• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STRUKTUR ROMAN ISINGA ROMAN PAPUA

2.3.2 Antagonis: Malom

Malom adalah seorang duda yang berasal dari Kampung Hobone. Istrinya meninggal karena mengidap penyakit malaria. Malom adalah laki-laki yang dulunya sangat mencintai Irewa dan mau memperistri Irewa. Berulang kali Malom mengutarakan perasaanya kepada Irewa dan selalu ditolak Irewa. Penolakan tersebut tidak menutup rasa putus asa Malom untuk memperistrikan Irewa. Usaha Malom mendapatkan Irewa adalah karena Malom tidak bisa hidup tanpa perempuan dan ingin mewujudkan keinginannya mempunyai banyak anak, apalagi anak laki-laki dan dari istri pertamanya ia tidak mendapatkan keturunan. Berikut bukti kutipannya.

21)Malom adalah pemuda dari lembah Tolabugi. Perkampungan Hobone tempat Malom tinggal letaknya cukup jauh dari perkampungan Aitubu. Istri Malom baru saja meninggal karena terserang penyakit gemetar. Dukun tak bisa menolongnya. Malom tak bisa hidup tanpa perempuan di sampingnya. Itulah sebabnya ia mencari perempuan yang bisa dikawininya (Dorothea,2015:28)

Cara curang yang digunakan Malom agar segera memperistri Irewa yaitu dengan menculik Irewa. Setelah penculikan itu terjadilah perang antara kampung

dari Irewa dan Kampung dari Malom dan untuk mendamaikan kedua kampung tersebut, Irewa harus menjadi istri Malom.

Malom sudah tidak sabar menyentuh tubuh Irewa, sedangkan Irewa terus menolak ajakan Malom. Malom tidak memperdulikan hal itu dan tetap mempertahankan keinginannya untuk segera melakukan hubungan intim. Berikut bukti kutipannya

22)Irewa sudah makin tak bertenaga lagi. Malom berkuasa atas tubuh Irewa. Malom telah menjadi seorang suami. Laki-laki Iko harus mengawini tubuh perempuan. Irewa tak bisa melawan lagi. Malom menyenangkan diri dan keinginan batinnya pada tubuh Irewa. Anak panah dalam tubuh Malom dilepaskan (Dorothea, 2015:57)

Secara psikis, Malom termasuk laki-laki yang sangat egois, ia tidak pernah memikirkan keadaan Irewa yang sudah letih bekerja dari matahari terbit sampai terbenam. Malom selalu meminta Irewa untuk melayaninya keinginan seksualnya dan juga untuk mewujudkan impian Malom memiliki anak yang banyak. Berikut bukti kutipannya.

23)Hanya sepuluh hari Irewa melahirkan, Malom sudah minta Irewa melayaninya bersetubuh. Malom bilang, ia ingin anak laki-laki. Anak laki-laki adalah tuntutan (Dorothea,2015:69-70)

24)Malom tak memahami bahwa suami perlu menahan diri untuk tidak terus-menerus menyetubuhi seorang istri (Dorothea,2015:91)

Sudah cukup lama Malom menjadi suami Irewa. Malom tidak pernah memperlakukan Irewa dengan baik sebagai istrinya. Malom juga tidak menunjukkan

rasa pedulinya terhadap Irewa. Apabila tidak ada makanan di rumah dan ketika Irewa memberi alasan kenapa makanannya tidak tersedia di rumah, Malom selalu marah. Malom tidak memperdulikan alasan yang diberikan Irewa dan menampar Irewa. Malom tidak menghiraukan ketika Irewa sakit. Malom bukanlah suami yang bertanggung jawab. Berikut bukti kutipannya.

25)Pada hari keempat, Irewa belum juga sembuh dari sakitnya. Malom mulai memarahinya. Irewa bilang, ia merasa tidak ada tenaga untuk bekerja. Malom mengatakan betatas harus selalu ada. Ia lapar. Babi- babi harus diberi makan. Irewa menjelaskan tentang sakitnya. Malom kesal. Irewa dianggap banyak bicara. Mulut Irewa yang sedang bicara itu ditamparnya. Malom bilang, besok Irewa harus sudah bekerja lagi (Dorothea,2015:73)

Malom masih tetap dengan sifatnya yang buruk, ia selalu kasar memperlakukan Irewa ketika keinginannya tidak terpenuhi. Kali ini Malom memiliki

kesibukan yang rutin ia lakukan. Malom hampir setiap hari pergi ke “kota” di Distrik

Yark, ia senang dengan pergaulan perempuan muda kota. Semakin hari berlanjut sifat buruk Malom yang lainnya perlahan mulai muncul. Malom membutuhkan uang untuk bersenang-senang dan karena tidak punya pekerjaan, ia menjual tanah dan uangnya dipakai sendiri untuk bersenang-senang. Ladang, tanah milik Malom sudah dijual, dan Malom semakin terpesona untuk menjual rumahnya agar ia lebih mudah bertemu teman-temannya sambil minum minuman keras. Malom dan Irewa pindah ke Distrik dan membeli rumah baru yang kecil sehingga uang sisa penjualan rumah itu dapat dipakai Malom untuk dirinya sendiri.

26)Malom tak bekerja. Kalau ia menjual tanah, uang itu dipakainya untuk dirinya sendiri. Jadi Irewa yang harus memikirkan semua kebutuhan keluarga. Yang terakhir babi milik Irewa hanya tinggal dua ekor saja. Ladang yang dulu tanahnya longsor, sudah dijual oleh Malom. Begitu pula ladang-ladangnya yang lain… (Dorothea, 2015:183)

27)Suatu hari, ada pedagang dari lain perkampungan mencari-cari rumah yang bisa dijual. Pendatang dan keluarganya itu akan pindah ke daerah tempat Malom dan Irewa tinggal. Malom tadinya tidak punya pikiran untuk pindah rumah. Tapi, mendengar hal itu, ia jadi tertarik.

Ia berpikir, kalau saja ia pindah ke pusat “kota” distrik, maka tak

harus pulang ke rumahnya yang jauh itu. Ia akan bisa lebih sering berada di dekat teman-temannya. Kebutuhan hidupnya untuk minum- minum dan kesenangan lain juga lebih tersedia di Distrik Yar. Maka, Malom lalu menjual rumahnya ke orang yang membutuhkan itu. Ia

lalu membeli sebuah rumah baru di “kota” distrik. Tak perlu rumah

bagus. Cukup kecil saja. Asal dia bisa tidur. Yang lebih penting, ia bisa memgang uang sisa yang banyak. Malom menyimapan sisanya untuk dirinya sendiri (Dorothea, 2015:184)

Pada bukti kutipan (21), (22), (23), (24), (25), (26) dan (27) dapat disimpulkan bahwa Malom merupakan tokoh yang sangat egois, tidak bertanggung jawab, dan tidak menghargai istrinya. Tindakan di atas dengan jelas menunjukkan sikap Malom yang tidak berperikemanusian. Malom tidak menjadi suami yang memberi panutan baik kepada istri dan anak-anaknya, tetapi Malom menjadi suami yang sangat kasar.

Dalam IRP ditunjukkan sikap kasar Malom terhadap Irewa. Setiap kali Irewa menjawab pernyataan yang disampaikan Irewa kepada Malom selalu saja membuat Malom marah, menampar Irewa, ditambah lagi apabila tidak tersedia makanan juga beberapa keinginan malom yang tidak terpenuhi. Segala bentuk kekesalan yang tidak disukai Malom kepada Irewa selalu diakhiri dengan memberi perlakuan kasar kepada Irewa. Selanjutnya, kutipan-kutipan diatas juga menunjukkan sikap Malom yang

tidak berubah, ia tetap pergi ke “kota” untuk mewujudkan kesenangannya sendiri.

Malom menjual segala harta miliknya demi memuaskan kesenangannya sendiri tanpa memikirkan nasib anak-anak dan istrinya.

2.3.3 Tritagonis

Dokumen terkait