• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat hukum pembatalan akta PPJB terhadap para pihak

Dalam dokumen TESIS. Oleh. W I L L I A M / M.Kn (Halaman 99-104)

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG WANPRESTASI

B. Akibat hukum pembatalan akta PPJB terhadap para pihak

Pada umumnya pembatalan suatu perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dengan menggunakan akta autentik notaris dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak dengan menghadap dihadapan notaris agar melakukan

93 Sutan Rachmat, Perlindungan Hukum terhadap Notaris Berdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2009, hal 53.

94 Ibid, hal. 54

pembatalan terhadap akta PPJB tersebut dengan membuat akta pembatalan PPJB yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak, saksi-saksi maupun notaris yang telah membuat akta autentik PPJB tersebut. Namun apabila ada salah satu pihak yang merasa dirugikan dengan pelaksanaan PPJB yang dibuat dengan menggunakan akta autentik notaris tersebut maka pada umumnya pihak yang dirugikan akan mengajukan gugatan ganti rugi sekaligus gugatan pembatalan PPJB tersebut ke pengadilan, disebabkan karena pihak yang mengajukan gugatan tersebut merasa dirugikan akibat tidak dipenuhinya janji-janji yang telah disepakati dalam PPJB tersebut oleh pihak lain. Tidak dipenuhinya janji yang telah disepakati dalam PPJB tersebut oleh salah satu pihak didalam hukum perdata disebut sengan istilah Wanprestasi.95

Ketentuan hukum tentang wanprestasi diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang menyebutkan, “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”

Ketentuan hukum tentang wanprestasi selanjutnya diatur dalan Pasal 1243 KUH Perdata yang menyebutkan, “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”

95 Charles Rahdini, Perbuatan Hukum Wanprestasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015, hal. 31

Pada dasarnya pihak yang melakukan wanprestasi itu melakukan perbuatan yang diklasifikasikan sebagai:96

a) terlambat berprestasi b) tidak berprestasi c) salah berprestasi.

Terlambat berprestasi maksudnya adalah pihak yang melakukan wanprestasi tersebut tidak melakukan kewajibannya (prestasinya) sesuai waktu yang telah diperjanjikan (disepakati). Terlambat dari segi jangka waktu pelaksanaan prestasi yang seharusnya dilaksanakan oleh pihak yang seharusnya melaksanakan prestasi tersebut (debitur) kepada pihak yang seharusnya menerima prestasi (kreditor). Tidak berprestasi maksudnya pihak yang seharusnya melaksanakan prestasi tersebut sesuai kesepakatan yang telah ditetapkan dalam perjanjian ternyata tidak melaksanakannya sama sekali. Sedangkan salah berprestasi adalah pihak debitor tidak melaksanakan prestasinya sesuai kesepakatan yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Pada umumnya pelaksanaan prestasi yang dilakukan oleh debitor kepada kreditor kurang dari segi jumlah prestasi yang sudah disepakati dalam perjanjian.97

Pihak yang dirugikan atas perbuatan wanprestasi dari pihak lain tersebut kemudian mengajukan gugatan ke pengadilan dengan dasar hukum gugatan ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata dan dapat pula sekaligus mengajukan

96 Suhadi Zainudin, Unsur-Unsur Wanprestasi Dalam Suatu Perjanjian (Suatu Tinjauan Yuridis Normatif), Salemba Empat, Jakarta, 2012, hal. 26

97 Erni Ariyanti, Wanprestasi Yang Mengakibatkan Perbuatan Melawan Hukum Pada Perjanjian Pengikatan Akta Jual Beli (PPAJB) (Studi Putusan Nomor 44/PDT.G/2014/PN.JKT.SEL) Tesis Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2018, hal.

44

gugatan pembatalan perjanjian tersebut pada umumnya dan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) pada khususnya. Secara hukum perdata suatu pengajuan gugatan pembatalan perjanjian pada umumnya dan PPJB pada khususnya wajib memuat dalil-dalil gugatan (petitum) yang rinci dan jelas serta mengajukan bukti-bukti autentik di sidang oengadilan sebagai alasan/dasar hukum penyebab pengajuan gugatan pembatalan PPJB tersebut (fundamentum petendi).98

Di dalam kasus sengketa perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang termuat dalam Putusan MA No. 2161K/PDT/2014, permasalahan yang terjadi adalah bahwa Ny. JJ selaku pembeli hak atas tanah milik Ny. PSI ternyata melakukan pembelian dengan cara memberikan terlebih dahulu uang panjar sebesar Rp 9.900.000.000 (sembilan milyar sembilan ratus juta rupiah), sebagai tanda pengikatan terhadap Ny.PSI dalam pelaksanaan pembuatan akta jual beli hak atas tanah tersebut. Ny. JJ sebagai pembeli telah berjanji untuk melunasi sisa pembayaran pembelian hak atas tanah sebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus juta rupiah) pada saat dilaksanakannya AJB dihadapan PPAT.

Namun di dalam akta pernyataan pengosongan No. 12 yang dibuat dihadapan notaris LA tertanggal 13 Juli 2011 pada halaman 4 angka 3 menyatakan, “sedangkan sisanya /pembayaran yang terakhir adalah sebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus juta rupiah) oleh pihak kedua Ny. JJ telah dibayarkan pada pertama pada tanggal 15 Agustus 2010”. Pada kenyataannya pelaksanaan pembayaran yang dimaksud di dalam akta pernyataan pengosongan No. 12 tidak pernah dilaksanakan oleh Ny.JJ selaku pembeli hak atas tanah. Oleh

98 Ibid

karena itu Ny. PSI yang tidak pernah merasa menerima sisa pembayaran tersebut tidak menerima pelaksanaan pengosongan rumah yang dibuat dalam akta autentik oleh notaris LA tersebut.

Berdasarkan hal tersebut maka Ny. PSI mengajukan gugatan ke pengadilan dalam hal pembatalan akta PPJB yang telah dibuat dengan menggunakan akta autentik yaitu akta PPJB No. 20 yang dibuat dihadapan Ny.AS tanggal 20 Mei 2010 dan akta pernyataan pengosongan rumah No.12. Selain itu Ny.PSI juga mengajukan gugatan agar pihak pembeli Ny. JJ menerima pengembalian uang muka yang telah diberikan sebesar Rp 9.900.000.000 (sembilan milyar sembilan ratus juta rupiah), hal ini disebabkan karena Ny. JJ telah melakukan wanprestasi (ingkar janji) karena tidak melunasi pembayaran pembelian hak atas tanah yang nilai totalnya sebesar Rp 13.600.000.000 (tiga belas milyar enam ratus juta rupiah) yang oleh Ny. JJ baru dibayar sebesar Rp 9.900.000.000 (sembilan milyar sembilan ratus juta rupiah), sedangkan sisanya Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus juta rupiah) tidak pernah dibayar oleh Ny. JJ selaku pembeli kepada Ny.PSI selaku pemilik hak atas tanah (penjual).

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka Ny. JJ sebagai pembeli hak atas tanah telah melakukan wanprestasi dengan tidak membayar sisa hutang yang seharusnya dibayar kepada Ny.PSI selaku penjual sebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus juta rupiah). Akibat hukum dari pembatalan PPJB tersebut oleh pengadilan adalah bahwa semua klausul yang termuat di dalam PPJB No.20 tanggal 20 Mei 2010 yang dibaut dihadapan PPAT SA tersebut sudah tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat bagi kedua belah pihak untuk dilaksanakan

karena sudah dibatalkan oleh pengadilan yang putusannya telah memiliki kekuatan hukum yang tetap. Selain itu akta pernyataan pengosongan No. 12 yang dibuat dihadapan notaris LA juga tidak memiliki kekuatan hukum para pihak karena sudah dibatalkan oleh pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 2161K/PDT/2014 tersebut maka dapat dikatakan bahwa APJB No.20 tanggal 20 Mei 2010 dan akta Pernyataan Pengosongan No. 12 yang telah dibuat dihadapan Notaris SA telah dibatalkan melalui suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Akibat hukumnya adalah bahwa APJB yang dibuat oleh Ny. JJ selaku pembeli dan Ny. PSI selaku penjual tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat bagi kedua belah pihak dan akta PPJB tersebut dinyatakan batal oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

C. Perlindungan Hukum Bagi Pihak Yang Dirugikan Atas Terjadinya

Dalam dokumen TESIS. Oleh. W I L L I A M / M.Kn (Halaman 99-104)