• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Oleh. W I L L I A M / M.Kn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Oleh. W I L L I A M / M.Kn"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP WANPRESTASINYA SALAH SATU PIHAK DALAM AKTA PPJB TERHADAP HAK ATAS TANAH (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.2161K/PDT/2014)

TESIS

Oleh

W I L L I A M 137011123 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP WANPRESTASINYA SALAH SATU PIHAK DALAM AKTA PPJB TERHADAP HAK ATAS TANAH (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.2161K/PDT/2014)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

W I L L I A M 137011123 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Notaris Dr. Suprayitno, SH, MKn

2. Dr. Edy Ikhsan, SH, MA

3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum 4. Dr. Jelly Leviza, SH, MHum

(5)

sebelum AJB karena beberapa hal diantaranya belum terpenuhi syarat-syarat untuk dapta melaksanakan AJB dihadapan PPAT. PPJB banyak menimbulkan permasalahan hukum khususnya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak sehingga PPJB tersebut tidak dapat dilanjutkan menjadi AJB dihadapan PPAT.

Perumusan masalah Bagaimana pengaturan hukum tentang wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli terhadap objek hak milik atas tanah, bagaimanakah perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan atas terjadinya wanprestasi dalam akta perjanjian pengikatan jual beli terhadap objek hak atas tanah dan bagaimanakah analisis dasar pertimbangan hukum majelis hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 2161K/PDT/2014 terkait wanprestasinya salah satu pihak dalam akta PPJB.

Jenis penelitian ini adalah normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini adalah UUPA No. 5 Tahun 1960, PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan KUH Perdata. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis dimana penelitian ini berupaya untuk menggambarkan, memaparkan dan menganalisis permasalahan yang timbul, lalu mencari jawaban yang benar sebagai solusi dari permasalahan tersebut.

Hasil pembahasan dari permasalahan yang timbul dalam penelitian pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk menuntut ganti rugi atas perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak lain atau menuntut pembatalan PPJB tersebut sehingga tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat bagi para pihak untuk ditingkatkan menjadi AJB dihadapan PPAT. Majelis hakim berpandangan pihak pembeli telah secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan perbuatan wanprestasi dengan tidak membayar sisa hutang harga pembelian hak atas tanah sebesar Rp. 3.700.000.000, sehingga akta PPJB yang telah disepakati dan telah ditandatangani tersebut tidak dapat ditingkatkan menjadi AJB yang dibuat dihadapan PPAT dan tujuan PPJB untuk peralihan hak milik atas tanah dari Ny. PSI kepada Ny. JJ tidak dapat dilaksanakan. pertimbangan majelis hakim adalah bahwa Ny. JJ telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan membuat akta pernyataan pengosongan tanah dan bangunan dengan menggunakan akta autentik notaris untuk mengosongkan dan tanah dan bangunan milik pihak penjual Ny.PSI meskipun sisa harga pembelian belum dilunasi oleh pembeli.

Perbuatan pihak pembeli tersebut merugikan hak dan kepentingan pihak penjual.

Kata Kunci : Wanprestasi, PPJB dan Hak Atas Tanah

(6)

carried out before AJB (Sale and Purchase Deed) takes place because some of its requirements are not fulfilled to draft AJB in front of a Notary. PPJB frequently causes legal problems, particularly concerning defaults performed by one of the parties concerned, that PPJB cannot be proceeded to draw up AJB befor PPAT (Official empowered to draw up Deed). The research problems are how the laws regulate defaults in the implementation of a sale and purchase agreement of land title, how about the legal protection for the injured party due to the defaults in a sale and purchase agreement of land title, and how about the analysis of judges’

legal consideration in the Verdict of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 2161K/PDT/2014 concerning a default by one of the parties in the sale and purchase deed.

This is a normative juridical research on the prevailing laws and regulations i.e. the Land Act (Law on Agrarian Principles) No. 5/1960, Government Regulations No. 24/1997 on Land Title Registration and the Civil Code. This research uses descriptive analysis to describe, explain, and analyze the research problems; also, to find solution to the problems.

The results demonstrate that the injured party can submit a lawsuit to a court to demand indemnity for the default performed by other party or to request for cancellation of the sale and purchase agreement, so that the agreement will no longer have legal force binding all parties that can be used to draw up a sale and purchase deed before PPAT. The panel of judges consider that the buyer have been legally and convincingly proven to have defaulted by not settling the remaining debt from land title purchase in amount of IDR. 3,700,000,000.-, thus, the sale and purchase agreement that has previously been approved and signed cannot be proceeded to draw up a sale and purchase deed before PPAT and the objective of PPJB for the land title transfer from Mrs. PSI to Mrs. JJ cannot be proceeded. The judges consider that Mrs. JJ has committed unlawful act by drawing up a deed of statement of land and building clearing using a notarial authentic deed to clear the land and building belonging to Mrs. PSI as the seller although she has not fully paid remaining debt of the purchase. This act committed by the buyer has financially harmed the rights and profit of the seller.

Keywords : Default, PPJB and Land Title

ABSTRACT

(7)

ini dengan judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP WANPRESTASINYA SALAH SATU PIHAK DALAM AKTA PPJB TERHADAP HAK ATAS TANAH (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.2161K /PDT/2014)”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Prof. Dr.

Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Notaris Dr. Suprayitno, SH, M.Kn dan Dr.

Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah. Kepada Dosen penguji Dr.T Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum dan Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum yang telah memberikan masukan / arahan sehingga memperkaya tesis ini.

Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari

(8)

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Ketua Program Study Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Study Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Para narasumber atas segala informasi yang telah diberikan untuk melengkapi isi penulisan tesis ini.

Terima kasih yang teramat besar kepada kedua orang tua (Alm. Anto dan Jenny Susanty), terima kasih atas dukungannya. Terima kasih kepada istri tercinta Dewi dan yang tersayang Victoria William, yang tidak hentinya memberikan dukungan dan kesabaran tanpa batas serta menjadi semangat bagi penulis untuk segera menyelesaikan studi secepat mungkin. Terima kasih atas doa dan pengorbanannya.

(9)

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, 31 Januari 2020 Penulis

William

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : William

Tempat / Tgl. Lahir : Medan, 12 Agustus 1988 Alamat : Jl. Sumatera No. 102 Belawan

Status : Belum Menikah

Agama : Buddha

Ayah : Jenny Susanty

Ibu : Dewi

II. PENDIDIKAN FORMAL 1. SD Sutomo 2

2. SMP Sutomo 2 3. SMA Sutomo 1 4. S1 Fakultas USU

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 17

E. Keaslian Penelitian ... 18

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 20

1. Kerangka Teori ... 20

2. Konsepsi ... 36

G. Metode Penelitian ... 37

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 37

2. Sumber Data ... 38

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 39

4. Analisis Data ... 39

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI TERHADAP OBJEK HAK MILIK ATAS TANAH ... 42

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang Dibuat dengan Menggunakan Akta Autentik Notaris ... 42

B. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam PPJB Yang Dibuat Secara Autentik Oleh Notaris... 58

C. Pengaturan hukum tentang wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli terhadap objek hak milik atas tanah ... 70

(12)

A. Kedudukan Hukum PPJB Yang Dibuat Secara Autentik Oleh Notaris Dalam Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah Dari

Pihak Calon Penjual Kepada Pihak Calon Pembeli ... 81

B. Akibat hukum pembatalan akta PPJB terhadap para pihak melalui putusan pengadilan ... 87

C. Perlindungan Hukum Bagi Pihak Yang Dirugikan Atas Terjadinya Wanprestasi Dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Terhadap Objek Hak Atas Tanah ... 92

BAB IV ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM MAJELIS HAKIM DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NO. 2161K/PDT/2014 TERKAIT WANPRESTASINYA SALAH SATU PIHAK DALAM AKTA PPJB ... 101

A. Kasus Posisi sengketa pembuatan akta PPJB yang Mengandung Unsur Wanprestasi dalam Putusan Mahkamah Agung No.2161K/Pdt/2014 ... 101

B. Dasar pertimbangan hukum majelis hakim mahkamah agung dalam perkara sengketa sengketa pembuatan akta PPJB yang Mengandung Unsur Wanprestasi dalam Putusan Mahkamah Agung No.2161K/Pdt/2014 ... 104

C. Analisis Dasar Pertimbangan Hukum Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 2161k/Pdt/2014 terkait Wanprestasinya Salah Satu Pihak dalam Akta PPJB ... 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

A. Kesimpulan ... 112

B. Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 115

(13)

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), merupakan perjanjian yang lahir dari adanya sifat terbuka yang ada dalam hukum perjanjian yang terdapat pada Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Sifat terbuka suatu perjanjian dalam hal ini memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang sesuai dengan kemauan para pihak, dari segi isi dan bentuk perjanjian tersebut, akan tetapi tidak diperkenankan untuk melanggar peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian pengikatan jual beli timbul karena terhambatnya atau terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak menghambat penyelesaian dalam jual beli hak atas tanah.1

Perjanjian pengikatan jual beli ini timbul karena adanya hal-hal (persyaratan) yang belum terpenuhi atau adanya hal-hal (persyaratan) disepakati para pihak harus dipenuhi. Hal-hal (persyaratan) tersebut dapat menjadi penghambar terselesaikannya perjanjian jual beli, yang dapat dibedakan menjadi 2 yakni karena faktor belum terpenuhinya persyaratan yang disyaratkan dalam peraturan perundangan seperti halnya yang ditentukan dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah atau pun dari

1 R. Subekti. Hukum Perjanjian, Jakarta : Penerbit Intermasa, 2010, hal 75

(14)

factor kesepakatan penjual/pembeli itu sendiri, misalkan tentang mekanisme pembayarannya.2

Dengan keadaan di atas tentunya akan menghambat untuk pembuatan akta jual belinya, karena pejabat pembuat akta tanah akan menolak untuk membuatkan akta jual belinya karena belum selesainya semua persyaratan tersebut, untuk tetap dapat melakukan jual beli maka para pihak sepakat bahwa jual beli akan dilakukan setelah sertifikat selesai diurus, atau setelah harga dibayar lunas dan sebagainya. Untuk menjaga agar kesepakatan itu terlaksana dengan baik sementara persyaratan yang diminta bisa diurus maka biasanya pihak yang akan melakukan jual-beli menuangkan kesepakatan awal tersebut dalam bentuk perjanjian yang kemudian dikenal dengan nama perjanjian pengikatan jual beli.

Perjanjian pengikatan jual beli dapat dikatakan sebagai awalan agar terlaksananya perjanjian jual beli hak atas tanah. Berdasarkan Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Pengerlian pengikatan jual-beli adalah perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut antara lain adalah sertifikat belum ada karena masih dalam proses, belum terjadinya pelunasan harga. Perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas.

Dari pengertian yang diterangkan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian

2 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Kenotariatan. Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2012, hal.36.

(15)

perjanjian pengikatan jual beli merupakan sebuah penjanjian pendahuluan yang dibuat sebelum dilaksanakannya perjanjian utama atau perjanjian pokoknya.

Berdasarkan pengertiannya maka dapat dikatakan bahwa kedudukan perjanjian pengikatan jual beli yang merupakan perjanjian pendahuluan, berfungsi imtuk mempersiapkan atau bahkan memperkuat perjanjian utama/pokok yang akan dilakukan, karena perjanjian pengikatan jual beli merupakan awal untuk lahirnya perjanjian pokoknya. Dengan demikian jelas bahwa perjanjian pengikatan jual beli berfungsi sebagai perjanjian awal atau perjanjian pendahuluan yang memberikan penegasan untuk melakukan perjanjian utamanya, serta menyelesaikan suatu hubungan hukum apabila hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian pengikatan jual beli telah dilaksanakan seutuhnya.

Perjanjian pengikatan jual beli merupakan suatu perjanjian pendahuluan yang bertujuan untuk mengikat para pihak baik pihak penjual maupun pihak pembeli untuk nantinya melakukan perbuatan jual beli hak atas tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) melalui suatu Akta Jual Beli (AJB).

Di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf b PP No. 34 Tahun 2016 tentang Pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya disebutkan bahwa, “Atas penghasilan yang diterimanya atau diperoleh orang pribadi atau badan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya terutang pajak penghasilan yang bersifat final”. Penghasilan dari pengikatan perjanjian jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya tersebut adalah penghasilan dari:

(16)

a. Pihak penjual yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli pada saat pertama kali ditandatangani.

b. Pihak pembeli yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli, atas terjadinya perubahan pihak pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut.

Perbuatan hukum jual beli hak atas tanah adalah suatu perbuatan hukum pemindahan/pengalihan hak bertujuan untuk memindahkan/ mengalihkan hak atas tanah kepada pihak lain yang memeauhi syarat-syarat sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jual beli hak atas tanah antara penjual/pemegang hak atas tanah dengan pihak pembeli.

Perjanjian jual-beli hak atas tanah adalah merupakan suatu peijanjian obligasi (Pasal 1457 KUH Perdata) yang bersifat konsensuil (Pasal 1458 KUH Perdata) disebut perjanjian obligatoir karena jual-beli tersebut baru menimbulkan kewajiban pada pihak penjual untuk menyerahkan hak atas tanah tersebut kepada pihak pembeli dan pihak pembeli mengikatkan dirinya untuk membayar kepada pihak penjual harga yang telah disepakati. Perjanjian jual beli hak atas tanah akan dikenakan PPh kepada pihak penjual dan BPHTB kepada pihak pembeli.

Pelaksanaan pembuatan AJB dihadapan PPAT tersebut juga akan memperkirakan pajak terutang dari segi PPh final dan BPHTB dari suatu PPJB sebagai suatu perjanjian pendahuluan antara calon penjual dengan calon pembel, disamping PPh dan BPHTB yang harus dibayar oleh pihak penjual dan pihak pembeli sebelum penandatanganan akta jual beli tersebut dihadapan PPAT.

(17)

Dengan dilakukannya Jual beli hak atas tanah melalui suatu akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT, belum mengakibatkan hak atas tanah tersebut berpindah tangan dari pihak penjual kepada pihak pembeli, melainkan masih harus dilakukan perbuatan hukum lain berupa penyerahan hak atas tanah tersebut oleh pihak penjual kepada pihak pembeli dan penerimaan penyerahan hak tersebut oleh pihak pembeli dari pihak penjual (Pasal 1459 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Perbuatan hukum itu disebut penyerahan yuridis (juridische levering), yang dilakukan dengan pembuatan akta, dan penyerahan yuridisnya wajib dilakukan dihadapan Pejabat Balik Nama (overschrijvings ambtenaar) berdasarkan Overschrijvings Ordonantie (Stbl. 1834 No. 27).

Namun setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (Undang-Undang Pokok Agraria/UUPA) yang berlandaskan pada hukum adat maka peralihan hak atas tanah melalui suatu AJB yang diikuti dengan balik nama yang dilaksanakan melalui suatu akta autentik sesuai ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : "Suatu akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya", serta dengan diterbitkan dan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, ketentuan Overschrijvings Ordonantie (Stbl. 1834 No. 27) tidak diberlakukan lagi

(18)

dan hal-hal yang menyangkut jual beli hak atas tanah tersebut dilakukan oleh dan/atau dihadapan Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.3

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah antara para pihak dapat dilakukan melalui akta di bawah tangan atau dapat pula dilakukan melalui suatu akta yang dibuat dihadapan notaris. Untuk tanah-tanah yang bersertipikatHak Milik (SHM) maupun tanah yang belum memiliki Sertipikat Hak Milik (SHM) pengikatan jual belinya dapat dilakukan dihadapan notaris. Pengikatan jual beli tanah dengan status Sertipikat Hak Milik merupakan perbuatan hukum awal yang mendahului perbuatan hukum jual beli tanah. Jadi perjanjian pengikatan jual beli berbeda dengan perbuatan hukum jual beli hak atas tanah.4

Notaris memiliki wewenang membuat akta pengikatan jual beli tanah dengan status Sertipikat Hak Milik (SHM) tapi tidak berwenang membuat akta otentik jual beli tanah bersertipikat hak milik (AJB), karena kewenangan membuat akta jual beli tanah (AJB) bersertipikat Hak Milik ada pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).5

Akta pengikatan jual beli dilakukan oleh para pihak berhubung karena adanya persyaratan-persyaratan yang belum dapat dipenuhi oleh salah satu pihak baik itu penjual maupun pembeli untuk dapat dilangsungkannya suatu perbuatan hukum jual beli hak atas tanah yang telah memiliki sertipikat hak milik.Untuk menunggu dipenuhinya persyaratan-persyaratan tersebut agar dapat

3 Habib Adjie, Menopang Khazanah, Notaris dan PPAT Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009. Hal. 6

4 Syafruddin Kalo, Kapita Selekta Hukum Pertanahan (Studi Tanah Perkebunan di Sumatera Timur), Usu Press, Medan, 2005, hal. 74

5MU Sembiring, Contoh-Contoh Akta Notaris dalam Praktek Sehari-hari, Program Spesialis Notaris, Fakultas Hukum USU Medan, hal.36

(19)

dilangsungkannya suatu perbuatan hukum jual beli hak atas tanah maka dilakukanlah suatu perbuatan hukum pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris, yang bertujuan untuk mengikat kedua belah pihak agar pelaksanaan jual beli hak atas tanah tersebut hanya dapat dilakukan diantara para pihak yang telah melakukan pengikatan jual beli. Disamping itu pengikatan jual beli juga adalah untuk menghindari Pajak Penghasilan (PPh) yang harus disetorkan oleh pihak penjual sebelum ditandatanganinya akta jual beli dan juga Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang wajib disetorkan oleh pihak pembeli sebelum ditandatanganinya akta jual beli tersebut.

Menurut Tan Kamello perjanjian dapat dikatakan adalah perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk saling mengikatkan diri mengenai sesuatu objek dengan tujuan tertentu dan mengakibatkan akibat hukum.6 Menurut R. Setiawan perjanjian adalah suatu perbuatan hukumdimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atua saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.7 Menurut R. Subekti adalah perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut antara lain adalah sertifikat belum ada karena masih dalamproses, belum terjadinya pelunasan harga.8 Menurut Herlien Budiono, perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan

6 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2006, hal. 37

7 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 2006, hal. 43

8 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2006, hal. 17

(20)

yang bentuknya bebas.9 Dari pengertian yang diterangkan di atas dapat disimpulkan bahwa perjanjian pengikatan jual beli merupakan sebuah perjanjian pendahuluan yang dibuat sebelum dilaksanakannya perjanjian utama atau perjanjian pokoknya.10

Pada prinsipnya suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) hak atas tanah tunduk pada ketentuan umum perjanjian yang terdapat dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tentang Perikatan Pasal 1313 KUH Perdata memberikan rumusan tentang Perjanjian adalah "suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya". Subekti memberikan definisi perjanjian adalah "Suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada orang lain atau dimana dua orang itu saiing berjanji untuk melaksanakan sesuatu Hal.11 Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa, semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal 1338 ini mengandung asas kebebasan berkontrak, maksudnya adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik bentuknya, isinya, namanya dan pada siapa perjanjian itu ditujukan. Dari asas ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (tentang apa saja) dan perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang.

9 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia (Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hal. 63

10 Rahman Hidayat, Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai Perjanjian Tak Bernama, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 77

11 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1996. Hal. 1

(21)

Dalam Pasal 37 ayat (1) Peraruran Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dapat diketahui bahwa untuk peralihan hak atas tanah diperlukan suatu akta otentik yang dibuat oleh seorang pejabat umum yang disebut dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diangkat oleh pemerintah. Sehingga peralihan hak atas tanah tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh peraruran perundang- undangan yang berlaku.12

Namun dalam praktek sebelum dilakukannya jual beli tanah dihadapan PPAT yang berwenang, para pihak membuat akta pengikatan jual beli tanah di hadapan Notaris. Pengikatan dimaksudkan sebagai perjanjian pendahuluan dari maksud utama para pihak untuk melakukan peralihan hak atas tanah. Pengikatan jual beli ini memuat janji-janji untuk melakukan jual beli tanah apabila persyaratan yang diperlukan untuk itu telah terpenuhi.

Akta perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) hak atas tanah dalam prakteknya sering dibuat dalam bentuk akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris, sehingga Akta Pengikatan Jual Beli merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Hal ini dimaksudkan oleh para pihak untuk lebih memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya.Karena notaris dalam membuat akta tidak berpihak dan menjaga kepentingan para pihak secara obyektif. Dengan bantuan notaris para pihak yang membuat perjanjian pengikatan jual beli akan mendapatkan bantuan dalam merumuskan hal-hal yang akan diperjanjikan. Namun suatu perjanjian tidak

12Muhammad Yamin Lubis Dan Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 74

(22)

selamanya dapat berjalan sesuai dengan kesepakatan yang diinginkan oleh para pihak.

Dalam kondisi-kondisi tertentu dapat ditemukan terjadinya berbagai hal, yang berakibat suatu perjanjian mengalaim pembatalan, baik dibatalkan oleh para pihak maupun atas perintah pengadilan. Sisi ini pelaksanaan pengikatan jual beli tanah menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut mengingat akta perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) merupakan suatu perbuatan hukum yang mendahului proses peralihan hak atas tanah melalui perbuatan jual-beli. Sebagai suatu bentuk dari perikatan, perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah mengandung hak dan kewajiban dari para pihak yang membuatnya, sehingga apabila hal-hal yang telah disepakati dalam akta pengikatan jual beli dilanggar atau tidak dipenuhi oleh para pihak yang membuatnya maka hal tersebut dapat dikatakan telah terjadi wanprestasi. Namun dalam prakteknya akta perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dimungkinkan untuk dibatalkan secara sepihak oleh salah satu pihak atau atas kesepakatan kedua belah pihak.Bahkan akta pengikatan jual beli tanah tersebut dapat pula dibatalkan oleh suatu keputusan pengadilan. Dibatalkannya suatu akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat secara otentik di hadapan notaris akan membuat konsekuensi yuridis tertentu.13

Di dalam suatu perjanjian pengikatan jual beli dapat saja terjadi pembatalan akibat terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak, sehingga perjanjian pengikatan jual beli tersebut dapat batal dengan sendirinya atau dibatalkan oleh pengadilan karena adanya suatu gugatan dari salah satu

13Deni Mattulessya, Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai Perjanjian Pendahuluan, Raja Grafinso Persada, Jakarta, 2011, hal.56

(23)

pihak. Wanprestasi suatu perbuatan hukum dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat antara penjual dan pembeli dengan menggunakan akta autentik notaris.14

Contoh pembatalan akta perjanjian pengikatan jual beli dengan sendirinya adalah bahwa di dalam akta tersebut mengandung unsur cacat hukum dalam hal kesepakatan yang diambil oleh para pihak dimana salah satu pihak dibawa tekanan atau dipaksa dalam membuat suatu perjanjian atau di dalam perjanjian tersebut para pihak yang membuat perjanjian ternyata tidak cakap bertindak di dalam hukum karena salah satu pihak belum memenuhi syarat kedewasaan atau masih di bawah umur tanpa persetujuan dari pihak yang berwenang atas anak di bawah umur tersebut. Sedangkan perjanjian yang dapat dibatalkan melalui gugatan ke pengadilan adalah apabila dalam perjanjian tersebut ternyata mengandung unsur ketidakseimbangan dalam hak dan kewajiban atau objek PPJB tersebut tidak jelas dan PPJB tersebut melanggar ketentuan hukum yang berlaku, sehingga pihak yang dirugikan dapat menuntut pembatalan perjanjian tersebut ke pengadilan.

Dengan terjadinya wanprestasi dalam suatu perjanjian pengikatan jual beli maka pada prinsipnya perjanjian pengikatan jual beli tersebut tidak dapat ditingkatkan menjadi akta jual beli sebagaimana tujuan dari pembuatan akta pengikatan jual beli tersebut. Dengan tidak dapat ditingkatkannya akta perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) kepada AJB maka pada dasarnya ada pihak yang

14Rudy Haposan, Hukum Perikatan Indonesia, Inteligensia Media, Jakarta, 2017, hal.44

(24)

dirugikan atas hal tersebut. Karena adanya pihak yang dirugikan atas terjadinya wanprestasi dalam APJB tersebut maka pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang merugikan tersebut dengan cara mengajukan gugatan ganti rugi dan juga gugatan pembatalan PPJB ke pengadilan.15

Penelitian tentang wanprestasi dalam suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) penting untuk dibahas secara lebih rinci karena perbuatan wanprestasi dalam suatu PPJB hak atas tanah banyak terjadi di masyarakat. Pihak yang dirugikan dalam perbuatan wanprestasi tersebut kurang memiliki pengetahuan hukum tentang bagaimana melakukan tuntutan ganti rugi atas perbuatan wanprestasi tersebut. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan secara lebih terperinci dan jelas kepada pihak yang dirugikan dalam PPJB hak atas tanah untuk dapat menuntut kembali hak-haknya yang terabaikan dalam pelaksanaan PPJB hak atas tanah dimana salah satu pihak melakukan wanprestasi.

Di dalam pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli hak milik atas tanah dapat saja terjadi salah satu pihak melakukan tindakan / perbuatan yang menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku maupun menyimpang dari klausul yang termuat di dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut. Hal ini mengakibatkan timbulnya kerugian bagi pihak lain yang menimbulkan hak bagi pihak yang dirugikan tersebut untuk mengajukan gugatan pembatalan perjanjian pengikatan jual beli tersebut.

15 Wirjono Pradjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, Tahun 2013, hal 19

(25)

Di dalam Putusan No. 2161K/PDT/2014 dalam kasus gugatan terhadap APJB antara Ny. JJ dan Ny. PSI serta AS selaku notaris/ PPAT di Jakarta, HMS sebagai notaris di Surabaya, LA sebagai notaris di Sidoarjo, dimana objek perkara adalah APJB No. 20 yang dibuat dihadapan notaris /PPAT AS yang berkdudukan di Jakarta tertanggal 26 Mei 2010 dan juga akta pernyataan pengosongan No. 13 yang dibuat dihadapan notaris HMS yang berkedudukan di Surabaya tertanggal 31 Mei 2010 dan juga akta pengosongan No. 12 yang dibuat dihadapan notaris LA yang berkedudukan Sidoarjo tertanggal 13 Juli 2011, dimana Ny. JJ memiliki kewajiban untuk membayar lunas sisa dari harga penjualan secara cicilan sebuah rumah yang terletak di Kelurahan Tegal Sari Kecamatan legal Sari Kota Surabaya seluas 1.355 m2 yang dikenal dengan jalan Kombespol M. Duriyad No. 4 Surabaya berdasarkan sertipikat hak milik nomor 34/Kelurahan Tegal Sari dengan harga sebesar Rp 12.800.000.000 (dua belas milyar delapan ratus juta rupiah) kepada Ny. PSI dimana Ny. JJ, dimana sisa hutang tersebut adalah sebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus juta rupiah). Bahwa Ny. JJ telah membayar harga bangunan tersebut Rp 9.100.000.000 (Sembilan milyar seratus juta rupiah).

Sebelum diajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya antara antara Ny. JJ dan Ny. PSI sudah terjadi pembicaraan tentang reliasasi pelunasan sisa dari harga tanah dan bangunan tersebut berdasarkan Pasal 2 angka (3) APJB No. 20 yang dibuat dihadapan notaris PPAT AS yang berkdudukan di Jakarta tertanggal 26 Mei 2010, yang kemudian dirubah dengan Akta Pernyataan Pengosongan No.

12 yang dibuat dihadapan notaris LA yang berkedudukan Sidoarjo tertanggal 13

(26)

Juli 2012. Akan tetapi Ny. JJ mengabaikan kesepakatan yang telah tercapai tersebut.

Akta pernyataan pengosongan No. 12 yang dibuat dihadapan notaris LA yang berkedudukan Sidoarjo tertanggal 13 Juli 2012 pada halaman 4 angka 3 yang menyatakan, "Sedangkan sisanya / pembayaran yang terakhir sebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus juta rupiah) pada tanggal 5 Agustus 2010".

Padahal setelah Ny. PSI mencermati akta tersebut di atas tidak sesuai atau bertentangan dengan APJB No. 20 yang dibuat dihadapan notaris/PPAT AS yang berkedudukan Sidoarjo tertanggal 26 Mei 2010. Akibat perbuatan Ny. JJ yang ingkar janji / wanprestasi tersebut maka terjadi kerugian kepada Ny. PSI ebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus ribu rapiah), maka oleh karena itu Ny.

PSI mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya untuk membatalkan ketiga akta perjanjian yaitu APJB No. 20 tanggal 26 Mei 2010, yang dibuat dihadapan turut tergugat I Notaris PPAT AS, akta pernyataan pengosongan No.

13 tertanggal 31 Mei 2010 yang dibuat dihadapan notaris HM yang berkedudukan di Jakarta dan akta pernyataan pengosongan No. 12 tertanggal 13 Juli 2013 yang dibuat dihadapan notaris LA yang berkedudukan Sidoarjo. Sebagai konsekuensi hukum terhadap Ny. JJ yang ingkar janji / wanprestasi tersebut, maka Ny.PSI bersedia untuk mengembalikan seluruh uang yang telah diterima dari tergugat sebesar Rp 9.900.000.000 (Sembilan milyar Sembilan ratum juta rupiah).

Pengadilan Negeri Surabaya melalui putusan No. 113/Pdt.G/2012/PN.Sby tanggal 17 September 2017 dalam amar putusannya mengabulkan gugatan penggugat Ny. PSI untuk sebagian, menyatakan Ny. JJ telah melakukan perbuatan

(27)

wanprestasi, dan menyatakan APJB No. 20 tertanggal 20 Mei 2010, akta pengosongan No. 13 tertanggal 31 Mei 2010 dan akta pernyataan pengosongan No. 12 tertanggal 13 Juni 2011 dinyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menghukum Ny. JJ untuk menerima pengembalian uang yang telah dibayarkan kepada penggugat sebesar Rp 9.900.000.000 (sembilan milyar sembilan ratus juga rupiah), menolak gugatan Ny. PSI untuk selain dan selebihnya.

Pada Pengadilan Tinggi Surabaya melalui Putusan No.83- Pdt/2013/PT.Sby tanggal 19 Maret 2013 dalam amar putusannya menyatakan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya. Di dalam kasasi ke Mahkamah Agung dalam putusan No. 2161K/PDT/2014 . amar putusan Mahkamah Agung menyatakan :

1. Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi Ny. JJ

2. Menghukum pemohon kasasi tergugat /pembanding Ny. JJ untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sejumlah Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah).

Dengan demikian adapun judul dari tesis ini adalah " Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasinya Salah Satu Pihak Dalam Akta PPJB Terhadap Hak Atas Tanah (Studi Putusan Mahkamah Agung No.2161k/Pdt/2014)". Penelitian ini akan membahas lebih ianjut tentang pelaksanaan gugatan pembatalan dan juga ganti rugi terhadap APJB yang dibuat oleh notaris dimana salah satu pihak telah melakukan wanprestasi ke pengadilan serta bagaimana akibat hukum dari terjadinya pembatalan APJB tersebut dan dasar pertimbangan Majelis Hakim

(28)

Mahkamah Agung RI dalam memutuskan perkara tentang pembatalan APJB dimana salah satu pihak telah melakukan perbuatan hukum wanprestasi / ingkar janji terhadap pelaksanaan APJB tersebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan hukum tentang wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli terhadap objek hak milik atas tanah?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan atas terjadinya wanprestasi dalam akta perjanjian pengikatan jual beli terhadap objek hak atas tanah?

3. Bagaimanakah analisis dasar pertimbangan hukum majelis hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 2161K/PDT/2014 terkait wanprestasinya salah satu pihak dalam akta PPJB?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang tersebut di atas. maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli terhadap objek hak milik atas tanah

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan atas terjadinya wanprestasi dalam akta perjanjian pengikatan jual beli terhadap objek hak atas tanah

(29)

3. Untuk mengetahui analisis dasar pertimbangan hukum majelis hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 2161K/PDT/2014 terkait wanprestasinya salah satu pihak dalam akta PPJB

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis dibidang hukum kenotariatan pada umumnya dan hukum pertanahan pada khususnya terhadap pelaksanaan jual beli atas tanah dihadapan PPAT dengan menggunakan kuasa menjual yang dibuat berdasarkan surat keterangan pembayaran lunas oleh notaris dan juga pelaksanaan pendaftaran balik nama hak atas tanah tersebut di Kantor Pertanahan. Bagaimanakah kedudukan kuasa menjual yang diterbitkan berdasarkan surat keterangan pembayaran lunas yang dibuat oleh notaris dalam pelaksanaan jual beli hak atas tanah dihadapan PPAT dan juga pelaksanaan pendaftaran balik nama hak atas tanah tersebut di Kantor Pertanahan. Di samping itu juga memberi manfaat untuk mengetahui bagaimana legalitas kuasa menjual yang diterbitkan berdasarkan surat keterangan pembayaran lunas yang dibuat oleh notaris dalam pelaksnaan jual beli hak atas tanah di hadapan PPAT dan pendaftaran balik namanya di Kantor Pertanahan serta bagaimana perlindungan hukum kepada para pihak dalam pelaksanaan jual beli hak atas tanah dihadapan PPAT dan pelaksanaan peralihan hak atas tanah tersebut di Kantor Pertanahan.

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum pertanahan pada umumnya dan prosedur serta tata

(30)

cara jual beli hak atas tanah yang didasarkan kepada surat kuasa menjual yang terbit karena surat keterangan pembayaran lunas yang dibuat oleh notaris serta pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut di Kantor Pertanahan.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai hukum pertanahan pada umumnya dan prosedur dan tata cara jual beli hak atas tanah dengan menggunakan kuasa menjual yang terbit berdasarkan surat keterangan pembayaran lunas yang dibuat oleh notaris serta pelaksanaan peralihan hak atas tanah tersebut di Kantor Pertanahan. Legalitas pelaksanaan jual beli hak atas tanah dengan menggunakan akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT berdasarkan kuasa menjual yang terbit berdasarkan surat keterangan pembayaran lunas yang dibuat oleh notaris dan pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut di Kantor Pertanahan serta perlindungan hukumnya kepada para pihak.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain:

1. T. Baswedan, NIM117011130, dengan judul tesis "Kajian Yuridis Pembatalan Akta perjanjian pengikatan jual beli (PPJB)Tanah Yang Dibuat Dihadapan

(31)

Notaris (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1527 K/Pdt/2007)"

Pemasalahan yang dibahas :

a. Bagaimanakah kekuatan hukum akta pengikatan jual beli hak atas tanah yang dilakukan dihadapan notaris?

b. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya pembatalan akta pengikatan jual beli tanah yang dilakukan dihadapan notaris tersebut?

c. Bagaimanakah akibat hukum dari pembatalan akta pengikatan jual beli tanah yang dilakukan dihadapan notaris tersebut?

2. Ahmad Juara Putra, NIM 137011045, dengan judul "Analisis Yuridis Akta Keterangan Lunas Yang Dibuat Dihadapan Notaris Sebagai Dasar Dibuatnya Kuasa Menjual" Permasalahan yang dibahas :

a. Bagaimana kedudukan akta keterangan lunas yang dibuat oleh notaris yang dijadikan dasar dibuatnya kuasa menjual?

b. Bagaimanakah kedudukan hukum kuasa menjual yang didasarkan kepada akta keterangan lunas yang dibuat oleh notaris?

c. Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan terhadap para pihak dalam pelaksanaan jual beli hak atas tanah diantara para pihak secara di bawah tangan dengan menggunakan kuasa menjual yang didasarkan kepada akta keterangan lunas yang dibuat oleh notaris?

3. Wanda Lucia, NIM 117011154, dengan judul tesis "Analisis Yuridis atas akta notaries terkait dengan pengikatan jual beli hak atas tanah dengan cicilan"

Pemasalahan yang dibahas :

(32)

a. Bagaimana pengikatan jual beli tanah secara cicilan disebut juga sebagai jual beli yang disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

b. Bagaimana status hukuni proses jal beli tanah secara cicilan?

c. Bagaimana status hukum pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli tanah secara cicilan dalam hal penjual wanprestasi?

Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori.

thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan, pegangan teoritis.16 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman/ petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.17 Teori yang digunakan dalam penelitian mi adalah teori kepastian hukum dan keadilan terhadap pihak yang dirugikan dalam suatu pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli dimana salah satu pihak telah melakukan perbuatan wanprestasi/ingkar janji.

16 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994. hal. 80

17 Lexy Molloeng, Metodologi Penelitian KuanHtatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993. hal. 35

(33)

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (recht gehectheid), kemanfaatan dan kepastian hukum (rechtszekerheid).18 Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil, untuk mencapai kedamaian hukum dan menciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan penyesuaian antara kepentingan yang bertentangan satu sarna lain, dan setiap orang harus memperoleh hak-hak sesuai hukum yang berlaku dalam hal mewujudkan keadilan.19

Suatu undang-undang harus memberikan keadaan yang sama kepada semua pihak, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut. Semua orang bersamaan kedudukannya dan harus diperlakukan sama di depan undang-undang, apabila terjadi perbedaan perlakuan hukum diantara orang- orang maka tujuan undang-undang untuk memberikan keadiian dan kepastian hukum bagi semua orang telah mengalami kegagalan. Teori keadilan dan kepastian hukum yang dipelopori oleh Aristoteles merupakan dasar teori yang digunakan dalam menganalisis permasalahan yang, tetdapat dalam penelitian ini.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini menyangkut akibat hukum atas terjadinya wanprestasi dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) hak atas tanah, perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan atas terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang dilakukan oleh salah satu pihak, dasar pertimbangan hukum majelis hakim dalam

18 Achmad AH, Menguak Tabir Hukum tSiutu Kajian Pilosofi dan Sosiologi) Citra Aditva Bakti, Bandung. 1996, hal. 85

19 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grafika, Jakarta. 2008. hal.57

(34)

Putusan Mahkamah Agung RI No. 2161K/PDT/2014 dalam perkara wanprestasi terhadap pelaksanaan pengikatan jual beli hak atas tanah.20

Keadilan menurut Aristoteles adalah suatu tindakan untuk memperlakukan setiap orang / pihak sebagai subjek hukum secara seimbang (proporsional) sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing.21Didalam karya ihniahnya yang berjudul "Nichomacthen Ethics", Aristoteles menjabarkan keadilan tersebut menjadi 3 (tiga) pengertian yaitu :

a. Keadilan distributif (distributive justice), yang mempunyai pengertian dimana semua hak-hak dan keuntungan harus dibagi secara adil.

b. Keadilan retributif (retributive justice), dimana hak-hak dan keuntungan dibagi berdasarkan andil ataujasa-jasanya.

c. Keadilan kompensatoris (compensatory justice), dimana hak-hak dan keuntungan dibagikan kepada pihak lain berdasarkan besar kerugian yang dideritanya.

Dari beberapa pengertian tentang keadilan tersebut di atas, keadilan distributif dipandang sebagai awal mula segala jenis teori keadilan.Dinamika keadilan yang berkembang di masyarakat dalam telaah para ahli hukum pada umumnya berlandaskan pada teori keadilan distributif, meskipun dengan berbagai versi dan pandangan masing-masing, teori karena itu dalam suatu perjanjian haras dilandasi pemikiran proporsional yang terkandung dalam keadilan distributif.Keadilan dalam melaksanakan perjanjian lebih termanifestasi apabila

20 Riswanto Anwar, Asas Keseimbangan dalam Suatu PerjanjianTimbal Balik, Citra llmu, Jakarta, 2012, hal.7

21 K. Bertens, Etika Bisnis, Kanisnius, Yogyakana. 2000. Hal. 6

(35)

kepentingan para pihak terdistribusi sesuai dengan hak dan kewajiban secara proporsional. 22

Hukum perjanjian diatur dalam buku ke tiga KUH Perdata yang terdiri dari 18 Bab dan 631 Pasal, dimulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Secara garis besar, perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata adalah perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, kerja, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa penanggung hutang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum perjanjian-perjanjian di atas disebut dengan istilah perjanjian bernama (nominaaf).

Di mar KUH Perdata dikenal pula dengan perjanjian lainnya seperti perjanjian joint venture, produce Sharing, Franchise, perjanjian sewa beli termasuk perjanjian pengikatan jual beli. Perjanjian jenis ini disebut perjanjian tidak bernama (in nominaaf), yaitu perjanjian yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat karena kepentingan masyarakat itu sendiri.23

Sistem pengaturan hukum perjanjian adalah sistem terbuka (open system) yang mengandung kebebasan untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun belum diatur dalam undang-undang (KUH Perdata). Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata secara tegas menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Jika dianalisa lebih lanjut maka ketentuan pasal tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk:24

1. Membuat atau tidak membuat perjanjian

22 Purwahit Patric, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 27.

23 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1994, hal. 6

24 M. Yahya Harahap. Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1996, hal. 43

(36)

2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun

3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya 4. Menentukan bentuk apakah tertulis atau lisan.

Hukum perjanjian adalah bagian dari hukum perdata (privat). Hukum itu memusatkan perhatian pada kewajiban untuk melaksanakan kewajiban sendiri (self imposed obligation). Disebut sebagai bagian dari hukum perdata disebabkan karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian murni menjadi tanggungjawab pihak-pihak yang membuat perjanjian.25

Dalam suatu perjanjian terdapat 10 (sepuluh) asas yang dikenal dalam iimu hukum perdata. Kesepuluh asas itu antara lain adalah asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepercayaan (vertrouwensbeginsel), asas kekuatan mengikat, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral dan asas kepatutan.26 Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa asas kebebasan berkontrak termaktub dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pihak yang sepakat melakukan perjanjian dianggap mempunyai kedudukan yang seimbang serta berada dalam situasi dan kondisi yang bebas menentukan kehendaknya untuk melakukan perjanjian. Kebebasan berkontrak juga ditegaskan dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu kesempatan ini dibuat haras bersifat

25Salim HS, Hukum Perjanjian Nominaat dan In Nominaat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 9

26Mariam Darus Badrulzaman. dkk. Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 83

(37)

bebas. Kesepakatan tidaklah sah apabila diberikan berdasarkan kekuatan atau diperolehnya dengan penipuan atau paksaan.27

Asas konsesualisme dapat dikatakan bahwa Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian. Asas kepastian hukum yang lazim disebut juga dengan asas Pacta Sunt Servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Azas ini mesyaratkan bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati subtansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Asas itikad baik (good faith) tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik oleh para pihak yang mengikatkan diri ke dalam perjanjian tersebut. Asas itikad baik dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, harus memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek.Pada itikad baik mutlak, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan menurut norma- norma yang objektif. Asas kepribadian (Rechtpersonality) merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian harus menyatakan kehendaknya dan kesediaannya untuk mengikatkan diri.

Pernyataan kedua belah pihak yang memiliki kesesuaian inilah yang disebut

27 Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 34

(38)

dengan kesepakatan (konsensus)28. Pasal 1337 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik dan ketertiban umum. Penilaian terlarang dalam hal ini adalah apabila objek yang diperjanjikan merupakan sesuatu yang terlarang, atau berlawanan dengan undang-undang, kesusilaan baik dan ketertiban umum. Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Peristiwa pengikatan diri ke dalam satu perjanjian ini menimbulkan suatu hubungan hukum antara pihak-pihak yang melakukan perjanjian yaitu berupa suatu perikatan yang mengandung janji atau kesanggupan atas apa yang diucapkan atau dituliskan oleh para pihak yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban.29

Dari rumusan di atas dapat dikatakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum yang lahir dari adanya kesepakatan antara dua pihak atau lebih, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya pada lapangan harta kekayaan dan pihak kedua pihak untuk menuntut prestasi yang disepakati bersama.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa pengikatan jual beli merupakan suatu perikatan yang dilahirkan dari kebutuhan yang terdapat dalam masyarakat itu sendiri. Pada prinsipnya pengikatan jual beli merupakan suatu perikatan yang dilakukan oleh para pihak yang merupakan janji yang harus ditepati dalam melaksanakan perjanjian jual beli. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan perjanjian awal dari para pihak yang mendahului terjadinya

28 RM. Suryodiningrat, Asas-asas Hukvm Perikatan, Bandung, 1985, hal. 23

29 Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 42

(39)

perjanjian jual beli itu sendiri30. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dilaksanakan oleh para pihak dengan tujuan untuk mengikat para pihak sebelum terjadinya perjanjian jual beli, agar melaksanakan/menepati janjinya pada waktu yang telah ditetapkan untuk melaksanakan perjanjian jual beli apabila seluruh persyaratan yang dikehendaki atau dipersyaratkan oleh undang-undang dalam pelaksanaan jual beli telah terpenuhi dan telah dapat dilakukan suatu perbuatan hukum jual beli secara sah sesuai hukum yang berlaku.

Jika suatu perjanjian diamati dan diuraikan unsur-unsur yang ada di dalamnya, maka unsur-unsur yang ada di sana dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Unsur Essensialia

Adalah unsur perjanjian yang selalu hams ada didalam suatu perjanjian, unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut perjanjian tak mungkin ada. Misahiya dalam perjanjian yang riil, syarat pengetahuan objek perjanjian merupakan essensialia, sama seperti bentuk tertentu merupakan essensialia dari perjanjian formil

b. Unsur Naturalia

Adalah unsur perjanjian yang oleh Undang-undang diatur, tetapi oleh para pihak dapat disingkirkan atau diganti.Di sini unsur tersebut oleh undang-undang diatur dengan hukum yang mengatur/ menambah (regelend/ aanvullend rec/z£).Misalnya kewajiban penjualan untuk menanggung biaya penyerahan (Pasal 1476) dan untuk

30Setyawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta. Jakarta, 1987, hal. 21

(40)

menjamin/ vrijwaren (Pasal 1491 BW) dapat disimpangi atas kesepakatan kedua belah pihak.

c. Unsur Accidentalia

Adalah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak. Undang- undangsendiri tidak mengatur tentang hal tersebut, Di dalam suatu perjanjian jual beli, benda-benda pelengkap tertentu bisa dikecualikan.31

Asas-asas penting dalam perjanjian antara lain : 1. Asas kebebasan membuat perjanjian

Maksudnya adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu ditujukan.

Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ay at (1) KUH Perdata yang berbunyi "Semua persetujuan yangdibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Tujuan dari pasal di atas bahwa pada umumnya suatu perjanjian itu dapat dibuat secara bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun, bebas untuk menentukan bentuknya maupun syarat-syarat, dan bebas untuk menentukan bentuknya, yaitu tertulis atau tidak tertulis.

Jadi dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berapa dan berisi apa saja (tentang apa saja) dan perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang- undang. Kebebasan membuat perjanjian dari para pihak untuk membuat perjanjian

31 J. Satro, HukumPerjanjian. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 7

(41)

itu meliputi; a. Perjanjian yang telah diatur oleh undang-undang, b. Perjanjian- perjanjian baru atau campuran yang belum diatur dalam undang-undang

Asas kebebasan membuat perjanjian merupakan asas yang paling penting daiam hukum perjanjian, karena dari asas milah tampak adanya pernyataan dan ungkapan hak asasi manusia dalam mengadakan perjanjian sekaligus memberikan peluang bagi perkembangan hukum perjanjian. Asas kebebasan membuat perjanjian tidak tertulis dengan kata-kata yang banyak dalam undang-undang tetapi seluruh hukum perdata kita didasarkan padanya.32

2. Asas konsensualisme

Asas suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formal.33

3. Asas itikad baik

Bahwa orang yang akan membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Itikad baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang yaitu apa yang terletak pada seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian obyektif adalah bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hukum harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa yang dirasa sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.

4. Asas Pacta Sun Servanda

32 Purwahid Patrik, Asas Itikad Baik dan Kepatutan dalam Perjanjian, Semarang Badan Penerbit UNDIP, 1986, hal. 4

33A. Qiram Syamsudin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 20

(42)

Merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian.Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat mereka yang membuatnya dan perjanjian tersebut berlaku seperti undang- undang.Dengan demikian para pihak tidak mendapat keragian karena perbuatan mereka dan juga tidak mendapatkan keuntungan darinya, kecuali kalau perjanjian tersebut dimaksudkan untuk pihak ketiga. Maksud dari asas ini dalam suatu perjanjian tidak lain untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian itu.

5. Asas berlakunya suatu perjanjian

Pada dasarnya semua perjanjian itu berlaku bagi mereka yang membuatnya tak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga kecuali yang telah diatur dalam undang-undang misalnya perjanjian untuk pihak ketiga.34

Asas berlakunya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang berbunyi: Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu perjanjian suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.35

Serupa dengan pendapat di atas mengenai asas-asas dalam Hukum Perjanjian, Mucharsyah Sinungan, menambahkan asas-asas yang telah tersebut di atas dengan satu asas, yaitu Asas Kepribadian. Menurut asas ini, seorang hanya diperbolehkan mengikatkan diri untuk kepentingan dirinya sendiri dalam suatu perjanjian. Asas ini terdapat pada Pasal 1315 KUH Perdata yang menyebutkan

34 RM Suryodiningrat, Asas-asas Hukum Perikatan, Tarsito Bandung, 1985, hal.12

35 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, Alumni, Bandung, 2006

(43)

bahwa pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri pada atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.36

Dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, terdapat erapat syarat untuk menentukan sahnya perjanjian, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kedua belah pihak sama-sama tidak menolak apa yang diinginkan pihak lawanya. Dengan adanya kata sepakat. maka perjanjian itu telah ada, mengikat kedua belah pinak dan dapat dilaksanakan. Untuk mengetahui kapan terjadinya kata sepakat KUH Perdata sendiri tidak mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat beberapa teori yang mencoba memberikan penyelesaian persoalan sebagai berikut:

1. Teori kehendak (willstheorie)

Dalam teori ini kata sepakat dianggap terjadi manakala para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu perjanjian

2. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie)

Berdasarkan teori kepercayaan, kata sepakat dalam perjanjian dianggap telah terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara obyektif oleh pihak yang lainnya

3. Teori ucapan (uitingstheorie)

Dalam teori ini yang dilihat adalah ucapan (jawaban) debitur.Kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengucapkan persetujuannya terhadap

36 Mucharsyah Sinunggan, Kredit Seluk Belvk dan Pengelolaannya, Tograf, Yogyakarta, 1990,hal.42

(44)

penawaran yang dilakukan kreditur. Jika dilakukan dengan surat, maka kata sepakat terjadi pada saat menulis suraijawabannya.

4. Teori pengiriman (yerzendtheorie)

Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengirimkan surat jawaban kepada kreditur. Jika pengiriman dilakukan lewat pos, maka kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat surat jawaban tersebut distempel oleh kantor pos.

5. Teori penerimaan (ontvangsttheorie)

Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat kreditur menerima kemudian membaca surat jawaban dari debitur, karena saat itu dia mengetahui kehendak dari debitur.

6. Teori pengetahuan (vernemingstheorie)

Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengetahui bahwa debitur telah menyatakan menerima tawarannya.37

Setelah mengetahui waktu terjadinya kata sepakat, maka sebagaimana telah diketahui dengan kata sepakat berakibat perjanjian itu mengikat dan dapat dilaksanakan. Namun demikian vmtuk sahnya kata sepakat harus dilihat dari proses terbentuknya kehendak yang dimaksud. Menurut R. Subekti meskipun demikian kebanyakan para sarjana berpendapat bahwa sepanjang tidak ada dugaan pernyataan itu keliru, melainkan sepantasnya dapat dianggap

37 Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 25

(45)

melabirkan keinginan orang yang mengeluarkan pernyataan itu, maka vertrouwens theorie yang dipakai.38

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Cakap merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan perbuatan tertentu.

c. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi obyek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1332 KUH Perdata ditentukan bahwa barang- barang yang bisa dijadikan obyek perjanjian hanyalah barang-barang yang dapat diperdagangkan. Lazimnya barang-barang yang diperdagangkan untuk kepentingan umum, dianggap sebagai barang-barang diluar perdagangan sehingga tidak dapat dijadikan obyek perjanjian.

Ketentuan dalam pasal-pasal tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya, supaya perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini berakibat batal demi hukum perjanjian dianggap tidak pernah ada (terjadi).

d. Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat atau terakhir untuk sahnya perjanjian. Melihat ketentuan dalam Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena

38 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1996, hal. 18

Referensi

Dokumen terkait

Perlindungan hukum terhadap pemenuhan hak-hak para pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi atau ingkar janji dalam perjanjian pengikatan

Kekuatan hukum dalam perjanjian pengikatan jual beli tanah di hadapan Notaris adalah kekuatan hukum dari akta perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang

Sebaiknya di dalam membuat perjanjian pendahuluan jual beli atau perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) rumah diatur mengenai akibat hukum apabila terjadi wanprestasi oleh

transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang pengikatan jual belinya masih berupa Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan belum dilakukan penandatanganan

Hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan adanya wanprestasi dalam perjanjian jual beli dapat terlihat dari penuntutan

Di dalam kenyataan di masyarakat ditemukan bentuk akta pengikatan jual beli tanah, biasanya akta tersebut dikenal dengan istilah Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah

Suatu perjanjian jual beli tanah yang dibuat oleh para pihak sebelumnya baru merupakan pengikatan untuk kemudian melakukan perjanjian jual beli di hadapan PPAT,

Perlindungan hukum yang diberikan kepada para pihak dalam perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat adalah bahwa pihak pembeli wajib melunasi