DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER
1) al-Aqĩdah as-Shahĩhah (akidah yang benar)
Akidah merupakan pokok-pokok keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah. Penanaman keimanan seseorang bukan secara dogmatis, melainkan melalui dalil baik naqli maupun aqli. Akan tetapi akal manusia terbatas maka tidak semua hal yang harus diimani dapat diindra dan dijangkau oleh akal manusia. Para ulama sepakat bahwa dalil-dalil aqli yang benar dapat menghasilkan keyakinan dan keimanan yang kokoh. Sedangkan dalil-dalil naqli yang dapat memberikan keimanan yang bisa diharapkan hanyalah dalil-dalil yang bersifat qath’i.
Akidah seperti yang diisyaratkan al-Qur’an adalah sebagai wadah acuan Allah, dimana umat manusia diminta supaya membentuk dirinya dalam perjalanan hidupnya mengikuti bentuk dan corak seperti yang ditetapkan oleh Allah tersebut. Akidah yang benar adalah akidah yang berdasar al-Qur’an dan as-Sunnah dengan dasar dan dalil yang pasti. Kaum muslimin wajib mempelajari dan mendalami ajaran akidah agar dapar terhindar dari ajaran yang sesat. Aqaid adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan (al-banna, 1963: 465).
Sedangkan akidah menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairi (1978: 21):
هقَلْْا َياَضَق ْنيم ٌةَعْوُمَْمَ َييه ُةَدْييقَعْلَا
ْيبَ يةَمهلَسُلمْا يةهييهَدَبلْا
يةَرْطيفلْاَو يعْمسهلاَو يلْقَعل
اَق اَهيتهحيصيب اًميزاَج ُهَرْدَص اَهْ يَلَع ينِْثُ يَو اَهَ بْلَ ق نُاَسْنيلاْا اَهْ يَلَع ُديقْعَ ي
اَهيدْوُجُويب اًعيط
َبَأ َنْوُكَي ْنَا ُّحيصُي ُههنَأ اَهُ فَلايخ يَرُ ي َلا اَيتِْوُ بُ ثَو
.ًاد
‘Aqîdah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, fitrah. (Kebenaran) itu dipatrikan (oleh manusia) di dalam hati (serta) diyakini kesahihan dan keberadaannya (secara pasti) dan ditolak segala sesuatu yang berten-tangan dengan kebenaran itu.
Akidah hampir semakna dengan iman. Ada sedikit perbedaan antara akidah dan iman. Iman adalah sesuatu yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota badan. Iman mengandung tiga aspek yaitu: 1) keyakinan dalam hati, 2) diucapkan dengan lisan, 3)
39 diamalkan melalui anggota badan. Sedangkan akidah berupa keyakinan. Jadi, jika akidah terkait dengan aspek dalam (aspek hati) dari iman, iman tidak hanya menangkut aspek hati, tetapi juga aspek luar. Aspek dalam iman adalah keyakinan dan aspek luarnya berupa pengakuan lisan dan pembuktiannya dengan amal perbuatan (Ghufran dan Zubaidi, 2016: 3).
Memang ada tiga unsur pokok dalam akidah Islam yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya, jika sesorang mengaku berakidah Islam atau lebih mudahnya ia mengaku sebagai muslim, maka harus ada tiga unsur pokok ini didalam dirinya, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Ketiganya mempunyai hubungan yang sangat erat (Zubaidi, 2018: 2-3).
Akidah Islam adalah sesuatu yang dipercayai dan diyakini kebenarannya oleh hati manusia, sesuai ajaran Islam dengan berpedoman kepada al-Quran dan hadits. Aqidah Islam meliputi:
a) percaya adanya Allah dan segala sifat-sifat-Nya b) percaya adanya malaikat-malaikat Allah
c) percaya kepada Kitab-kitab Allah d) percaya kepada nabi dan rasul Allah
e) percaya keapda hari akhir dan sesuatu yang terjadi pada saat itu f) percaya kepada qadha’ dan qadar (Zubaidi, 2018: 3).
Dengan demikian akidah Islam adalah sesuatu yang dipercayai dan diyakini kebenarannya oleh hati manusia, sesuai ajaran Islam dengan berpedoman kepada al-Quran dan hadits. Aqidah Islam meliputi: percaya adanya Allah dan segala sifat-sifat-Nya (al-ĩman billăhi wa sifătihi); percaya adanya malaikat-malaikat Allah (al-ĩman bi malăikatillăhi); percaya kepada kitab-kitab Allah (al-ĩman bikităbillahi); percaya kepada nabi dan rasul Allah (al-ĩman binnabiyyihi wa rasûlihi; percaya keapda hari akhir (al-ĩman biyaumil Ãkhir) dan sesuatu yang terjadi pada saat itu; dan percaya kepada qadha’ dan qadar (al-ĩman bil qdlăi walqadari). Akidah mempunyai beberapa fungsi sebagai dasar dari akhlak atau karakter terpuji, antara lain: dasar bagi setiap tindakan manusia (akhlak atau karakter); mendasari terlaksananya akhlak terpuji atau karakter mulia; dan membentengi diri timbulnya akhlak atau karakter tercela (Zubaidi, 2018: 3).
Sikap mental yang menunjukkan karakter terpuji dari nilai al-aqidah as-shahihah relevansinya dengan pengembangan karakter bangsa adalah:
a) Nilai religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Artinya, sebagai umat Islam akan patuh
dalam melaksanakan ajaran yaitu keyakinan dan akidah mereka selalu berpedoman pada al-Qur’an dan Hadits.
b) Nilai Damai, yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran. Artinya, ketenangan dalam amal ibadah bagi kaum muslimin, dimana mereka yakin benar bahwa apa yang mereka dikerjakan sudah sesuai dengan nilai-nilai ajaran al-Qur’an, dan sunnah, dengan demikian hati mereka akan merasa senang, dan tentram sehingga dapat mendorong pada ketentram jiwa mereka dalamkehidupan sehari-hari.
c) Nilai Disiplin, yaitu, tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Artinya, kepatuhan terhadap ketentuan dan aturan yang dilegalkan oleh guru dan pendidik mereka semua bisa dikerjakan dengan baik dan benar serta tepat sesuai dengan ketentuan.
Bisa dipahami bahwa, akidah atau iman merupakn ruh dalam ajaran agama Islam karena manusia bisa diukur tinggi rendah derajatnya atas dasar keimanan dan taqwanya. Iman seseorang memiliki dampak sosial yang tinggi terhadap kehidupan bermasyarakat. Jika akidah atau keimanannya baik maka realisasi kehidupannya akan menjadi baik pula. Semua aktifitasnya merujuk atas dasar qudrah dan iradah Allah. Artinya, aktifitasnya diorientasikan pada pengabdian kepada Allah, tidak untuk kepentingan kesenangan duniawi.
Mengenalkan seseorang dengan nilai-nilai ilahiyah (ketuhanan), sikap taqarrub kepada Allah, menumbuhkan rasa mahabah (cinta) kepada Allah, sikap tafwidh al-amr (pasrah urusan) kepada Allah, merupakan bagian dari pendidikan karakter mulia. Ajaran inilah yang akan membawa manusia berkarakter terpuji dan berkpribadian (Nugroho, 2017: 376-377).
Melalui ajaran al-aqĩdah as-shahĩhah tersebut, nilai-nilai utama yang ditekankan adalah karakter religius, karakter cinta damai, karakter keteguhan hati, karakter disiplin dan kemandirian. Disamping itu, ada sisi rasionalitas agama, karakter yang tampil kuat ini berasal dari rasio agama (Nugroho, 2017: 370)
2) At-Taubat
Menurut Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi, bahwa taubat merupakan tingkatan pertama yang harus dilalui seseorang yang sedang menempuh jalan tasawuf guna untuk mendekatkan diri kepada Allah. Taubat adalah kembali
41 dari sifat-sifat tercela menuju sifat-sifat yang terpuji. Lebih lanjut Amin Al-Kurdi menyatakan bahwa orang yang kembali dari sesuatu yang berselisih dari ketentuan dengan merasa takut akan adzab atau siksa Allah maka ia dinamakan tăib. Dan orang yang kembali Allah karena malu atas perbuatan tersebut dilihat oleh-Nya, maka ia dinamakan munĩb. Sedangkan orang yang kembali kepada Allah atas dasar mengagungkan kebesaran Allah maka ia dinamakan awwăb. Maka wajib bagi seorang hamba sesegera mungkin untuk bertaubat agar bisa keluar dari murka Allah dan selamat dari kerusakan yang abadi (Al-Kurdi, t.t.: 418). Dalam memperkuat pentingnya taubat bagi seseorang untuk menuju kepada Allah, Amin Al-Kurdi mengutip QS. An-Nur: 31;
نوُحيلْفُ ت ْمُكهلَعَل َنوُنيمْؤُمْلا اَهُّ يَأ اًعييَجَ يهللَّا َليإ اوُبو ُتَو
“Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”Artinya, sebagai orang yang beriman setelah melakukan taubat atas semua kesaalah yang ia lakukan, kemudian melakukan tazkiyath an-nafs (pembersihan jiwa) dalam melaksanakan perintah Allah SWT. sebagai bentuk kepatuah kepada-Nya. Dalam merealisasikan pertaubatan kepada Allah, seseorang harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya adalah; menyesal atas beberapa dosa yang telah lewat; berniat tidak akan megulang kembali perbuatan yang ia lakukan; minta halal kepada orang dimusuhi atas kesalahan, kemudian berbuat baik kepada mereka (Al-Kurdi, t.t.: 421).
Tasawuf bertujuan agar manusia membangun poros hubungan langsung dengan Allah SWT. sehingga manusia menyadari benar bahwa dirinya berada sedekat mungkin dengan Allah. Ia (salik) harus menapaki jalan panjang berupa terminal-terminal spiritual yang mesti dilalui dan penuh dengan rintangan. Terminal atau maqam tersebut salah satunya adalah taubat.
Nilai-nilai karakter yang dapat dibangun melalui pengamalan ajaran tasawuf seperti taubat ini adalah pengembangan karakter religius, jujur, dan tanggung jawab. Religius dapat dideskripsikan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama terkait dengan penyesalan atas kesalahan-kesalahan yang telah dikerjakan, untuk kembali melakukakan kebaikan, dan tidak akan mengulang lagi (Zubaidi, 2015: 151). Karena dalam literatur tasawuf, dosa dan kesalahan dimaknai sebagai penghalanag (hijab)
dari al-Mahbub (Kekasih) yaitu Allah SWT. Oleh kareannya menjauhkan diri dari perilaku dosa dan kesalahan tersebut sangat-sangat diharuskan, mengingat hal tersebut tidak disukai oleh-Nya.
Sebagai orang yang ingin taqarrub kepada Allah, jika melakukan sebuah kesalahan hendaknya segera bertaubat dan sadar apabila suatu ketika karena kekhilafan ia berbuat dosa. Ia akan segera memohon ampun dan bertaubat kepada Allah SWT. dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut.
Sebagai mana diterangkan dalam QS. An-Nisa’: 110;
اًمييحَر اًروُفَغ َهللَّا يديَيَ َهللَّا يريفْغَ تْسَي هُثُ ُهَسْفَ ن ْميلْظَي ْوَأ اًءوُس ْلَمْعَ ي ْنَمَو
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya,
kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Zubaidi, 2018: 137).
Lebih lanjut Amin Al-Kurdi (t.t.: 420) mempertegas urgennya taubat dalam perjalanan orang yang mendaki jalan tasawuf guna mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana hadits:
هجام نبا هاور – ْمُكْيَلَع َباَتَل ْمُتْ بُ ت هُثُ َءاَمهسلا َغُل ْ بَ ت هتََّحَياَطَْلَْا ْمُتْميلَعْوَل
Apabila kamu sekalian mengetahaui beberapa kesalahan sampai menembus langit, kemudian kamu sekalian bertaubat, maka Allah akan menerima taubat kamu sekalain.Bisa dipahami bahwa, orang yang bertaubat itu sebagai kekasih Allah, dan orang yang bertaubat dari dosa dan kesalahan sebagaimana orang yang tidak mempunyai dosa sama sekali (Al-Kurdi, t.t.: 420).
Salah satu tujuan pendidikan sufistik adalah bagaimana seseorang bisa menata hati yang merupakan inti ajaran tasawuf sebagai penguatan karakter spiritual seperti perilaku taubat. Lewat ajaran taubat inilah seseorang mampu memahami dan mengenal Allah sebagai basic utama membentuk karakter terpuji.