• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL SETELAH

A. Akibat Hukum Aborsi Dalam Islam

Islam memberikan jaminan terhadap janin sebagai bentuk perlindungan atas kesalamatannya. Seperti tidak boleh menyakiti janin, menjaga hak warisnya, dan hukum-hukum syariat lainnya yang berkaitan dengan janin.171 Muhammad Mekki Naciri mengatakan bahwa semua literatur hukum Islam dari mazhab-mazhab yang ada sepakat untuk mengatakan bahwa aborsi adalah perbuatan aniaya dan sama sekali tidak diperbolehkan kecuali jika aborsi didukung dengan alasan yang benar.172

Pengguguran (aborsi) dalam pandangan hukum Islam termasuk perbuatan keji dan merupakan suatu kejahatan. Suatu kejahatan jika telah lengkap unsur-unsurnya dan dilakukan oleh pelakunya dalam keadaan sadar dan dengan sengaja akan dikenai ancaman hukuman.173 Pelaku aborsi atau penyebab keguguran dalam fikih Islam dikenakan hukuman.

Ada beberapa macam sanksi bagi pelaku atau penyebab aborsi sesuai dengan akibat yang ditimbulkannya : ghurrah, kifarah (ganti rugi), diyat (tembusan), dan ta’zir (hukuman atas pertimbangan hakim).174

171Abu AbdurrahmanAdil Yusuf Al-Azazi, Op. Cit., hal. 59.

172Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Op. Cit., hal 156.

173Zuhroni, Op. Cit., hal. 170.

174Istibsjaroh, Op. Cit., hal. 52.

Semua mazhab sepakat menyatakan bahwa aborsi adalah kejahatan dan mereka sepakat menetapkan hukumannya harus dalam bentuk ghurrah maupun diyat dengan kaffarat, bergantung pada usia janin pada saat penyerangan terjadi. Hukum Islam mewajibkan membayar diyat secara sempurna kepada seseorang yang memukul perut wanita hamil, lalu dia melahirkan bayinya dalam keadaan hidup namun kemudian mati akibat pukulan tersebut. Para ulama berpendapat mengenai bentuk hukuman bagi pelaku aborsi yaitu hukuman denda yang disebut ghurrah. Ghurrah adalah membayar sahaya laki-laki atau perempuan atau yang dapat menggantikan keduanya sebagai diyat karena membinasakan janin melalui suatu tindakan kejahatan.

Atau pembayaran dapat dilakukan dalam bentuk 100 ekor domba, atau dalam bentuk yang kontan (dalam konteks masa lalu sebesar 500 dirham).175 Ghurrah berlaku jika aborsi telah memenuhi lima syarat, yakni :

1. adanya tindakan tertentu yang menyebabkan gugurnya janin, 2. janin gugur setelah terjadinya tindakan tertentu,

3. janin keluar dalam keadaan meninggal,

4. janin sudah melewati masa mudghah (sudah terbentuk), dan 5. kedua orang tua janin bukan kafir harbi176.

Yang dimaksud “tindakan” di sini adalah semua hal yang bisa menjadi penyebab keguguran, termasuk ucapan. Misalnya, mengancam, menakut-nakuti, menghina, mengejutkan berteriak keras, membiarkan kelaparan, menyebarkan bau

175Zuhroni, dkk, Op. Cit., hal. 171.

176Kafir harbi adalah seluruh orang musyrik dan ahli kitab yang boleh diperangi atau semua orang kafir yang menampakkan permusuhan dan menyerang kaum Muslimin.

busuk, bahkan membuat si hamil terpesona. Jika hal-hal tersebut membuat si perempuan keguguran, maka pelaku atau penyebab keguguran mesti membayar ghurrah tanpa melihat apakah tindakan itu disengaja atau tidak.177

Kalangan mazhab sepakat, hukuman ghurrah wajib diberlakukan ketika kematian janin disebabkan oleh permusuhan, atau ketika janin sudah dalam keadaan tidak bernyawa saat terpisah dari rahim sang ibu, atau ketika janin baru terpisah sebagian dari rahim sang ibu dan ada tanda-tanda kalau janin sudah mati. Demikian itu karena segala keputusan hukum yang berkenaan dengan si jabang bayi tidak bisa diambil kecuali setelah ia keluar dari rahim sang ibu. Di samping itu, gerakan si jabang bayi bisa saja terjadi karena udara yang ada di dalam perut sang ibu, dan itu akan hilang karena pukulan atau rasa takut yang sangat. Kalangan mazhab Syaafi’i bahkan menegaskan seandainya kematian janin sudah diketahui, meskipun janin belum terpisah dari rahim sang ibu, maka hukumannya adalah seperti sudah terpisah atau keluar dari rahim. Adapun mazhab Hanafi menyatakan badan janin yang baru keluar sebagian dari rahim sang ibu itu sudah bisa dikatakan keluar seutuhnya.

Apabila kepala janin keluar dulu, misalnya, maka badan janin dari kepala sampai dada sudah dianggap keluar dulu. Misalnya badan janin dari kepala sampai dada sudah dianggap keluar , dan apabila yang keluar dua kakinya maka badan janin dari kaki sampai pusar sudah dianggap keluar. Kalangan mazhab Hanafi dan Maliki lalu menambahkan bahwa ketentuan ini hanya berlaku jika sang ibu tidak meninggal dunia. Ibnu Abidin mengatakan, apabila janin yang sudah dalam keadaan tidak

177Istibsjaroh, Op. Cit., hal 52.

bernyawa itu keluar setelah kematian sang ibu maka tidak ada yang perlu dipertanyakan lagi. Demikian itu karena kematian sang ibu jelas merupakan sebab bagi kematian janin, karena janin bisa hidup jika sang ibu tetap hidup dan janin akan mati jika sang ibu mati.178

Al-Haththab dan al-Mawwaq menegaskan, hukuman ghurrah itu wajib diberlakukan pada kasus janin yang keluar dalam keadaan sudah tidak bernyawa, sedangkan sang ibu sendiri masih hidup. Ibu Rusyd mengatakan syarat yang diberlakukan ghurrah adalah ketika janin yang keluar itu sudah dalam keadaan tidak bernyawa, sedangkan sang ibu sendiri tidak meninggal dunia setelah perutnya dipukul. Adapun menurut kalangan mazhab Syafi’i dan Hambali, hukuman ghurrah tetap wajib diberlakukan, baik kadaluarsanya janin yang sudah mati itu terjadi jika saat sang ibu meninggal dunia. Ibnu qudamah mengatakan, janin yang mati akibat tindak kejahatan, dan itu diketahui ketika janin keluar dari rahim sang ibu, maka kematiannya harus dipertanggungjawabkan sebagaimana ketika ia keluar dari rahim sang ibu yang masih hidup.179

Menurut ulama mazhab Hanafi, hukum memerdekakan budak (ghurrah) selama setahun diberlakukan pada pelaku pengguguran janin. Hadis riwayat Muhammad ibn al-Hasan menyebutkan bahwa Rasulullah SAW menghukum pelaku aborsi dengan ghurrah selama setahun. Si pelaku juga tidak berhak menjadi ahli waris, sebagaimana dinyatakan ulama mazhab syafi’i. Menurut mereka hukuman

178Abd al-Qadir Manshur, Op. Cit., hal. 119.

179Ibid., hal. 120.

ghurrah akan tetap diberlakukan meskipun pelakunya adalah ibunya sendiri.

Demikian karena kejahatan terhadap janin melibatkan faktor kesengajaan, bahkan juga faktor kesalahan dan kelalaian. Adapun mazhab Hanafi memiliki pandangan lebih terperinci. Apabila seseorang suami memukul perut istrinya, lalu janin di dalam perut sang istri keluar dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Maka sang suami mesti menganggung hukuman ghurrah dan tidak berhak menjadi ahli waris. Seorang istri yang dengan sengaja menggugurkan kandungannya tanpa izin dari suami maka ia harus menanggung hukuman ghurrah dan tidak berhak menjadi ahli waris. Tetapi jika sang suami mengizinkan, atau dia tidak sengaja menggugurkannya, maka hukuman ghurrah tidak lagi diberlakukan.180

Dalam Shahih Bukhari dan Muslimin disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata : “Dua orang perempuan dari Bani Hudzail berkelahi, salah satu dari mereka melempar batu hingga mengenai yang satunya lagi, sehingga mengakibatkan kematiannya sekaligus kematian janin yang masih ada dalam kandungannya. Akhirnya perkara tersebut dibawa ke hadapan Rasulullah SAW. Beliau menetapkan diyat atas janin yang terbunuh itu dengan ghurrah atas budak laki-laki dan budak perempuan, dan beliau menetapkan diyat atas perempuan itu kepada orang yang memiliki ikatan keluarga dengannya”.181

Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah SAW menetapkan hukuman pembayaran diyat atas janin dengan ghurrah atas budak laki-laki dan budak

180Ibid., hal. 122.

181Abu Abdurrahman Adil Bin Yusuf Al-Azazi, Op. Cit., hal. 59.

perempuan. Al-Khiraqi mengatakan dalam kitab Al-Mukhtashar mengatakan bahwa diyat atas janin apabila terjadi keguguran akibat pukulan yang mematikan adalah ghurrah atas budak laki-laki atau budak perempuan, nilainya sama dengan lima ekor unta yang menjadi warisan dari janin tersebut. Dari apa yang dikemukakan oleh Al-Khiraqi di atas, diyat tersebut berlaku dengan syarat janin tersebut keguguran dan keluar dari perut si ibu. Maka jika tidak sampai keguguran, maka hukum itu tidak berlaku.182

Semua mazhab sepakat menyatakan bahwa pembunuhan janin adalah kejahatan dan mereka sepakat menetapkan hukumannya dalam bentuk ghurrah maupun diyat, bergantung pada usia janin pada saat penyerangan terjadi.183 Tetapi para ulama berbeda pendapat mengenai kapan usia janin yang gugur mewajibkan ghurrah.184 Imam malik mewajibkan ghurrah tanpa memandang apakah janin sudah berbentuk atau belum. Ulama Hanabilah memberikan tafshil, ghurrah wajib pada usia kehamilan di bawah 6 bulan. Setelah itu, pelaku atau penyebab aborsi dikenakan diyat penuh. Diyat penuh juga berlaku jika janin yang sudah diketahui hidup di rahim ibunya terbunuh karena tindak kriminal terhadap ibunya dan bukan dimaksudkan untuk membunuh janin itu sendiri. Namun, jika tindakan itu memang dimaksudkan untuk mencelakai si janin itu sendiri, maka pelakunya wajib membayar kifarat.

Demikian pendapat ulama Syafi’i dan Hanafi.185

182Ibid., hal. 60.

183Zuhroni, Op. Cit., hal. 171.

184Istibsjaroh, Op. Cit., hal. 53.

185Ibid.

Hukuman atas janin berbeda-beda sesuai dengan perbedaan akibat dari perbuatan pelaku. Akibat tersebut ada 5 macam :186

1. Gugurnya kandungan dalam keadaan meninggal

Apabila janin gugur dalam keadaan meninggal, hukuman bagi pelaku adalah diyat janin, yaitu ghurrah yang nilainya lima ekor unta. Ghurrah berlaku baik janin laki-laki maupun janin perempuan.

2. Gugurnya janin dalam keadaan hidup tetapi kemudian meninggal akibat perbuatan pelaku

Apabila janin gugur dalam keadaan hidup tetapi kemudian ia meninggal akibat perbuatan pelaku, menurut pendapat ulama yang menyatakan adanya kesengajaan hukumannya adalah qishash187.

3. Gugurnya janin dalam keadaan hidup terus atau meninggal karena sebab lain Apabila janin gugur dalam keadaan hidup dan ia tetap bertahan dalam hidupnya, atau kemudian ia meninggal karena sebab lain, hukuman bagi pelaku adalah hukuman ta’zir188. Hal ini karena meninggalnya janin tersebut bukan karena perbuatannya.

4. Janin tidak gugur atau gugur setelah meninggalnya ibu

186Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 224.

187 Hukuman qishash ialah kesalahan yang dikenakan hukuman balas. Membunuh dibalas dengan bunuh (nyawa dibalas dengan nyawa), melukakan dibalas dengan melukakan, mencederakan dibalas dengan mencederakan.

188 Hukuman ta'zir adalah hukuman yang bersifat pengajaran terhadap berbagai perbuatan yang tidak dihukum dengan hukuman hudud atau terhadap kejahatan yang sudah pasti ketentuan hukumnya hanya syaratnya tidak cukup (misalnya saksi tidak cukup). Pelaksanaan hukuman takzir ini diserahkan kepada penguasa yang akan menjatuhkan hukuman. dan dalam hal ini hakim atau penguasa memiliki kebebasan untuk menetapkan hukuman takzir kepada pelaku tindak pidana yang hukumannya tidak disebutkan dalam Alquran.

Apabila karena perbuatan pelaku janin tidak gugur, atau ibu meninggal sebelum kandungannya keluar, atau janin gugur setelah meninggalnya ibu maka hukuman dalam kasus ini adalah ta’zir. Ketentuan ini berlaku apabila tidak ada petunjuk yang pasti bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku mengakibatkan meninggalnya janin, atau menggugurkannya, dan meninggalnya ibu tidak ada kaitannya dengan hal ini.

5. Tindak pidana mengakibatkan luka pada ibu, menyakitinya, atau menyebabkan kematiannya

Apabila perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tidak hanya menggugurkan kandungan, melainkan menimbulkan akibat pada ibu, atau bahkan meninggal maka akibat tersebut harus dipertanggungjawabkan kepada pelaku sesuai dengan akibat yang terjadi. Kalau akibatnya berupa meninggalnya ibu maka di samping ghurrah untuk janin, juga berlaku hukuman diyat untuk ibu, yaitu lima puluh ekor unta. Apabila pelaku memukul ibu dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas, tetapi menggugurkan janinnya dalam keadaan mati, untuk pemukulan pelaku dikenakan hukuman ta’zir, dan untuk pengguguran kandungannya berlaku diyat janin, yaitu ghurrah lima ekor unta.