BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG WANPRESTASI
C. Perlindungan Hukum Bagi Pihak Yang Dirugikan Atas
Objek Hak Atas Tanah
Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.99
99 Setyawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Jakarta, 2010, hal. 21
Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.
Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut
Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.100
Perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.
Perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi
100 Putri Andiani R, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, Softmedia, Medan, 2011, hal. 17
subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 101
Sarana perlindungan Hukum ada dua macam, yaitu : 1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif
Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.
2. Sarana Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini.
Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.
Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan
101 A. Pitlo, Pembuktian dan Daluarsa, Terjemahan M. Isa Arif, PT Intermasa, Jakarta, 1978, hal 29
adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.102
Perikatan merupakan tindakan hukum yang bersifat timbal balik menimbulkan sisi aktif dan sisi pasif. Sisi aktif menimbulkan hak bagi kreditor untuk menuntut pemenuhan prestasi, sedangkan sisi pasif menimbulkan beban kewajiban bagi debitur untuk melaksanakan prestasinya. Pada situasi normal antara prestasi dan kontra prestasi akan saling bertukar, namun pada kondisi tertentu pertukaran prestasi tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga muncul peristiwa yang disebut wanprestasi.
Menurut Kamus Hukum, Wanprestasi berarti kelalian, kealpaan, tidak menepati janji, tidak memenuhi kontrak. Jadi, wanprestasi adalah suatu keadaan dalam mana seorang debitor (berutang) tidak melaksanakan prestasi yang diwajibkan dalam suatu kontrak, yang dapat timbul karena kesengajaan atau kelalaian debitor itu sendiri dan adanya keadaan memaksa (overmacht).
Sedangkan Wanprestasi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau BW (Burgerlijk wetboek voor Indonesie disebut dalam Pasal 1238 berbunyi; Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa Si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Orang atau pihak yang lalai akan pemenuhan kewajibannya
102 Putri Andiani R, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, Softmedia, Medan, 2011, hal. 17
sementara ia sudah mengikatkan diri di dalam suatu kesepakatan (perikatan) dapat digolongkan menjadi empat katagori yakni:
1. Kreditur sama sekali Tidak melaksanakan isi kesepakatan;
2. Kesepakatan tersebut dilaksanakan akan tetapi melenceng dari isi kesepakatan;
3. Kesepakatan tersebut dilaksakan tetapi sudah lewat waktu;
4. Melakukan perbuatan atau tindakan yang tidak ada disepakati.
Akibat dari adanya wanprestasi tersebut, masing-masing pihak yang merasa dirugikan berhak menggugat ke Pengadilan untuk menuntut ganti rugi, berupa penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada. Sebagaiman dinyatakan dalam Pasal 1243 dan Pasal 1244 KUH Perdata (BW) yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1243 menyatakan: Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila siberutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya.
Pasal 1244 menyatakan: Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya.
walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.
Suatu wanprestasi baru terjadi jika debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak, dinyatakan lalai (in mora stelling; ingebereke stelling) untuk melaksanakan prestasinya, atau dengan kata lain wanprestasi ada jika debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak tersebut tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu di luar kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Jadi, pernyataan lalai adalah suatu rehctmiddel atau upaya hukum kontrak (vide KUH Perdata) untuk sampai kepada tahap debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak tersebut dinyatakan wanprestasi.103
Jika dalam pelaksanaan prestasi tersebut tidak ditentukan tenggang waktunya, maka seorang kreditor atau pihak yang mempunyai hak menerima prestasi dalam kontrak, dipandang perlu memeringatkan/menegur agar debitor atau pihak lainnya yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak untuk memenuhi kewajibannya. Teguran ini disebut juga dengan somasi (sommatie). Wanprestasi yang dilakukan oleh debitor atau pihak yang mememiliki kewajiban untuk melaksanakan prestasi dalam perikatan, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditor atau pihak lain yang mempunyai hak atas prestasi tersebut.
Oleh karena adanya wanprestasi debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban dalam melaksanakan prestasi atas kontrak mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:
1. Harus mengganti kerugian yang diderita oleh kreditor atau pihak lain yang memiliki hak untuk menerima prestasi tersebut (Pasal 1243 BW);
103A.Qiram Syamsudin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 20
2. Harus Pemutusan kontrak yang dibarengi dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 BW);
3. Harus menerima peralihan resiko sejak wanprestasi tersebut terjadi (Pasal 1237 ayat (2) BW);
4. Harus menanggung biaya perkara jika perkara tersebut dibawa ke pengadilan (Pasal 192 RBg).
Perkara sengketa pelaksanaan pengikatan jual beli hak atas tanah antara Ny. JJ selaku pembeli dengan Ny.PSI selaku penjual /pemilik tanah pihak yang dirugikan adalah Ny.PSI karena tidak menerima secara penuh hasil penjualan tanah dan bangunan miliknya dari pihak pembeli yaitu Ny. JJ. Pihak pembeli masih memiliki hutang sebesar Rp 3.700.000.000 yang seharusnya adalah milik Ny.PSI sebagai hasil dari jual beli hak atas tanah milik Ny. PSI tersebut. Karena Ny. PSI dirugikan dalam pelaksanaan PPJB tersebut maka Ny. PSI memiliki hak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku untuk melindungi haknya yang telah dirugikan oleh Ny. JJ selaku pembeli dengan mengajukan gugatan pembatalan APJB No. 20 maupun pembatalan akta pernyataan pengosongan No. 12 yang masing-masing dibuat dihadapan Notaris / PPAT SA dan Notaris LA.
Perlindungan hukum yang diberikan kepada Ny. PSI adalah Ny.PSI berhak untuk mengajukan gugatan pembatalan perjanjian karena tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat antara Ny. JJ selaku pembeli dengan Ny.Psi selaku penjual terhadap jual beli hak atas tanah yang harganya adalah Rp 13.600.000.000, namun baru dibayar oleh Ny. JJ selaku pembeli sebesar Rp 9.900.000.000 sisanya tidak dilunasi oleh Ny. JJ selaku pembeli. Berdasarkan
wanprestasi yang telah dilakukan oleh JJ selaku pembeli tersebut maka pengadilan memberikan perlindungan hukum kepada Ny.PSI dengan membatalkan APJB No.
20 dan akta pernyataan pengosongan No. 12 yang masing-masing dibuat dihadapan Notaris / PPAT SA dan Notaris LA dan mengembalikan hak Ny. PSI untuk menerima kembali PPJB berupa hak atas tanah miliknya tersebut.
Perlindungan hukum terhadap pihak penjual atas perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak pembeli yang tidak melunasi pembayaran harga tanah sesuai kesepakatan yang telah dimuat di dalam PPJB tersebut adalah berdasarkan ketentuan Pasal 1267 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga”.
Pihak penjual yang telah dirugikan dengan perbuatan pihak pembeli yang tidak melunasi harga tanah yang telah disepakati dalam PPJB oleh Pasal 1267 KUH Perdata diberikan hak untuk melindungi kepentingan hukumnya memilih untuk memaksa pihak pembeli yang telah melakukan wanprestasi untuk memenuhi prestasinya atau menuntut pembatalan PPJB ke pengadilan dengan penggantian biaya kerugian dan bunga. Apabila putusan pengadilan mengabulkan gugatan pihak penjual yang telah dirugikan tersebut maka akibat hukumnya adalah sesuai ketentuan Pasal 1265 KUH Perdata dimana PPJB tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dan kedudukan para pihak kembali seperti semula sebelum dilaksanakannya PPJB tersebut. Persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 1265 KUH Perdata tersebut
adalah pihak penjual harus mengembalikan apa yang telah diterimanya dari pihak pembeli yaitu uang sejumlah Rp 9,9 Milyar agar PPJB tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat bagi pihak penjual dan hak milik atas tanah dapat dikembalikan kepada pihak penjual tersebut.
Analisis terhadap perbuatan wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli tersebut yang dilakukan oleh pihak pembeli tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian kepada pihak penjual yang tidak menerima pelunasan harga hak atas tanah yang dimilikinya, namun sudah dilaksanakan peralihan hak atas tanah tersebut oleh pihak pembeli dengan menerbitkan akta autentik notaris pengosongan tanah dan bangunan yang dimiliki oleh pihak penjual. Putusan Mahkamah Agung telah sesuai dengan asas-asas hukum perjanjian dan ketentuan hukum tentang wanprestasi dan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1238, 1243 dan Pasal 1365 KUH Perdata dimana pihak pembeli tidak meemenuhi kewajibannya membayar sisa utangnya dan telah membuat akta pengosongan tanah dan bangunan melalui akta notaris untuk menyuruh pihak penjual mengosongkan tanah dan bangunan milik pihak penjual tersebut. Hal ini merupakan suatu perbuatan wanprestasi sekaligus pula perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak pembeli.
BAB IV
ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM MAJELIS HAKIM DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NO. 2161K/PDT/2014
TERKAIT WANPRESTASINYA SALAH SATU PIHAK DALAM AKTA PPJB
A. Kasus Posisi sengketa pembuatan akta PPJB yang Mengandung Unsur Wanprestasi dalam Putusan Mahkamah Agung No.2161K/Pdt/2014
Di dalam Putusan No. 2161K/P/2014 dalam kasus gugatan terhadap APJB antara Ny. JJ sebagai pemohon kasasi dahulu tergugat / pembanding melawan Ny.
PSI sebagai termohon kasasi dahulu tergugat / pembanding dan AS, HMS, LA sebagai para surat termohon kasasi dahulu turut tergugat 1, II dan III / terbanding dan para terbanding dimana objek perkara adalah APJB No. 20 yang dibuat dihadapan notaris /PPAT AS tertanggal 26 Mei 2010 dan juga akta pernyataan pengosongan No. 13 yang dibuat dihadapan notaris HMS tertanggal 31 Mei 2010 dan juga akta pengosongan No. 12 yang dibuat dihadapan notaris LA tertanggal 13 Juli 2011, dimana Ny. JJ selaku pemohon kasasi dahulu tergugat / pembanding memiliki kewajiban untuk membayar lunas sisa dari harga penjualan secara cicilan sebuah rumah yang terletak di Kelurahan Tegal Sari Kecamatan legal Sari Kota Surabaya seluas 1.355 m2 yang dikenal dengan jalan Kombespol M. Duriyad No. 4 Surabaya berdasarkan sertipikat hak milik nomor 34/Kelurahan Tegal Sari dengan harga sebesar Rp 12.800.000.000 (dua belas milyar delapan ratus juta rupiah) kepada Ny. PSI dimana Ny. JJ, dimana sisa hutang tersebut adalah sebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus juta rupiah). Bahwa Ny. JJ selaku pemohon kasasi dahulu tergugat pembanding telah membayar harga bangunan tersebut Rp 9.100.000.000 (Sembilan milyar seratus juta rupiah).
Bahwa sebelum diajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya antara penggugat dan tergugat sudah terjadi pembicaraan tentang reliasasi pelunasan sisa dari harga tanah dan bangunan tersebut berdasarkan Pasal 2 angka (3) APJB No.
20 yang dibuat dihadapan notaris PPAT AS tertanggal 26 Mei 2010, yang kemudian dirubah dengan Akta Pernyataan Pengosongan No. 12 yang dibuat dihadapan notaris LA tertanggal 13 Juli 2012. Akan tetapi Ny. JJ sebagai pemohon kasasi dahulu tergugat/pembanding mengabaikan kesepakatan yang telah tercapai tersebut.
Di dalam akta pernyataan pengosongan No. 12 yang dibuat dihadapan notaris LA tertangagi 13 Juli 2012 pada halaman 4 angka 3 yang menyatakan,
"Sedangkan sisanya/pembayaran yang terakhir sebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus juta rupiah) pada tanggal 5 Agustus 2010". Padahal setelah termohon kasasi dahulu penggugat/pembanding Ny. PSI mencermati akta tersebut di atas tidak sesuai atau bertentangan dengan APJB No. 20 yang dibuat dihadapan notaris/PPAT AS tertanggal 26 Mei 2010. Akibat perbuatan Ny. JJ selaku pemohon kasasi / dahulu tergugat / pembanding yang ingkar janji / wanprestasi tersebut maka terjadi kerugian kepada Ny. PSI sebagai termohon kasasi dahulu penggugat / terbanding sebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus ribu rapiah), maka oleh karena itu Ny. PSI mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya untuk membatalkan ketiga akta perjanjian yaitu APJB No. 20 tanggal 26 Mei 2010, yang dibuat dihadapan turut tergugat I Notaris PPAT AS, akta pernyataan pengosongan No. 13 tertanggal 31 Mei 2010 yang dibuat dihadapan turut tergugat II notaris HM dan akta pernyataan pengosongan No. 12 tertanggal
13 Juli 2013 yang dibuat dihadapan turut tergugat III notaris LA. Sebagai konsekuensi hukum dari pemohon kasasi dahulu tergugat / pembanding yang ingkar janji / wanprestasi tersebut, maka termohon kasasi dahulu penggugat / terbanding, termohon kasasi dahulu penggugat / pembanding bersedia untuk mengembalikan seluruh uang yang telah diterima dari tergugat sebesar Rp 9.900.000.000 (Sembilan milyar Sembilan ratum juta rupiah).
Pengadilan Negeri Surabaya melalui putusan No. 113/Pdt.G/2012/PN.Sby tanggal 17 September 2017 dalam amar putusannya mengabulkan gugatan penggugat Ny. PSI untuk sebagian, menyatakan tergugat JJ telah melakukan ingkar janji wanprestasi, menyatakan APJB No. 20 tertanggal 20 Mei 2010, akta pengosongan No. 13 tertanggal 31 Mei 2010 dan akta pernyataan pengosongan No. 12 tertanggal 13 Juni 2011 dinyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menghukum tergugat untuk menerima pengembalian uang yang telah dibayarkan kepada penggugat sebesar Rp 9.900.000.000 (sembilan milyar sembilan ratus juga rupiah), menolak gugatan penggugat untuk selain dan selebihnya.
Pada Pengadilan Tinggi Surabaya melalui Putusan No.83-Pdt/2013/PT.Sby tanggal 19 Maret 2013 dalam amar putusannya menyatakan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya. Di dalam kasasi ke Mahkamah Agung dalam putusan No. 2161K/PDT/2014 . amar putusan Mahkamah Agung menyatakan :
1. Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi Ny. JJ
2. Menghukum pemohon kasasi tergugat /pembanding Ny. JJ untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sejumlah Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
B. Dasar pertimbangan hukum majelis hakim mahkamah agung dalam perkara sengketa sengketa pembuatan akta PPJB yang Mengandung Unsur Wanprestasi dalam Putusan Mahkamah Agung No.2161K/Pdt/2014
Dalam putusan Mahkamah Agung No.2161K/Pdt/2014 majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya menyebutkan dasar pertimbangan hukum perkara sengketa pembuatan akta PPJB yang mengandung unsur wanprestasi oleh pihak pembeli dan pihak penjual. Pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung menyatakan bahwa pihak pembeli yaitu Ny. JJ telah dengan sengaja tidak melunasi pembayaran hutangnya atas sisa dana pembelian hak atas tanah milik Ny.PSI sebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus ribu rupiah), sehingga Ny. JJ telah dengan sengaja dengan melakukan wanprestasi terhadap kewajibannya untuk melunasi hutangnya. Oleh karena itu Ny. JJ telah melakukan perbuatan wanprestasi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1328 KUH Perdata dan Pasal 1243 KUH Perdata tentang wanprestasi yaitu Ny. JJ sama sekali tidak melaksanakan kewajiban untuk membayar sisa hutang pembelian hak atas tanah dan bangunan milik Ny. PSI.
Dasar pertimbangan hukum majelis hakim selanjutnya adalah bahwa Ny.
JJ telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan membuat akta pernyataan pengosongan tanah dan bangunan No. 12 tertanggal 13 Juli 2013 yang dibuat dihadapan turut tergugat III notaris LA. Akta pernyataan pengosongan tanah dan bangunan No. 12 tertanggal 13 Juli 2013 dalam pertimbangan hukum majelis
hakim mahkamah agung adalah tidak sah dan melawan hukum karena belum dilunasinya harga hak atas tanah sebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus ribu rupiah) kepada Ny. PSI sehingga pada dasarnya Ny. JJ tidak berwenang untuk memerintahkan Ny.PSI untuk mengosongkan tanah dan bangunan milik Ny. PSI tersebut karena pembayaran harga hak atas tanah tersebut belum lunas oleh Ny. JJ.
Pertimbangan hukum majelis hakim dalam hal keinginan Ny. PSI untuk mengembalikan uang yang telah diterima sebesar Rp 9.900.000.000 (sembilan milyar sembilan ratus juta rupiah) sebagai uang muka atau panjar untuk pembelian hak atas tanah milik Ny. PSI yang diterima dari Ny. JJ tersebut adalah sah menurut hukum karena Ny. JJ tidak memiliki itikad baik dalam pelaksanaan PPJB tersebut dengan tidak dilunasinya harga pembelian hak atas tanah tersebut. Oleh karena itu pertimbangan hukum majelis hakim mahkamah agung dapat menerima permohonan dari Ny. PSI untuk mengembalikan uang yang telah diterimanya dari Ny. JJ tersebut.
Pertimbangan majelis hakim selanjutnya adalah bahwa majelis hakim mahkamah agung dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa judex facti Pengadilan Tinggi Surabaya dalam memeriksa dan memutus perkara ini telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sehingga eksepsi gugatan yang diajukan oleh Ny. JJ yang menyatakan bahwa judex facti Pengadilan Tinggi surabaya telah salah dalam menerapkan hukum tidak dapat diterima oleh majelis hakim mahkamah agung. Pihak penggugat Ny. PSI telah berhasil membuktikan bahwa pembeli hak atas tanah miliknya yaitu Ny. JJ telah secara nyata terbukti
melakukan perbuatan wanprestasi dengan tidak melaksanakan kewajibannya membayar sisa hutang pembelian hak atas tanah sebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus ribu rupiah). Berdasarkan hal tersebut maka majelis hakim mahkamah agung menyatakan bahwa Ny. JJ telah melakukan wanprestasi berdasarkan pasal 1238 KUH Perdata dan Pasal 1243 KUH Perdata serta juga telah melakkan perbuatan melawan hukum dengan dibuatnya akta pernyataan pengosongan rumah milik Ny. PSI yang merugikan hak dan kepentingan Ny.PSI sebagai pemilik tanah.
C. Analisis Dasar Pertimbangan Hukum Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 2161k/Pdt/2014 terkait Wanprestasinya Salah Satu Pihak dalam Akta PPJB
Berdasarkan pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung dalam sengketa pembuatan PPJB yang mengandung unsur wanprestasi dan perbuatan melawan hukum maka pertimbangan hukum majelis hakim yang pertama yang menyatakan bahwa pembeli Ny. JJ telah melakukan perbuatan wanprestasi karena tidak membayar sisa hutang terhadap pihak penjual yaitu Ny.PSI adalah sudah tepat karena pelaksanaan PPJB tersebut baru dapat ditingkatkan menjadi AJB apabila pihak pembeli sudah melunasi seluruh harga pembelian dari hak atas tanah tersebut. Oleh karena itu pihak pembeli yang masih memiliki sisa hutang sebesar Rp 3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus ribu rupiah), tidak dapat meminta kepada penjual untuk melakukan pembuatan AJB dihadapan PPAT.
Pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung selanjutnya adalah bahwa pihak pembeli yang telah membuat akta pernyataan pengosongan rumah
No. 12 tertanggal 13 Juli 2013 telah melakukan perbuatan melawan hukum adalah sudah tepat, karena pada prinsipnya pihak pembeli Ny. JJ belum memiliki kewenangan untuk menguasai hak atas tanah dan bangunan milik Ny.PSI karena belum membayar lunas seluruh harga penjualan hak atas tanah dan bangunan milik NY. PSI. pembuatan akta pernyataan pengosongan tanah dan bangunan yang dilakukan oleh Ny. JJ mengandung cacat hukum karnea tidak didasarkan
No. 12 tertanggal 13 Juli 2013 telah melakukan perbuatan melawan hukum adalah sudah tepat, karena pada prinsipnya pihak pembeli Ny. JJ belum memiliki kewenangan untuk menguasai hak atas tanah dan bangunan milik Ny.PSI karena belum membayar lunas seluruh harga penjualan hak atas tanah dan bangunan milik NY. PSI. pembuatan akta pernyataan pengosongan tanah dan bangunan yang dilakukan oleh Ny. JJ mengandung cacat hukum karnea tidak didasarkan