• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Gender pada Rumahtangga Petani Sayuran Dataran Rendah (Kasus Rumahtangga Petani Rawa Banteng, Desa Gempol Sari, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Relasi Gender pada Rumahtangga Petani Sayuran Dataran Rendah (Kasus Rumahtangga Petani Rawa Banteng, Desa Gempol Sari, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten)"

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)

(Kasus Rumahtangga Petani Rawa Banteng, Desa Gempol Sari, Kecamatan

Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten)

SINTA RAHMI PUTRI

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

Lowlands (Case of farmer households of Rawa Banteng, Gempol Sari Village, District of East Sepatan, Tangerang District, Banten Province) under guidance of AIDA VITAYALA S. HUBEIS)

Gender inequalities often occur tend to make women as subjects who are always harmed, particularly for rural women. More detailed study aims to look at and identify the factors associated with gender relations, and analyzing gender relations in peasant households in particular horticultural commodity vegetables. These factors are: farmers characteristic, farmers' accessibility to information, and environmental factors. While gender relations are analyzed by looking at the access, control, division of works and decision-making within households.

The method used is a quantitative approach that is supported by qualitative analysis to provide a broad picture of gender relations within households. Quantitative data obtained are processed by using Microsoft excel 2007, to tabulate the frequency, and SPSS 15.0 was used to measure the correlation between variables using Spearman rank analysis. While qualitative data are presented descriptively.

This research produced some gender inequalities in a flow amount of time charged to the women of 19.9 hours per day. In addition, women's limited access is clearly seen, where women are only given a chance in harvest period in whole the production process, in addition to their obligations in domestic activities. Most of the productive activities performed by men.

(3)

SINTA RAHMI PUTRI. Relasi Gender pada Rumahtangga Petani Sayuran Dataran Rendah. (Kasus Rumahtangga Petani Rawa Banteng, Desa Gempol Sari, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten) (di bawah bimbingan AIDA VITAYALA S. HUBEIS)

Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian tidak diimbangi dengan akses

dan kontrol perempuan terhadap sektor pertanian. Hal ini sejalan dengan beberapa

hasil penelitian yang menyatakan bahwa mayoritas perempuan di perdesaan

kurang memiliki akses terhadap sumberdaya pertanian seperti terbatasnya akses

dan hak atas lahan dan sumberdaya lainnya. Fakta lainnya adalah terdapatnya

ketimpangan terhadap perempuan dimana upah yang diterima oleh perempuan

hanya 70 persen dari upah laki-laki, kebanyakan rumahtangga miskin dikepalai

oleh perempuan, dan lebih dari 43 persen pengangguran di desa adalah

perempuan. Di samping itu, yang membebani perempuan adalah tanggungjawab

domestik menyebabkan perempuan perdesaan bekerja lebih lama dengan curahan

waktu rataan 16 jam perhari.

Ketimpangan dalam perlibatan laki-laki dan perempuan dalam usahatani

baik partisipasi dalam kegiatan maupun dalam pengambilan keputusan

menyebabkan salahsatu pihak yang kebetulan adalah perempuan ditempatkan

pada posisi subordinat, meskipun kebanyakan dari hal tersebut tidak disadari oleh

perempuan itu sendiri.

Penelitian ini mengkaji mengenai bagaimana relasi gender yang terdapat di

dalam rumahtangga petani sayuran di kawasan dataran rendah, Desa Gempol Sari.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

faktor-faktor yang berhubungan dengan relasi gender dalam rumahtangga petani sayuran,

dan menganalisis relasi gender petani dalam rumahtangga dengan melihat tiga

aspek penting yaitu, akses dan kontrol, pembagian kerja dan pengambilan

keputusan dalam rumahtangga.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif

(4)

informasi lebih jauh tentang cara masyarakat mengelola usahatani.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumahtangga petani yang

terdaftar ke dalam Poktan Rawa Banteng di Desa Gempol Sari, Kecamatan

Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten yakni sebanyak 45

rumahtangga. Responden adalah anggota rumahtangga petani baik laki-laki

(suami) atau perempuan (istri) yang terlibat dalam usahatani. Dari 45 anggota

Poktan Rawa Banteng tersebut, dipilih 31 rumahtangga petani secara acak

sederhana (simple random sampling) dengan menggunakan rumus Slovin dengan

nilai kritis sebesar 10 persen. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan

menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diolah dengan

menggunakan microsoft office excel 2007, untuk tabulasi frekuensi, kemudian SPSS 15.0 dengan memakai analisis Rank Spearman untuk mengukur korelasi antarvariabel. Data kualitatif disajikan secara deskriptif yang diperoleh dari

wawancara mendalam dan observasi langsung di lapangan. Analisis kualitatif

dilakukan untuk mendukung dan memperkuat analisis kuantitatif.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah faktor-faktor terpilih seperti

karakteristik pribadi petani, aksesibilitas informasi dan lingkungan memiliki

hubungan yang sangat signifikan dan bernilai positif melalui uji korelasi

spearman dengan nilai nilai P – value < α, dimana uji berlaku pada tingkat kepercayaan 99 persen (α = 0,01).

Curahan waktu terbanyak dimiliki oleh perempuan dewasa dengan ranah

kegiatan reproduktif, produktif, dan sosial kemasyarakatan dengan rataan 19,9

jam perharinya. Curahan waktu ini mayoritas dihabiskan oleh perempuan di sektor

domestik dengan ragam kegiatan seperti mencuci, memasak, mengasuh anak, dan

menyiapkan keperluan suami atau melayani suami. Sedangkan keterlibatan

perempuan di kegiatan produktif sebagian besar terbatas pada mencabut dan

mengikat sayuran pada akhir periode tanam. Sedangkan, curahan waktu laki-laki

adalah 15,4 jam perharinya dengan mayoritas kegiatan yang dilakukan adalah di

sektor produktif yaitu mengelola lahan pertanian sayuran dengan memegang

(5)

Pola pengambilan keputusan yang terdapat di dalam rumahtangga petani

masih didominasi oleh laki-laki sebagai kepala keluarga. Perempuan hanya

memiliki dominasi kekuasaan dalam mengambil keputusan pada kegiatan

domestik. Meskipun demikian keputusan secara dominan masih dipegang oleh

(6)

(Kasus Rumahtangga Petani Rawa Banteng, Desa Gempol Sari,

Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten)

Oleh:

SINTA RAHMI PUTRI

I34053342

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada

Fakultas Ekologi Manusia

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia,

Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala. S. Hubeis, MSc 19470928 197503 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS 19550630 198103 1 003

Tanggal Lulus:_______________________

Nama : Sinta Rahmi Putri

NRP : I34053342

Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi Relasi Gender pada Rumahtangga Petani Sayuran

Dataran Rendah (Kasus Rumahtangga Petani

Rawa Banteng, Desa Gempol Sari, Kecamatan

Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Provinsi

(8)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

”RELASI GENDER PADA RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN DATARAN RENDAH (KASUS PETANI RUMAHTANGGA PETANI RAWA BANTENG, DESA GEMPOL SARI, KECAMATAN SEPATAN TIMUR,

KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN)” BELUM PERNAH

DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN

MENAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK

TERTENTU SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG

BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH

PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN

DALAM NASKAH.

Bogor, Januari 2010

(9)

juli 1987, sebagai anak ketujuh dari pasangan Bapak Thamrin Chan dan Ibu

Sumarni.

Pada tahun 1999 penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN 07

Bukittinggi, Kecamatan ATTS. Kemudian pada tahun 2002 penulis juga

menamatkan pendidikannya di SLTPN 02 Bukittinggi, Kelurahan Tarok Dipo.

Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 3 Bukitinggi

dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun yang sama penulis di terima menjadi mahasiswa Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada

Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat.

Selama menempuh kegiatan akademik, penulis pernah aktif sebagai staf

Divisi Research dan Pengembangan Masyarakat pada Himpunan Profesi

Mahasiswa, HIMASIERA pada tahun 2007. Kemudian penulis juga pernah

menjadi Wakil Bendahara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekologi

Manusia pada tahun 2008. Penulis juga aktif menjadi panitia kegiatan

kemahasiswaan di lingkungan fakultas. Selain itu, penulis juga pernah menjadi

asisten praktikum mata kuliah Komunikasi Bisnis selama dua semester pada tahun

(10)

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas segala rahmat

dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Relasi Gender pada Rumahtangga Petani Sayuran Dataran Rendah (Kasus

Rumahtangga Petani Rawa Banteng, Desa Gempol Sari, Kecamatan Sepatan

Timur, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten)”. Skripsi ini merupakan syarat

kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini menjelaskan mengenai relasi gender yang ada di dalam

rumahtangga petani hortikultura dengan komoditas tanaman sayuran. Relasi

gender dilihat dari akses, kontrol, pembagian kerja dan bagaimana pengambilan

keputusan dalam rumahtangga terkait kegiatan reproduktif, produktif dan sosial

kemasyarakatan.

Bogor, Januari 2010

(11)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Populasi penduduk miskin menurut data BPS (2008) di Indonesia pada

bulan Maret 2008 adalah sebesar 34,96 juta orang (15,42%), dan jika

dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2007 yang berjumlah

37,17 juta orang (16,58%), berarti terdapat penurunan sebesar 2,21 juta orang

(BPS 2008). Angka ini cukup menggembirakan dimana setiap tahunnya terjadi

pengurangan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

Analisis yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS)

mengenai penurunan angka kemiskinan yang terjadi diakibatkan oleh beberapa

faktor yang salahsatu diantaranya adalah sekitar 70 persen penduduk miskin

berada di daerah perdesaan dan bekerja di sektor pertanian, baik tanaman pangan

maupun tanaman hortikultura (sayuran, tanaman buah-buahan, hias, dan

obat-obatan). Hal ini didukung dengan data BPS (2006), dimana lapangan usaha yang

paling banyak menyerap tenaga kerja secara berturut-turut adalah pertanian,

perdagangan, dan industri dengan proporsi masing-masing sebesar 44,5 persen,

19,5 persen, dan 12,2 persen.

Pembangunan pertanian mempunyai peranan strategis dalam penyerapan

tenaga kerja di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar

44 persen dari 91 juta penduduk yang bekerja (BPS 2004). Selanjutnya, data

Survai Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2009 menunjukkan bahwa dari

sejumlah 104 juta penduduk berumur 15 tahun ke atas, terdapat 43 juta orang

(12)

Pentingnya sektor pertanian dalam penurunan jumlah penduduk yang miskin dan

dalam penyediaan lapangan kerja menyebabkan banyaknya program-program

pemerintahan yang menunjang perkembangan sektor pertanian di tiap daerah.

Provinsi Banten merupakan salahsatu provinsi dengan sektor unggulan

pertanian yang mampu menunjang ekonomi wilayah yakni subsektor tanaman

pangan dengan hasil produksi padi dan tanaman hortikultura berupa sayuran.

Salahsatu agroekosistem pertanian yang sangat berperan dalam penyediaan

pangan masyarakat di Provinsi Banten adalah lahan sawah. Luas lahan sawah

pada tahun 2001 tercatat 202.970 ha, diantaranya seluas 113.219 ha merupakan

sawah irigasi dan 89.751 ha sawah tadah hujan (BPS 2002).

Jumlah penduduk di Kabupaten Tangerang tergolong paling tinggi yaitu

3.185.944 jiwa yang tersebar di 26 Kecamatan dan sebagian besar

menggantungkan hidup dari sektor pertanian baik tanaman pangan maupun

hortikultura dengan komoditas sayuran. Hal ini berkorelasi dengan ketersediaan

produksi untuk konsumsi penduduk yang cenderung mengalami peningkatan.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah tahun 1999, Pemerintah Daerah

menghadapi tantangan untuk dapat meningkatkan nilai tambah (ekonomi) pada

sektor pertanian dengan cara menumbuhkan sistem usaha pertanian yang dapat

meningkatkan kesejahteraan petani, baik laki-laki maupun perempuan.

Permasalahannya adalah besarnya penyerapan tenaga kerja di sektor

pertanian ini tidak diimbangi dengan akses dan kontrol perempuan terhadap sektor

pertanian. Hal ini selaras dengan beberapa hasil penelitian terdahulu seperti

Fausia dan Prasetyaningsih (2005) yang sebagian besar menyatakan bahwa

(13)

pertanian seperti terbatasnya akses dan hak atas lahan dan sumberdaya lainnya.

Tanpa akses dan sumberdaya yang memadai perempuan perdesaan tidak dapat

menerima insentif yang cukup untuk mengelola sumberdaya alam dan

konsekuensinya pembangunan perdesaan akan terhambat (Rwelamira dalam

Hartomo 2007). Perbedaan akses antara laki-laki dan perempuan tersebut menjadi

penyebab terjadinya kesenjangan gender. Kondisi ini pada akhirnya berdampak

pada lemahnya kontrol, manfaat, dan partisipasi perempuan dalam kegiatan

usahatani secara keseluruhan.

Fakta lainnya terkait ketimpangan gender yang menurut Vitayala (2007) di

antaranya adalah terdapatnya ketimpangan terhadap perempuan dimana upah yang

diterima oleh perempuan hanya 70 persen dari upah laki-laki, kebanyakan

rumahtangga miskin dikepalai oleh perempuan, dan lebih dari 43 persen

pengangguran di desa adalah perempuan. Di samping itu, yang membebani

perempuan adalah tanggungjawab domestik menyebabkan perempuan perdesaan

bekerja lebih lama dengan curahan waktu rataan 16 jam perhari.

Keterlibatan seluruh keluarga dalam mengelola usahatani mutlak

dibutuhkan. Keterlibatan perempuan memiliki peran yang besar dalam keluarga

baik untuk kegiatan rumahtangga maupun kegiatan ekonomi yang dapat

menunjang pendapatan rumahtangga. Perempuan (istri petani) secara langsung

maupun tidak langsung terlibat dan ikut bertanggungjawab dalam mengelola

kegiatan usaha yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga.

Selain itu, tidak saja laki-laki, bahkan perempuan juga dituntut mencurahkan

(14)

Sejak persiapan lahan sampai pada pemasaran hasil produksi, perhatian

terhadap perempuan masih rendah. Padahal peranan dan keterlibatan perempuan

dalam pengelolaan usahatani cukup besar, terutama dalam kegiatan pengelolaan

ternak, pemupukan tanaman dan pemasaran hasil (Setiani dalam Haryani 2004). Ketimpangan dalam pelibatan laki-laki dan perempuan dalam usahatani

baik partisipasi dalam kegiatan maupun dalam pengambilan keputusan

menyebabkan salahsatu pihak yang kebetulan adalah perempuan ditempatkan

pada posisi subordinat, meskipun kebanyakan dari hal tersebut tidak disadari oleh

perempuan itu sendiri.

Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana relasi gender

yang terjadi pada usahatani sayuran yang dimiliki oleh petani sayuran di daerah

dataran rendah dengan melihat potret petani di Desa Gempol Sari.

1.2 Masalah Penelitian

Banyaknya fenomena-fenomena ketimpangan relasi antara laki-laki dan

perempuan yang terjadi dalam kehidupan menyebabkan topik pembicaraan

mengenai relasi gender telah menjadi pembicaraan yang banyak diminati oleh

berbagai kalangan. Perempuan dalam berbagai peran cenderung selalu

ditempatkan dalam posisi yang tidak setara dalam pembangunan. Berkaitan

dengan hal tersebut, permasalahan yang perlu dijawab melalui penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan relasi gender dalam

rumahtangga petani sayuran di daerah dataran rendah?

2. Bagaimana relasi gender dalam rumahtangga petani sayuran di daerah

(15)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan relasi gender

dalam rumahtangga petani sayuran di daerah dataran rendah.

2. Menganalisis relasi gender dalam rumahtangga petani sayuran di daerah

dataran rendah.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan baik bagi peneliti sebagai

upaya untuk menerapkan konsep dan teori gender dan pembangunan dalam

melihat dan memahami kehidupan sosial di dalam masyarakat.

Bagi akademisi yang meminati masalah gender, diharapkan dapat

memperkaya khasanah pengetahuan mengenai relasi gender yang terjadi di dalam

rumahtangga petani khususnya petani sayuran di daerah dataran rendah.

Bagi pemangku kepentingan atau pemerintah penelitian ini diharapkan

dapat menambah masukan dalam kebijakan terkait kepentingan laki-laki dan

(16)

2. PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Gender

Gender menurut pendapat Wood (2001) yang dicuplik oleh Mugniesyah

(2005) merupakan suatu bentukan atau kontruksi sosial mengenai perbedaan

peran, fungsi, serta tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan serta

bagaimana laki-laki berperilaku maskulin dan perempuan berperilaku feminin

menurut budaya yang berbeda-beda. Relasi gender secara lebih luas dapat

dikatakan sebagai sebuah faktor penentu yang dapat menentukan akses terhadap

pendidikan, pekerjaan, sumberdaya, kesehatan, harapan hidup, dan kebebasan

dalam bergerak dan kebebasan dalam menentukan pilihan. Relasi gender dapat

berubah dan berbeda dari satu budaya, kawasan dan wilayah tertentu. Istilah

gender merupakan penafsiran masyarakat tentang perbedaan peranan, fungsi, dan

tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki yang merupakan bentukan yang

terjadi dalam waktu yang lama mengikuti perkembangan zaman dan lingkungan

masyarakat sehingga menjadi suatu kebudayaan yang kerapkali mempengaruhi

interaksi antar-masyarakat (laki-laki dan perempuan) (Fakih 1996).

Konsep gender diartikan sebagai perbedaan-perbedaan (dikotomi) sifat

perempuan dan laki-laki yang dikontruksikan oleh sistem nilai budaya dan

struktur sosial dimana perempuan dan laki-laki menjadi anggotanya dan kemudian

menentukan peranan dan status perempuan dan laki-laki dalam kehidupan pribadi,

keluarga, masyarakat, dan bernegara. Sehubungan dengan hal tersebut, analisis

gender perlu dilakukan dalam tingkatan keluarga, masyarakat, dan negara. Di

(17)

kerja antara perempuan dan laki-laki dalam kegiatan produktif, reproduktif, dan

pengelolaan kelembagaan masyarakat serta curahan waktu dalam kegiatan

tersebut, (2) akses dan kontrol perempuan terhadap sumberdaya keluarga (lahan,

anak, harta, dan pendidikan). Di tingkat masyarakat, analisis gender menyoroti

akses dan kontrol laki-laki serta perempuan terhadap sumberdaya yang mencakup

informasi, kredit, teknologi, pendidikan/penyuluhan/ pelatihan, sumberdaya alam,

peluang bekerja, dan berusaha, sementara di tingkat negara atau pemerintahan

dapat dipelajari melalui kebijaksanaan pembangunannya (Connel 1988; Feldstein

dan Poats 1989; FAO 1990; Anonymous (1991) dalam Mugniesyah 2002)). Perbedaan gender sesungguhnya tidak menimbulkan permasalahan

sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun,

yang menjadi persoalan adalah jika perbedaan gender telah melahirkan berbagai

ketidakadilan baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Ketidakadilan gender

merupakan sistem dan struktur dimana baik laki-laki maupun perempuan menjadi

korban dalam sistem tersebut. Perbedaan gender dapat menimbulkan

permasalahan seputar ketidakadilan gender yang mencakup stereotipe, beban

kerja, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan. (Fakih 1996). Menyusul

pernyataan tersebut, Mugniesyah mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin

telah mempengaruhi manusia untuk memberi persepsi identitas peranan gender

atau mengakibatkan perbedaan peranan gender (Mugniesyah 2006).

Perbedaan seks seringkali menjadi landasan masyarakat untuk

mengotakkan peran perempuan dan laki-laki. Seorang perempuan yang berperan

sebagai ibu dengan kemampuan reproduktif untuk melahirkan dan menyusui

(18)

pengasuhan yang berkorelasi dengan ”ibu”. Sedangkan laki-laki diberikan status

sebagai ”si pencari nafkah”. Status ini mewajibkan mereka untuk berupaya

terhadap pemenuhan nafkah keluarga yang kemudian menjadikan peran produktif

dekat dengan laki-laki (Mugniesyah 2006).

Peran dan Relasi Gender

Peran gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki

sesuai status, lingkungan, budaya, dan struktur masyarakatnya. Adapun yang

dimaksud dengan peranan gender adalah perilaku yang diajarkan pada setiap

masyarakat, komunitas, dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas,

tugas-tugas, dan tanggungjawab tertentu dipersepsikan sebagai peran perempuan

dan laki-laki. Moser (1993) berpendapat seperti yang telah dicuplik oleh

Mugniesyah (2006) mengemukakan adanya tiga kategori peranan gender yaitu:

1. Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki

untuk memperoleh bayaran/upah secara tunai atau sejenisnya. Termasuk

produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumahtangga/subsisten

dengan nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar potensial. Contohnya: kegiatan

bekerja baik di sektor formal maupun informal.

2. Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggungjawab

pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin

pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan

tenaga. Contoh: melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air,

memasak, mencuci, membersihkan rumah, memperbaiki baju, dan lain

(19)

3. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan ini dibedakan ke dalam

dua kategori berikut:

a. peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial), yang mencakup

semua aktivitas yang dilakukan dalam tingkat komunitas sebagai

kepanjangan peran reproduktif, bersifat sukarela (volunteer), dan tanpa

upah.

b. pengelolaan masyarakat politik, yakni peranan yang dilakukan pada

tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik,

biasanya dibayar (langsung ataupun tidak langsung), dan

meningkatkan kekuasaan atau status.

Peranan gender berhubungan dengan relasi gender yang menurut Agarwal

(1994) dalam Mugniesyah (2006) diartikan sebagai suatu hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan, praktik dan

representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya

antara laki-laki dan perempuan.

Grijins dkk (1992) menegaskan bahwa pembagian kerja antara laki-laki

dan perempuan masih dipengaruhi oleh nilai dan norma masyarakat, dimana

semua jenis pekerjaan yang bersifat domestik atau feminin yang menggunakan

teknologi tradisional yang tidak memerlukan tenaga kerja yang kuat dominan

dikerjakan oleh perempuan.

Kesetaraan dan Keadilan Gender

Menurut konsep ILO dalam Mugniesyah (2007), pengertian tentang keadilan gender (gender equity) merupakan keadilan perlakuan bagi laki-laki dan

(20)

setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan

kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan, dan manfaat.

Selanjutnya, kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang

menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk

mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa

pembatasan oleh seperangkat stereotipe, prasangka, dan peran gender yang kaku.

Dalam hal ini kesetaraan gender bukanlah berarti laki-laki dan perempuan

menjadi sama, akan tetapi pada hak-hak, tanggungjawab, dan kesempatan mereka

yang tidak ditentukan karena mereka terlahir sebagai laki-laki dan perempuan

(ILO 2001 dalam Mugniesyah 2007).

2.1.2 Usahatani dan Rumatangga Pertanian

Definisi usahatani menurut Rifai dalam Soehardjo (1973) ialah setiap organisasi dari alam tenaga kerja dan modal, yang ditujukan pada produksi di

lapangan pertanian. Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh

seseorang atau sekumpulan orang. Dari batasan itu dapat diketahui bahwa

usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah (bersama

dengan fasilitas yang ada di atasnya seperti bangunan-bangunan, saluran air), dan

tanaman ataupun hewan ternak. Usahatani merupakan unit usaha yang dilakukan

oleh petani dalam mempengaruhi komponen agroekosistem dan interaksinya

untuk mendapatkan hasil dalam bentuk tanaman, ternak, ikan baik di lahan basah

maupun lahan kering, dimana hasilnya dimaksudkan untuk digunakan oleh

keluarganya sendiri atau dijual untuk mencapai status sosial serta untuk

konservasi tanah, air, dan keanekaragaman hayati (Baliwati 2001). Kemudian

(21)

yang mengorganisasikan alam, tenaga kerja, dan modal yang ditujukan untuk

produksi di bidang pertanian. Usahatani merupakan kegiatan yang memanfaatkan

faktor produksi (sumberdaya modal, tenaga kerja dan alam) dalam proses

produksinya untuk diolah guna menghasilkan produk yang berguna bagi

kelangsungan hidup manusia baik dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan

secara subsisten ataupun secara komersil.

Menurut Moser dalam Soehardjo (1973) pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisasi, dan mengkoordinasi

penggunaan faktor-faktor produksi seefektif mungkin sehingga produksi pertanian

memberikan hasil yang lebih baik. Pengelolaan usahatani terdiri dari beberapa

tahapan pengambilan keputusan. Selanjutnya, dalam pengambilan keputusan

menurut Moser dalam Soehardjo (1973), petani dihadapkan pada berbagai prinsip usahatani yaitu:

1. Penentuan perkembangan harga.

Pengetahuan tentang harga faktor produksi dan komoditas yang akan

diusahakan relatif penting karena keuntungan usaha tergantung pada harga

yang berlaku.

2. Kombinasi beberapa cabang usaha.

Jika terdapat lebih dari satu cabang usaha, seorang petani akan dihadapkan

pada pilihan kombinasi yang baik sehingga didapatkan keuntungan yang

(22)

3. Pemilihan cabang usaha.

Penentuan cabang usahatani, tipe usahatani, produktivitas tanah, persediaan

tenaga kerja, biaya mendirikan cabang usaha, dan keadaan harga di waktu

cabang usaha itu menghasilkan.

4. Penentuan cara produksi yang terdiri dari penentuan jumlah dan jenis pupuk

yang digunakan, jarak tanam, cara bercocok tanam, dan sebagainya.

5. Pembelian saran produksi yang diperlukan.

Petani perlu menentukan apakah uang yang dimilikinya hendak digunakan

untuk membeli makanan, pupuk, atau membeli peralatan.

6. Pemasaran hasil pertanian.

Masalah pemasaran yang sering dihadapi adalah waktu, tempat, cara

penjualan, kualitas produksi, cara pengepakan yang efisien, alat yang

digunakan, dan lain-lain.

7. Pembiayaan usahatani yaitu biaya jangka panjang (biaya pengembangan dan

perluasan usaha) dan biaya jangka pendek (biaya pertanaman, biaya perbaikan

alat, serta biaya hidup petani dan keluarganya selama menunggu musim

panen).

8. Pengelolaan modal dan pendapatan.

Perubahan usahatani ke arah yang lebih komersil untuk memperoleh

peningkatan pendapatan merupakan masalah karena kurangnya modal yang

mereka miliki. Pendapatan yang diperoleh dari hasil produksi kebanyakan

ditujukan untuk konsumsi keluarga.

Sehubungan dengan rumahtangga pertanian, Nurhilailah (2003) dalam

(23)

yang sekurang-kurangnya satu anggota rumahtangganya melakukan kegiatan

bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, budidaya ikan,

melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak seperti

unggas atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh

hasilnya dijual atau untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan atas resiko

sendiri. Rumahtangga petani monokultur sayuran adalah rumahtangga yang

salahsatu atau lebih anggota rumahtangga memiliki kegiatan utama

mengusahakan tanaman sayuran dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya

dijual atau untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan atau resiko sendiri.

Roger dan Shoemaker dalam Hartomo (2007) menyatakan terdapat tiga karakteristik yang melekat pada masyarakat petani sebagai adopter inovasi yaitu

status sosial ekonomi, kepribadian, dan perilaku komunikasi. Karakteristik sosial

ekonomi meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat melek huruf, status sosial,

mobilitas sosial, luas lahan, orientasi usaha, dan sikap terhadap kredit.

Karakteristik kepribadian diantaranya empati, dogmatisme, sikap terhadap

perubahan, sikap terhadap resiko, aspirasi (terhadap pekerjaan dan pendidikan),

serta motivasi, sementara perilaku komunikasi mencakup partisipasi sosial,

integrasi sosial, perilaku kosmopolit, serta kontak dengan penyuluh, dan media

massa.

Berpijak dari konsep tersebut, maka karakteristik petani adalah ciri-ciri

yang melekat pada individu petani yang dapat membedakannya dengan petani

lainnya. Dalam penelitian ini karakteristik pribadi petani akan dibatasi pada

lingkup: (1) pendidikan formal yang dialami petani, (2) umur, (3) pengalaman

(24)

Istilah pendidikan yang dibatasi oleh Padmowihardjo (1994) dalam

Subagio (2008) adalah sebagai usaha mengadakan perubahan perilaku

berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman-pangalaman yang sudah diakui dan

diterima oleh masyarakat. Lebih lanjut, Winkel (2006) dalam Subagio (2008) menyebutkan bahwa pendidikan merupakan proses pembentukan watak seseorang

sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku.

Pendidikan yang diperoleh secara garis besar meliputi pendidikan formal dan

nonformal.

Umur seseorang dapat mempengaruhi tingkat kemampuan yang dimiliki

dalam melakukan aktivitas atau usaha. Selanjutnya, pengalaman berusahatani

dapat memiliki makna sebagai sesuatu yang pernah dirasakan, dialami, dan

ditanggung oleh petani yang terkait dengan berbagai macam kegiatan pada

pertanian dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai tujuan

usahatani yaitu memperoleh pendapatan bagi kebutuhan hidup petani dan

keluarganya. Adapun tingkat kekosmopolitan menurut Murdikanto (1993) dalam

Subagio (2008) adalah tingkat hubungan seseorang dengan dunia luar di luar

sistem sosialnya sendiri.

2.1.3 Relasi Gender dalam Usahatani

Status sosial perempuan tani dalam masyarakat dapat digambarkan sebagai

suatu kedudukan sosial petani dalam kelompok sosial. Kedudukan sosial tersebut

sangat berkaitan dengan lingkungan, prestise, hak, dan kewajiban. Talcott dalam

Sunarto (1988), mengemukakan beberapa macam sumber status, yaitu

keanggotaan dalam famili, kualitas pribadi, prestasi, pemilikan wewenang, dan

(25)

jabatan atau kekuasaan seseorang dalam pemerintahan atau kepemimpinan suatu

struktur masyarakat maupun pengakuan dalam masyarakat terhadap

kelebihan-kelebihan yang dimiliki seseorang secara informal (kekayaan, kepribadian,

kepandaian, atau prestasi dalam keagamaan). Semakin tinggi status sosial

seseorang biasanya akan memiliki akses yang tinggi pula dalam berbagai kegiatan

dalam pembangunan pertanian yang berdampak pada keberdayaan petani.

Status perempuan tani dalam keluarga dan rumahtangga, serta masyarakat

luas berdasar peranannya yang banyak menurut Sajogyo (1985) dalam Palit (2009) adalah: (1) selain sebagai ibu rumahtangga dalam keluarga masing-masing,

perempuan berperan juga sebagai tenaga kerja dalam keluarga (domestik) yang

tidak mendatangkan hasil secara langsung. Namun demikian, perempuan dalam

kedudukannya sebagai tenaga kerja dalam keluarga tersebut memberikan

dukungan bagi anggota lain untuk mencari nafkah dengan memanfaatkan peluang

kerja yang ada, (2) di lain pihak, sesuai dengan perkembangan masyarakat agraris,

terlihat dengan nyata perempuan sebagai tenaga kerja di bidang pencarian nafkah

mendatangkan hasil secara langsung.

Usahatani keluarga dipimpin oleh kepala keluarga yang pada umumnya

adalah seorang laki-laki. Sebagai kepala keluarga laki-laki berperan memutuskan

segala sesuatunya yang bersangkutan dengan operasi usahatani. Laki-laki

memutuskan tanaman atau hewan apa yang akan diusahakan, kapan waktu

bertanam, kapan menjual hasil, dan sebagainya. Disamping itu, sebagai kepala

keluarga ia berkewajiban memimpin dan melindungi keluarganya. Dengan

demikian tujuan usahataninya berhubungan erat dengan kepentingan hidup

(26)

tengah-tengah masyarakatnya. Sebagian besar usahatani keluarga tidak memiliki pemisah

yang jelas antara pengeluaran untuk keperluan hidup rumahtangganya dengan

keperluan usahataninya. Analisis pendapatan yang tepat sukar dilakukan pada

usahatani yang demikian. Usahatani yang kompleks ini banyak terdapat di

daerah-daerah dengan tanah usahatani sempit (Soehardjo 1973).

Mengacu kepada analisis gender yang digunakan dalam studi ini relasi

gender dilihat dengan membahas tiga peranan dalam pertanian yang mencakup

kegiatan reproduktif, produktif, dan kegiatan sosial. Hal ini lebih ditekankan pada:

(1) pembagian kerja dan curahan waktu dalam kegiatan reproduktif, (2)

pembagian kerja dan curahan waktu dalam kegiatan usahatani dengan rincian

menurut komoditi yang diusahakan petani (dalam musim tanam) dan usaha

ternak, (3) curahan waktu dalam kegiatan produktif (pertanian dan non-pertanian)

serta kegiatan sosial dengan referensi waktu satu bulan, (4) akses dan kontrol

terhadap beragam sumberdaya, dan (5) analisis ekonomi di tingkat rumahtangga

petani (Fardiaz 1996).

Relasi gender dalam rumahtangga petani menurut penelitian Pudjiwati

(1981), menyatakan bahwa nilai-nilai gender masih sangat kuat dianut

masyarakat. Hal ini yang menyebabkan sebagian besar kegiatan reproduksi lebih

didominasi oleh perempuan dalam hal curahan waktu.

Lebih jauh, Fardiaz (1996) mengemukakan bahwa usahatani hortikultura

menyerap tenaga kerja laki-laki dan perempuan, baik dari dalam keluarga maupun

di luar keluarga. Tingginya penggunaan tenaga kerja pada usahatani hortikultura

(27)

dan caisim yang selain intensif dalam penggunaan input produksi (pupuk dan

pestisida) dan modal juga intensif dalam penggunaan tenaga kerja.

2.1.4 Analisis Gender

Kajian terhadap konsep analisis gender dalam pembangunan secara

berkesinambungan dimulai dari pembahasan perempuan dalam pembangunan

menuju gender dan pembangunan; peran ganda gender (pembagian gender

pekerja, tanggungjawab, sumberdaya dan hubungan gender), pembagian data

(rumah tangga, tempat kerja, dan komunitas) (Handayani 2002). Analisis gender

adalah analisis sosial (mencakup ekonomi, budaya, dan sebagainya) yang melihat

perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi; (1) kondisi (situasi), dan (2)

kedudukan (posisi) di dalam keluarga dan komunitas atau masyarakat. Fokus

utama analisis situasi gender adalah (1) pembagian kerja atau peran, (2) akses dan

kontrol (peluang penguasaan terhadap sumberdaya serta manfaat), serta (3)

partisipasi dalam kelembagaan dan pengambilan keputusan di dalam keluarga.

Hasil analisis situasi gender adalah (1) identifikasi kepentingan praktis yaitu:

kepentingan laki-laki dan perempuan yang perlu diperhatikan, (2) kepentingan

strategis yaitu: penyetaraan status, peran, akses, dan kontrol antara laki-laki dan

perempuan (Prasodjo dkk 1993).

Profil akses dan kontrol merupakan alat untuk mempertimbangkan apa

akses yang dimiliki perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya produktif,

kontrol apa yang mereka miliki terhadap sumberdaya tersebut, dan siapa yang

memperoleh keuntungan dari penggunaan sumberdaya tersebut (siapa memiliki

apa) misalnya siapa yang mengontrol pendapatan yang dikeluarkan, siapa yang

(28)

Handayani 2002). Teknik analisis gender merupakan suatu teknik yang mampu

menggambarkan tentang adanya perbedaan saling ketergantungan antara laki-laki

dan perempuan dalam proses pembangunan, serta adanya perbedaan tingkat

manfaat yang diperoleh antara laki-laki dan perempuan dari hasil pembangunan.

Sebagai suatu alat, analisis gender tidak hanya melihat peran, aktivitas, tetapi juga

hubungan, sehingga pertanyaan yang diajukan tidak hanya pada siapa

mengerjakan apa, tetapi juga meliputi siapa yang membuat keputusan, dan siapa

menggunakan sumberdaya pembangunan seperti tanah, kredit, serta siapa yang

menguasai sumberdaya pembangunan, dan kemudian faktor-faktor apa yang

mempengaruhi hubungan tersebut, apakah faktor hukum, ekonomi, atau sosial.

Teknik analisis Harvard merupakan teknik analisis gender yang digunakan

untuk melihat sutau profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender

dalam proyek pembangunan, yang mengutarakan perlunya tiga komponen yaitu:

profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol (Overholt dkk 1985 dalam

Handayani 2002).

Analisis kebutuhan praktis dan strategis berguna untuk melihat dan

menimbang pemenuhan kebutuhan yang dirasakan oleh laki-laki dan perempuan.

Kebutuhan praktis biasanya berhubungan dengan keadaan hidup yang tidak

memuaskan, misalnya kurangnya sumberdaya atau tidak dipenuhi kebutuhan

dasar, contoh: masalah air minum pangan, dan kesehatan. Selanjutnya, dapat

diidentifikasi karena langsung dirasakan, dapat dipenuhi dalam waktu relatif

pendek melalui intervensi tertentu, misalnya membangun sumur, menjalankan

posyandu; sedangkan kebutuhan strategis berkaitan dengan peranan dan

(29)

sistem politik, perundang-undangan, kebijakan kesejahteraan, norma-norma sosial

dan budaya. Kebutuhan strategis juga menyangkut peluang dan kekuasaan (akses

dan kontrol) terhadap sumberdaya dan kesempatan untuk memilih dan

menentukan cara hidup. Pada umumnya kebutuhan strategis ini menyangkut

kepentingan hampir semua perempuan dan dapat dipenuhi melalui suatu proses

yang memakan waktu yang panjang (Moser dalam Prasodjo, et al 1993).

2.2 Kerangka Pemikiran

Penelitian relasi gender pada kelompok tani tanaman hortikultura dataran

rendah, kasus rumahtangga petani Rawa Banteng, Desa Gempol Sari, Kecamatan

Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang ini, didasarkan atas berbagai konsep yakni

konsep usahatani yang dikaitkan dengan relasi gender untuk mendeskripsikan

relasi gender dalam pengelolaan usahatani yang diawali dengan proses

praproduksi hingga pascapanen (pemasaran).

Adapun variabel yang digunakan meliputi variabel bebas (independent)

dan variabel tidak bebas (dependent). Relasi gender dalam rumahtangga petani

digunakan sebagai variabel tidak bebas. Relasi gender yang akan dibahas diberi

indikator peubah seperti akses, kontrol, pembagian kerja, peranan, dan alokasi

sumberdaya yang dilihat dalam setiap kegiatan usahatani pada rumahtangga

petani, kelompok tani Rawa Banteng (praproduksi, produksi dan pascaproduksi)

serta pola pengambilan keputusan kegiatan usahatani di dalam rumahtangga

petani. Keberadaan variabel ini dipengaruhi oleh tiga variabel bebas terpilih

yakni: X1 karakteristik petani, X2 aksesibilitas pada informasi, dan X3 faktor

(30)

Pola tanam hortikultura (komoditas sayuran) sangat beragam dan selalu

berubah-ubah dalam penanaman komoditas sehingga perlu dianalisis siapakah

yang memiliki akses dan kontrol dalam menentukan pola tanam dan jenis tanaman

yang dipilih. Analisis ini akan dilihat pada kegiatan praproduksi yang meliputi

penentuan pemilihan komoditas, dan pemilihan saprotan. Demikian juga dengan

kegiatan produksi dan kegiatan panen, melihat bagaimana kontribusi

masing-masing (laki-laki dan perempuan) perolehan hasil panen yang dibawa ke pasar.

Aksesibilitas pada informasi yang dimaksud disini adalah sumber yang

diperoleh masyarakat terkait usahatani dan informasi mengenai permasalahan

gender. Hal ini diukur dengan melihat ketersediaan sumber informasi yang dapat

dipercaya secara baik dan ketersediaan informasi yang berkaitan dengan

pengetahuan petani terhadap usahatani dan pengetahuan gender. Aksesibilitas ini

dihubungkan dengan variabel Y dengan maksud melihat keterkaitan dan

bagaimana akses rumahtangga petani terhadap informasi dan bagaimana

penerimaan informasi dalam rumahtangga.

Karakteristik petani terdiri dari tingkat pendidikan, umur, lama

berusahatani, tingkat pendapatan dan tingkat kekosmopolitan. Hal ini adalah

variabel yang penting dalam menganalisis karakterisitik rumahtangga petani yang

ada pada kelompok petani Rawa Banteng karena ini merupakan variabel yang

melekat langsung pada pribadi petani yang membedakan petani yang satu dengan

yang lain. Kemudian, faktor lingkungan yang terdiri dari; budaya, penguasaan

aset ekonomi, interaksi petani dengan tokoh masyarakat dan interaksi dengan

penyuluh. Kebudayaan masyarakat setempat dapat memberikan informasi

(31)

memberi penilaian terhadap peran laki-laki dalam berusahatani, dan bagaimana

interaksi petani dengan tokoh masyarakat.

Mempengaruhi

* Dianalisis dengan Pendekatan Kualitatif

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis

Berdasarkankerangka berpikir penelitian diajukan hipotesis berikut :

1. Karakteristik petani memiliki hubungan positif dengan relasi gender dalam

usahatani.

2. Aksesibilitas pada informasi memiliki hubungan positif dengan relasi

gender dalam usahatani. X2 Aksesbilitas pada

Informasi

X1 Karakteristik Petani

(32)

2.4 Definisi Operasional

1. Karakteristik pribadi petani (X1) adalah ciri-ciri yang melekat bagi

seseorang sebagai pelaku utama yang berkaitan erat dengan kesiapannya

untuk mengembangkan diri. Karakteristik ini meliputi:

X1.1 Umur petani, waktu sejak lahir hingga dilakukan penelitian

yang dihitung dalam satuan tahun.

X1.2 Lama berusahatani yang dilakukan dengan menghitung

jumlah tahun mulai berusahatani hingga waktu penelitian

dilakukan.

X1.3 Lamanya pendidikan formal: waktu yang dibutuhkan oleh

responden dalam mengikuti pendidikan formal hingga

penelitian dilakukan, yang dihitung dalam tahun.

X1.4 Tingkat pendapatan: terbagi dua yaitu pendapatan dalam

usahatani dan luar usahatani yang dihitung dalam satuan

rupiah.

X1.5 Tingkat kekosmopolitan: tingkat keterbukaan petani dalam

menerima inovasi, mobilitas petani dan kemudahan petani

dalam menjalin hubungan dengan dunia di luar

lingkungannya. Misal: pergaulan petani dengan petani dan

masyarakat lain, jumlah waktu yang digunakan untuk

media informasi, keaktifan mencari informasi.

Penghitungannya adalah dengan memberikan skor pada

(33)

1= tingkat kekosmopolitan rendah, skor 7

2= tingkat kekosmopolitan sedang, skor 8 - 14

3= kekosmopolitan tinggi, skor > 14

2. Aksesibilitas pada informasi (X2), adalah kesempatan dan aktivitas yang

dilakukan oleh petani dalam upaya meraih pengetahuan (pesan) terkait

dengan usahatani dan pengetahuan tentang gender. Aksesibilitas ini diukur

dengan melihat ketersediaan sumber informasi dan kedekatan responden

dengan sumber informasi. Skor dalam penghitungan aksesibilitas ini

dibagi menjadi tiga yakni:

1 = aksesibilitas rendah, skor 8

2 = aksesibilitas sedang, skor 9 - 14

3 = aksesibilitas tinggi, skor >14

3. Faktor Lingkungan (X3) adalah individu atau kelompok individu dan

sistem kemasyarakatan yang telah menjadi tradisi dan atau kelembagaan

yang mengandung nilai dan norma serta pemanfaatan keberadaannya

mempengaruhi pola pikir dan tindakan petani dalam melaksanakan

usahatani.

X.3.1 Penguasaan aset ekonomi dilakukan dengan mengukur luas

lahan garapan petani baik berupa sewa, milik, maupun

kontrak yang diukur dalam satuan m2 (meter persegi).

Kemudian berdasarkan sebaran yang diperoleh

dikategorikan menjadi rendah (<4133,33m2), sedang

(34)

X.3.2 Budaya: pada penelitian ini; hal-hal yang diperoleh oleh

manusia sebagai anggota masyarakat, pola pikir, merasakan

dan bertindak terkait dengan tingkat keharmonisan relasi

gender yang dimiliki masyarakat setempat1. Pengukuran

budaya ini dilakukan dengan melihat pandangan laki-laki

terhadap perempuan. Dan sebaliknya, serta kebiasaan

masyarakat setempat dalam mengatur relasi gender yang

sebaiknya di masyarakat.

1 = rendah, nilai skor 0 - 12

2 = sedang, nilai skor 13 - 24

3 = tinggi, nilai skor 24- 36

X.3.3 Interaksi dengan tokoh masyarakat: tingkat dukungan tokoh

formal terhadap petani, tingkat dukungan tokoh non-formal

terhadap petani, tingkat kekerapan pertemuan dengan tokoh

formal dan non-formal terkait pandangan mengenai relasi

gender. Interaksi tersebut diukur sebagai berikut.

1 = rendah, skor 5

2 = sedang, skor 6 - 10

3 = tinggi, skor > 10

4. Y. Relasi gender yang terdiri dari:

Y.1Akses yaitu kesempatan atau peluang anggota rumahtangga

(laki-laki dan perempuan) dalam memperoleh serta ikut

dalam berbagai kegiatan usahatani (produktif), kegiatan

1

(35)

rumahtangga (reproduktif), dan kemasyarakatan. Akses

diukur dengan melihat kekutsertaan rumahtangga (suami

atau istri) dalam setiap kegiatan (reproduktif, produktif, dan

sosial kemasyarakatan).

Y.2Kontrol yaitu kemampuan dan kekuasaan yang dimiliki

oleh anggota rumahtangga responden dalam mengambil

keputusan dalam kegiatan usahatani, rumahtangga, dan

kegiatan kemasyarakatan. Kontrol diukur dengan melihat

setiap kesempatan bagi rumahtangga (suami atau istri)

dalam memiliki kekuasaan seperti dengan mengambil

keputusan, atau tanggung jawab atas setiap kegiatan

(reproduktif, produktif, dan sosial kemasyarakatan).

Y.3Pembagian kerja yaitu profil seluruh aktivitas yang

dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga

selama sehari. Analisis pembagian kerja dalam rumatangga

petani dilakukan dengan menggunakan pendekatan

kualitatif yang mencakup kegiatan reproduktif, produktif

(usahatani), dan sosial kemasyarakatan. Hal ini diukur

dengan melihat curahan waktu yang diberikan oleh anggota

rumahtangga (suami, istri, dan anak) dalam setiap kegiatan

rumahtangga (reproduktif, produktif, dan sosial

kemasyarakatan).

Y.4Pola pengambilan keputusan yaitu siapa yang lebih

(36)

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu kegiatan. Untuk

kepentingan peneliti diperoleh tiga variasi dalam

pengambilan keputusan yaitu:

1 = pengambilan keputusan hanya dilakukan oleh suami

sendiri atau istri sendiri

2 = pengambilan keputusan dilakukan bersama oleh suami

dan istri namun salahsatunya dominan

3 = pengambilan keputusan dilakukan bersama oleh suami

(37)

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif

melalui metode survai. Menurut Singarimbun dan Effendi (1989), penelitian

survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Pendekatan kualitatif

juga dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth-interview) terhadap

informan terpilih untuk memperoleh informasi lebih jauh tentang cara masyarakat

mengelola usahatani.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada sentra hortikultura dataran rendah di

Kabupaten Tangerang yang merupakan salahsatu pemasok sayuran ke DKI

Jakarta. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sepatan Timur dengan mengambil

kasus petani-petani Rawa Banteng di Desa Gempol Sari yang merupakan petani

yang berdasarkan Keputusan Bupati Tangerang Nomor 520/Kep.599-Huk/2008

tanggal 21 November 2008 memperoleh bantuan modal Pengembangan Usaha

Agribisnis Perdesaan (PUAP) Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2008.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Desember 2009 dengan tahap

kegiatan sebagai berikut:

1. Tahap persiapan penelitian. Pada tahap ini dilakukan survai awal

(bekerjasama dengan PSW-LPPM IPB) yang dilanjutkan dengan

penyusunan proposal penelitian. Tahap ini dilakukan dari April – 13 Mei

(38)

2. Tahap pelaksanaan penelitian, penelitian dimulai pada tanggal 25 Mei

2009 hingga Agustus 2009. Data digali dan didapat selama pelaksanaan

penelitian.

3. Tahap penyusunan laporan, dilakukan pada bulan Agustus hingga

Desember 2009.

3.3 Penentuan Sampel dan Responden

Responden dan informan penelitian ditetapkan sesuai dengan masalah dan

tujuan penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani

hortikultura dengan jenis komoditas tanaman sayuran yang merupakan anggota

kelompok tani Rawa banteng. Unit analisis rumahtangga digunakan untuk

menganalisis relasi gender dalam pembagian kerja atau peranan, akses dan kontrol

terhadap sumberdaya dalam rumahtangga petani, serta pola pengambilan

keputusan dalam rumahtangga petani.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok tani Rawa

Banteng yang berjumlah 54 orang. Anggota kelompok tani yang telah

berumahtangga adalah sebanyak 45 orang. Atas dasar keterbatasan waktu, biaya

dan tenaga maka dipilihlah responden pada penelitian ini sebanyak 31 orang

dengan menggunakan rumus Slovin dengan total jumlah populasi penelitian

sebanyak 45 orang (yang telah memiliki rumahtangga). Berikut rumus Slovin

yang digunakan:

2 1 Ne

N

(39)

2

Responden adalah anggota rumahtangga petani baik laki-laki (suami) dan

perempuan (istri) sebanyak 17 orang. Perempuan (istri) ini merupakan sumber

informasi yang berguna untuk memeriksa dan mendukung data yang diperoleh

dari laki-laki (suami) dari sudut pandang perempuan. Sebanyak 14 orang

perempuan (istri) lainnya enggan untuk dilibatkan dalam wawancara.

Selain responden, juga dipilih informan yang terdiri dari tokoh masyarakat

yakni Bapak Aca selaku ketua RT, Bapak Kartono sebagai petugas PPL, Bapak

Herman sebagai ketua kelompok tani dan masyarakat setempat beserta beberapa

ibu-ibu kuli cabut, guna memberikan informasi yang lebih mendalam dan

menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan topik penelitian.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer

mencakup semua data yang berkaitan dengan variabel bebas (independent

variable) dan tidak bebas (dependent variable) yang tertera dalam bagan kerangka

pemikiran (Gambar 1). Data primer juga mencakup informasi yang diperoleh dari

hasil wawancara dan observasi. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat

Statistik, Aparat Desa, dan BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian), serta

(40)

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan metode

kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan microsoft office excel 2007, untuk tabulasi frekuensi, kemudian SPSS 15.0 dengan memakai analisis rank spearman untuk mengukur korelasi antarvariabel.

Data kualitatif disajikan secara deskriptif yang diperoleh dari wawancara

mendalam dan observasi langsung di lapangan. Analisis kualitatif dilakukan untuk

(41)

4. PROFIL DESA GEMPOL SARI

4.1 Lokasi dan Kondisi Geografis

Desa Gempol Sari terletak di Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten

Tangerang, Provinsi Banten. Desa Gempol Sari berbatasan dengan beberapa desa

yaitu: sebelah utara dengan Desa Kiara Payung, sebelah selatan Desa Kedaung

Barat, sebelah barat dengan Desa Sangiang dan Desa Jati Mulya, dan sebelah

timur dengan Desa Pondok Kelor dan Desa Kampung Kelor. Desa Gempol Sari

terdiri dari 20 Rukun Tetangga (RT) dan delapan Rukun Warga (RW). Sedangkan

kelompok tani Rawa Banteng terdapat pada RT 03 RW 02.

Gambar 2. Peta Desa Gempol Sari, 2009

4.2 Lokasi dan Kondisi Geografis Pertanian

Desa Gempol Sari termasuk agroekosistem lahan sawah semi intensif.

(42)

dengan musim tanam dua kali dalam setahun dilakukan pada bulan November

hingga Juli, dan Agustus hingga Oktober.

Penggunaan pupuk di lahan sawah masih cukup rendah, masa tanam dan

varietas padi masih cukup beragam. Sebagian sawah digunakan sebagai kebun

sayuran bayam, kangkung, caisim atau sawi, terung, pepaya, singkong dan

kemangi.

Penanaman sayuran dilakukan secara bergilir sepanjang tahun dan pada

musim kemarau dilakukan pengairan dengan sistem springkel. Tanah permukiman, seperti pekarangan atau kebun campuran merupakan jenis tanah

Aquic Eutrudepts, terhambat, dalam, berliat, masam/agak masam, kesuburan rendah-sedang (Tabel 1). Pekarangan atau kebun campuran ditanami kelapa,

pisang, nangka, mangga, jambu air, dan lain-lain. Usahatani ternak terdiri dari

kambing atau domba, itik, dan ayam.

Tabel 1. Klasifikasi tanah di lokasi prima tani Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang, 2006

No Landform Tanah Landuse Komoditas (PRA)

1

(43)

Desa Gempol Sari memiliki tipe agroekosistem lahan sawah intensif

dengan topografi datar hingga bergelombang dengan elevasi <6 persen, pH tanah

5,7 dengan jenis tanah aluvial, ketinggian 5–10m dpl. Selanjutnya berdasarkan

tipe iklim tergolong tipe E dengan suhu udara 25-30ºC dan kelembaban 70 persen.

Tabel 2. Karakteristik tanah di Desa Gempol Sari, 2006

Uraian Keterangan

Sumber: Hasil PRA Program Prima Tani Tangerang, Banten tahun 2006

4.2.1 Iklim dan Pola Tanam

Informasi mengenai aspek biofisik yaitu perilaku curah hujan (CH) dan

hari hujan (HH) sangat berhubungan erat dengan pola tanam maupun jenis

komoditas yang diusahakan oleh petani setempat. Rata-rata curah hujan selama 5

tahun terakhir masing-masing adalah 139,4 mm, sedangkan hari hujan 7,5 HH

per tahun.

Curah hujan dan hari hujan tertinggi berada pada bulan Januari dan

terendah pada bulan Agustus. Musim tanam pertama (MT 1) pada bulan Januari

hingga April dan musim tanam kedua (MT 2) pada bulan Juni hingga September.

Sedangkan pada lahan sawah setengah teknis pola tanam yang dilakukan

sepanjang tahun adalah sayuran dengan komoditas utama bayam, kangkung, sawi

(44)

Tabel 3. Pola tanam setahun di Desa Gempol Sari, 2006 – 2008

Komoditas Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Padi (MT I) √ √ √ √

Padi (MT II) √ √ √ √

Kangkung √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Bayam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Caisim √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Kemangi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Sumber: Hasil PRA Program Prima Tani Tangerang, Banten tahun 2006 - 2008

Jenis lahan yang tersedia di Desa Gempol Sari terdiri dari lahan sawah

irigasi 155 hektar, dan lahan kering atau lahan darat yang terdiri dari lahan

pekarangan 1807 hektar serta kebun 68 hektar. Hasil penelusuran lokasi (transect)

menunjukkan bahwa tanaman yang ditemukan pada lahan kebun adalah pisang,

kemangi, kelapa, pepaya, jarak, jambu mete, terong, dan melinjo.

Sebagian besar tanaman padi diusahakan petani pada lahan sawah irigasi

teknis dan sebagian kecil pada lahan sawah irigasi setengah teknis. Namun

demikian, di sebagian besar lahan setengah teknis juga diusahakan tanaman

sayuran seperti kangkung, bayam, caisim, terong, daun singkong, dan daun

pepaya. Selanjutnya pada permukiman dan pekarangan terdapat tanaman

buah-buahan seperti belimbing, mangga, jambu biji, kedondong, dan nangka. Tanaman

lainnya adalah melinjo, pisang hias, palem tupai, bougenville, dan sereh.

4.3 Keragaan Produksi Pertanian

Jenis komoditas yang ditanam di Desa Gempol Sari berupa padi dengan

produksi 360 ton, sayuran kangkung, bayam, caisim sebagai tanaman utama

dengan produksi 9.000 ton (Tabel 4), sedangkan tanaman terong, daun singkong,

(45)

adalah ayam buras, kambing, dan itik masing-masing sebanyak 120, 200, dan

1.200 ekor.

Tabel 4. Luas lahan, produksi dan populasi ternak, di Desa Gempol Sari dan Kecamatan Sepatan, 2005

Uraian Desa Gempol Sari Kecamatan Sepatan

Jenis lahan

Sumber : Kabupaten Tangerang dalam Angka, 2005

4.3.1 Sayuran

Secara umum petani sayuran melakukan pengolahan tanah dengan cangkul

karena rata-rata luas kepemilikan lahan relatif kecil. Komoditas utama sayuran

yang diusahakan adalah kangkung, bayam dan caisim. Benih yang digunakan

adalah benih lokal berlabel dengan pergantian benih setiap musim tanam.

Penanaman dilakukan dengan sistem sebar tanpa jarak tanam. Pupuk anorganik

yang digunakan adalah urea dengan dosis 200 kg per hektar, sedangkan pupuk

organik yang digunakan berasal dari kotoran ayam dengan dosis 1,25 ton

perhektar. Pestisida yang biasa dikenal petani adalah pestisida dengan merk

rusban, sempurna, ucatron dan lain-lain. Pestisida yang digunakan ini, cukup

(46)

4.3.2 Ternak

Ternak yang umum dipelihara oleh petani adalah itik dan kambing. Jumlah

kepemilikan itik rata-rata 10 - 20 ekor dengan teknologi budidaya yang masih

bersifat tradisional terutama dalam sistem perkandangan, pakan, dan

pemeliharaan. Hanya sebagian kecil petani itik yang menggunakan komposisi

pakan menir dan keong mas. Sebagian besar petani membudidayakan itik dengan

tujuan memperoleh produksi daging dengan umur 5 bulan. Dan sebagian kecil

ternak itik lainnya dipelihara untuk memperoleh produksi telur yang kemudian

diolah menjadi telur asin. Hasil rata-rata yang diperoleh adalah sebanyak 120 butir

per hari dari 150 ekor itik.

Pemeliharaan ternak kambing masih dilakukan dengan cara yang sangat

sederhana, terutama dalam sistem perkandangan, pakan. Kambing dipelihara

dengan cara (dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari).

Umumnya kambing dipelihara untuk dibudidayakan sebagai simpanan atau aset

bagi rumahtangga petani. Kambing-kambing yang dipelihara petani

sewaktu-waktu juga dapat dijual jika petani membutuhkan uang untuk keperluan yang

mendesak dalam rumahtangga.

4.4 Karakteristik Sosial Ekonomi 4.4.1 Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Gempol Sari dan Kecamatan Sepatan tercatat

2.365 KK dan 27.090 KK. Berdasarkan tingkat pendidikan, secara umum jumlah

penduduk yang mendominasi di desa Gempol Sari adalah penduduk yang tidak

atau belum bersekolah, sedangkan jumlah penduduk yang menempuh pendidikan

(47)

Tabel 5 Penduduk menurut usia, pendidikan dan mata pencaharian di Desa Gempol Sari dan Di Kecamatan Sepatan, 2004

Uraian Desa Gempol Sari Kecamatan Sepatan

Jumlah Penduduk

Kepala Keluarga 2.365 27.090

Tingkat Pendidikan

Sumber: Data Potensi Wilayah Kecamatan Sepatan, Programa Penyuluh 2004

Selanjutnya, berdasarkan mata pencaharian, maka penduduk di Desa

Gempol Sari terdiri dari 22,19 persen petani, 29,58 persen pedagang, 39,63 persen

karyawan, 2,69 persen wiraswasta dan 5,92 persen PNS atau TNI Polri. Bila

dilihat dari usaha pertanian di tingkat desa maupun kecamatan, tanaman pangan

(48)

4.4.2 Status dan Luas Lahan Garapan

Luas total lahan sawah irigasi di Desa Gempol Sari tercatat 155 hektar.

Sedangkan lahan kering berupa permukiman 18 hektar, tegalan 3 hektar, kebun 3

hektar dan lain-lain 68 Ha. Di Kecamatan Sepatan luas lahan total sawah irigasi

tercatat 2.321 hektar. Sedangkan lahan kering berupa permukiman 949 hektar,

tegalan 97 hektar, dan kebun 90 hektar.

Tabel 6. Jenis lahan garapan di Desa Gempol Sari dan di Kecamatan Sepatan, 2004

Uraian Desa Gempol Sari Kecamatan Sepatan

Agroekosistem

A Sawah irigasi (hektar) Luas Persentase Luas Persentase

- pengairan teknis 50 32,26 2.321 90,84

- pengairan ½ teknis 105 67,74 221 8,65

- tadah hujan 0 0 13 0,51

Total 155 100,000 2.555 100,00

b Lahan kering atau darat Luas Persentase Luas Persentase

- Perumahan dan Pekarangan 18 19,57 949 83,54

Sumber: Data Potensi Wilayah Kecamatan Sepatan, Programa Penyuluh 2004

Berdasarkan data pada Tabel 7 sebagian besar pemilik lahan terlibat

langsung dalam penggarapan lahan mereka masing-masing. Jumlah petani

penggarap yang tidak memiliki lahan di Desa Gempol Sari juga terbilang cukup

banyak yakni sebanyak 331 jiwa. Selanjutnya, lahan garapan yang diupayakan

oleh petani pada umumnya adalah lahan pertanian yang tergolong sempit, yaitu 84

(49)

Tabel 7. Status petani menurut luasan lahan garapan di Desa Gempol Sari dan di Kecamatan Sepatan, 2004

Uraian Desa Gempol Sari Kecamatan Sepatan

Status Petani Jumlah

Sumber: Data Potensi Wilayah Kecamatan Sepatan, Programa Penyuluh 2004

Tabel 8. Pengelompokkan petani menurut luasan garapan di Desa Gempol Sari

Sumber: Data Potensi Wilayah Kecamatan Sepatan, Programa Penyuluh 2004

4.5 Profil Kelompok Tani Rawa Banteng

Kelompok tani Rawa Banteng yang berlokasi di RT 03 RW 02, Desa

Gempol Sari didirikan pada bulan Juni tahun 2004. Produk unggulannya adalah

bawang merah umbi dan biji. Luas lahan yang merupakan garapan anggota Poktan

sebanyak 1,2 hektar dan sebagian besar lahannya ditanami oleh tanaman

hortikultura jenis sayur-sayuran yaitu caisim, kangkung, bayam, kenikir, bawang,

dan singkong.

Poktan memiliki jalinan kerjasama dalam pemasaran dan pengadaan

(50)

usaha budidaya Poktan bekerjasama dengan pasar-pasar tradisional seperti (a)

Pasar Sepatan (b) Pasar Anyer, dan (c) Pasar Kampung Melayu. (2) Untuk

saprotan bekerjasama dengan CV. Rijal Yahya di Kecamatan Sepatan.

Fasilitas-fasilitas usahatani Poktan, di antaranya adalah (1) kendaraan roda

tiga untuk mengangkut sayuran, (2) tempat penampungan sayuran sebnayak 1

unit, (3) hand sprayer sebanyak 4 unit, dan (4) komputer sebanyak 1 unit. Sedangkan sumber informasi dan teknologi yang tersedia bagi petani adalah

BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Banten dan Dinas Pertanian dan

Peternakan Kabupaten Tangerang.

Berdasarkan Keputusan Bupati Tangerang Nomor 520 atau Kep.599-Huk

atau 2008 tanggal 21 November 2008 memperoleh bantuan modal Pengembangan

Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran

2008. Bantuan ini merupakan pinjaman yang diberikan kepada Poktan untuk

mengembangkan usahatani sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat

setempat. Pola penyaluran pinjaman dibagi menjadi dua kepentingan yakni sarana

produksi pertanian seperti pengadaan pupuk dan benih dan kemudian untuk

simpan pinjam anggota. Pupuk dan benih yang disediakan dijual kepada petani

melalui kios Poktan dan diperkirakan menghasilkan keuntungan sebesar 10 persen

dengan pembagian 5 persen untuk pengelola dan 5 persen untuk keperluan

pengembangan Poktan. Simpan pinjam untuk budidaya hortikultura diberikan

selama 6 bulan dan kemudian harus dikembalikan.

Pertemuan antara ketua kelompok tani dan anggota kelompok tani

dilakukan sebanyak satu kali dalam sebulan dengan agenda rapat evaluasi

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Peta Desa Gempol Sari, 2009
Tabel 1.  Klasifikasi   tanah   di   lokasi   prima   tani   Kecamatan   Sepatan
Tabel 3.  Pola tanam setahun di Desa Gempol Sari, 2006 – 2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan yang terkait dengan sasaran untuk meretas ketertinggalan menyangkut peningkatan daya saing daerah melalui pengembangan teknologi yang berorientasi pada

Apa yang telah beliau jelaskan dari mulai memberikan huruf hak dan mustahaknya, mengembalikan setiap huruf kepada makhrajnya, dan konsisten dalam setiap bacaan,

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bentuk identitas pascakolonial dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer. Bentuk identitas

Republik Indonesia Serikat yang berbentuk federal itu tidak disenangi oleh sebagian besar rakyat Indonesia, karena sistem federal digunakan oleh Belanda sebagai muslimat

Rapat Pembagian Tugas guru Semester I Tahun Pelajaran 2016 / 2017 SMA Negeri 1 ANDA Kabupaten ANDA Tanggal 3 Juli

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan ada hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan organization

Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa metode sosiodrama dapat meningkatkan kemampuan sosial emosi anak dengan peningkatan yang signifikan mulai dari siklus I,

Penulisan skripsi ini dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pemanfaatan Sistem Informasi dan Penggunaan Sistem Informasi pada Industri Perbankan