• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

C. Alasan-Alasan yang Menjadi Dasar Perubahan Status PLN dar

2. Alasan Non Yuridis

Namun upaya pengalihan sumber bahan bakar tersebut untuk tujuan efisiensi tetap saja tujuan efisiensi tersebut tidak maksimal tercapai. Sebab kebutuhan akan tenaga listrik setiap tahunnya permintaan dari masyarakat baik di kota maupun di desa-desa terpencil cukup tinggi sedangkan sumber dana investasi dari APBN, dana internal, dan pinjaman/hutang tidak sebanding dengan kebutuhan dana pengembangan.

Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) mengatakan, restrukturisasi PLN mutlak merupakan agenda dari Asian Develompment Bank (ADB) yang tidak bisa ditawar-

tawar oleh Pemerintah Republik Indonesia. Terbukti bahwa ADB memberikan pinjaman (loan) sebesar US$ 380 juta dan US$ 20 juta untuk technical assistance,

bahkan Bank Dunia sekalipun turut mendukung program tersebut dengan memberikan pinjaman sebesar US$ 300-400 juta.94

Pinjaman (loan) sejumlah tersebut sehubungan pula dengan rencana usaha

pengembangan distribusi yang diperkirakan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2025, PLN memerlukan pendanaan investasi sistem kelistrikan sekitar US$ 5.097,4

93

Riilnya dari upaya tersebut PT. PLN (Persero) mendirikan jenis-jenis pembangkitan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).

94

Imam Kukuh Pribadi (Tim Penyusun: Imam Kuku Pribadi, Bambang Heryawan, Budi Setianto, Dodo Dwi Sukmono, Kunto Herwin Bono, Rza Fauzi, dan Achmad Fauzi), Liberalisasi Kelistrikan...Op. cit., hal. 8.

juta yang diperlukan untuk perluasan jaringan tegangan menengah dan tegangan rendah, menambah kapasitas trafo distribusi dan sambungan pelanggan baru.95

Dalam perubahan status PLN dari Perum menjadi Persero tersebut sebenarnya ada tiga poin besar yang dikehendaki oleh IMF, antara lain:96

a. Pelaksanaan program restrukturisasi sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan oleh Pemerintah sebelumnya;

b. Penyelesaian kontrak-kontrak listrik swasta melalui cara renegoisasi terhadap semua kontrak yang telah ditanda tangani sebelumnya; dan

c. Perubahan atau penggantian UU No.15 Tahun 1985 tentang

Ketenagalistrikan.

Ketiga poin besar di atas dianggap oleh IMF tidak sejalan dengan program yang sedang dijalankan IMF, oleh sebab itu, PLN harus direstrukturisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia termasuk segala yang menyangkut tentang perundang-undangan di bidang ketenagalistrikan, bahkan salah satu muatannya perubahan status PLN dari Perum menjadi Persero merupakan produk hukum yang bernuansa politik kapitalis, liberal, dan economic principle.97

Kebijakan dari Konsensus Washington dengan paket kebijakan ekonominya yang dirumuskan oleh IMF (Dana Moneter Internasional), Bank Dunia, dan Departemen Keuangan Amerika Serikat untuk merombak perekonomian campuran (misalnya yang dianut dalam sistem negara kesejahteraan atau welfare state) menjadi

95

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Dep. ESDM), “Profil Perusahaan Pertambangan dan Energi, Edisi Tahun 2007, hal. 537.

96

Imam Kukuh Pribadi (Tim Penyusun: Imam Kuku Pribadi, Bambang Heryawan, Budi Setianto, Dodo Dwi Sukmono, Kunto Herwin Bono, Rza Fauzi, dan Achmad Fauzi), Liberalisasi Kelistrikan...Op. cit., hal. 6.

97

Ibid., hal. 6. Dengan status PLN menjadi Persero tersebut, maka aspek pengelolaan PLN wajib tunduk dan patuh terhadap ketentuan-ketentuan yang digariskan dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang pada hakikatnya prinsip yang dianut dalam UUPT adalah prinsip-prinsip ekonomi untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya.

sistem perkonomian pasar bebas (sistem ekonomi neoliberal). Sistem ini ditawarkan ke negara-negara dunia ketiga atau negara-negara jajahannya dengan cara: pemerintah harus mencabut atau menghapus subsidi, liberalisasi sektor keuangan dan perdagangan serta pelaksanaan privatisasi BUMN dalam suatu negara.98

Kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan antara Pemerinntah Republik Indonesia dengan IMF antara lain menyepakati perubahan terhadap beberapa undang- undang strategis diantaranya UU Ketenagalistrikan, UU Migas, UU Anti Monopoli.99 Dalam kesepakatan tentang PLN, kesediaan Pemerintah Republik Indonesia untuk memecah organisasi PT. PLN (Persero). Pemecahan pada langkah pertama yaitu dengan memisahkan sistem di daerah luar Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan menjadikannya sebuah perusahaan terpisah yang disebut dengan Perusahaan Listrik Regional (Regional Elektricity Company) disingkat REC.100

Terjadinya praktik monopoli alamiah (natural monopoly)101 maka terbuka

peluang dua pilihan yang mungkin akan terjadi misalnya monopoli itu dilakukan oleh pihak pemerintah atau monopoli dilakukan oleh pihak swasta.102

98

Ibid., hal. 6-7.

Berlakunya UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dan PP No.3 Tahun 2005 tentang

99

Ibid., hal. 5.

100

Ibid., hal. 7.

101

Monopoli alamiah dalam konteks ini diartikan sebagai tindakan-tindakan penguasaan terhadap pasar ekonomi yang dilakukan oleh satu pihak baik penguasaan pangsa pasar dengan cara- cara sendiri dan membuat aturan sendiri-sendiri atau kelompok.

102

Bismar Nasution, ”Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi”, Pidato (Makalah berbentuk teks) yang Disampaikan pada Upacara Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di Hadapan Rapat Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara, Gelanggang Mahasiswa USU, Medan, Sabtu, Tanggal 17 April 2004, hal. 3.

Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, PT. PLN (Persero) diserahi tugas sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK).103

Awalnya dalam UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan Pemerintah masih beranggapan bahwa listrik masih sebagai infrastruktur dengan orientasi laba (benefit oriented) dan pemerintah beranggapan bahwa listrik merupakan cabang

produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga listrik harus dikuasai oleh negara.

Berarti PLN di sini berada pada model kompetisi yang disebut vertical integrated monopoly di mana pemerintah melakukan

monopoli tunggal.

104

Setelah diundangkan UU No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, listrik merupakan komoditi penuh dengan orientasi Pemerintah menjadi benar-benar berorientasi keuntungan semata (profit oriented) melalui upaya meliberalisasi sektor

ketenagalistrikan dengan hadirnya pihak swasta.

105

Pengusahaan di bidang listrik melibatkan pihak badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat dapat berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik.106

103

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Dep. ESDM), Op. cit., hal. 526.

104

Imam Kukuh Pribadi (Tim Penyusun: Imam Kuku Pribadi, Bambang Heryawan, Budi Setianto, Dodo Dwi Sukmono, Kunto Herwin Bono, Rza Fauzi, dan Achmad Fauzi), Liberalisasi Kelistrikan...Op. cit., hal. 8.

105

Ibid., hal. 9. Baik dalam UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (lama) maupun setelah diundangkan UU No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (sekarang), status PLN sudah menjadi Persero dan pengusahaan di bidang listrik melibatkan pihak badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat dapat berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik.

106

Satu per satu perusahaan-perusahaan listrik swasta mulai bermunculan yang salah satu diantaranya adalah PT. Esitas Pacific yang merupakan perusahaan listrik swasta berupa Penanaman Modal Asing (PMA) asal Eropa dan anak perusahaan dari Esitas Group Companies yang berkantor di Istanbul, Turki. Beroperasi secara resmi di Indonesia pada tahun 2008 di kawasan industri Jababeka, Cikarang Bekasi-Jawa Barat. Kehadiran PT. Esitas Pacific ini sebagai pemasok transformer yang dibutuhkan oleh PT. PLN (Persero) dan sejumlah Independent Power Producer (IPP).107

Restrukturisasi PT. PLN (Persero) di bawah pengawasan ketat IMF. Penting untuk disadari bahwa di jaman globalisasi saat ini kapitalisme membuat banyak orang menjadi kaya raya dan menjadikan orang lain yang lemah secara ekonomi akan semakin tertindas. Dalam hal ini inspirasi George Soros membuat dirinya menjadi kaya raya dari kapitalisme.108

Kesepakatan PT. PLN (Persero) dan IMF seakan-akan menjadi pilihan akhir dan mutlak serta sangat menentukan pemulihan perekonomian Negara Indonesia. bahkan pada kenyataannya IMF sekan-akan lebih berkuasa daripada Presiden, DPR maupun MPR karena sering kali isu ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat dipaksa harus dikesampingkan petinggi Republik ini karena telah ditetapkan dalam IMF tersebut.

109

107

Rahmat Wijaya, “PT. Esitas Pasific Berikan Kepuasan Kepada Konsumen”, Dalam Majalah Listrik Indonesia, Edisi 18, Tanggal 10 Mei - 10 Juni 2011, hal. 50-51.

108

Sodiq, “Spekulasi George Soros”, Artikel dalam Majalah Badan Usaha Milik Negara, Edisi Januari 2008, Jakarta, hal. 40-41.

109

Perubahan status PLN dan pergantian regulasi di bidang ketenagalistrikan terus-menerus dilakukan oleh pihak Pemerintah Republik Indonesia, kiranya di tengah-tengah perubahan dan pergantian regulasi di bidang ketenagalistrikan tersebut, rakyat Indonesia nampaknya tidak seluruhnya mengetahui apa yang terjadi antara Pemerintah dengan IMF. Sesungguhnya IMF tidak dapat berbuat banyak dalam pemulihan perekonomian Indonesia demikian pula halnya dalam masalah kelistrikan, IMF ternyata tidak dapat diharapkan memberikan langkah penyelesaian yang berpihak kepada kepentingan rakyat Indonesia.110

IMF sebenarnya terus melakukan tekanan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk meliberalisasi pengusahaan tenaga listrik dengan kehadiran perusahaan-perusahaan listrik swasta di Indonesia sehingga Pemerintah mau tidak mau harus mengubah status PLN dari Perum menjadi Persero sebagai salah satu langkah untuk mengantisipasi pesaing swasta dalam rangka mengurangi beban subsidi listrik kepada rakyat. Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini dituntut secara tidak langsung oleh pihak IMF untuk menjadikan status PLN sebagai Persero. Walaupun ketergantungan kepada IMF saat ini dapat dikurangi dengan semakin berkurangnya utang Indonesia, tetapi dengan masuknya Indonesia ke dalam anggota WTO, membuat Indonesia tidak dapat melepaskan dari keterikatan pengaruh dari luar untuk pengelolaan tentang ketenagalistrikan Indonesia.

110

Dokumen terkait