Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Irma Nur Fauziah NIM. 108011000021
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
iv
ABSTRAK
Irma Nurfauziah, NIM: 108011000021. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang terkandung dalam Novel Hafalan Shalat Delisa karya Darwis Tere-Liye. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai–nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Hafalan Shalat Delisa. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode penelitian content analysis atau analisis isi. Penelitian sastra dengan menggunakan metode ini bertujuan untuk menelaah isi pesan dari suatu dokumen. Dokumen dalam penelitian ini adalah novel Hafalan Shalat Delisa karya Darwis Tere Liye. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model analisis mengalir yang terdiri dari tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Dari penelitian ditemukan beberapa nilai yang terkandung dalam novel Hafalan
Shalat Delisa karya Darwis Tere Liye meliputi: akhlak kepada Allah dan
Rasul-Nya, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama, dan akhlak terhadap lingkungan.
v
Alhamdulillahirabbilalamiin. Segala puji bagi Allah Swt. atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw., yang telah membawa kita semua ke peradaban modern dan serba terang benderang ini.
Penyusunan karya ilmiah yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
yang Terkandung dalam Novel Hafalan Shalat Delisa karya Darwis Tere-Liye”
tentunya tidak akan pernah terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA, Ph. D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Abdul Majid Khon, MA, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam. 3. Marhamah Saleh, Lc., MA, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam 4. Drs. Eri Rosatria, M.Ag., Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu
dalam memberikan bimbingan, nasehat yang membangun, srta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikaan penelitian skripsi.
5. Abdul Ghofur, MA., Dosen Pembimbing Akademik, yang selalu memberikan banyak kata – kata motivasi.
6. Bapak dan Ibu Dosen yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu namun tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat dan ta’zim penulis, yang telah membimbing penulis selama kuliah di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultaas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Kedua orang tua tercinta dan tersayang yakni : Ayahanda Ahmad Sukhaemi dan Mamah Enung Nurhasanah, sumber motivasi serta semangat dan telah banyak berjasa dalam kehidupan penulis.
vi
10.Sahabat–sahabat dan teman–teman kelas “A” PAI yang sudah banyak memberikan motivasi.
11.Teman–teman Pendidikan Agama Islam angkatan 2008 yang telah memberikan dukungan dalam melaksanakn skripsi ini.
12.Serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
penulis ucapkan terima kasih.
Semoga Allah Swt. membalas segala kebaikan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini dengan kebaikan dan keberkahan.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan yang dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kemajuan bersama. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan kemajuan pendidikan di Indonesia. Amiin.
Wassalaamualaikum wr.wb.
Jakarta, Mei 2014
vii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI……….. iii
ABSTRAK...……….. iv
KATA PENGANTAR……….. v
DAFTAR ISI...………...………... vii
BAB I. PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Pembatasan Masalah…….………….………... 8
C. Perumusan Masalah……….…………. 8
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian………. 8
BAB II. ACUAN TEORI………... 9
A. Nilai Pendidikan Akhlak……...………...………... 9
1.Nilai-nilai…………...………..………... 9
a. Pengertian Nilai………..…………..………... 9
b. Tujuan Nilai………...…………... 10
c. Manfaat Nilai……….………….... 10
2. Pendidikan Akhlak………...…….... 11
a. Pengertian Pendidikan akhlak…...……... 11
b. Dasar Pendidikan Akhlak………..……...….... 19
c. Tujuan Pendidikan Akhlak…..………... 22
d. Macam-macam Akhlak…..………...….... 24
3.Nilai Pendidikan Akhlak………...… 30
B. Konsep Novel ..………..….. 31
1. Pengertian Novel………...….. 31
2. Unsur-unsur Novel………..… 32
a. Unsur Intrinsik………..……… 32
1) Tema……… 32
2) Latar Cerita……….. 33
a) Latar Tempat………...………….. 33
b) Latar Waktu………... 34
viii
C. Hasil Penelitian yang Relevan……..……… 38
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….………….. 41
A. Model dan Langkah-langkah Penelitian……...……... 41
B. Satuan Analisis…...……….……….. 42
C. Prosedur Analisis………….……….….……... 42
D. Teknik Analisis………...……… 44
1. Reduksi Data………....………... 44
2. Penyajian Data………. 44
3. Penarikan Kesimpulan………. 45
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…….…… 46
A. Deskripsi Novel Hafalan Shalat Delisa….………….… 46
B. Temuan Hasil dan Pembahasan………. 49
1. Akhlak Terhadap Allah dan Rasul-Nya………….. 49
2. Akhlak Terhadap Diri Sendiri………. 56
3. Akhlak Terhadap Sesama Manusia………. 62
4. Akhlak Terhadap Lingkungan ...………. 67
BAB V. PENUTUP………... 68
A. Kesimpulan………...………...…………... 68
B. Implikasi……….………... 68
C. Saran……….. 70
1 A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan suatu negara pendidikan memegang peran yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Masyarakat Indonesia dengan laju pembangunannya masih menghadapi masalah pendidikan yang berat, terutama berkaitan dengan kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan.
Dalam kaitannya dengan kebudayaan dan perilaku anak pada masa sekarang masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang diakibatkan dari sistem pendidikan yang kurang sesuai dengan tatanan hidup bangsa Indonesia. Peristiwa tawuran pelajar, pelecehan seksual terhadap pelajar,
pergaulan bebas, mempekerjakan anak, geng-geng para pelajar perempuan dan juga sampai pembuatan video-video porno yang diperankan para pelajar dan di rekam oleh teman pelajar lainnya menjadi marak di Indonesia, bahkan mereka melakukannya di lingkungan sekolah dan mengenakan seragam sekolah pula.
Kondisi dan kenyataan tersebut telah menimbulkan berbagai pertanyaan bagi berbagai pihak, baik di kalangan masyarakat umum maupum di kalangan para ahli pendidikan dan para guru, “Apa yang salah dengan pendidikan nasional sehingga belum berhasil mengembangkan manusia Indonesia seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional?”
meningkatkan kesejahteraan umum, dan dapat diperolehnya pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pendidikan diselenggarakan atas dasar tujuan pendidikan yang ditetapkan. Oleh karena objek pendidikan adalah peserta didik, dan tugas pendidikan adalah memperngaruhi pembentukan pribadi peserta didik, maka berarti target sasaran yang akan dicapai dalam setiap kegiatan pendidikan adalah bentuk manusia yang diharapka terjadi pada diri peserta didik dalam rangka pembentukan pribadinya. Dengan demikian tujuan pendidikan itu
tidak lain merupakan target sasaran yang akan dicapai dalam setiap kegiatan pendidikan atau rumusan bentuk manusia yang akan dicapai oleh kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh seorang pendidik.1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”2
Pendidikan merupakan bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik agar setelah menerima bimbingan dan asuhan para peserta didik mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama. Peserta didik juga menjadikan ajaran agama sebagai suatu pandangan hidup demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun akhirat.
Dilihat dari sudut pandang agama dan peradaban manapun, tekanan
terhadap pendidikan akhlak adalah titik paling penting dalam rangka menjaga
kestabilan hidup sesama manusia dan semua makhluk di bumi. Akhlak
merupakan bagian dan identitas sebuah umat. Sudah barang tentu
1
M. Alisuf Sabri. Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 39-40.
2
masing mempunyai parameter serta standar khusus dalam menerapkan sistem
akhlak dalam kehidupan.
Persoalan pendidikan akhlak dalam Islam mendapat perhatian yang
sungguh besar. Dalam ajaran Islam, kaidah untuk mengerjakan baik dan
buruk telah tertera dalam Al-Quran dan Hadis. Dalam hal ini Rasulullah
SAW, adalah teladan ideal. Rasulullah menjadi sumber segala rujukan akhlak
umat Islam. Hal tersebut telah ditetapkan oleh Allah SWT, sebagaimana
Firman-Nya :
ْ قَّ
اك
ْم ّ
ىف
ر
ْوس
هَّّا
وْسا
ة
ة سح
ْ ِّ
اك
ْري
اْوج
هَّّا
ْويّْاو
م
اّْا
رخ
و
رك
هَّّا
ارْيثك
Artinya: “ Sesungguhnya, telah ada pada (diri) Rasullah itu suri tauladan yang baik bagimu (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah.” (Q.S al-Ahzab/33:21)3
Kehadiran Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw diyakini
dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan
batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya
manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam
arti yang seluas-luasnya.
Nabi Muhammad saw menyebarkan Agama Islam dengan suri
tauladan yang baik atau dengan akhlakul karimah. Sebagaimana dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Ahmad, Hakim dan Baihaqi:
إَ
با
عْث
ت
ّ
أت
ِم
م
را
م
ّْاأ
ْخ
ّ
قا
“Bahwa sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.4
Ilmu akhlak sangatlah penting. Dengan bekal ilmu akhlak, orang dapat
mengetahui batas mana yang baik dan batas mana yang dilarang. Juga dapat
3
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, (Semarang: PT Karya Toha Putra,1995), h. 670
4
menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat
memperoleh taufik, hidayah, dan inayah sehingga dapat bahagia di dunia dan
di akhirat. Kebahagiaan hidup oleh setiap orang selalu didambakan
kehadirannya di dalam lubuk hati. Hidup bahagia merupakan hidup sejahtera,
mendapat ridha Allah dan selalu disenangi oleh sesama makhluk.
Kesempurnaan akhlak manusia dapat dicapai melalui dua jalan.
Pertama, melalui karunia Tuhan yang mencipta manusia dengan fitrahnya
yang sempurna, akhlak yang baik, nafsu syahwat yang tunduk pada akal dan
agama. manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa belajar dan terdidik
tanpa melalui proses pendidikan. Manusia yang tergolong ke dalam kelompok
ini adalah para Nabi dan Rasul Allah. Kedua, akhlak melalui cara berjuang
secara bersungguh-sungguh (mujahadah) dan latihan (riyadhah) yaitu
membiasakan diri melakukan akhlak-akhlak mulia. Ini yang dapat dilakukan
oleh manusia biasa dengan belajar dan latihan.5
Pembentukan kepribadian muslim dalam pendidikan akhlak,
merupakan pembentukan kepribadian muslim sebagai individu, adalah bentuk
kepribadian yang diarahkan kepada peningkatan dan pengembangan faktor
dasar (bawaan) dan faktor ajar (lingkungan), dengan berpedoman kepada
nilai-nilai keislaman.6 Untuk mencapai konsep ideal tersebut dibutuhkan
sistem yang paripurna. Dalam hal ini, pendidikan mempunyai posisi yang
sangat penting dan strategis. Karena pendidikan merupakan upaya untuk
mengoptimalkan semua potensi manusia, yaitu dalam masalah moral
(akhlak), intelektual, juga jasmani. Dalam proses pendidikan, segala potensi
tersebut dibina dan diarahkan kedalam koridor positif, melalui
pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan.7
Oleh sebab itu akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil
perpaduan antara hati nurani, pikiran, dan perasaan, bawaan,dan kebiasaan
5
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al Qur‟an, (Jakarta: PT Amzah, 2007), cet I, hal. 21
6
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, ( jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2002),cet.ll,hal 201-202
7
yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral
(moralsence), yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia
mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang
bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang
buruk. Untuk mencapai kesempurnaan akhlak, jalan yang dapat ditempuh oleh manusia yakni melalui berjuang bersungguh-sungguh dan latihan yaitu dengan membiasakan diri melakukan akhlak-akhlak baik atau mulia.8
Pembiasaan ini dapat diaktualisasikan melalui jalan pendidikan.
Jika pendidikan anak jauh daripada akidah islam, terlepas dari arahan
religius dan tidak berhubungan dengan Allah, maka tidak diragukan lagi
bahwa anak akan tumbuh dewasa di atas dasar kefasikan, penyimpangan,
kesesatan dan kekafiran. Bahkan ia akan mengikuti hawa nafsu dan bergerak
dengan motor nafsu negatif dan bisikan-bisikan setan, sesuai dengan tabiat,
fisik, keinginan, dan tuntutan yang rendah.9
Pada zaman sekarang ini banyak anak-anak yang senang sekali dengan
acara-acara ditelevisi yang menyajikan hiburan-hiburan yang menarik, seperti
film-film, kartun, dan acara-acara televisi lain yang dapat membentuk
karakter anak menjadi kurang sejalan dengan norma-norma sosial dan agama,
ditambah lagi maraknya permainan-permainan games: handphone, PXP,
Sega, I-Phad, Nintendo, Play Station (PS), bahkan sampai permainan Game
Online yang dapat membuang waktu mereka dengan melupakan tugas-tugas
mereka sebagai seorang pelajar. Bahkan mereka sering melalaikan tugasnya
sebagai makhluk Tuhan untuk beribadah dan menyembah Tuhan yang
menciptakannya.
Untuk memperoleh pengetahuan agama dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti belajar di pengajian, mendengarkan ceramah, dan juga
belajar dari berbagai buku, diantaranya buku-buku pelajaran maupun
8
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III,
(Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007), h. 19.
9
kisah sejarah agama. Selain itu, buku karya sastra pun dapat menjadi media
penyampaian pesan moral baik secara eksplisit maupun implisit.10 Buku-buku
cerita atau novel sebagai salah satu bentuk karya sastra, yang mengisahkan
tentang sebuah kejadian yang baik, dapat menjadi contoh serta teladan hidup
dalam berakhlak dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Buku-buku novel sangatlah disukai pembaca dari berbagi kalangan
dan usia. Novel berisi kisah-kisah yang mampu menjadikan pembacanya
berimajinasi dan masuk ke dalam ceritanya, bahkan isi novel dapat
mempengaruhi pembacanya.11 Jika novel berisi cerita mengenai teladan yang
baik, maka novel dapat memberikan pelajaran penting bagi pembaca dalam
berkehidupan khususnya perilaku akhlak yang sesuai dengan norma-norma
sosial dan agama yang berlaku dimasyarakat.
Karya sastra dapat menjadi salah satu media pembentuk watak moral
anak didik karena didalamnya mengajarkan nilai-nilai dalam kehidupan.12
Untuk menarik perhatian anak-anak agar gemar membaca, buku-buku novel
berperan aktif untuk dapat menyajikan sesuatu yang menarik, yang dapat
mempengaruhi kepribadian dan akhlak anak. Dengan demikian, tampaklah
buku-buku novel dapat dijadikan media untuk penanaman nilai-nilai
pendidikan akhlak pada anak.
Akan tetapi, minat dan kebiasaan anak indonesia dalam membaca
karya sastra masih dalam kondisi yang memprihatinkan.13 Hal ini dapat
dikarenakan kajian mengenai pendidikan akhlak pada karya sastra khususnya
novel masih kurang banyak dilakukan. Padahal karya sastra dapat menjadi
media internalisasi nilai pendidikan akhlak yang baik dalam proses
pembelajaran.
Dengan melihat fenomena tersebut penulis memilih novel yang
berjudul Hafalan Shalat Delisa. Novel Hafalan Shalat Delisa sangat luar
10
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 129.
11
Ibid, h. 159.
12
Ibid, h. 129.
13
biasa, karena novel tersebut menyajikan keharmonisan keluarga, kasih sayang
seorang anak kepada orang tua, kasih sayang kepada saudara sekandung,
kasih sayang kepada teman sebaya, kepada yang lebih muda, atau juga
kepada orang lain, tanggung jawab orang tua mendidik dan menafkahi anak
dengan harta yang halal, hidup gotong royong serta saling bantu membantu
terhadap sesama, seorang anak yang rajin belajar, mengaji, membantu orang
tua, kakak, dan adiknya serta yang sangat penting adalah kerja keras seorang
anak untuk dapat hafal bacaan shalat meskipun terjadi bencana besar yang
menimpanya.
Penulis sengaja memilih novel ini karena dalam isi novel ini banyak
mengandung muatan pendidikan akhlak. Yang menceritakan tentang akhlak
seorang anak dalam menjalankan kehidupan kepada Tuhannya, keluarganya,
dan masyarakatnya agar menjadi contoh bagi si pembaca dalam
berkepribadian yang baik. Karena kepribadian seorang anak sangatlah
menentukan masa depan bangsa menjadi bangsa yang besar dan berwibawa.
Untuk menjadi kepribadian yang baik, seorang anak harus memiliki beberapa
sifat, diantaranya: jujur, adil, sabar, amanah, pemberani, dan lain sebagainya.
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah
masalah lemahnya proses pembelajaran. Buktinya dalam proses
pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan
berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan
anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan
menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi
yang diingatnya itu untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk
menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ketika anak
didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka
miskin aplikasi. Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata
pelajaran sains tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berfikir
kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan
secara baik dengan setiap proses pembelajaran didalam kelas. Mata pelajaran
agama, karena proses pembelajaran hanya diarahkan agar anak bisa
menguasai dan menghafal materi pembelajaran.
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana kandungan pesan moral
(akhlak) dalam novel tersebut, penulis akan membahas hal tersebut dalam
skripsi, dengan judul : “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung
dalam Novel hafalan Shalat Delisa Karya Darwia Tere-Liye”.
B. Pembatasan Masalah
Kajian sebuah novel memiliki cakupan yang sangat luas. Sebuah novel bisa dikaji dalam tataran nilai estetika, konsep etika dan juga bisa ditelaah dalam bidang gramatika bahasa. Bahkan kajian sebuah novel sering diteliti tentang ideologi si penulis novel dan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi si penulis novel dalam proses penulisan novel yang ia tulis. Adapun dalam skripsi ini, penulis membatasi kajian mengenai konsep etika (pendidikan akhlak) yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa.
C. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah: “Apa sajakah nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Darwis Tere Liye?”.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung
dalam novel Hafalan Shalat Delisa.
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Darwis Tere Liye.
9 A. Nilai Pendidikan Akhlak
1. Nilai-nilai
a. Pengertian Nilai
Kata Nilai berasal dari bahasa Inggris “value” termasuk dalam
bidang kajian filsafat. Dalam kamus Bahasa Indonesia nilai diartikan
harga atau sifat-sifat (hal-hal) yang penting bagi manusia.1 Secara
umum kata nilai diartikan sebagai harga, kadar, mutu, atau kualitas.
Untuk mempunyai nilai maka sesuatu harus memiliki sifat-sifat yang
penting dan bermutu atau berguna dalam kehidupan manusia.
Menurut Sumantri, nilai merupakan hal yang terkandung dalam
hati nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak
yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan
hati.2 Dapat dipahami bahwa nilai lahir dari pandangan keindahan dan
standar yang berasal dari hati nurani yang diinternalisasikan dalam
dasar dan prinsip akhlak seseorang.
Nilai (value) adalah suatu pola ukuran atau merupakan suatu
tipe atau model. Umumnya nilai bertalian pengakuan atau kebenaran
dan bersifat umum, tentang baik atau buruk.3 Oleh karena itu, nilai
merupakan suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara
psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Nilai merupakan suatu
pola normatif yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi
suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa
membedakan fungsi-fungsi bagiannya. Nilai lebih mengutamakan
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet ke-3, hal 783
2
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III,
(Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007), h. 43.
3
berfungsinya pemeliharaan pola dari sistem sosial. Dengan nilai-nilai
kita dapat mengarahkan perilaku manusia pada situasi dan kondisi
perkembangan kebudayaan manusia.
b. Tujuan Nilai
Nilai merupakan sesuatu yang dianggap berharga, yang
dipergunakan sebagai landasan, pedoman atau pegangan seseorang
dalam menjalankan sesuatu sebagai pengukuran terhadap apa yang
telah kita kerjakan atau usahakan. Sesuatu bernilai berarti sesuatu itu
berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai bertujuan untuk
membentuk manusia berkarakter yang sesuai dengan wahyu, aturan,
dan kebiasaan.
c. Manfaat Nilai
Manfaat nilai yaitu mengukur prilaku manusia terhadap sikap
pribadi dan sikap orang lain agar tatanan hidup dimasyarakat
menjadi harmonis dan seimbang sesuai ketentuan yang ada. Sebuah
hasil karya memiliki nilai yang luar biasa dalam penceritaannya.
Sebuah karya sastra akan memiliki nilai yang luar biasa jika sang
pengarang dalam proses pembuatan karyanya mampu melibatkan
semua aspek didalamnya. Sebuah karya sastra yang bernilai tinggi
akan terasa jika membaca isinya yang mampu melibatkan batin
pembaca dengan nuansa yang imajinatif pengarang berikan. Maka,
dari sini diperoleh kesimpulan sebuah karya yang berkualitas, yang
memiliki nilai tinggi dapat dilihat dari kemampuan pengarang dalam
menghasilkan sebuah karya. Dan dari sini, dapat disimpulkan apakah
karya tersebut yang memiliki nilai tinggi atau memiliki nilai yang
2. Pendidikan Akhlak
a. Pengertian Pendidikan Akhlak 1) Pengertian Pendidikan
Secara kebahasaan (etimologi), kata pendidikan berasal dari
istilah dalam bahasa Yunani kata yaitu paedagogie. Kata terdiri dari
dua kata, kata “paid” bermakna anak, dan “ogogos” yang berarti membina atau membimbing. Apa yang dipraktikkan dalam
pendidikan selama ini adalah konsep pedagogi, yang secara harfiah
adalah seni membimbing anak.4 Maka dapat diartikan bahwa
kegiatan inti dari pendidikan adalah kegiatan bimbingan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan
sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.”5
Ditinjau dari segi proses terjadinya pendidikan ada dua segi
yang harus dikembangkan yaitu melalui proses individual dan proses
sosial. Dari seri proses individual, pendidikan diartikan sebagai
usaha pengembangan semua kemampuan dasar yang sudah dimiliki
anak sejak lahir. Sedangkan dari segi proses sosial pendidikan
merupakan usaha melestarikan dan meneruskan nilai-nilai
kebudayaan kepada generasi berikutnya dalam rangka aktifitas
sosial.6
4
M. Sukarjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 7-8.
5
Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, ibid, Cet . l, h. 2-3
6
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntunan
didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,
pendidikan yaitu menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.7
Menurut Ahmad D. Marimba yang dikutip oleh Hasbullah
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 8
Berdasarkan sebuah kamus pendidikan, pendidikan dapat
diartikan sebagai serangkaian proses dengannya seseorang/ anak
mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku
lainnya yang bernilai di masyarakat. Pendidikan juga merupakan
proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh lingkungan yang
sengaja dipilih dan dikendalikan sehingga mereka memperoleh
kemampuan-kemampuan sosial dan perkembangan individual secara
optimal.9
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah usaha seseorang secara sadar dan
sungguh-sungguh dalam memberikan nilai-nilai dan etika terutama dalam
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik
untuk keberlangsungan hidup dan berkehidupan dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
a) Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
7
Ibid. h. 14
8 Ibid. 9
Tugas seorang tenaga kependidikan sangatlah penting yaitu
untuk membantu tugas pendidik menjalankan tugas pendidikan
dalam peserta didik dalam pengurusan birokrasi sehingga
menjadi tenaga struktural yang mendata dan mengakomodir
seluruh proses pembelajaran disetiap instansi pendidikan.
b) Pendidik
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
Seorang pendidik sangatlah menentukan keberhasilan dari
setiap peserta didik yang diajarkan, dengan pendidik yang
berpengalaman dan profesional tujuan pendidikan akan mudah
dicapai karena pendidikan tersebut dapat memanajemen kelas
dengan baik. Melalui tindakan kelas, evaluasi hasil belajar yang
efektif dan proses belajar yang menyenangkan, sehingga peserta
didik mudah sekali diarahkan.
Perlunya pengetahuan pendidik mengenai falsafah lembaga
pendidikan di mana dia bertugas, adalah suatu tuntunan pokok.
Keberadaan falsafah seorang pendidik senantiasa dituntut selalu
relevan dengan falsafah yang berlaku pada suatu sekolah agar
pendidik diharapkan mampu membimbing anak didik ke arah
tujuan pendidikan yang berlaku, sebagaimana dirumuskan dalam
kurikulum suatu lembaga pendidikan itu.10
Dalam operasional kurikulum, peran pendidik memang
menduduki posisi penting. Ia selalu terlibat dan karenanya peran
falsafahnya dalam perencanaan, pengorganisasian dan
penyampaian pelajaran merupakan suatu hal yang menentukan
10
tercapainya tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikum
sekolah bersangkutan. Tidaklah berarti sama sekali suatu
kurikulum yang baik namun pendidik memiliki falsafah yang
berbeda dalam memahaminya, menafsirkan dan melaksanakan
suatu kurikulum. Jadi, dalam konteks operasional kurikulum
merupakan pemegang peran utama.
Kemudian para pengembang kurikulum (developers) perlu
menyadari kemungkinan adanya falsafah yang berbeda yang
dimiliki para pengajar sebagaimana telah diungkapkan dimuka
bahwa fanatisme terhadap suatu aliran filsafat akan bisa
menghambat dalam proses belajar mengajar atau pencapaian
tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dalam kurikulumnya.
Kalau demikian, seorang pendidik diharapkan betul-betul
memahami keberadaan suatu kurikulum dengan hal-hal yang
berkaitan lainnya, dan mementingkan filsafat sendiri secara
menonjol tidak hanya akan merugikan anak didik tetapi juga
melenceng dalam proses pengajaran dengan tujuan pendidikan
yang berlaku atau tujuan kurikulum dari suatu lembaga tersebut.
Keberadaan falsafah dari pada seorang pendidik memang
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar
mengajar, oleh karenanya, seorang pendidik harus professional.
Pendidik yang profesional secara implisit ia telah menempatkan
dirinya untuk menerima dan memikul sebagian tanggung jawab
pendidikan yang terpikul dipundak orang tua, dan orang tua pun
sangat mengharapkan anaknya untuk memiliki pendidikan yang
Implikasinya bahwa keberhasilan anak didik untuk
menerima ilmu pengetahuan dan perubahan tingkah laku yang
diharapkan orang tua, masyarakat dan bangsa sangat ditentukan
pula oleh falsafah pendidikan terhadap profesinya.
c) Peserta didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan
modern cenderungmenyebut demikian, oleh karena peserta didik
(tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom,
yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki
ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik
diri) secara terus-menerus guna memecahkan masalah-masalah
hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya.
2) Pengertian Akhlak
Dalam kehidupan sekarang, sering didapati tiga kata yang
saling berkaitan dalam masalah prilaku. Kata tersebut adalah akhlak,
moral, dan etika. Memang dalam skripsi ini tidak dibahas secara
mendalam tentang perbedaan ketiga kata tersebut. Yang penulis
maksud akhlak dalam skripsi ini adalah pengertian akhlak secara
umum, yang selaras dengan syariat islam. Tapi ada baiknya sedikit
dikaji tentang perbedaan antara akhlak, etika, moral dan budi pekerti.
Akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu
khaluqa (قلر) artinya taat/patut, yakhluqu (قلْخي) artinya baik
perangainya, kata jamaknya yaitu khuluqun (ٌقلر) menjadi kata
akhlak (قلْرٲ) yang berarti tabi‟at, budi pekerti atau tingkah laku.11 Menurut istilah akhlak berarti sifat-sifat dan nilai-nilai yang tertanam
11
dalam jiwa seorang manusia yang dapat melahirkan suatu tindakan
dan perbuatan yang baik atau buruk, untuk kemudian memilih
melakukan perbuatan atau meninggalkannya.
Akhlak dalam perspektif Islam adalah perilaku yang sudah
menjadi kebiasaan yang muncul secara spontan atau tidak
dibuat-buat yang didasarkan pada Al Qur‟an dan Sunnah Rasul Muhammad
SAW.12
Dari keterangan diatas jelaslah bagi kita bahwa akhlak itu
haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak
memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.
Akhlak dibagi menjadi dua macam yaitu: akhlakul karimah dan
akhlakul mazmumah. Akhlakul karimah adalah akhlak yang terpuji,
misalnya bertakwa kepada Allah SWT, berbuat baik terhadap diri
sendiri dan berbuat baik terhadap sesama. Sedangkan akhlakul
mazmumah adalah akhlak yang tercela, misalnya musyrik
(menyekutukan Allah), zalim terhadap diri sendiri
(mabuk-mabukkan, narkoba, bunuh diri, dan lain sebagainya), zalim terhadap
sesama (memperkosa, mencuri, merampok, dan lain sebagainya).
a) Moral
Perkataan moral berasal dari bahasa Latin, yaitu kata more.
Yaitu kata mores. Yakni bentuk jamak dari kata mos, yang
berarti adat kebiasaan. Menurut Zakiah Daradjat moral adalah
suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja baik
dalam masyarakat yang telah maju maupun dalam masyarakat
yang masih terbelakang.13
b) Etika
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Yang dimaksud adalah
12
M. Saefuddaulah & Ahmad Basyuni, Akhlak –Ijtima‟iyah, (Jakarta: PT Pamator, 1998) Cet. I hal. 2
13
kebiasaan baik atau kebiasan buruk. Dalam kepustakaan
umumnya, kata etika diartikan sebagai ilmu. Makna etika dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, misalnya adalah ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral atau akhlak. Dalam Ensiklopedia pendidikan diterangkan
bahwa etika adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan baik dan
buruk. 14
c) Budi Pekerti
Budi pekerti merupakan perilaku kita dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam bergaul, berkomunikasi, maupun
berinteraksi sesama kita sebagai manusia atau dengan
penciptanya. Dalam pergaulan kita sehari-hari komunikasi dan
interaksi mengandung etika dan tata cara yang mudah menjadi
anutan bersama, yaitu norma dan aturan yang berlaku, baik
dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Budi pekerti yang dimiliki kita terdiri dari perangai, tabiat,
dan prilaku yang lahir dengan sengaja tidak dibuat-buat dan telah
menjadi kebiasaan. Dalam berbudi pekerti sehari-hari kita harus
mengetahui budi pekerti yang baik dan budi pekerti yang jelek,
sehingga kita mengetahui tata cara bergaul dan hidup
dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Untuk lebih jelas, peneliti akan memaparkan lebih rinci yang
menunjukan perbedaan antara akhlak, moral, etika dan budi pekerti.
Akhlak bersumber dari ajaran Islam yang termaktub dalam Al
Qur‟an, Al Hadits, Ijma‟, Qiyas dan fatwa para ulama, yang isinya
mencakup segala perbuatan yang dinilai baik atau buruk berdasarkan
firman Allah SWT dan sunnah Rasul-Nya, besifat mutlak dan dalam
lingkup universal (menyeluruh). Moral bersumber dari adat dan
14
kebudayaan yang mengandung pedoman dan kesepakatan yang
berlaku dalam masyarakat tentang tata aturan berperilaku yang
bersifat relatif-praktis dalam ruang lingkup budaya setempat. Etika
bersumber dari akal pikiran manusia yang mengandung seperangkat
kebiasaan dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai pertimbangan
akal yang bersifat relatif-teoritis dalam ruang lingkup umum.
Sedangkan budi pekerti bersumber dari adat dan kebudayaan lokal
yang mengandung pedoman dan kesepakatan yang berlaku dalam
masyarakat tertentu tentang tata aturan berperilaku yang bersifat
relatif-praktis-terbatas dalam ruang lingkup budaya setempat.
Pendidikan akhlak adalah suatu proses mendidik, memelihara,
membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan
kecerdasan berpikir baik yang bersifat formal maupun informal yang
didasarkan pada ajaran-ajaran islam.15 Pendidikan akhlak merupakan
bimbingan yang diberikan oleh pendidik terhadap peserta didik, yang
berkaitan dengan masalah keimanan dan budi pekerti, sehingga
jasmani dan rohani peserta didik dapat berkembang menjadi pribadi
utama sesuai dengan ajaran islam. Al-Ghazali menyebutkan bahwa
sumber akhlak yang patut diajarkan ialah akhlak yang bersumber dari
kitab suci Al-Qur‟an, sunnah Nabi Saw., dan akal pikiran.16 Unsur pokok akhlak terdapat pada firman Allah dalam al-Qur‟an surat al -Hujarat ayat 15, sebagai berikut:
ا َ
مْ ْلا
ي َلا
ا ماء
هاب
هل س
َّث
ّْل
باتْ ي
ا
ا دهاج
ّْ لا ْمأب
ّْ سف أ
يف
ليبس
ها
كئاْ أ
ّه
قداَّلا
15Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III,
(Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007), h. 39.
16
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah oarng-orang yang benar.” (Q.S Al-Hujarat:15).
Yang terkandung dalam ayat tersebut, bahwa unsur-unsur
pokok akhlak adalah Iman kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa
keraguan adalah keyakinan yang kuat buah akal dan petunjuk hikmah.
Kemudian berjuang dengan harta benda adalah pemurah dan dipimpin
oleh kekuatan syahwat. Sedangkan berjuang dengan jiwa adalah
keberanian yang menggunakan syarat akal dan batas keadilan.
Sehingga ditarik kesimpulan bahwa pendidikan akhlak adalah
suatu proses berupa bimbingan dan pengajaran yang dilakukan secara
terencana dan terprogram yang dilakukan oleh pendidikan untuk
mengembangkan potensi mulia dari unsur-unsur akhlak, agar peserta
didik memiliki budi pekerti yang mulia, selaras dengan ajaran Islam.
b. Dasar Pendidikan Akhlak
Dasar adalah landasan tempat berpijak dan tegaknya sesuatu.
Dasar suatu bangunan yaitu fundamen yang menjadi landasan berdiri
bangunan tersebut, dapat berdiri kokoh dan tegak. Demikian pula
dengan dasar pendidikan akhlak, yaitu fundamen yang menjadi
landasan agar pendidikan akhlak dapat berlangsung dengan baik dan
tepat. Dengan adanya dasar pendidikan akhlak, maka bersumber
kepada dasar itulah segala kegiatan dalam proses pensisikan akan
mulai dan menuju, sehingga pendidikan akhlak akan mantap dan
kokoh, tidak mudah terombang-ambing segala perubahan lain.
Setiap perilaku manusia didasarkan atas kehendak apa yang telah
dilakukan oleh manusia timbul dari kejiwaan. Walaupun berikut panca
indera kesulitan melihat pada dasar kejiwaan namun dapat dilihat dari
Apabila ditinjau dari segi akhlak kejiwaan maka perilaku dilakukan
atas dasar pokok-pokok sebagai berikut:
a. Insting
Insting adalah sifat jiwa yang pertama yang membentuk
akhlak, akan tetapi suatu sifat yang primitif, yang tidak dapat
dilengahkan dan dibiarkan begitu saja, bahkan wajib dididik dan
diasuh. Macam-macam insting antara lain:
1) Insting menjaga diri sendiri
Insting menjaga diri sendiri adalah sebuah insting yang
ada di dalam diri manusia, cepat atau lambat insting penting
sekali bagi kepribadian masa depan untuk memulai karirnya.
2) Insting menjaga lawan jenis
Insting menjaga lawan jenis adalah sebuah
kecenderungan untuk melindungi orang lain yang sangan
dicintai. Insting yang paling kuat dan insting yang banyak
kelihatan dalam kehidupan. Dengan gambaran yang lebih nyata
ialah jatuh cinta antara laki-laki dan perempuan. Insting ini
adalah sumber dari perilaku manusia.
b. Pola Dasar Bawaan
Manusia memiliki sifat ingin tahu, karena dia datang ke dunia ini
dengan serba tidak tahu (La ta‟lamuna syaian). Apabila seorang
mengetahuai suatu hal dan ingin mengetahui sesuatu yang belum
diketahui, bila diajarkan padanya maka ia merasa sangat senang
hatinya. Tingkat kesenangan itu dapat dibagi dua, yaitu : Ladzadzat
(kepuasan) dan Sa‟adah (kebahagiaan). Bertambah banyak yang
diketahui, bertambah naiklah tingkat kepuasan dan bertambah rasa
kebahagiaan. Ini hanya dapat dirasakan secara utuh dan sempurna
Puncak tertinggi dari kepuasan dan kebahagiaan ini ialah
ma‟rifatullah.17 c. Lingkungan
Lingkungan ialah sesuatu yang berada disekitar tubuh yang
hidup. Lingkungan tumbuh-tumbuhan oleh adanya tanah dan
udaranya, lingkungan manusia ialah apa yang melingkungi dari
negeri, lautan, sungai, udara, dan bangsa.
Lingkungan ada dua macam:
1) Lingkungan alam
Lingkungan yang bersumber dari pencipta, yaitu Tuhan
Yang Maha Esa. Misalnya: lautan, pegunungan, pantai, hutan,
dan lain sebainya.
2) Lingkungan pergaulan
Lingkungan yang berada diruang lingkup diri kita
dimanapun kita berada yang berkaitan dengan kehidupan
sesama manusia untuk saling berinteraksi dengan baik.
d. Kebiasaan
Kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang terus sehingga
mudah dikerjakan bagi seseorang, seperti: kebiasaan berjalan,
berpakaian, berbicara, berpidato, mengajar, dan lain sebagainya.
Orang yang baik atau buruk karena ada dua faktor dari
kebiasaan yaitu:
1) Kesukaan terhadap suatu pekerjaan
2) Menerima kesukaan itu, yang akhirnya menampilkan perbuatan
dan diulang-ulang terus.
e. Kehendak
Kehendak adalah sebuah keinginan yang terlahir dari dalam
hati manusia untuk melakukan sesuatu.
17
Perbuatan dari kehendak mengandung:
1) Perasaan
2) Keinginan
3) Pertimbangan
4) Azam yang disebut dengan kehendak
c. Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan adalah sarana yang hendak dicapai setelah kegiatan
selesai dilakukan. Pendidikan merupakan kegiatan yang berproses
secara sistematis dan berencana sudah tentu mempunyai tujuan.
Tujuan pendidikan diperlukan untuk membentuk kepribadian
seseorang. Tujuan berfungsi untuk dijadikan sebagai titik pusat
perhatian dan pedoman dalam melaksanakan kegiatan serta pedoman
untuk mencegah atau menghindari penyimpangan kegiatan.
Begitu pula pendidikan akhlak, mempunyai tujuan tersendiri.
Menurut al-Ghazali, pokok dari tujuan pendidikan akhlak adalah untuk
membentuk keseimbangan empat potensi dasar dalam diri manusia.
Keempat unsur tersebut adalah kejernihan ilmu, daya amarah,
dorongan syahwat dan kecenderungan diri pada keadilan. Maka
pendidikan akhlak adalah bimbingan kepada murid untuk mengenal
dan menyeimbangkan keempat unsur utama dalam diri manusia.18
Sedangkan tujuan pendidikan akhlak dalam Islam ialah untuk
membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan
dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai,
bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan
suci.19
a. Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan akhlak adalah menyiapkan
manusia (peserta didik) agar memiliki sikap dan perilaku yang
18
Mohammad Ardani, Op. cit., h. 55.
19
terpuji baik yang ditinjau dari segi norma-norma agama maupun
norma-norma sopan santun, adat istiadat dan tata krama yang
berlaku di masyarakatnya.20 Tujuan umum pendidikan akhlak
adalah membimbing anak agar menjadi muslim sejati, beriman
teguh serta mampu mengabdikan diri kepada Allah SWT. Hal ini
sesuai dengan firman Allah:
Artinya:”Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, melainkan
supaya mereka menyembah kepada-ku”.(Q.S.al-Zariyat:56).
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pendidikan akhlak adalah tujuan pada setiap
jenjang pendidikan akhlak pada setiap jenjang atau tingkat yang
dilalui. Misalnya tujuan khusus pendidikan akhlak di Madrasah
Aliyah berbeda dengan tujuan pendidikan akhlak di Madrasah
Tsanawiyah.
Sebagai contoh, berikut adalah tujuan pendidikan akhlak
pada Madrasah Tsanawiyah.
”menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang akidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannnya kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.”21
20
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Op. cit., h.20
21
d. Macam-macam Akhlak
1) Akhlakul Mahmudah (Akhlak yang baik)
Akhlakul Mahmudah adalah perilaku akhlak yang baik,
yang sesuai dengan ajaran Islam yaitu Al Qur‟an dan Al Hadits.
Perilaku ini adalah perintah dari Allah swt sebagai pencipta.
Dengan perilaku atau akhlak mahmudah seseorang dapat diangkat
derajatnya oleh Allah. Baik dihadapan Allah maupun dihadapan
manusia. Melakukan akhlak mahmudah kita mendapat pahala dan
juga dicintai sesama manusia.
Yang termasuk akhlak mahmudah adalah:
a)
ة امأ
ا
(Sifat Jujur dan Dapat Dipercaya)Sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik harta,
ilmu, rahasia, atau lainnya yang wajib dipelihara dan
disampaikan kepada yang berhak menerimanya. Sebagai
realisasi akhlakul karimah adalah hartawan yang hendaknya
memberikan hak orang lain yang dipercayakan kepadanya,
penuh tanggung jawab ilmuwan hendaknya memberikan
ilmunya kepada orang yang memerlukan orang yang diberi
rahasia hendaknya menyimpan, memelihara rahasia itu sesuai
dengan kehendak yang mempercayakan kepadanya; pemerintah
hendaknya berlaku amanah, jujur dengan segala anugerah
Allah kepada dirinya, menjaga anggota lahir dan anggota batin
dari segala maksiat dan wajib mengerjakan perintah-perintah
Allah.
b)
ةفْيلأ
ا
(Sifat yang Disenangi)Hidup dalam masyarakat yang heterogen memang tidak
mudah menerapkan sifat al alifah, sebab anggota masyarakat
terdiri dari bermacam-macam sifat, watak, kebiasaan, dan
tentulah dapat menyelami segala anasir yang hidup ditengah
masyarakat, menaruh perhatian kepada segenap situasi dan
senantiasa mengikuti setiap fakta dan keadaan yang penuh
dengan aneka perubahan. Pandai mendudukkan sesuatu pada
proforsi yang sebenarnya, bijaksana dalam sikap, perkataan dan
perbuatan, niscaya pribadi akan disenangi oleh anggota
masyarakat dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari.
c)
و
ْڧ
ع
اْل
(Sifat Pemaaf)Manusia tiada sunyi dari khilaf dan salah. Maka apabila
orang berbuat sesuatu terhadap diri seseorang yang karena
khilaf atau salah, maka patutlah dipakai sifat lemah lembut
sebagai rahmat Allah terhadapnya, maafkanlah kekhilafan atau
kesalahannya, janganlah mendendam serta memohonkan
ampun kepada Allah untuknya, semoga ia surut dari
langkahnya, lalu berlaku baik di masa depan sampai akhir
hayatnya.
d)
ْي
عن
اْل
(Sifat Manis Muka)Menghadapi sikap orang yang menjemukan, mendengar
berita fitnah yang memburukkan nama baik, harus disambut
semuanya itu dengan manis muka dan senyum. Betapa banyak
orang-orang pandai lagi bijaksana memakai sikap ini dan
banyak terjadi di dunia diplomasi orang memperoleh sukses
dan mencapai kemenangan, hanya dengan keep smiling
diplomatnya dimeja perundingan. Dengan muka yang manis,
dengan senyum menghias bibir, orang lain dapat mengakui dan
menghormati segala keinginan baik seseorang.
e)
ر
ْۑ
خ
اْل
(Kebaikan atau Berbuat Baik)Betapa banyaknya dalam ayat Al Quran yang
menyebutkan apa yang dinamakan baik, cukuplah itu sebagai
saw. Sudah tentu tidak patut hanya pandai menyuruh orang lain
berbuat baik, sedangkan diri sendiri enggan mengerjakannya.
Dari itu mulailah dengan diri sendiri (ibda binafsi) untuk
berbuat baik. Tidak perlu disuruh berbuat baik terhadap sesama
manusia, tetapi juga terhadap hewan, hendaknya juga berbuat
baik, sebab setiap kebaikan walaupun kecil sekali, namun Allah
akan membalasnya juga kelak di akhirat, demikian janji-Nya.
Bisikan setan yang selalu ingin menjerumuskan ke lembah
kejahatan, janganlah didengarkan, berindunglah kepada Allah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
f)
ع
ْو
ّ
خ
اْل
(Tekun Bekerja Sambil Menundukkan Diri (BerzikirKepada-Nya))
Khusyu dalam perkataan, maksudnya ibadah yang
berpola perkataan, dibaca khusus kepada Allah Rabbul „Alamin dengan tekun sambil bekerja dan menundukkan diri takut
kepada Allah. Ibadah dengan merendahkan diri, menundukkan
hati, tekun dan tetap, senantiasa bertasbih, bertakbir, bertahmid,
bertahlil memuja asma Allah, menundukkan hati kepada-Nya,
khusyu dikala shalat,memelihara penglihatan, menjaga
kehormatan, jangan berjalan di muka bumi Allah ini dengan
sombong, berbicara dengan tenang dan sederhana, tunduk
hanya kepada-Nya, itulah sebenarnya akhlakul karimah.
2) Akhlakul Mazmumah (Akhlak yang buruk)
Akhlakul Mazmumah adalah perilaku akhlak yang buruk,
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Perilaku yang dilarang oleh
Allah swt. Bila orang melakukannya ia akan mendapatkan ganjaran
dosa bahkan azab dari Allah swt. Selain itu juga ia akan
direndhkan derajatnya dihadapan Allah juga dihadapan sesama
manusia.
a)
ۃ
ني
م
اْلأ
(Sifat Egoistis)Manusia hidup tidaklah menyendiri, tetapi berada di
tengah-tengah masyarakat yang heterogen. Ia harus yakin jika
hasil perbuatan baik, masyarakat turut mengecap hasilnya,
tetapi jika akibat perbuatannya buruk masyarakat pun turut pula
menderita. Sebaliknya orang tiada patut hanya bekerja untuk
dirinya, tanpa memerhatikan tuntutan masyarakat, sebab
kebutuhan-kebutuhan manusia tiada dapat dihasilkan sendiri. Ia
sangat memerlukan bantuan orang lain dan pertolongan dari
anggota masyarakat. Sifat egoistis tidak diperdulikan orang
lain, sahabatnya tidak banyak dan ini berarti mempersempit
langkahnya sendiri di dunia yang luas ini.
b)
ي
بْغ
اْل
(Suka Obral Diri pada Lawan Jenis yang Tidak Hak(Melacur)).
Melacur dikutuk masyarakat, baik laki-laki ataupun
perempuan. Perempuan yang beralasan karena desakan
ekonomi, atau karena patah hati dengan suaminya, mencari
kesenangan hidup pada jalan yang salah, jelas dilaknat Allah.
Orang yang melakukan berarti imannya dangkal. Kegemaran
melacur, menimbulkan mudharat yang tidak terhingga, dapat
memperoleh penyakit dan merusak tatanan social. Orang yang
melakukan, di dunia hanya mendapat nikmat sesaat, seterusnya
orang pun benci, apalagi di akhirat kelak, api neraka menunggu
pula baginya di sana.
c)
ل
ْخ
ب
اْل
(Sifat Bakhil, Kikir, Kedekut (Terlalu Cinta Harta))Bakhil, kedekut, kikir adalah sifat yang sangat tercela dan
paling dibenci Allah. Hidup di dunia ini hanya sementara, apa
yang Allah amanahkan hanya pinjaman sementara saja. Jika
mati jelas semua yang ada di dunia tidak akan dibawa kecuali
semua sifat bakhil, kikir, kedekut itu, semua kekayaan tidak
ada yang dibawa ke dalam kubur. Orang kikir biasanya pintu
rezekinya sering tertutup.
d)
ْذ
ك
اْل
(Sifat Pendusta atau Pembohong)Maksudnya sifat mengada-ada sesuatu yang sebenarnya
tidak ada, dengan maksud untuk merendahkan seseorang.
Kadang-kadang ia sendiri yang sengaja berdusta. Dikatakannya
orang lain yang menjadi pelaku, juga ada kalanya secara brutal
ia bertindak, yaitu mengadakan kejelekan terhadap orang yang
sebenarnya tidak bersalah. Orang yang seperti ini setiap
perkataannya tidak dipercayai orang lain. Di dunia ini ia akan
memperoleh derita dan di akhirat ia akan mendapat siksa.
Menghadapi orang yang bersifat demikian, apabila ia
membawa berita, hendaklah berhati-hati, jangan mudah
diperdayakannya, sebab berdusta sudah memang hobinya,
celakalah setiap pendusta, pengumpat pencela, dan pemfitnah.
e)
ر
ْم
خ
اْل
(Gemar Minum Minuman yang Mengandung Alkohol(Al Khamar))
Minuman beralkohol walaupun rendah kadarnya
diharamkan, sebab mengakibatkan mabuk. Bilamana orang
sedang mabuk maka hilanglah pertimbangan akal sehatnya.
Akal merupakan kemudi yang dapat membedakan baik dari
yang buruk, benar dari yang salah. Kehilangan pertimbangan
akal menyebabkan orang lupa kepada Allah dan agama. Agama
adalah akal, tiada beragama bagi orang yang tiada berakal.
Setelah hilang akal maka hilanglah sifat malunya. Ia berkata
dan berlaku tidak wajar. Akal menempatkan manusia di derajat
yang lebih tinggi dari hewan. Peminum khamar berpendapat
bahwa situasi mabuk ada manfaatnya, sebab menghilangkan
itu hanya sebentar. Usaha menghindarkan diri dari penderitaan
hidup seperti ini, berarti ia seorang pengecut, karena ia tidak
sanggup mengatasinya secara rasio dan tanpa usaha yang
konkret. Belum pula dihitung mahalnya ongkos membeli
khamar, ditambah lagi terganggunya stabilitas badan karena
sering dimasuki khamar.
f)
نۃ
ي
خ
اْل
(Sifat Pengkhianat)Karena tindakannya yang licik, sifat khianat untuk
sementara waktu tidak diketahui manusia, tetapi Allah Maha
Mengetahui. Ia tidak segan bersumpah palsu untuk
memperkuat dan membenarkan keterangannya bila ia tertuduh,
karena ia tidak mempunyai rasa tanggung jawab. Dia tidak
memperoleh keuntungan dari tindakannya yang tidak jujur itu,
sikap senang mengorbankan teman sendiri, jadi musuh dalam
selimut, menggunting dalam lipatan, menolak kawan seiring
dan membahayakan keselamatan dirinya. Sifat amanah
membawa kelapangan rezeki, sedangkan khianat menimbulkan
kefakiran, penghianat sebenarnya mencoreng keningnya sendiri
dengan arang yang tidak mungkin hilang untuk
selama-lamanya, terjauh dari teman dan sahabat, terisolasi dari
pergaulan, masyarakat memandang dengan sebelah mata dan ia
kehilangan kepercayaan.
g)
ْلم
ُظل
ا
(Sifat Aniaya)Aniaya ialah meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya,
mengurangi hak yang seharusnya di berikan. Penganiayaan
dapat memutuskan ikatan persaudaraan antara sesama manusia.
Itulah sebabnya agama melarang zalim karena manusia selalu
mempunyai kekurangan-kekurangan. Manusia harus tolong-
menolong dalam kehidupan masing masing dan tidak boleh
h)
ن
ْب
ج
اْل
(Sifat Pengecut)Sifat pengecut adalah perbuatan hina, sebab tidak berani
mencoba, belum mulai berusaha sudah menganggap dirinya
gagal. Ia selalu ragu-ragu dalam bertindak. Keragu-raguan
memulai sesuatu itu berarti suatu kesalahan. Orang muslim
harus tegas, cepat mengambil keputusan dan tidak menunggu.
Karena itu ketidaksanggupan berusaha dan takut berjuang
menghadapi kenyataan, lebih baik mati saja tidak usah hidup.22
3. Nilai Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak menghendaki pendidikan yang diperuntukkan
menciptakan manusia menjadi manusia paripurna. Menurut islam,
pendidikan harus menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang
menghambakan dirinya kepada Allah (taqwa).23 Pendidikan Islam secara
filosofis berorientasi kepada nilai-nilai akhlak yang bersasaran pada tiga
dimensi hubungan manusia selaku khalifah di bumi, yaitu:
1. Menanamkan sikap hubungan yang seimbang, selaras dengan Tuhannya.
2. Membentuk sikap hubungan yang harmonis, selaras dengan masyarakat.
3. Mengembangkan kemampuannya untuk menggali, mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam ciptaan-Nya bagi kepentingan kesejahteraan manusia dengan disikapi pola hubungan yang harmonis.24
Nilai-nilai akhlak yang diajarkan melalui pendidikan ialah nilai
akhlak yang termasuk ke dalam akhlak al-karimah. Nilai berarti sifat-sifat
atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Nilai berarti
esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan
manusia. Makna nilai tidak eksklusif, artinya bahwa berbagai jenis nilai
seperti benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan ada bila
22
Yatimin Abdullah, op.cit.,, h. 12-16.
23
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Op. cit., h.32.
24
menunjukkan adanya kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami
manusia dalam pergaulan. Nilai-nilai disini yang akan dibahas adalah
tentang usaha untuk membedakan antara yang baik dan buruk yang
diambil dari sesuatu apapun itu bentuknya bisa melalui media pengajaran
media hiburan yang didalamnya mengandung arti yang sangat luas.
Adapun nilai-nilai pendidikan akhlak yang diambil dari novel ini berdasar
al Qur'an diantaranya tentang berbakti pada orang tua terdapat pada al
Qur'an surat al Isra' ayat 24, sedangkan Mendidik anak terdapat pada
Surat at- Tahrim ayat 6 dan surat Ali Imran ayat 110, sedangkan dasar
untuk sabar terdapat dalam surat al Ahzab ayat 17 dan surat ar- Ra'du
ayat 11, adapun landasan untuk etos kerja terdapat dalam surat Jumuah
ayat 10. Pada pembahasan akhlak ini nanti yang akan kita bahas lebih
lanjut pada bab IV yang nantinya akan dikorelasikan dengan isi novel
Rindu Ibu Adalah Rinduku
B. Konsep Novel 1. Pengertian Novel
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), novel merupakan
karya prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan
sifat pelaku.25 Sejalan dengan pengertian tersebut novel juga didefinisikan jenis cerita fiksi mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus. Selain itu tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa dan latar ditampilkan secara tersusun hingga bentuknya lebih panjang dibandingkan dengan prosa rekaan yang lain.26 Dapat dipahami bahwa novel merupakan karya sastra yang menonjolkan cerita dengan
watak-watak tokoh yang beragam.
25
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), H. 788.
Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang berarti „sebuah
barang baru yang kecil‟. Dalam perkembangannya, novel diartikan sebagai sebuah karya sastra dalam bentuk prosa. Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh. Kisah novel berawal dari kemunculan persoalan yang dialami oleh tokoh hingga tahap penyelesaiannya.27
Herman J. Waluyo mengemukakan ciri-ciri yang ada dalam sebuah novel, bahwa dalam novel terdapat : a) Perubahan nasib dari tokoh cerita;
b) beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; c) Biasanya tokoh utama tidak sampai mati.28 Ciri karya sastra berbentuk novel adalah adanya tokoh yang menjadi fokus dalam ceritanya.
2. Unsur-unsur Novel
Unsur novel ada yang berbentuk intrinsik maupun ekstrinsik. Berikut
ini paparan menganai unsur-unsur tersebut.
a. Unsur Instrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra
itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir
sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai
jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel secara
langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan unsur intrinsic
inilah yang membuat sebuah novel terwujud. Atau sebaliknya, jika
dilihat dari sudut pandang pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang
akan dijumpai jika mambaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud yaitu
tema, latar, penokohan, alur, sudut pandang, dan amanat.29
1) Tema
Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema
cerita menyangkut segala persoalan, yaitu persoalan kemanusiaan,
27
E. Kosasih, Apresiasi SastraIndonesia, (Jakarta: Nobel Edumedia, 2008), h. 54.
28
Rany Madrastuti, op. cit., h. 7-8.
29
kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Untuk mengetahui tema suatu cerita, diperlukan apresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan. Bisa saja tema “dititipkan dalam unsur penokohan, alur, atau latar. Tema jarang dituliskan secara tersurat oleh pengarangnya. Untuk dapat merumuskan tema cerita fiksi, seorang pembaca harus mengenali unsur-unsur intrinsik yang dipakai oleh pengarang untuk mengembangkan cerita fiksinya.
2) Latar Cerita
Latar adalah permukaan, halaman, rata, datar, dasar, sen,
tempat, dan waktu terjadi peristiwa dalam cerita. Unsur prosa yang
disebut latar ini menyangkut tentang lingkungan geografi, sejarah,
sosial, dan bahkan kadang-kadang lingkungan politik atau latar
belakang tempat kisah itu berlangsung. Latar pada sebuah novel
kadang-kadang tidak berubah sepanjang ceritanya, meski
kadangkala dalam beberapa novel lain berubah-ubah dan bahkan
kontras satu sama lainnya.
Berhadapan dengan sebuah karya fiksi, pada hakikatnya kita
berhadapan dengan sebuah dunia, dunia dalam kemungkinan,
sebuah dunia yang sudah dilengkapi dengan tokoh penghuni dan
permasalahan. Namun tentu saja hal itu kurang lengkap, sebab
tokoh dengan berbagai pengalaman kehidupannya itu memerlukan
ruang lingkup, tempat, dan waktu. Sebagaimana halnya kehidupan
manusia di dunia nyata. Dengan kata lain, fiksi sebagai sebuah
dunia, disamping membutuhkan tokoh, cerita, dan plot juga perlu
latar.
a) Latar Tempat
Latar tempat adalah sebuah situasi tempat yang
menggambarkan keadaan nyata, yang mendukung sebuah cerita,
agar membuat cerita lebih hidup dan logis, juga menciptakan
pembaca. Seperti: desa, kota, rumah, lapangan, sekolah, rumah
sakit, lingkungan, dan lain sebagainya.
b) Latar Waktu
Latar waktu adalah sebuah situasi waktu yang menggambarkan keadaan waktu, yang mendukung sebuah
cerita, agar membuat cerita lebih hidup dan logis, juga
menciptakan suasana tertentu yang dapat menggerakkan
perasaan dan emosi pembaca. Seperti: jam, hari, tanggal, bulan,
tahun, pagi, siang, sore, malam dan lain sebagainya.
3) Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah novel, sering dipergunakan
istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau
karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk
pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut, sebenarnya
tak menyaran pada pengertian yang persis sama, atau paling tidak
dalam tulisan ini akan dipergunakan dalam pengertian yang
berbeda, walau memang diantaranya yang sinonim. Ada istilah yang
pengertiannya menyaran pada tokoh cerita, dan pada teknik
pengembangannya dalam sebuah cerita.
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya
sebagai jawaban terhadap pertanyaannya: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada berapa jumlah pelaku dalam novel itu?”, atau siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam novel itu?”, dan
sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat
dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih
menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan
karakter