• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GAMBARAN PERAN GANDA PEREMPUAN

3.3 Peran pada Ranah Publik

3.3.2 Aktualisasi Diri

Aktualisasi diri yang terdapat dalam IRP digambarkan lewat tiga tokoh perempuan yaitu Irewa, Jingi, dan Ibu Selvi . Hal tersebut dapat dibuktikan lewat tokoh Irewa menjalankan peran ganda yang meliputi peran pada ranah domestik dan pada ranah publik dan tidak bergantung pada suaminya juga tidak terpuruk untuk meratapi nasibnya. Selain itu tokoh Jingi yang memilih untuk melanjutkan sekolah dokternya ke Belanda dengan biayanya sendiri dari hasil kerja sebagai dokter keliling

dan Ibu Selvi yang bekerja dalam bidang politik/pemerintahan sebagai seorang camat perempuan tanpa suami serta membiayai kebutuhan sehari-hari dan sekolah anak- anaknya.

Irewa tahu pekerjaan yang dijalaninya kini sangat melelahkan. Namun, Irewa ingat akan anak-anaknya apalagi suaminya yang membiarkan mereka begitu saja. Irewa dibantu saudara kembarnya Jingi yang banyak mengajarkan Irewa tentang kesehatan, dan mengajarkan cara menggunakan internet dan telepon genggam. Untungnya Irewa begitu cepat menangkap apa yang diajarkan oleh Jingi. Saat itu Jingi akan melanjutkan pendidikannya ke Belanda, oleh sebab itu Jingi mengingatkan hal-hal penting yang harus dilanjutkan oleh Irewa. Irewa harus membimbing perempuan Papua untuk menjaga kesehatan dan mengetahui fungsi alat kelamin mereka masing-masing.

102) Irewa mulai menyampaikan pendapatnya tentang pelacuran. Ia menceritakan pengalamannya saat terkena penyakit sifilis. Ia menceritakan walau perempuan hanya melakukan hubungan badan dengan suami saja, bisa saja terkena penyakit kelamin. Ia juga mengajak para perempuan pedagang di pasar menjaga anak-anak laki- lakinya hati-hati (Dorothea, 2015:157)

103) Irewa menceritakan, anaknya sendiri sudah dia jaga dengan baik, tapi pergaulan menyebabkan anaknya tetap terbawa masuk ke pelacuran. Masih banyak yang disampaikan Irewa. Irewa yang dulu

sering melihat bagaiamana kegiatan di “sekolah setahun”, kini jadi

seperti seorang guru. Bicaranya mantap dan menarik bagi semua yang mendengarkan. Si perempuan dari Pulau Jawa itu ikut mendukung apa yang dikatakan Irewa bahwa perempuan harus berani melawan laki- laki. Perempuan lain yang selama ini telah diperlakukan tak baik oleh suami ikut mendukung. Semuanya jadi saling dukung-mendukung (Dorothea, 2015:157-158)

Irewa sudah bekerja di Disyark, tepatnya di Ruang Marya dan menjadi seorang guru yang membimbing perempuan Papua. Banyak hal-hal positif yang diajarkan Irewa kepada mereka. Ia mengajarkan tentang pentingnya menjaga kesehatan apalagi saat itu wabah penyakit HIV-AIDS mulai menyebar di wilayah mereka. Selain mengajarkan tentang kesehatan, Irewa juga mengajarkan keterampilan cara membuat noken. Hasil kerja keras dan kesabarannya membuktikan Irewa berhasil menjadi perempuan Hobone yang kuat.

104) Ruang Marya adalah nama ruang nama ruang yang baru dibangun di kantor distrik. Ibu Selvi dan Irewa yang memberi nama itu setelah lama tak menemukan nama yang dirasa cocok. Marya adalah dalam bahasa daerah berarti busur. Mereka berdua ingin agar ruang itu menjadi busur dan panahnya adalah para perempuan. Busur dan anak panah akan dipakai untuk membunuh hal-hal buruk. Hal-hal bodoh. Ibu Selvi dan Irewa mengajak para perempuan membunuh hal- hal lama yang tak baik. Membunuh tangis karena hidup serba kekurangan. Tidak punya uang. Tak bisa makan. Membunuh kebiasan buruk. Makan sayur tanpa dimasak dengan baik. Minum air yang tidak dimasak. Membunuh kebiasaan hidup kotor. Tidak menjaga kebersihan. Buang sampah sembarangan. Dan lain-lain. Seperti yang direncanakan, ruang itu dipakai membunuh hal-hal yang tidak dimengerti. Irewa memberi tahu hal-hal menyangkut kesehatan, anak, dan remaja pada sesama perempuan yang datang ke ruang itu. Jingi masih terus memberi Irewa informasi-informasi kesehatan kalau ada yang baru dan penting diketahui (Dorothea, 2015:193-194)

105) Ruang Marya juga dipakai untuk kegiatan lainnya. tempat baru bagi para perempuan untuk berbicara satu sama lain. Juga tukar- menukar informasi. Irewa yang diminta mengatur semua itu. Ditetapkan kegiatan berkumpul dilakukan pukul pada hari Senin, Rabu, dan Jumat. Sore hari mulai pukul empat sampai pukul enam, setelah para perempuan selesai mengurus rumah tangga masing- masing (Dorothea, 2015:194)

Banyak masalah dihadapi Irewa sejak menikah dengan Malom akan tetapi maslah yang dihadapinya menjadi motivasi dalam dirinya untuk merubah hidupnya menjadi lebih baik. Irewa berhasil menyekolahkan anak-anaknya, berhasil membuat perempuan Papua menyibukkan diri dengan kegiatan positif. Irewa terus melanjutkan kegiatannya bersama Ibu Selvi. Lewat peran ganda yang dijalankannya, Irewa dapat membuktikan bahwa perempuan adalah manusia yang kuat dan dapat diandalkan.

Tokoh Jingi termasuk tokoh yang memberikan pengaruh kepada Irewa dalam menjalankan peran ganda. Jingi adalah saudara kembar Irewa yang bekerja sebagai seorang dokter keliling. Sebelumnya, Jingi pernah menempuh pendidikannya di Manado. Peran Jingi dalam hidup Irewa tidak hanya sebagai saudara saja. Jingi membuktikan bahwa seorang perempuan dapat mandiri dan dapat bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Seorang perempuan tidak harus bergantung pada laki-laki. Hal ini dibuktikan, ketika Jingi lulus menjadi dokter dan kemudian bekerja sebagai dokter keliling di Kampung Aitubu. Hasil dari menjadi dokter keliling itulah yang dikumpulkan Jingi untuk memperdalam pendidikan kedokterannya di Belanda.

106) Jingi beberapa tahun ini sudah jadi dokter penuh. Ia ingin memperdalam ilmu yang sudah dimilikinya ke Belanda. Mama Karolin yang sudah tambah tua memberi tahu Jingi, Belanda adalah tempat yang baik kalau Jingi ingin memperdalam ilmu pengetahuannya. Ia senang kalau Jingi bisa tinggal bersamanya. Jingi ingin pergi dengan biaya sendiri. Ia lalu bekerja lebih banyak. Rumah sakit tempat ia bekerja membutuhkan dokter keliling. Jingi tak masalah bertugas menjadi dokter keliling (Dorothea, 2015:134)

Sebelum melanjutkan pendidikannya Jingi mengingatkan kepada Irewa agar selalu menjaga kesehatan, anak-anak dan remaja lainnya. Pesan Jingi tersebut mengingat ia pernah merawat Irewa yang menderita penyakit sifilis karena pergaulan Malom yang bebas. Pesan tersebut dijalankan Irewa sampai kegiatan moralnya ini didengar oleh seorang camat baru Ibu Selvi.

Dokumen terkait