• Tidak ada hasil yang ditemukan

X 2 Aksesbilitas pada Informas

6. RELASI GENDER RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN DATARAN RENDAH

6.1 Analisis Gender dalam Akses, Kontrol, Pembagian Kerja, dan Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga Petani Sayuran

6.1.1 Akses dan Kontrol dalam Rumahtangga Petani Sayuran

Akses atau jangkauan seseorang terhadap sumberdaya diukur dari kepemilikan atas sumberdaya dan kemampuan mereka untuk memperoleh atau melakukan sesuatu kegiatan. Kontrol terhadap sumberdaya diukur dari frekuensi pengambilan keputusan, serta tanggungjawab yang dilakukan oleh anggota rumahtangga, dimana berhubungan dengan kegiatan produktif maupun kegiatan sosial kemasyarakatan.

Pada masyarakat petani di Desa Gempol Sari, akses dan kontrol perempuan terhadap beragam sumberdaya lebih rendah dibanding laki-laki.

Sebagian besar kegiatan dalam usahatani dilakukan oleh laki-laki, yang meliputi kegiatan pra-produksi hingga pemasaran hasil panen.

Pertanian sayuran berbeda dengan pertanian tanaman pangan lainnya, seperti padi dan tanaman palawija. Sayuran dalam proses produksinya membutuhkan waktu yang singkat yakni 20 - 30 hari, kecuali tanaman bawang yang masa produksinya adalah 40 hari atau kurang lebih dua bulan baru bisa dipanen. Setelah panen petani akan kembali mengolah lahan untuk menanam sayuran kembali. Dalam setiap bulannya sayuran yang ditanam seringkali berbeda. Terdapat pergantian tanaman seperti caisim-kangkung-bayam atau bahkan bawang. Pergantian ini dilakukan sesuai keputusan dari masing-masing petani dan kerap kali berbeda antara petani yang satu dengan yang lain.

Penentuan jenis komoditas tersebut dilakukan oleh laki-laki. Penentuan ini dilatarbelakangi oleh berbagai alasan, seperti: nilai jual sayuran di pasaran, kemudahan pelaksanaan produksi, resiko tanam, dan ketersediaan modal untuk melakukan usahatani. Banyak petani yang menginginkan untuk menanam bawang, tetapi hanya sedikit petani yang dapat melakukannya karena bibit bawang sangat mahal dan perawatannya membutuhkan keahlian tersendiri.

Tabel 18. Akses dan kontrol rumahtangga petani sayuran Desa Gempol Sari terhadap profil sumberdaya menurut jenis kelamin, 2009

No. Profil Sumberdaya Akses (%) Kontrol (%)

Pra-produksi L P L P

1 Penentuan lahan 100,00 0,00 100,00 0,00

2 Penentuan sumber modal 100,00 0,00 100,00 0,00

3 Penentuan tenaga kerja 100,00 0,00 100,00 0,00

4 Penentuan jenis komoditas 100,00 0,00 100,00 0,00

5 Penentuan pola tanam 100,00 0,00 100,00 0,00

6 Penentuan bibit/benih 100,00 0,00 100,00 0,00

Tabel 18 (lanjutan)

No. Profil Sumberdaya Akses (%) Kontrol (%)

L P L P Produksi 8 Pengolahan lahan 100,00 0,00 100,00 0,00 9 Penanaman 100,00 39,00* 100,00 0,00 10 Pemupukan 100,00 0,00 100,00 0,00 11 Penyiraman 100,00 0,00 100,00 0,00

12 Penggunaan peralatan mekanik (bajak, arit, cangkul)

100,00 0,00 100,00 0,00

13 Pengelolaan air 100,00 0,00 100,00 0,00

14 Pembasmian hama (Pestisida) 100,00 0,00 100,00 0,00 Panen

15 Pencabutan 100,00 55,00 100,00 55,00

Pascapanen

16 Pengelolaan pasca panen (mengikat sayuran) 100,00 55,00 100,00 0,00 17 Pemasaran 100,00 0,00 100,00 0,00 Lainnya 18 Penyuluhan pertanian 100,00 0,00 100,00 0,00 19 Perolehan kredit 100,00 0,00 100,00 0,00 20 Penyuluhan kesehatan 68,00 68,00 68,00 87,00

21 Perolehan media informasi 100,00 90,00 100,00 90,00

22 Pendidikan dan latihan 100,00 0,00 100,00 0,00

Keterangan: * penanaman hanya memberikan akses terhadap perempuan untuk komoditas caisim

Seperti yang terlihat pada Tabel 18, hampir keseluruhan kegiatan usahatani dilakukan oleh laki-laki. Proses kegiatan pertanian diawali dengan pra- produksi yang meliputi penyediaan lahan, pengelolaan sumber modal, tenaga kerja, penentuan jenis komoditas, pola tanam, penentuan bibit atau benih, serta jenis pupuk yang digunakan, dilakukan oleh laki-laki. Petani telah menjadi suatu profesi bagi laki-laki. Meskipun banyak diantara mereka yang tidak memiliki lahan sendiri, kegiatan usahatani tetap dilaksanakan untuk menghidupi istri dan

anak-anak, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian besar laki- laki di Desa Gempol Sari tidak memiliki banyak pilihan hingga akhirnya memutuskan untuk menjadi petani.

Gambar. 2 Proses Pengolahan Lahan Pertanian

Selanjutnya, jika dilihat pada tiap tahapan proses produksi secara mutlak juga dilakukan oleh laki-laki. Sebaliknya, perempuan relatif hampir tidak memiliki akses dalam proses produksi. Perempuan memiliki peran yang sangat penting hanya terbatas pada sektor domestik. Akan tetapi, khusus pada tanaman caisim perempuan dilibatkan dalam melakukan penanaman. Penanaman caisim dilakukan dengan memindahkan satu persatu benih caisim dari tempat pengembangan benih ke lahan pertanian. Pemindahan ini membutuhkan ketelitian, kesabaran serta kehati-hatian. Akan tetapi, pola tanam sayuran yang seringkali beragam dan tidak terstruktur menyebabkan penanaman caisim tidak dapat ditentukan bagiannya dari keseluruhan pola tanam yang ada. Petani juga tidak memiliki jadwal tanam pasti, serta keputusan penentuan jenis tanaman pada tiap periode tanam sangat bervariasi (tidak beraturan).

Keterlibatan perempuan selanjutnya yaitu pada tahap panen, dengan melakukan pencabutan sayuran, baik itu caisim, bayam, dan kangkung serta kemudian mengikatnya. Pekerjaan ini dianggap membutuhkan ketabahan dan ketekunan lebih, dimana sifat tersebut dimiliki oleh perempuan, dan pada umumnya mereka juga telah memiliki pengetahuan serta keterampilan dalam mengikat sayuran. Berdasarkan observasi lapang, jenis ikatan sayuran dibagi menjadi dua, yaitu jenis ikatan besar dan kecil. Harga untuk satu ikatan kecil adalah Rp.300,00, sedangkan Rp.500,00. untuk ikatan besar. Namun, tidak semua perempuan (istri petani) memiliki akses pada kegiatan ini. Perempuan yang tidak diikutsertakan dalam pencabutan dan pengikatan, hanya akan berada di rumah melakukan kegiatan domestik sehari-hari.

Pada saat pencabutan hasil, tidak jarang petani membutuhkan tenaga tambahan dari ibu-ibu kuli cabut, mereka pada umumnya berusia lanjut (50 tahun ke atas). Kuli cabut tersebut, senantiasa mencabut sayuran dari satu lahan ke lahan petani lainnya setiap hari dalam masa panen. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok.

Akses perempuan dalam salahsatu kegiatan usahatani tersebut, tetap tidak terlepas dari kontrol laki-laki. Perempuan hanya memiliki kontrol dalam mencabut sayuran. Pada komoditas bawang merah, laki-laki yang melakukan pencabutan. Hal ini dikarenakan budidaya bawang lebih sulit serta lebih rentan dibanding budidaya komoditas sayuran lainnya. Pengelolaan lahan dan perawatan bawang membutuhkan keahlian khusus, sedangkan kenyataanya hanya laki-laki yang mendapat informasi dalam pengelolaan bawang ini yang dimulai dari praproduksi hingga pasca panen. Pengetahuan tersebut didapat dari kelompok tani ataupun pelatihan yang diadakan bagi anggota kelompok tani, dimana perempuan tidak terlibat di dalamnya. Hal ini justru memperkecil akses bagi perempuan karena perempuan tidak memiliki kesempatan untuk mendapat pengetahuan yang sama dengan laki-laki mengenai budidaya tanaman bawang.

Akses laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga pun dapat dilihat dari berbagai profil sumberdaya lainnya, seperti akses terhadap penyuluhan pertanian, kredit, penyuluhan kesehatan, media informasi dan pelatihan. Pada penyuluhan di bidang pertanian, kredit, media informasi dan pelatihan yang diadakan, lebih memprioritaskan laki-laki sebagai pesertanya. Namun, perempuan juga tidak berupaya untuk mendapatkan akses mengikuti kegiatan tersebut, dikarenakan anggapan perempuan bahwa kegiatan itu adalah urusan laki-laki (suami) sebagai kepala keluarga. Hal ini sesuai dengan penuturan responden berikut.

“Semua itu urusan si bapak (penyuluhan, kredit, terlibat dalam kelompok tani, dan pelatihan). Ibu-ibu ya di rumah, pekerjaan masih banyak dilakukan di rumah, lagian ngapain ikut-ikutan penyuluhan, kan yang bertani bapaknya bukan kita. Kalo masalah kredit saya nggak tahu menahu, buat apa juga tidak tahu,emang ada bantuan dari pemerintah ya? Saya senang kalo ada bantuan. Apalagi kalo ada bantuan bedah rumah” (Imah, 30 tahun).