lingkungan yang bersumber dari pencipta, yaitu Tuhan

Yang Maha Esa. Misalnya: lautan, pegunungan, pantai, hutan,

dan lain sebainya.

2) Lingkungan pergaulan

Lingkungan yang berada diruang lingkup diri kita

dimanapun kita berada yang berkaitan dengan kehidupan

sesama manusia untuk saling berinteraksi dengan baik.

d. Kebiasaan

Kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang terus sehingga

mudah dikerjakan bagi seseorang, seperti: kebiasaan berjalan,

berpakaian, berbicara, berpidato, mengajar, dan lain sebagainya.

Orang yang baik atau buruk karena ada dua faktor dari

kebiasaan yaitu:

1) Kesukaan terhadap suatu pekerjaan

2) Menerima kesukaan itu, yang akhirnya menampilkan perbuatan

dan diulang-ulang terus.

e. Kehendak

Kehendak adalah sebuah keinginan yang terlahir dari dalam

hati manusia untuk melakukan sesuatu.

17

(31)

Perbuatan dari kehendak mengandung:

1) Perasaan

2) Keinginan

3) Pertimbangan

4) Azam yang disebut dengan kehendak

c. Tujuan Pendidikan Akhlak

Tujuan adalah sarana yang hendak dicapai setelah kegiatan

selesai dilakukan. Pendidikan merupakan kegiatan yang berproses

secara sistematis dan berencana sudah tentu mempunyai tujuan.

Tujuan pendidikan diperlukan untuk membentuk kepribadian

seseorang. Tujuan berfungsi untuk dijadikan sebagai titik pusat

perhatian dan pedoman dalam melaksanakan kegiatan serta pedoman

untuk mencegah atau menghindari penyimpangan kegiatan.

Begitu pula pendidikan akhlak, mempunyai tujuan tersendiri.

Menurut al-Ghazali, pokok dari tujuan pendidikan akhlak adalah untuk

membentuk keseimbangan empat potensi dasar dalam diri manusia.

Keempat unsur tersebut adalah kejernihan ilmu, daya amarah,

dorongan syahwat dan kecenderungan diri pada keadilan. Maka

pendidikan akhlak adalah bimbingan kepada murid untuk mengenal

dan menyeimbangkan keempat unsur utama dalam diri manusia.18

Sedangkan tujuan pendidikan akhlak dalam Islam ialah untuk

membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan

dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai,

bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan

suci.19

a. Tujuan Umum

Tujuan umum pendidikan akhlak adalah menyiapkan

manusia (peserta didik) agar memiliki sikap dan perilaku yang

18

Mohammad Ardani, Op. cit., h. 55.

19

(32)

terpuji baik yang ditinjau dari segi norma-norma agama maupun

norma-norma sopan santun, adat istiadat dan tata krama yang

berlaku di masyarakatnya.20 Tujuan umum pendidikan akhlak

adalah membimbing anak agar menjadi muslim sejati, beriman

teguh serta mampu mengabdikan diri kepada Allah SWT. Hal ini

sesuai dengan firman Allah:

Artinya:”Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, melainkan

supaya mereka menyembah kepada-ku”.(Q.S.al-Zariyat:56).

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus pendidikan akhlak adalah tujuan pada setiap

jenjang pendidikan akhlak pada setiap jenjang atau tingkat yang

dilalui. Misalnya tujuan khusus pendidikan akhlak di Madrasah

Aliyah berbeda dengan tujuan pendidikan akhlak di Madrasah

Tsanawiyah.

Sebagai contoh, berikut adalah tujuan pendidikan akhlak

pada Madrasah Tsanawiyah.

”menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang akidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannnya kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.”21

20

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Op. cit., h.20

21

(33)

d. Macam-macam Akhlak

1) Akhlakul Mahmudah (Akhlak yang baik)

Akhlakul Mahmudah adalah perilaku akhlak yang baik,

yang sesuai dengan ajaran Islam yaitu Al Qur‟an dan Al Hadits.

Perilaku ini adalah perintah dari Allah swt sebagai pencipta.

Dengan perilaku atau akhlak mahmudah seseorang dapat diangkat

derajatnya oleh Allah. Baik dihadapan Allah maupun dihadapan

manusia. Melakukan akhlak mahmudah kita mendapat pahala dan

juga dicintai sesama manusia.

Yang termasuk akhlak mahmudah adalah:

a)

ة امأ

ا

(Sifat Jujur dan Dapat Dipercaya)

Sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik harta,

ilmu, rahasia, atau lainnya yang wajib dipelihara dan

disampaikan kepada yang berhak menerimanya. Sebagai

realisasi akhlakul karimah adalah hartawan yang hendaknya

memberikan hak orang lain yang dipercayakan kepadanya,

penuh tanggung jawab ilmuwan hendaknya memberikan

ilmunya kepada orang yang memerlukan orang yang diberi

rahasia hendaknya menyimpan, memelihara rahasia itu sesuai

dengan kehendak yang mempercayakan kepadanya; pemerintah

hendaknya berlaku amanah, jujur dengan segala anugerah

Allah kepada dirinya, menjaga anggota lahir dan anggota batin

dari segala maksiat dan wajib mengerjakan perintah-perintah

Allah.

b)

ةفْيلأ

ا

(Sifat yang Disenangi)

Hidup dalam masyarakat yang heterogen memang tidak

mudah menerapkan sifat al alifah, sebab anggota masyarakat

terdiri dari bermacam-macam sifat, watak, kebiasaan, dan

(34)

tentulah dapat menyelami segala anasir yang hidup ditengah

masyarakat, menaruh perhatian kepada segenap situasi dan

senantiasa mengikuti setiap fakta dan keadaan yang penuh

dengan aneka perubahan. Pandai mendudukkan sesuatu pada

proforsi yang sebenarnya, bijaksana dalam sikap, perkataan dan

perbuatan, niscaya pribadi akan disenangi oleh anggota

masyarakat dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari.

c)

و

ْڧ

ع

اْل

(Sifat Pemaaf)

Manusia tiada sunyi dari khilaf dan salah. Maka apabila

orang berbuat sesuatu terhadap diri seseorang yang karena

khilaf atau salah, maka patutlah dipakai sifat lemah lembut

sebagai rahmat Allah terhadapnya, maafkanlah kekhilafan atau

kesalahannya, janganlah mendendam serta memohonkan

ampun kepada Allah untuknya, semoga ia surut dari

langkahnya, lalu berlaku baik di masa depan sampai akhir

hayatnya.

d)

ْي

عن

اْل

(Sifat Manis Muka)

Menghadapi sikap orang yang menjemukan, mendengar

berita fitnah yang memburukkan nama baik, harus disambut

semuanya itu dengan manis muka dan senyum. Betapa banyak

orang-orang pandai lagi bijaksana memakai sikap ini dan

banyak terjadi di dunia diplomasi orang memperoleh sukses

dan mencapai kemenangan, hanya dengan keep smiling

diplomatnya dimeja perundingan. Dengan muka yang manis,

dengan senyum menghias bibir, orang lain dapat mengakui dan

menghormati segala keinginan baik seseorang.

e)

ر

ْۑ

خ

اْل

(Kebaikan atau Berbuat Baik)

Betapa banyaknya dalam ayat Al Quran yang

menyebutkan apa yang dinamakan baik, cukuplah itu sebagai

(35)

saw. Sudah tentu tidak patut hanya pandai menyuruh orang lain

berbuat baik, sedangkan diri sendiri enggan mengerjakannya.

Dari itu mulailah dengan diri sendiri (ibda binafsi) untuk

berbuat baik. Tidak perlu disuruh berbuat baik terhadap sesama

manusia, tetapi juga terhadap hewan, hendaknya juga berbuat

baik, sebab setiap kebaikan walaupun kecil sekali, namun Allah

akan membalasnya juga kelak di akhirat, demikian janji-Nya.

Bisikan setan yang selalu ingin menjerumuskan ke lembah

kejahatan, janganlah didengarkan, berindunglah kepada Allah

Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

f)

ع

ْو

ّ

خ

اْل

(Tekun Bekerja Sambil Menundukkan Diri (Berzikir

Kepada-Nya))

Khusyu dalam perkataan, maksudnya ibadah yang

berpola perkataan, dibaca khusus kepada Allah Rabbul „Alamin dengan tekun sambil bekerja dan menundukkan diri takut

kepada Allah. Ibadah dengan merendahkan diri, menundukkan

hati, tekun dan tetap, senantiasa bertasbih, bertakbir, bertahmid,

bertahlil memuja asma Allah, menundukkan hati kepada-Nya,

khusyu dikala shalat,memelihara penglihatan, menjaga

kehormatan, jangan berjalan di muka bumi Allah ini dengan

sombong, berbicara dengan tenang dan sederhana, tunduk

hanya kepada-Nya, itulah sebenarnya akhlakul karimah.

2) Akhlakul Mazmumah (Akhlak yang buruk)

Akhlakul Mazmumah adalah perilaku akhlak yang buruk,

yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Perilaku yang dilarang oleh

Allah swt. Bila orang melakukannya ia akan mendapatkan ganjaran

dosa bahkan azab dari Allah swt. Selain itu juga ia akan

direndhkan derajatnya dihadapan Allah juga dihadapan sesama

manusia.

(36)

a)

ۃ

ني

م

اْلأ

(Sifat Egoistis)

Manusia hidup tidaklah menyendiri, tetapi berada di

tengah-tengah masyarakat yang heterogen. Ia harus yakin jika

hasil perbuatan baik, masyarakat turut mengecap hasilnya,

tetapi jika akibat perbuatannya buruk masyarakat pun turut pula

menderita. Sebaliknya orang tiada patut hanya bekerja untuk

dirinya, tanpa memerhatikan tuntutan masyarakat, sebab

kebutuhan-kebutuhan manusia tiada dapat dihasilkan sendiri. Ia

sangat memerlukan bantuan orang lain dan pertolongan dari

anggota masyarakat. Sifat egoistis tidak diperdulikan orang

lain, sahabatnya tidak banyak dan ini berarti mempersempit

langkahnya sendiri di dunia yang luas ini.

b)

ي

بْغ

اْل

(Suka Obral Diri pada Lawan Jenis yang Tidak Hak

(Melacur)).

Melacur dikutuk masyarakat, baik laki-laki ataupun

perempuan. Perempuan yang beralasan karena desakan

ekonomi, atau karena patah hati dengan suaminya, mencari

kesenangan hidup pada jalan yang salah, jelas dilaknat Allah.

Orang yang melakukan berarti imannya dangkal. Kegemaran

melacur, menimbulkan mudharat yang tidak terhingga, dapat

memperoleh penyakit dan merusak tatanan social. Orang yang

melakukan, di dunia hanya mendapat nikmat sesaat, seterusnya

orang pun benci, apalagi di akhirat kelak, api neraka menunggu

pula baginya di sana.

c)

ل

ْخ

ب

اْل

(Sifat Bakhil, Kikir, Kedekut (Terlalu Cinta Harta))

Bakhil, kedekut, kikir adalah sifat yang sangat tercela dan

paling dibenci Allah. Hidup di dunia ini hanya sementara, apa

yang Allah amanahkan hanya pinjaman sementara saja. Jika

mati jelas semua yang ada di dunia tidak akan dibawa kecuali

(37)

semua sifat bakhil, kikir, kedekut itu, semua kekayaan tidak

ada yang dibawa ke dalam kubur. Orang kikir biasanya pintu

rezekinya sering tertutup.

d)

ْذ

ك

اْل

(Sifat Pendusta atau Pembohong)

Maksudnya sifat mengada-ada sesuatu yang sebenarnya

tidak ada, dengan maksud untuk merendahkan seseorang.

Kadang-kadang ia sendiri yang sengaja berdusta. Dikatakannya

orang lain yang menjadi pelaku, juga ada kalanya secara brutal

ia bertindak, yaitu mengadakan kejelekan terhadap orang yang

sebenarnya tidak bersalah. Orang yang seperti ini setiap

perkataannya tidak dipercayai orang lain. Di dunia ini ia akan

memperoleh derita dan di akhirat ia akan mendapat siksa.

Menghadapi orang yang bersifat demikian, apabila ia

membawa berita, hendaklah berhati-hati, jangan mudah

diperdayakannya, sebab berdusta sudah memang hobinya,

celakalah setiap pendusta, pengumpat pencela, dan pemfitnah.

e)

ر

ْم

خ

اْل

(Gemar Minum Minuman yang Mengandung Alkohol

(Al Khamar))

Minuman beralkohol walaupun rendah kadarnya

diharamkan, sebab mengakibatkan mabuk. Bilamana orang

sedang mabuk maka hilanglah pertimbangan akal sehatnya.

Akal merupakan kemudi yang dapat membedakan baik dari

yang buruk, benar dari yang salah. Kehilangan pertimbangan

akal menyebabkan orang lupa kepada Allah dan agama. Agama

adalah akal, tiada beragama bagi orang yang tiada berakal.

Setelah hilang akal maka hilanglah sifat malunya. Ia berkata

dan berlaku tidak wajar. Akal menempatkan manusia di derajat

yang lebih tinggi dari hewan. Peminum khamar berpendapat

bahwa situasi mabuk ada manfaatnya, sebab menghilangkan

(38)

itu hanya sebentar. Usaha menghindarkan diri dari penderitaan

hidup seperti ini, berarti ia seorang pengecut, karena ia tidak

sanggup mengatasinya secara rasio dan tanpa usaha yang

konkret. Belum pula dihitung mahalnya ongkos membeli

khamar, ditambah lagi terganggunya stabilitas badan karena

sering dimasuki khamar.

f)

نۃ

ي

خ

اْل

(Sifat Pengkhianat)

Karena tindakannya yang licik, sifat khianat untuk

sementara waktu tidak diketahui manusia, tetapi Allah Maha

Mengetahui. Ia tidak segan bersumpah palsu untuk

memperkuat dan membenarkan keterangannya bila ia tertuduh,

karena ia tidak mempunyai rasa tanggung jawab. Dia tidak

memperoleh keuntungan dari tindakannya yang tidak jujur itu,

sikap senang mengorbankan teman sendiri, jadi musuh dalam

selimut, menggunting dalam lipatan, menolak kawan seiring

dan membahayakan keselamatan dirinya. Sifat amanah

membawa kelapangan rezeki, sedangkan khianat menimbulkan

kefakiran, penghianat sebenarnya mencoreng keningnya sendiri

dengan arang yang tidak mungkin hilang untuk

selama-lamanya, terjauh dari teman dan sahabat, terisolasi dari

pergaulan, masyarakat memandang dengan sebelah mata dan ia

kehilangan kepercayaan.

g)

ْلم

ُظل

ا

(Sifat Aniaya)

Aniaya ialah meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya,

mengurangi hak yang seharusnya di berikan. Penganiayaan

dapat memutuskan ikatan persaudaraan antara sesama manusia.

Itulah sebabnya agama melarang zalim karena manusia selalu

mempunyai kekurangan-kekurangan. Manusia harus tolong-

menolong dalam kehidupan masing masing dan tidak boleh

(39)

h)

ن

ْب

ج

اْل

(Sifat Pengecut)

Sifat pengecut adalah perbuatan hina, sebab tidak berani

mencoba, belum mulai berusaha sudah menganggap dirinya

gagal. Ia selalu ragu-ragu dalam bertindak. Keragu-raguan

memulai sesuatu itu berarti suatu kesalahan. Orang muslim

harus tegas, cepat mengambil keputusan dan tidak menunggu.

Karena itu ketidaksanggupan berusaha dan takut berjuang

menghadapi kenyataan, lebih baik mati saja tidak usah hidup.22

3. Nilai Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak menghendaki pendidikan yang diperuntukkan

menciptakan manusia menjadi manusia paripurna. Menurut islam,

pendidikan harus menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang

menghambakan dirinya kepada Allah (taqwa).23 Pendidikan Islam secara

filosofis berorientasi kepada nilai-nilai akhlak yang bersasaran pada tiga

dimensi hubungan manusia selaku khalifah di bumi, yaitu:

1. Menanamkan sikap hubungan yang seimbang, selaras dengan Tuhannya.

2. Membentuk sikap hubungan yang harmonis, selaras dengan masyarakat.

3. Mengembangkan kemampuannya untuk menggali, mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam ciptaan-Nya bagi kepentingan kesejahteraan manusia dengan disikapi pola hubungan yang harmonis.24

Nilai-nilai akhlak yang diajarkan melalui pendidikan ialah nilai

akhlak yang termasuk ke dalam akhlak al-karimah. Nilai berarti sifat-sifat

atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Nilai berarti

esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan

manusia. Makna nilai tidak eksklusif, artinya bahwa berbagai jenis nilai

seperti benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan ada bila

22

Yatimin Abdullah, op.cit.,, h. 12-16.

23

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Op. cit., h.32.

24

(40)

menunjukkan adanya kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami

manusia dalam pergaulan. Nilai-nilai disini yang akan dibahas adalah

tentang usaha untuk membedakan antara yang baik dan buruk yang

diambil dari sesuatu apapun itu bentuknya bisa melalui media pengajaran

media hiburan yang didalamnya mengandung arti yang sangat luas.

Adapun nilai-nilai pendidikan akhlak yang diambil dari novel ini berdasar

al Qur'an diantaranya tentang berbakti pada orang tua terdapat pada al

Qur'an surat al Isra' ayat 24, sedangkan Mendidik anak terdapat pada

Surat at- Tahrim ayat 6 dan surat Ali Imran ayat 110, sedangkan dasar

untuk sabar terdapat dalam surat al Ahzab ayat 17 dan surat ar- Ra'du

ayat 11, adapun landasan untuk etos kerja terdapat dalam surat Jumuah

ayat 10. Pada pembahasan akhlak ini nanti yang akan kita bahas lebih

lanjut pada bab IV yang nantinya akan dikorelasikan dengan isi novel

Rindu Ibu Adalah Rinduku

B. Konsep Novel 1. Pengertian Novel

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), novel merupakan

karya prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan

seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan

sifat pelaku.25 Sejalan dengan pengertian tersebut novel juga didefinisikan jenis cerita fiksi mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus. Selain itu tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa dan latar ditampilkan secara tersusun hingga bentuknya lebih panjang dibandingkan dengan prosa rekaan yang lain.26 Dapat dipahami bahwa novel merupakan karya sastra yang menonjolkan cerita dengan

watak-watak tokoh yang beragam.

25

Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), H. 788.

(41)

Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang berarti „sebuah

barang baru yang kecil‟. Dalam perkembangannya, novel diartikan sebagai sebuah karya sastra dalam bentuk prosa. Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh. Kisah novel berawal dari kemunculan persoalan yang dialami oleh tokoh hingga tahap penyelesaiannya.27

Herman J. Waluyo mengemukakan ciri-ciri yang ada dalam sebuah novel, bahwa dalam novel terdapat : a) Perubahan nasib dari tokoh cerita;

b) beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; c) Biasanya tokoh utama tidak sampai mati.28 Ciri karya sastra berbentuk novel adalah adanya tokoh yang menjadi fokus dalam ceritanya.

2. Unsur-unsur Novel

Unsur novel ada yang berbentuk intrinsik maupun ekstrinsik. Berikut

ini paparan menganai unsur-unsur tersebut.

a. Unsur Instrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra

itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir

sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai

jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel secara

langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan unsur intrinsic

inilah yang membuat sebuah novel terwujud. Atau sebaliknya, jika

dilihat dari sudut pandang pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang

akan dijumpai jika mambaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud yaitu

tema, latar, penokohan, alur, sudut pandang, dan amanat.29

1) Tema

Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema

cerita menyangkut segala persoalan, yaitu persoalan kemanusiaan,

27

E. Kosasih, Apresiasi SastraIndonesia, (Jakarta: Nobel Edumedia, 2008), h. 54.

28

Rany Madrastuti, op. cit., h. 7-8.

29

(42)

kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Untuk mengetahui tema suatu cerita, diperlukan apresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan. Bisa saja tema “dititipkan dalam unsur penokohan, alur, atau latar. Tema jarang dituliskan secara tersurat oleh pengarangnya. Untuk dapat merumuskan tema cerita fiksi, seorang pembaca harus mengenali unsur-unsur intrinsik yang dipakai oleh pengarang untuk mengembangkan cerita fiksinya.

2) Latar Cerita

Latar adalah permukaan, halaman, rata, datar, dasar, sen,

tempat, dan waktu terjadi peristiwa dalam cerita. Unsur prosa yang

disebut latar ini menyangkut tentang lingkungan geografi, sejarah,

sosial, dan bahkan kadang-kadang lingkungan politik atau latar

belakang tempat kisah itu berlangsung. Latar pada sebuah novel

kadang-kadang tidak berubah sepanjang ceritanya, meski

kadangkala dalam beberapa novel lain berubah-ubah dan bahkan

kontras satu sama lainnya.

Berhadapan dengan sebuah karya fiksi, pada hakikatnya kita

berhadapan dengan sebuah dunia, dunia dalam kemungkinan,

sebuah dunia yang sudah dilengkapi dengan tokoh penghuni dan

permasalahan. Namun tentu saja hal itu kurang lengkap, sebab

tokoh dengan berbagai pengalaman kehidupannya itu memerlukan

ruang lingkup, tempat, dan waktu. Sebagaimana halnya kehidupan

manusia di dunia nyata. Dengan kata lain, fiksi sebagai sebuah

dunia, disamping membutuhkan tokoh, cerita, dan plot juga perlu

latar.

a) Latar Tempat

Latar tempat adalah sebuah situasi tempat yang

menggambarkan keadaan nyata, yang mendukung sebuah cerita,

agar membuat cerita lebih hidup dan logis, juga menciptakan

(43)

pembaca. Seperti: desa, kota, rumah, lapangan, sekolah, rumah

sakit, lingkungan, dan lain sebagainya.

b) Latar Waktu

Latar waktu adalah sebuah situasi waktu yang menggambarkan keadaan waktu, yang mendukung sebuah

cerita, agar membuat cerita lebih hidup dan logis, juga

menciptakan suasana tertentu yang dapat menggerakkan

perasaan dan emosi pembaca. Seperti: jam, hari, tanggal, bulan,

tahun, pagi, siang, sore, malam dan lain sebagainya.

3) Penokohan

Dalam pembicaraan sebuah novel, sering dipergunakan

istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau

karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk

pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut, sebenarnya

tak menyaran pada pengertian yang persis sama, atau paling tidak

dalam tulisan ini akan dipergunakan dalam pengertian yang

berbeda, walau memang diantaranya yang sinonim. Ada istilah yang

pengertiannya menyaran pada tokoh cerita, dan pada teknik

pengembangannya dalam sebuah cerita.

Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya

sebagai jawaban terhadap pertanyaannya: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada berapa jumlah pelaku dalam novel itu?”, atau siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam novel itu?”, dan

sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat

dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih

menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan

karakter

Gambar

gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap

Referensi

Dokumen terkait

10-Desember-2013 Compound Interest Factor sebagai faktor present velue untuk estimasi harga ditetapkan 7% / tahun dan mulai berlaku tgl.. Equip.Code

Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP PEMANFAATAN RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ISLAM..

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa secara umum hipotesis yang dilakukan peneliti diterima dan menunjukkan terdapat hubungan

Berdasarkan hasil penelitian ini anestesi Xylazin-Ketamin Hidroklorida (2 mg/kg BB;15 mg BB) maupun Tiletamin- Zolazepam (20 mg/kgBB) aman digunakan pada anjing

Wilayah kajian dalam penelitian ini adalah media pembelajaran yang berupa media Adobe Captivate sebagai media belajar siswa untuk meningkatkan hasil belajar siswa

Yang sangat perlu diperhatikan saat pembuatan cetakan permanen adalah saat pengeringan, wadah cetakan dengan tutup cetakan harus pas dan tidak ada rongga agar

[r]