• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KEBIJAKAN YANG TANGGAP TERHADAP PERUBAHAN

B. Akibat Hukum Bagi Indonesia

Melihat siklus bisnis saat ini dimana ekonomi sedang dalam pertumbuhan, tetapi hal yang diinginkan adalah agar penurunan yang tak terelakkan itu, ketika saatnya tiba, tidak seperti naik roller coaster-penurunan perlahan bukannya kejatuhan mendadak ke dalam resesi dengan mengetatkan suku bunga ketika tanda inflasi pertama kali muncul. Pilihan lain yang dilakukan adalah memilih untuk memanfaatkan siuasi ekonomi yang relatif tenang itu guna mencoba pendekatan yang lebih radikal: melakukan pencegahan secara perlahan, bahkan sebelum inflasi muncul.193

Jaring pengaman sosial ada hampir dimana-mana, dalam kadar yang besar atau kecil. Sesuai dengan sifatnya, jaring pengaman membatasi pelaksaaan laissez-faire yang sepenuhnya, terutama melaui Undang-Undang Tenaga Kerja

192

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 31.

193

dan program redistribusi pendapatan. Tetapi, sudah jelas bahwa dalam dunia yang kompetitif secara global, ada batas-batas ukuran dan sifat jejaring pengaman sosial yang bisa ditoleransi pasar tanpa menimbulkan dampak ekonomi yang sangat negatif. Eropa Daratan, misalnya, sekarang sedang berjuang mencari cara yang sesuai untuk menguragi tunjangan pensiun dan perlindungan pekerjaan terhadap PHK.194 Berikut adalah hubungan antara sasaran pembangunan dan Instrumen Kebijakan.195

Tabel 2

Hubungan sasaran pembangunan dan instrumen kebijakan

Kategori Tipe Transaksi

Impor dan Pembayaran Impor Anggaran pertukaran mata uang asing

Persyaratan pendanaan untuk impor Persyaratan dokumentasi untuk pelepasan Pertukaran mata uang asing untuk impor Lisensi impor dan ketentuan non-tarif lainnya Pajak impor dan/atau tarif

Monopoli impor negara

Ekspor dan pendapatan ekspor Persyaratan repatriasi

Persyaratan pendanaan Persyaratan dokumentasi Lisensi ekspor

Pajak ekspor Pembayaran untuk transaksi yang tidak tampak

dan

Untuk current transfers

Kontrol atas pembayaran tersebut

Pendapatan dari transaksi tidak tampak dan currrent

Transfer

Persyaratan repatriasi

Pembatasan atas penggunaan dana

Transaksi capital account Sekuritas pasar modal

Instrumen pasar uang Sekuritas investasi kolektif Derivatif dan instrumen lainnya Kredit komersial

Kredit finansial

Garansi, jaminan, dan fasilititas back-up finansial

Investasi langsung

Likuidasi investasi langsungTransaksi real astat Pergerakan modal pribadi

Bank Komersial dan lembaga kredit lainnya

194

Ibid., hal. 516.

195

Investor Institusional

Sumber: Data merupakan hasil dari The Quality of Growth-Kualitas Pertumbuhan Tahun 2001.

Dipandang dari sudut efisiensi dihindari adanya kebijakan yang mengimbangi serangkaian distorsi yang muncul dengan kebijakan lainnya. Insentif ekspor tidaklah, merupakan pengimbang yang cukup berarti dibandingkan dengan penyimpangan yang merugikan ekspor dalam struktur insentif penanaman modal. Tindakan kompensasi penanaman modal diselenggarakan dengan biaya keuangan dan biaya sosial yang mahal. Salah satu jalan keluar yang lebih baik adalah dengan suatu tindakan yang langsung dilakukan pada sumber distorsi, seperti munculnya perusahaan-perusahaan besar dan metode produksi yang padat modal, yang tidak konsisten pada ’faktor setempat’ dan kekayaan sumber daya.196

Di ASEAN, prospek industrialisasi Cina kurang begitu relevan bagi keempat negara pemula dalam strategi yang berorientasi ekspor (semua negara anggota, kecuali Indonesia). Perekonomian Cina ditandai oleh keanekaragaman regional yang cukup besar dan keterpaduan ekonomi internal yang buruk. Skenario yang lebih jelas mungkin akan menyarankan bahwa kota-kota pesisir Cina akan lebih terintegrasikan secara erat dengan perekonomian internasional bagi daerah-daerah pedalaman. Dalam pengertian ini pertumbuhan industri kota pesisir Cina akan menambah permintaan regional atau barang-barang Sumber Daya Alam (SDA), sehingga akan menambah permintaan regional atas-atas barang-barang SDA, sehingga akan memperbesar keungggulan komparatif ASEAN dalam barang tersebut.197

196

Mohamed Ariff &Hall Hill, Industrialisasi Di ASEAN, Op.Cit, hal. 96. 197

Kebanyakan Pemerintah di ASEAN memiliki berbagai tujuan industri, seperti pembangunan industri yang seimbang, struktur Pasar yang kompetitif, pemerataan pembangunan regional, struktur industri yang kompetitif, pemerataan, keseimbangan, etnis, pengendalian investasi asing, alat-alat pengaturan industri, Badan Penanaman Modal, Perdagangan Luar Negeri, pasar faktor produksi, peraturan-peraturan industri yang spesifik, dan pengaturan-pengaturan lainnya yang dibutuhkan.

Kemauan negara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan hanya sekedar cita-cita hukum ketika tidak didukung oleh keuangan negara yang bersumber dari pendapatan negara yang pemungutannya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pendapatan negara yang diperkenankan secara yuridis tersebar dalam berbagai pendapataan negara baik itu pajak negara, bea cukai, dan penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan.198

Dalam pandangan neoliberal, pada lingkup individul, nasional maupun global, pertumbuhan ekonomi tergantung pada tingginya tingkat penanaman modal (investasi) swasta. Investasi ini pada gilirannya menarik modal dari luar negeri yang tentunya harus diterapkan kebijakan yang menjamin kebebasan lalu lintas modal (barang atau jasa), seperti kebijakan deregulasi-liberalisasi.

Peraturan penanaman modal dalam perjajian-perjannjian WTO, seperti TRIM’s Agreement maupun GATS merupakan penegasan kembali secara lebih spesifik prinsip-prinsip perdagangan bebas yang telah dinegosiasikan sejak tahun 1947. dalam sistem GATT, prinsip national treatment dan prinsip most favoured

198

Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara, (Jakarta: RajaGrafindo persada, 2008), hal. 12.

nations menjamin tidak adanya tindakan diskriminatif diterapkan oleh negara anggota. Prinsip ini mengarah pada adanya perlakuan yang sama oleh suatu negara baik terhadap kepentingannya sendiri maupun terhadap kepentingan lain.199

Prinsip national treatment ini menghindari diterapkannya peraturan- peraturan yang menerapkan perlakuan diskriminatif yang ditujukan sebagai alat untuk memberikan proteksi terhadap produk-produk buatan dalam negeri. Tindakan seperti ini ternyata menyebabkan terganggunya kondisi persaingan anatara barang-barang buatan dalam negeri dengan barang impor dan mengarah kepada pengurangan kesejahteraan ekonomi.

Menurut Heckscher Ohlin Samuelson tentang pola-pola perdangan, yaitu bahwa suatu negara akan mengekspor barang-barang yang di dalamnya ada bahan masukan faktor yang dimiliki oleh negara tersebut dalam keadaan berlimpah. Model tersebut telah dikembangkan ke berbagai arah. Satu dari sintesa baru yang dimuat oleh Krueger serta Barnaur & Anderson telah memasukkan sumber daya alam kedalam model tersebut. Dalam hubungan itu ada tiga faktor produksi yakni modal yang spesifik untuk menghasilkan barang-barang manufaktur; sumber daya alam yang spesifik dalam menghasilkan barang-barang yang didasarkan pada sumber daya alam; dan tenaga kerja yang diperlukan untuk tenaga kerja dan faktor produksi.200

Adanya proteksi dari para mitra dagang (terutama negara maju) yang memiliki dampak terhadap komposisi perdagangan dan produksi. Akibatnya,

199

Ibid., hal. 74.

200

apabila komposisi ekspor kurang didistorsikan oleh campur tangan kebijakan domestik, seharusnya memberikan indikasi yang lebih baik mengenai berubahnya keunggulan komparatif. Dalam hal ini kebijakan pemerintah dalam negeri seringkali memiliki efek yang penting terhadap kinerja ekspor produksi tertentu.201

Merujuk pada analisa pangsa pasar yang konstan, kenaikan proporsional dalam ekspor, sesuai berjalannya waktu terdiri dari sejumlah efek, yaitu : (a). Efek pertumbuhan baku, (b). Efek komposisi komoditi, (c). Efek distribusi pasar, (d). Efek residual atau disebut efek ’daya saing’. Dengan kata lain, kenaikan ekspor dutunjukkan oleh tiga faktor: pertumbuhan ekspor dunia secara umum ketujuan utama; ramuan komoditi ekspor dan pertumbuhan diffrensial dalam permintaan impor, yaitu sejauh mana pasar tertentu merupakan pusat pertumbuhan permintaan; dan suatu item residual yang akan menangkap keuntungan atau kerugian netto dalam pangsa pasar karena adanya perubahan harga relatif barang- barang pengekspor yang dituju tersebut.202

Di Indonesia, menurut data dari BPS, terdapat sekitar 109 juta angkatan kerja dan perkembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan adanya keberadaan UMKM dan koperasi yang setidaknya mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar rakyat Indonesia.203

201 Ibid.,hal. 259. 202 Ibid., hal. 317. 203

Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 147.

Dalam pelaksaan operasional hukum industri Indonesia ataupun pada sektor publik setiap kebijakan memperhatikan hal-hal berikut :204

1. Permasalahan yang ada, 2. Proyek kerja,

3. sektor pertanian,

4. Sektor institusional dan ideologis, 5. kontrol terhadap kemungkinan negatif, 6. Tekanan pada bidang kumulatif, 7. Penciptaan kepentingan,

8. Negara konvensional.

Hipotesis utama teori transformasi struktural adalah model perubahan struktural yang terjadi pada tiap-tiap negara sebenarnya dapat diidentifikasi dan proses perubahan secara umum masing-masing negara pada dasarnya memiliki kesamaan pula. Meskipun demikian, teori toleran terhadap variasi-variasi kecil dalam proses perubahan struktural yang mungkin berbeda antarnegara. Perbedaan faktor endowment, kebijakan pemerintah serta aksesibilitas terhadap modal dan teknologi merupakan faktor penjelas penting terhadap perbedaan variatif transformasi struktural yang terjadi.205

Secara umum, negara-negara yang memiliki tingkat populasi tinggi dan pada dasarnya menggambarkan tingkat permintaan potensial yang tinggi, cenderung mendirikan industri yang bersifat substitusi impor. Artinya, mereka memproduksi sendiri barang-barang yang dulunya diimpor untuk kemudian dijual di pasar dalam negeri. Sebaliknya, negara-negara dengan jumlah penduduk yang relatif kecil cenderung mengembangkan industri yang berorientasi ke pasar internasional. Teori perubahan struktural menjelaskan bahwa percepatan dan pola

204

Kenneth S. Ferber, Corporation Law, Op.Cit., hal. 29. 205

transformasi struktural yang terjadi pada suatu negara negara dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern, yang saling berkaitan satu dengan yang lain.

Perubahan yang terjadi pada struktur ekonomi disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor menurut sumber daya dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu faktor-faktor yang berasal dari permintaan agregat dan penawaran agregat. Selain kedua sumber, perubahan struktur ekonomi dapat pula terjadi karena adanya intervensi pemerintah. Faktor dari sisi permintaan agregat yang paling dominan dalam mempengaruhi struktur ekonomi adalah perubahan permintaan domestik yang disebabkan oleh kombinasi antara peningkatan pendapatan riil per kapita yang dibarengi perubahan selera konsumen selain dapat memperbesar pasar (permintaan) bagi barang-barang yang ada atau memperluas segmentasi pasar yang ada (diversifikasi), tetapi juga menciptakan pasar bagi barang-barang baru (non-makanan).206

Sebaliknya, faktor yang menyebabkan perubahan struktur ekonomi dapat pula disebabkan oleh faktor internal (domestik) dan faktor eksternal. Faktor eksternal adalah perubahan teknologi serta perdagangan global. Sebaliknya, faktor internal adalah intervensi yang dilakukan oleh pemerintah berupa kebijakan yang dikeluarkan.

Perubahan struktur industri terlihat pada pergeseran penting dalam hal sumbangan ekspor sektor manufaktur terhadap total ekspor nonmigas sebagai

206

sumber utama pertumbuhan industri juga cukup besar, dari hampir nihil pada 1980-1895 menjadi 26.1 persen pada 1985-1990.207

Pertumbuhan nilai tambah, lapangan kerja, dan produktivitas tenaga kerja Indonesia adalah hasil berbagai deregulasi. Orientasi keluar dan pertumbuhan industri padat karya telah mempercepat penciptaan lapangan kerja dan peningkatan produktivitas rata-rata di berbagai sektor sejak tahun 1987.

Literatur terkini tentang kluster mengidentifikasikan bahwa jenis baru daerah industri telah muncul. Teori mengenai daerah industri baru yang berciri perusahaan-perusahaan terspesialisai dan fleksibel, termasuk bentuk prototipe sepert daerah Emilia-Romagna di Italia atau Silicon Valley di Amerika Serikat, menandakan perubahan teori di luar Aglomerasi Neoklasik untuk menjelaskan dinamika daerah industri. Markusen sebagai contoh, berdasarkan survei pertumbuhan kota-kota metropolitan Amerika Serikat antara tahun 1970-1990 memperkenalkan paling tidak ada tiga jenis industri yaitu hub-and-spoke districts satelite industrial platform districts, dan state centered districts.208

Mengamati proses deregulasi dan privatisasi di Indonesia tampaknnya tidak dapat dipisahkan dengan peran para teknorat di belakang formulasi setiap kebijaksanaan restrukturisasi, panyesuaian eksternal, peningkatan daya saing, efisiensi, dan deregulasi merupakan hal yang senantiasa didendangkan. Pada praktiknya, tak dapat dihindari adanya tarik menarik antara yang pro-nasonialis dan pro-efisiensi, antara yang merasa diuntungkan dan dirugikan dengan adanya deregulasi. Hal ini kelihatan dari kebijakan deregulasi yang mampu meniadakan,

207

Ibid., hal. 95.

208

setidaknya mengurangi distorsi pasar, sementara pada waktu yang sama regulasi yang lebih ketat diberlakukan.

Menurut Dunne dan Lunsch (1999), ada tiga penekatan yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja, yaitu penghitungan kinerja berdasarkan pasar (market based performance), kinerja berdasarkan profitabilitas (profitability based performance), dan kinerja berdasarkan produktivitas (productivity based performance). Produktivitas merupakan pengukur kinerja ekonomi yang sangat penting. Pernyataan ini mendukung pernyataan Krugman yang menyatakan ’bahwa produktivitas bukanlah segalanya’.209

Dalam rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) versi pemerintah SBY-JK, daftar perolehan struktural yag dihadapi industri Indonesia semakin panjang. Berikut adalah masalah strutural yang dihadapi industri manufaktur Indonesia. Pertama, masih sangat tingginya kandungan impor bahan baku, bahan antara, dan komponen untuk seluruh industri, yang berkisar antara 28-30 person antara 1993-2002. Inilah yang barangkali menjelaskan mengapa melemahnya nilai rupiah terhadap dolar tidak langsung menyebabkan kenaikan ekspor secara signifikan.210

Kedua, lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi kini industri kita masih banyak yang bertipe ’tukang jahit’ dan ’tukang rakit’. Ini terlihat jelas dalam industri dalam industri Tekstil dan produk tekstil serta industri elektronika. Padahal, kedua sektor merupakan industri padat karya. Meningkatnya upah

209

Ibid., hal. 272.

210

minimum di berbagai daerah Indnesia menyebabkan Indonesia mulai kehilangan pijakan untuk industri yang berbasis murah.

Masalah struktural berikutnya adalah rendahnya kualitas SDM, sebagaimana tercermin pada tingkat pendidikan tenaga kerja industri, sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas kerja industri sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja industri. Kemudian, belum terintegrasinya UKM (Usaha Kecil Menengah) di Indonesia dalam satu mata rantai pertambahan nilai dengan industri skala besar dan kurang sehatnya iklim persaingan karena banyaknya sub sektor industri yang beroperasi dalam kondisi mendekati ’monopoli’, setidaknya ’oligopoli’menambah panjang daftar masalah struktural yang dihadapi industri Indonesia.

Kebijakan industri, yang diformulasikan ke dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), selama pemerintahan Soeharto menitik beratkan pada: (1). Industri-industri yang menghasilkan devisa dengan cara memproduksi barang- barang substitusi impor; (2). Industri-industri yang memproses bahan-bahan mentah (industri dasar) dalam negeri dalam jumlah yang besar; (3). Industri- indusri padat karya; serta (4). Perusahaan-perusahaan negara untuk tujuan strategis dan politis. Negara telah terlibat dalam industri-industri manufaktur sebagai investor, pemilik, pengatur, dan pihak yang membiayai. Di antara negara- negara Asia, gaya ’development state’ semacam ini bukanlah cerita baru.211

Seiring adanya globalisasi dan peningkatan pergaulan internasional dan perdagangan internasional, cukup banyak peraturan-peraturan hukum yang asing

211

atau bersifat internasional akan juga dituangkan ke dalam perundang-undangan nasional terutama kaidah-kaidah hukum transnasional lebih cepat akan dapat diterima sebagai hukum nasional karena kadang-kadang hukum transnasional merupakan aturan permainan dalam komunikasi dan perekonomian internasional dan global. Akibatnya semakin kita memasuki abad ke-21 semakin hukum nasional akan memperlihatkan sifat yang lebih transnasional, sehingga perbedaan dengan sistem hukum lain akan semakin berkurang.

Bertambah ramainya kegiatan di bidang perdagangan internasional mempunyai akibat bahwa pelbagai kegiatan, yang bersangkutan dengan perdagangan internasional membutuhkan perbaikan dan penyempurnaan sistem hukum dan peradilan, yang secara langsung atau tidak langsung menyangkut juga dengan penanaman modal pada umumnya dan penanaman modal asing pada khususnya.

Sebagaimana dikemukakan oleh A.F. Elly Erawati,212 secara umum dapat disebutkan bahwa keberhasilan penciptaan iklim investasi yang favourable sangat tergantung pada tiga faktor determinan yaitu:

1. Faktor Institusional dan kebijakan. Langkah pertama yang dilakukan oleh seseorang jika ingin menanamkan modal di suatu negara khususnya berkembang, secara rinci tentang negara tersebut, antara lain stabilitas politiknya, kebijakan ekonomi terutama terhadap investor asing.

2. Faktor Infrastruktur.

3. Faktor hukum dan perundang-undangan.

Untuk melihat seperti apa perangkat hukum ekonomi di Indonesia tidak akan terlepas dari makna Multi National Corporation dengan istilah yang lebih dekat adalah BUMN. Menurut forum good corporate governance atau FCGC

212

memberikan defenisi tentang corporate governance yaitu seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.213

Lebih lanjut Amin Widajaja Tunggal menyebutkan Corporate Governance sebagai suatu sistem dan struktur untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham (shareholders) serta mengakomodasikan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) seperti kreditor, supllier, asosiasi usaha, konsumen, pekerja pemerintah dan masyarakat.214

Pasal 8 UUPM menyebutkan bahwa:215

1. Penanaman modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Aset yang tidak termasuk aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan aset yang ditetapkan oleh Undang-Undang sebagai aset yang dikuasai negara oleh negara.

3. Penanaman modal diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing, antara lain terhadap:

a. Modal; 213 Ibid., hal. 324. 214 Ibid. 215

b. Keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lain; c. Dana yang diperlukan untuk;

1. pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi, atau barang jadi; atau

2. penggantian barang modal dalam rangka melindungi kelangsungan hidup penanaman modal;

d. Tambahan dana yang diperlukan bagi pembagian penanaman modal;

e. Dana untuk pembayaran kembali pinjaman; f. Royalti atau biaya yang harus dibayar;

g. Pendapatan dari perseorangan warga negara asing yang bekerja dalam perusahaan penanaman modal;

h. Hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal; i. Komposisi atau kerugian;

j. Kompensasi atas pengambilalihan;

k. Pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan teknis, biaya yang harus dibayar untuk jasa teknik dan manajemen, pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak proyek, dan pembayaran hak atas kekayaan intelektual, dan :

l. Hasil penjualan aset sebagaimana dimaksud pad ayat (1).

4. Hak untuk melakukan transfer dan repratriasi sebagaimanan dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi:

a. kewenangan pemerintah untuk memberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan pelaporan pelaksaan transfer dana;

b. hak pemerintah untuk mendapatkan pajak dan/atau royalti dan/atau pendapatan pemerintah lainnya dari penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. pelaksanaan hukum yang melindungi hak kreditor; dan d. pelaksanaan hukum untuk menghindari kerugian negara.

Dalam hal bentuk badan usaha dan kedudukan badan usaha sebagai bentuk penanaman modal tersebut pada pasal 5 yaitu sebagai berikut:216

1. Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas

berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.

3. Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan:

a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; b. membeli saham; dan

c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

216

Adapun hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal berdasarkan pasal 14 adalah setiap penanam modal berhak mendapat:217

a. kepastian hak, hukum, dan perlindungan;

b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; c. hak pelayanan; dan

d. berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada pasal 18 disebutkan fasilitas penanaman modal, yaitu sebagai berikut:218 1. Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan

penanaman modal.

2. Fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada penanam modal yang:

a. melakukan perluasan usaha; atau b. melakukan penanaman modal baru.

3. Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini:

a. menyerap banyak tenaga kerja; b. termasuk skala prioritas tinggi; c. termasuk pembangunan infrastruktur; d. melakukan alih teknologi;

e. melakukan industri pionir;

217

Pasal 14 Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007. 218

f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;

g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi; atau j. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau

peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

4. Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berupa:

a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;

b. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi dalam negeri;

c. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;

d. Pembebasan atau penangguhan pajak pertambahan nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;

Dokumen terkait