• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ALASAN PENGHAPUS KESALAHAN DALAM

A. Alasan Penghapus Kesalahan

2. Alasan Pembenar

Alasan yang menghapuskan sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid) perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Alasan pembenar (Rechtvaardigingsgronden) menghapuskan suatu peristiwa pidana yaitu kelakuan seseorang bukan suatu peristiwa pidana walaupun sesuai dengan ketentuan yang dilarang dalam undang-undang pidana.184

Ada 4 (empat) alasan pembenar sebagai alasan penghapus pidana dalam KUHP, yaitu:

a. Keadaan darurat (Pasal 48 KUHP)

Keadaan darurat yang dimaksud disini adalah paksaan mutlak/absolut (absolute overmacht), yaitu orang yang mengalami sesuatu yang tidak dapat berbuat lain atau dilawan karena pengaruh yang diberikan oleh orang lain. Keadaan darurat digolongkan sebagai alasan pembenar apabila terdapat keadaan atau paksaan yang absolut yang berasal dari diri pribadi pelaku atau berasal dari luar. Apabila paksaan tersebut berasal dari dalam diri pelaku (paksaan relatif) maka perbuatan itu termasuk dalam alasan pemaaf.185

183

H.M. Hamdan,Alasan Penghapus Pidana,Op.Cit., Hal. 91 184

Alvi Syahrin,Alasan Penghapus Pidana,Op.Cit.

185

b. Pembelaan terpaksa (Pasal 49 ayat (1)186)

Agar seseorang dapat mengatakan bahwa dirinya melakukan pembelaan terpaksa (noodweer) dan tidak dapat dihukum, harus dapat memenuhi syarat-syarat sebagai berikut187:

1) Perbuatan itu harus terpaksa untuk membela atau mempertahankan, boleh dikatakan tidak ada jalan lain;

2) Pembelaan tersebut harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan terhadap badan, kehormatan dan barang diri sendiri atau kepunyaan orang lain;

3) Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam pada ketika itu juga. Apabila kepentingan-kepentingan hukum tertentu dari seseorang itu mendapat serangan secara melawan hukum dari orang lain, maka pada dasarnya orang dapat dibenarkan untuk melakukan suatu pembelaan terhadap serangan tersebut walapun dengan cara yang merugikan kepentingan hukum dari penyerangnya, yang di dalam keadaan biasa cara tersebut merupakan suatu tindakan yang terlarang dimana pelakunya telah diancam dengan sesuatu hukuman.

186

Pasal 49 ayat (1) berbunyi: “barang siapa melakukan perbuatan yang terpaksa dilakukannya untuk mempertahankan dirinya, atau diri orang lain, mempertahankan kehormatan atau harta benda sendiri atau kepunyaan orang lain, daripada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan segera pasa saat itu juga, tidak boleh dihukum.”

187

c. Melaksanakan ketentuan undang-undang (Pasal 50 KUHP188)

Pasal ini memiliki prinsip bahwa ada tugas (berupa perbuatan) yang dibebankan oleh ketentuan perundang-undangan kepada seseorang walaupun perbuatan itu merupakan tindak pidana. Hal ini dilakukan bukan untuk kepentingan diri sendiri melainkan untuk kempentingan umum. Undang-undang yang dimaksudkan disini adalah semua peraturan perundang-undangan yang berlaku (dalam arti luas) yang memberi kewenangan/kekuasaan kepada pelaku untuk melaksanakannya; termasuk peraturan perundang-undangan yang tidak sah asalkan hal itu dilakukan dengan itikad baik. Maka bukan lagi sifat melawan hukum perbuatan-nya yang hapus, tetapi kesalahan pelaku yang hapus, ia tidak mempunyai kesalahan, dan oleh karena itu ia tidak dipidana.189

d. Menjalankan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 ayat (1)190)

Gagasan dalam rumusan pasal ini berkaitan erat dengan pasal 50, bukan saja dari sudut pandang sejarah namun substansinya. Perbedaannya adalah bahwa kewajiban untuk bertindak dengan cara tertentu muncul bukan atas dasar suatu aturan hukum umum, melainkan dari suatu perintah yang diberikan berlandaskan aturan tersebut. Beranjak dari asas keselarasan tertib hukum, untuk keduanya berlaku ketentuan bahwa bilamana perintah tersebut dilaksanakan dan sekaligus suatu tindak

188

Pasal 50 berbunyi : “Barangsiapa yang melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan perundang-undangan tidak boleh dihukum. ”

189

H.M. Hamdan,Alasan Penghapus Pidana,Op.Cit.Hal. 83 190

Pasal 51 ayat (1) berbunyi : “Barangsiapa melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yangberhak akan itu, tidak boleh dihukum.”

pidana terjadi, maka sifat dapat dipidana akan hilang karena di dalam tindakan tersebut tidak terkandung unsur melawan hukum.191

Aturan yang menetapkan kewenangan untuk memberi perintah tidak harus tertulis, karena ada yang tidak tertulis atau perintah secara langsung/lisan. Dalam hal ini harus diperhatikan bahwa terdapat hubungan jabatan dan dalam ruang lingkup kewenangan/kekuasaan menurut hukum publik (meskipun tidak harus pegawai negeri).192

Adapun alasan penghapus pidana sebagai alasan pembenar yang berlaku khusus dalam KUHP adalah:

a. Pasal 186 ayat (1)193

Perkelahian satu lawan satu menurut pengertian umum adalah perkelahian dua orang dengan teratur, dengan tantangan terlebih dahulu, sedangkan tempat, waktu, senjata yang dipakai, siapa saksi-saksinya ditetapkan pula. Perkelahian ini biasanya disebut duel.194 Dengan ditetapkannya pasal ini, secara khusus orang-orang yang memenuhi syarat (saksi dan tabib/tenaga medis) tidak dapat dipidana, karena perbuatannya dapat dibenarkan.

b. Pasal 310 ayat (3)195

Pasal 310 ayat (3) berhubungan dengan pasal 310 ayat (1) tentang pencemaran nama baik atau kehormatan lisan dan ayat (2) tentang pencemaran

191

Jan Remmelink,Op.Cit.Hal. 253 192

H.M. Hamdan,Op.Cit.Hal. 84 193

Pasal 186 berbunyi : “ saksi dan tabib yang menghadiri perkelahian satu lawan satu, tidak dapat dihukum.”

194

R.Soesilo,Op.Cit.Hal. 130 dituliskan dalam catatan pada pasal 182 KUHP. 195

Pasal 310 ayat (3) berbunyi: “tidak termasuk menista atau menista dengan tulisan, jika ternyata bahwa si pembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum atau lantaran terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri.”

dengan tulisan, yang memiliki maksud agar tersiar (diketahui orang banyak) tuduhan yang dilemparkan. Pada ayat (3) merupakan pengecualian dari perbuatan pencemaran tersebut diatas, apabila tuduhan atau celaan tersebut dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri. Patut tidaknya pembelaan kepentingan umum dan pembelaan diri yang diajukan oleh pelaku itu terletak pada pertimbangan hakim.196

c. Pasal 314 ayat (1)197

Pasal ini masih berkaitan tentang penghinaan, berbeda dengan pasal sebelumnya, dalam pasal 314 ini seseorang yang menjatutuhkan sebuah celaan atau hinaan kepada seseorang karena perbuatan yang salah olehnya dan itu dibuktikan dan dikuatkan oleh putusan pengadilan, maka si penuduh tidak lah dipidana karena apa yang ia tuduhkan adalah sebuah kebenaran.

d. Pasal 351 ayat (5)198

Pasal ini menerangkan tentang percobaan untuk melakukan penganiayaan. Ini merupakan sebuah pengecualian, karena perbuatan ini memiliki resiko yang ringan. Maksudnya apa yang pelaku lakukan memiliki resiko yang lebih ringan daripada akibat yang ditimbulkan, bahkan dalam hal ini perbuatan itu tidak menumbulkan sebagaimana perbuatan penganiayaan ringan itu sendiri.199

196

R. Soesilo, Op.Cit. Hal. 195 yang menjelaskan bahwa hakim akan memeriksa apakah betul-betul penghinaan itu telah dilakukan oleh pelaku karena terdorong membela kepentingan umum dan pembelaan diri, jikalau pelaku meminta hal itu untuk diperiksa.

197

Pasal 314 ayat (1) berbunyi: “Kalau orang yang dihinakan, dengan keputusan hakim yang sudah tetap, telah dipersalahkan melakukan perbuatan yang telah dituduhkan itu, maka tidak boleh dijatuhkan hukuman karrena menfitnah.”

198

Pasal 351 ayat (5) berbunyi: “percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum.” 199

e. Pasal 352 ayat (2)200

Memiliki alasan yang sama dengan pasal 351, dimana Pasal ini merupakan alasan penghapus pidana karena apa yang pelaku lakukan memiliki resiko yang lebih ringan daripada akibat yang ditimbulkan.

Selain alasan penghapus pidana yang diatur dalam KUHP tersebut, ada juga alasan penghapus pidana yang bersumber dari luar KUHP201 dimana ada yang berlaku umum dan khusus untuk hal-hal tertentu. Yang berlaku umum adalah:

1. Avas (Afwezigheid van alle schuld)

Alasan penghapus pidana ini berhubungan dengan pelaku yang tidak mempunyai kesalahan sama sekali dalam melakukan suatu tindak pidana. Pelaku tidak akan dijatuhi hukuman jika dia tidak memiliki kesalahan sama sekali, meskipun perbuatannya sudah memenuhi unsur delik dalam tindak pidana.202 Contohnya majikan pengusaha susu menyuruh pesuruh (pengedar susu kepada pelanggan) untuk menyerahkan susu yang telah dicampur dengan air kepada pelanggan. Padahal dilarang menjual susu segar jika telah dicampur air. Si pesuruh tidak mengetahui hal itu. Walaupun si pesuruh telah memenuhi unsur tindak pidana, yang mana mengantarkan susu yang telah tercampur air untuk di jual ke pelanggan, tetapi dalam hal ini dia tidak mengetahui bahwa susunya telah dicampur. Maka si pesuruh tidak dapat dipidana.

200

Pasal 352 ayat (2) berbunyi: “percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum.” 201

A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidanan I, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), Hal. 202 202

2. Tidak adanya sifat melawan hukum materil

Sifat melawan hukum formil adalah apabila suatu perbuatan itu telah memenuhi seluruh unsur rumusan tindak pidana. Jika ada alasan pembenar pada pebuatan itu, maka alasan itu harus disebutkan secara tegas, tertulis dalam undang-undang. Sedangkan sifat melawan hukum materil adalah suatu perbuatan telah memenuhi seluruh unsur tindak pidana serta perbuatan itu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut atau tercela.203

Alasan penghapus pidana yang diluar KUHP berlaku khusus adalah:

1. Hak mendidik orang tua dan wali terhadap anaknya, hak mendidik guru atau dosen terhadap muridnya. Contohnya memukul anak adalah suatu tindak pidana, tetapi dengan alasan mendidik dan tidak menggunakan alat dalam ukuran yang tidak layak tidaklah dapat dipidana.

2. Hak jabatan atau pekerjaan dokter, apoteker, bidan, dan peneliti ilmu-ilmu alam. Contohnya dokter kandungan yang menggugurkan bayi dalam kandungan ibunya merupakan tindak pidana. Tetapi jika hal itu dilakukan dengan pertimbangan medis karena ada alasan kondisi sang ibu tidak kuat (dikhawatirkan mengancam nyawa sang ibu) maka hal tersebut dapat dibenarkan atau tidak dapat dipidana.

3. Izin/persetujuan dari mereka yang kepentingannya dilanggar. Alasan ini hanya berlaku bagi perbuatan-perbuatan tertentu berdasarkan izin/persetujuan dari para pihak. Contohnya orang yang merusak atau menghancurkan barang milik orang lain akan dipidana. Tetapi seorang tukang bangunan yang telah

203

diberi izin oleh si pemilik bangunan untuk menghancurkan sebuah rumah miliknya, si tukang bangunan tidak dapat dipidana, karena telah ada persetujuan dari pemiliknya.

4. Mewakili urusan dari orang lain. Alasan ini digunakan untuk melindungi orang-orang tertentu yang melakukan perbuatan (delik) untuk kepentingan orang lain. Dalam hal ini kepentingan orang lain tersebut jauh lebih penting untuk dilindungi daripada perbuatan (delik) yang dilakukan.204 Contohnya pemadam kebakaran yang memasuki atau merusak sebahagian rumah orang untuk mencegah menjalarnya api dalam kebakaran tidak dapat dipidana.

Dokumen terkait