• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Terhadap Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing Dengan Menggunakan Perjanjian Nominee Saham

NOMINEE SAHAM

4.2 Akibat Hukum Terhadap Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing Dengan Menggunakan Perjanjian Nominee Saham

Sebagaimana telah diuraikan dalam bab sebelumnya bahwa akta perjanjian nominee saham yang dibuat oleh para pihak dihadapan notaris atau dibawah tangan dengan tujuan untuk melindungi saham dari beneficiary yang diatasnamakan nominee. Untuk dapat disebut sebagai akta otentik suatu akta haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya.

Perjanjian nominee merupakan salah satu bentuk khusus dari bentuk perjanjian pada umumnya, sehingga keabsahanya harus dilihat berdasarkan syarat sahnya suatu karena keabsahan perjanjian sangat menentukan pelaksanaan isi dari perjanjian yang dimaksud. Berdasarkan rumusan Pasal 1337 KUHPerdata, dapat diketahui bahwa pada dasarnya semua objek perjanjian adalah halal atau diperbolehkan untuk dituntut pemenuhan atau pelaksanaannya di hadapan hukum, kecuali jika perjanjian tersebut mengandung hal-hal yang melanggar undang-undang, tidak diperkenankan atau tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan karena bertentanganden gan kesusilaan dan atau ketertiban umum. Dalam hal yang demikian, maka perjanjian tersebut tidaklah batal demi hukum, akan tetapi perjanjian nominee yang dibuat oleh para pihak dalam pendirian PT. PMA yang dalam UUPT tidak ada pelaranganya tentang pemakaian nominee melalui

perjanjian nominee saham, tetapi dalam UUPM Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) jelas melarang maka perjanjian nominee saham yang dibuat oleh para pihak dinyatakan batal demi hukum karena melanggar UUPM.

Tetapi apabila dikemudian hari ternyata terjadi perubahan dalam undang-undang atau norma kesusilaan dan ketertiban umum yang berlaku, dari semula tidak diperbolehkan kemudian menjadi hal yang tidak dilarang lagi, maka perjanjian tersebut menjadi perikatan yang sempurna, yang dapat dituntut pemenuhan atau pelaksanaannya melalui hukum, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian berarti, sepanjang diakui oleh undang-undang dan diatur dengan jelas dan tegas pengaturannya, maka keberadaan nominee saham tidak perlu dipersoalkan.

Seperti diketahui bahwa hingga saat ini tidak ada aturan khusus yang mengesampingkan atau memberikan kemungkinan lain terkait dengan masalah kepemilikan saham mutlak (dominium plenum) oleh pemegang saham yang terdaftar dalam Daftar Pemegang Saham PT, selain Undang- Undang Pasar Modal dalam bentuk penitipan kolektif. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, melalui pranata penitipan kolektif pada lembaga Kustodian, dimana lembaga Kustodian tersebut selanjutnya menjadi pemegang saham terdaftar dalam perseroan terbatas tersebut. Perjanjian penitipan kolektif yang dibuatkan oleh dan antara emiten dengan lembaga Kustodian, yang salah satunya adalah lembaga penyimpanan dan penyelesaian akan mengatur dengan tegas dan jelas hak-hak dan kewajiban – kewajiban yang terkait di antara kedua belah pihak, termasuk hak-hak yang diturunkan dari perjanjian kolektif tersebut, khususnya yang terkait

dengan hak–hak pemilik rekening dalam penitipan kolektif pada emiten dan seterusnya. Berdasarkan pada perjanjian penitipan kolektif itulah, dapat dijelaskan, dipahami dan dimengerti mengapa yang tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Emiten adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, sedangkan pihak yang berhak hadir dalam RUPS emiten adalah pemegang “sub”rekening dalam Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.102

UUPT hanya mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas, dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak (dominium plenum). Selain itu, perlu diperhatikan bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang diatur dalam perjanjian nominee tersebut tidak boleh menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata. Dalam hal terdapat ketentuan-ketentuan, khususnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dalam pelaksanaannya bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, atau keadaan di mana pelaksanaan hak dan kewajiban dalam perjanjian tersebut mengakibatkan terjadinya penyelundupan hukum terhadap hukum Indonesia, maka hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersebut juga hanyaakan menjadi perikatan alamiah belaka, yang tidak dapat dituntut pelaksanaanya.

Oleh karena itu, perjanjian nominee saham secara argumentatif dapat dianggap sebagai suatu perikatan alamiah yang lahir dari keinginan kedua belah pihak, namun tidak didukung oleh sarana hukum dan oleh karenanya tidak dapat dipaksakan penegakan hukumnya. Perjanjian nominee hanya bisa terus hidup

102

sebagai perikatan alamiah apabila kedua belah pihak terus menerus beritikad baik dan memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak secara sukarela.

Pasal 1 angka 1 UUPT yang menyatakan PT adalah “badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi dalam persyaratan yang ditetapkan dalam undang – undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. UUPM Pasal 1 angka 8 memberikan definisi yuridis tentang modal asing, dimana modal asing adalah “modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing “.

Dari pengertian diatas dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud dengan PT.PMA adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian yaitu perjanjian antara pemegang saham asing (perseorangan atau badan hukum) dan pemegang saham lokal (perseorangan atau badan hukum) atau antara pemegang saham asing (perseorangan atau badan hukum) dengan pemegang saham asing (perseorangan atau badan hukum) yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang – undang serta peraturan pelaksanaannya yaitu UUPT dan UUPM. Dalam UUPT tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan badan hukum, demikian pula Pasal 7 ayat (4) menyebutkan perseroan memperoleh status badan hukum yakni pada tanggal diterbitkanya Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dikatakan sebagai badan hukum dapat terjadi karena undang – undang

menyatakan dengan tegas sebagaimana halnya Pasal 1 angka 1 UUPT tetapi dapat pula diakui sebagai badan hukum karena adanya ciri – ciri tertentu.

Teori-teori mengenai badan hukum yaitu teori fikti, teori realitas, teori tujuan subyektif, teori pemilikan kolektif, mencoba untuk menerangkan gejala hukum yakni adanya suatu organisasi yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan orang. Disatu pihak hanya oranglah yang dapat menyatakan kehendaknya tetapi dilain pihak harus diakui adanya suatu bentuk “kerja sama” atau kesatuan yang mempunyai hak dan kewajiban orang yang melakukan tindakan hukum atas nama kesatuan tersebut.103 Unsur – unsur badan hukum yang menurut doktrin yang kini diterima adalah :

a. Adanya harta kekayaan yang terpisah; b. Mempunyai tujuan tertentu;

c. Mempunyai kepentingan sendiri; dan d. Adanya organisasi yang teratur.104

Dalam pendirian PT.PMA yang menggunakan konsep nominee, perjanjian nominee yang dijadikan sebagai back up dari beneficiary, dibuat oleh para pihak setelah menandatangani akta pendirian PT. Dengan demikian akta PT tersebut telah memenuhi syarat normatif dalam pendirian PT.PMA dan tidak ada unsur pemegang saham nominee karena belum dibuat perjanjian nominee saham.

103

Herline Budiono, 2012, Jurnal Rechts Vinding, Volume 1 Nomor 2, hal 188-189

104

R. Ali Ridho, 1986, Hukum Dagang tentang Aspek – Aspek Hukum dalam Asuransi Udara, Asuransi Jiwa dan Perkembangan Perseroan Terbatas, CV, Remadja Karya, Jakarta, hal. 303.

Perjanjian nominee saham merupakan perjanjian ikutan yang dibuat oleh para pihak setelah PT.PMA didirikan.

Nominee sebagai pemegang saham yang dipinjam namanya tetap sebagai pemegang saham yang sah dan syarat pendirian PT oleh 2 (dua) orang terpenuhi. Akibat hukum dari PT.PMA yang menggunakan perjanjian nominee saham tetap sah dan mempunyai kekuatan hukum, walaupun perjanjian nominee saham yang dibuat oleh para pihak dinyatakan batal demi hukum yang artinya kembali kekeadaan semula sebelum perjanjian dibuat. Meskipun PT.PMA tetap mempunyai kekuatan hukum tetapi saham yang dimiliki oleh beneficiary yang diatasnamakan kepada nominee tidak terlindungi. Dengan demikian beneficiary tetap bisa mengendalikan perusahaan 100 % karena nominee membuat surat kuasa kepada beneficiary untuk dapat meminta diadakannya RUPS, menghadiri dan megeluarkan suara dalam RUPS perusahaan yang bersangkutan.

Menurut pendapat penulis tidak adanya pengaturan dalam UUPT mngenai persyaratan menjadi pemegang saham dan pemegang saham nominee serta perjanjian nominee saham menjadi sebab nominee saham tetap berkembang di masyarakat. Oleh karena itu seharusnya nominee saham diatur secara tegas dalam UUPT karena penyebab dari pemakaian nominee saham adalah untuk memenuhi syarat berdirinya PT yaitu didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih selain pembatasan saham dalam PMA.

Praktek nominee saham akan menjadi lebih efisien apabila diperbolehkan pelaksanaanya, namun diperlukan batasan - batasan dan sanksi yang tegas serta perubahan konsep kepemilikan saham dalam UUPT. Dimana konsep kepemilikan

saham dalam UUPT saat ini dominium plenum menjadi dapat dibagi antara kepemilikan manfaat dan kepemilikan terdaftar. Namun demikian tetap dengan pembatasan – pembatasan dan sanksi yang tegas, serta perlu adanya pengawasan terhadap praktek nominee saham dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan mendaftarkan perjanjian nominee saham.

Akibat hukum ialah segala akibat, konsekuensi yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum ataupun akibat – akibat lain yang disebabkan oleh kejadian – kejadian tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.105 Menurut penulis akibat hukum dari PT. PMA yang menggunakan perjanjian nominee saham yaitu :

1. a. Apabila dikemudian hari terjadi sengketa dengan perjanjian nominee yang dibuat oleh para pihak yaitu antara nominee dan beneficiary maka akibat hukum dari perjanjian tersebut batal demi hukum. Dimana perjanjian telah melanggar syarat obyektif perjanjian dan UUPM dimana UUPM sebagai salah satu dasar peraturan perundang undangan dalam mendirikan PT.PMA. b. Akibat hukum dari PT. PMA yang didirikan dengan menggunakan nominee

saham tetap mempunyai kekuatan hukum, karena syarat-syarat normatif dalam pendirian PT. PMA terpenuhi.

c. Akibat hukum bagi beneficiary dari sisi kerugian adalah akan kehilangan saham yang diatasnamakan nominee tersebut. Secara de jure saham nominee tersebut adalah mutlak milik nominee sebab nama nominee yang tercatat

105

http//www.hukumpedia.com/indek.php/title-akibat_hukum,diakses pada tanggal 4 Juni 2014

dalam daftar pemegang saham PT.PMA, namun secara de facto saham tersebut adalah milik beneficiary.Tetapi karena perjanjian nominee yang dibuat para pihak sebagai back up dari beneficiary dinyatakan batal demi hukum maka beneficiary tetap tidak bisa mengakui saham yang diatasnamakan nominee adalah miliknya. Akibat hukum bagi nominee dari sisi kerugian adalah kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat dari keputusan yang dibuat oleh beneficiary dalam pengurusan saham maupun mengeluarkan suara dalam RUPS, maupun akibat-akibat hukum lainnya yang timbul dari keputusan beneficiary. Di hadapan hukum nominee sebagai pihak yang bertanggung jawab, hal ini dikarenakan nominee sebagai pemilik sah menurut hukum atas saham tersebut. Tanggung jawab beneficiary untuk menanggung kerugian yang diderita nominee tidak dapat dipaksakan di hadapan hukum karena perjanjian nominee yang dibuat para pihak dinyatakan batal demi hukum.

2. Apabila perjanjian nominee yang dibuat oleh para pihak berjalan sesuai dengan kesepakatan para pihak, maka akibat hukum dari beneficiary dari segi manfaat akan dapat menguasai 100% saham dan mengendalikan perusahaan tanpa terbatas. Sedangkan bagi nominee manfaat yang diperoleh adalah fee yang diberikan oleh beneficiary sebagai imbalan dari nama yang dipinjam oleh beneficiary.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Sub bab ini memuat kesimpulan dari pembahasan sebagai jawaban atas kedua masalah yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, dengan kesimpulan sebagai berikut :

1. Praktek nominee dengan membuat perjanjian nominee saham telah tumbuh dan berkembang dalam dunia investasi terutama para investor yang mendirikan PT. PMA. Dalam UUPT tidak ada pengaturan dan pelarangan secara jelas dan tegas mengenai nominee dan perjanjian nominee saham. Kekosongan norma inilah yang menjadi celah penggunaan nominee saham dengan membuat perjanjian nominee saham karena untuk memenuhi syarat berdirinya PT. UUPT mensyaratkan bahwa PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Perjanjian nominee saham yang dibuat oleh para pihak tidak mempunyai kekuatan hukum dan batal demi hukum. Dimana perjanjian nominee saham tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian dan melanggar UUPM. Perjanjian nominee saham hanya bisa terus hidup sebagai perikatan alamiah apabila kedua belah pihak terus menerus beritikad baik dan memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak secara sukarela.

2. Akibat hukum dari PT. PMA yang meggunakan perjanjian nominee saham adalah PT.PMA tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan hukum, karena syarat-syarat normatif dalam pendirian PT. PMA terpenuhi, meskipun

perjanjian nominee saham yang dibuat oleh para pihak dinyatakan batal demi hukum.

5.2 Saran

Penelitian ini sebagaimana diharapkan, yaitu dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara praktis yang merupakan kristialisasi dari isi penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran yakni :

1. Bagi para investor terutama investor asing sebelum berinvestasi di Indonesia sebaiknya memahami peraturan perundang – undangan yang ada supaya dalam berinvestasi mendapatkan kepastian hukum. Bagi masyarakat yang ditunjuk sebagai nominee supaya hati – hati dan sebaiknya menanyakan segala sesuatu yang akan dilakukan oleh beneficiary berkaitan dengan pengelolaan perusahaan. Bagi pembuat undang – undang dan pemerintah agar dalam UUPT diatur jelas dan tegas pelarangan nominee saham dengan membuat perjanjian nominee saham seperti dalam UUPM. Praktek nominee saham akan menjadi lebih efisien apabila diperbolehkan pelaksanaanya, namun diperlukan batasan - batasan dan sanksi yang tegas serta perubahan konsep kepemilikan saham dalam UUPT. Dimana konsep kepemilikan saham dalam UUPT saat ini dominium plenum menjadi dapat dibagi antara kepemilikan manfaat dan kepemilikan terdaftar. Namun demikian tetap dengan pembatasan – pembatasan dan sanksi yang tegas, serta perlu adanya pengawasan terhadap praktek nominee saham dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan mendaftarkan perjanjian nominee saham.

2. Bagi penegak hukum seperti notaris dan konsultant hukum agar memberikan penyuluhan hukum sebelum membuat akta yang dikehendaki oleh para pihak, karena terjadinya perjanjian nominee dibuat oleh notaris atau konsultant hukum dan tidak ada alasan dibuat perjanjian tersebut karena tidak mengetahui undang - undangnya.

DAFTAR PUSTAKA