• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

A. Perkembangan Bentuk-Bentuk Badan Usaha Milik Negara

Dalam perkembangannya UU No.19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara digantikan melalui UU No.9 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang. Ketentuan dalam UU No.9 Tahun 1969 tentang Bentuk- Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang, membagi Perusahaan Negara ke dalam tiga bentuk yakni: Perjan, Perum, dan Persero. Dalam hal ini lebih dahulu Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1967 dikeluarkan untuk memenuhi ketentuan dalam UU No.19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, kemudian baru diundangkannya UU No.9 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1967 sekaligus menghapuskan Badan Pimpinan Umum (BPU), baik yang dibentuk berdasarkan UU No.19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, ataupun dengan Peraturan-peraturan lainnya, sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi dualisme dalam pimpinan Perusahaan Negara, dan memungkinkan terlaksananya dekontrol dan debirokratisasi secara tegas antara Pemerintah/Departemen dengan perusahaan Negara.

Dikatakan sebagai Perusahaan Negara menurut Pasal 6 UU No.19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, adalah:

2. Modal perusahaan negara tidak terbagi atas saham-saham; dan

3. Semua alat likuid disimpan dalam bank yang ditunjuk oleh Pemerintah.

Modal Perusahaan Negara merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan. Pemisahan modal Perusahaan Negara dari Kekayaan Negara sesuai dengan kedudukannya sebagai badan hukum yang harus mempunyai kekayaan sendiri terlepas dari pada kekayaan umum Negara dan dengan sedemikian dapat dipelihara terlepas dari pengaruh anggaran pendapatan dan belanja Negara. Ratio dari pada modal Perusahaan Negara tidak terbagi atas saham-saham dimaksud untuk mencegah partisipasi.58

UU No.19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, berlaku untuk semua Perusahaan Negara yang modal keseluruhannya adalah milik Negara Republik Indonesia. Tidak termasuk dalam hal ini perusahaan campuran di mana modalnya dimiliki dan terbagi atas saham Pemerintah dan Swasta. Modal Perusahaan Negara tidak dapat dibagi dalam bentuk saham-saham, hal ini dimaksudkan untuk menghalangi sektor-sektor swasta ikut memiliki saham Perusahaan Negara. Perusahaan Negara tidak dapat membentuk anak perusahaan.59

Sebelum diundangkan UU No.19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, sebenarnya sudah ada dasar hukum berupa inpres mengenai pembagian Perusahaan Negara ke dalam tiga bentuk, yaitu Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1967 tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara Kedalam

58

T. Mulya Lubis dan Richard M. Buxbaum, Peranan Hukum Dalam Perekonomian di Negara Berkembang, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986), hal. 216.

59

Tiga Bentuk Usaha Negara. Dalam Inpres ini bentuk Perusahaan Negara sudah dibagi dalam 3 (tiga) bentuk yakni, Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Perseroan (Persero).60

Penyederhanaan perusahaan negara ke dalam 3 (tiga) bentuk: Perjan, Perum, dan Persero, agaknya dapat diperhatikan pada bagian konsideran Inpres Nomor 17 Tahun 1967. Oleh sebab pertimbangan karena:

1. Kenyataan sekarang terdapat banyak sekali perbedaan-perbedaan dalam bentuk, status hukum, struktur organisasi sistem kepegawaian, administrasi keuangan dan lain-lain perusahaan-perusahaan negara;

2. Untuk lebih memanfaatkan perusahaan-perusahaan Negara dalam rangka pembangunan ekonomi serta kemakmuran Bangsa;

3. Dalam masa transisi menjelang berlakunya undang-undang baru mengenai perusahaan-perusahaan Negara, maka diadakan penerbitan atau penyempurnaan dari perusahaan-perusahaan Negara yang ada diarahkan kejurusan penggolongan dalam tiga bentuk pokok yang telah menjadi konsensus umum baik di antara departemen-departemen maupun perusahaan- perusahaan Negara;

4. Penyempurnaan perusahaan-perusahaan Negara pada pokoknya harus: a. Dihindarkan timbulnya stagnasi/hambatan-hambatan yang merugikan; b. Dipegang teguh pokok-pokok kebijaksanaan stabilisasi ekonomi,

teristimewa soal-soal dikontrol dan dibirokratisasi;

60

c. Dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi serta terjaminnya prinsip- prinsip ekonomi dari pada Perusahaan-perusahaan Negara.

Kehadiran Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1967 tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara Kedalam Tiga Bentuk Usaha Negara, menginstruksikan kepada:

1. Semua Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah lainnya yang membawahi perusahaan-perusahaan Negara dalam segala bentuk; dan

2. Semua Pimpinan bentuk usaha Negara yang berdiri sendiri (yang tidak di bawahi Departemen atau Lembaga Pemerintah).

Presiden menginstruksikan kepada semua Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah serta semua Pimpinan yang non departemen agar mengadakan persiapan penertiban atau penyempurnaan atau penyederhanaan dari setiap usaha-usaha Negara, di mana modalnya untuk sebagian atau seluruhnya baik terdiri dari kekayaan Negara yang dipisahkan maupun dari Anggaran Belanja Negara yang berupa perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perseroan Terbatas, Lembaga, Yayasan dan lain-lain untuk diarahkan kepada 3 (tiga) bentuk pokok usaha negara yaitu:

1. Usaha-usaha Negara Perusahaan (Negara) Jawatan (Departemental Agency);

2. Usaha-usaha Negara Perusahaan (Negara) Umum (Public Coporation); dan

3. Usaha-usaha Negara Perusahaan (Negara) Perseroan (Public atau State

Company).

Ciri-ciri pokok dari ketiga bentuk usaha di atas tercantum dalam keterangan atau penjelasan terlampir dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17

Tahun 1967. Penyederhanaan Perusahaan Negara diartikan dalam Inpres ini sebagai penggabungan ataupun pembubaran, haruslah dilakukan berdasarkan atas prinsip sederhana, ekonomis serta diperolehnya peningkatan efisiensi, efektifitas dan produktifitas usaha dalam rangka kebijaksanaan ekonomi Pemerintah sebagai dijelaskan dalam RAPBN 1968 khususnya dalam rangka penyempurnaan aparatur Pemerintah atau Negara.

Ciri-ciri pokok dari ketiga bentuk usaha negara dijelaskan dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1967 tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara Kedalam Tiga Bentuk Usaha Negara. Penjelasan mengenai ciri-ciri pokok dari ketiga bentuk usaha negara tersebut sebagai berikut:

1. Ciri-Ciri Usaha-Usaha Negara Perusahaan Jawatan (disingkat Perjan):61

a. Makna usaha adalah pelayanan publik (public service) artinya usaha yang

dijalankannya merupakan pengabdian serta pelayanan kepada masyarakat. Usahanya dijalankan dan pelayanan diberikan dengan memegang teguh syarat-syarat efisiensi, efektifitas dan ekonomis (kehematan) serta

management efectiviness dan pelayanan kepada umum masyarakat yang baik

dan memuaskan.

b. Disusun mengenai suatu bagian dari Departemen atau Direktorat Jenderal atau Direktorat atau Pemerintah Daerah.

61

Lampiran A Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1967 tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara Kedalam Tiga Bentuk Usaha Negara, hal. 4.

c. Sebagai salah satu bagian dari susunan Departemen atau Pemerintah Daerah, maka Perusahaan Jawatan mempunyai hubungan hukum publik (publick

rechtelijk verhending). Bila ada atau melakukan tuntutan/dituntut, maka

kedudukannya adalah sebagai Pemerintah atau seijin Pemerintah.

d. Hubungan usaha antara Pemerintah yang melayani dan masyarakat yang dilayani, sekalipun terdapat sistim bantuan/subsidi harus selalu didasarkan atas businees zakelijkheid, cost-accounting principle dan management

effectiviness yang artinya setiap sudsidi yang diberikan kepada masyarakat

selalu dapat diketahui dan dapat dicatat/dibukukan di mana yang diterima oleh masyarakat atau rakyat perseorangan berupa potongan-potongan harga atau mungkin pembebasan sama sekali dari pembayaran (uang sekolah) tetapi apa yang seharusnya dibayar/masuk kepada negara harus benar-benar dinyatakan dalam tanda pembayaran, karcis, jumlah uang yang harus dibayar atau bentuk tanda lainnya dengan dinyatakan secara jelas persentase potongannya atau pembebasan pembayarannya.

e. Tidak dipimpin oleh suatu Direksi tetapi oleh seorang Kepala yang merupakan bawahan suatu bagian dari Departemen atau Direktorat Jenderal atau Direktorat atau Pemerintah Daerah yang memenuhi syarat-syarat

1) Pengabdian kepada tugas, kewajiban dan tujuan diadakannya Perusahaan Negara;

3) Memenuhi kualifikasi obyektif untuk menjamin pimpinan Perusahaan (meliputi kejujuran, technical skill, managerial skill dan enterpreneurial skill).

f. Seperti halnya dengan Badan/Lembaga Pemerintah lainnya mempunyai dan memperoleh segala fasilitas negara.

g. Pegawainya pada pokoknya adalah Pegawai Negeri.

h. Pengawasan dilakukan baik secara hirarki maupun secara fungsional seperti bagian-bagian lain dari suatu Departemen/Pemerintah Daerah.

2. Usaha-Usaha Negara Perusahaan Umum (Publik Corporation) atau disingkat Perum:62

a. Makna usahanya adalah melayani kepentingan umum (kepentingan- kepentingan produksi, distribusi dan konsumsi, secara keseluruhan) dan sekaligus untuk memupuk keuntungan. Usaha dijalankan dengan memegang teguh syarat-syarat efisiensi, efektifitas dan ekonomi, cost-accounting prinsiples and management masyarakat atau nasabahnya.

b. Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan Undang-undang (dengan

wetstuding).

c. Pada umumnya bergerak di bidang jasa-jasa vital (publik utilities). Pemerintah boleh menetapkan bahwa beberapa usaha yang bersifat public utility tidak

perlu diatur, disusun atau diadakan sebagai suatu perusahaan negara (misalnya

62

perusahaan listrik untuk kota kecil yang dapat dibangun dengan modal swasta).

d. Mempunyai nama dan kekayaan sendiri serta kebebasan bergerak seperti perusahaan swasta untuk mengadakan atau masuk kedalam suatu perjanjian, kontrak-kontrak dan hubungan-hubungan perusahaan lainnya.

e. Dapat dituntut dan menuntut dan hubungan hukumannya diatur secara hubungan hukum perdata (private rechtelijk).

f. Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan serta dapat mempunyai dan memperoleh dana dari kredit-kredit dalam dan luar negeri atau dari obligasi (dari masyarakat).

g. Pada prinsipnya secara finansial harus dapat berdiri sendiri kecuali apabila karena politik Pemerintah mengenai tarip dan harga tidak mengijinkan tercapainya tujuan ini. Namun bagaimana politik tarip dan harga dari Pemerintah, cara/sistem yang harus ditempuh adalah ciri Perjan pada huruf d di atas.

h. Dipimpin oleh suatu Direksi.

i. Pegawainya adalah pegawai perusahaan negara yang diatur tersendiri di luar ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi pegawai Negeri atau Perusahaan Swasta Usaha (Negara) Perseroan.

j. Organisasi, tugas, wewenang, tanggung jawab, pertanggungan jawab dan cara mempertanggungjawabkannya serta pengawasan dan lain sebagainya, diatur

secara khusus, yang pokok-pokoknya akan tercermin dalam Undang-Undang yang mengatur pembentukan perusahaan negara itu.

k. Yang karena sifatnya apabila diantaranya ada yang berupa public utility, maka

dipandang perlu untuk kepentingan umum politik tarip dapat ditentukan oleh Pemerintah, dengan cara/sistim yang terdapat pada ciri Perjan huruf d di atas. l. Laporan tahunan perusahaan yang memuat neraca rugi dan negara kekayaan

disampaikan kepada Pemerintah.

3. Usaha-Usaha Negara Perusahaan Perseroan (Public atau State Company), disingkat Persero:63

a. Makna usahanya adalah untuk memupuk keuntungan keuntungan dalam arti, karena baiknya pelayanan dan pembinaan organisasi yang baik, efektif, efisien dan ekonomis secara businees zakelijk, cost accounting principles,

management effectivences dan pelayanan umum yang baik dan memuaskan

memperoleh surplus atau laba.

b. Status hukumnya sebagai badan hukum perdata yang membentuk perseroan terbatas.

c. Hubungan-hubungan usahanya diatur menurut hukum perdata.

d. Modalnya seluruhnya atau sebagian merupakan milik negara dari kekayaan negara yang dipisahkan, dengan demikian dimungkinkan adanya joint atau

mixedenterprise dengan swasta (nasional dan/atau asing) dan adanya

penjualan saham-saham perusahaan milik negara.

63

e. Tidak memiliki fasilitas-fasilitas negara. f. Dipimpin oleh suatu Direksi.

g. Pegawainya berstatus sebagai Pegawai Perusahaan swasta biasa.

h. Peranan Pemerintah adalah sebagai pemegang saham dalam perusahaan Intensitas “medezeggenschap” terhadap perusahaan tergantung dari besarnya

jumlah saham (modal) yang dimiliki atau berdasarkan perjanjian tersendiri antara pihak Pemerintah dan pihak pemilik (atau pendiri) lainnya.

Jelas perbedaan dan persamaan dari ciri-ciri Perjan, Perum, dan Persero sebagaimana di atas menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1967 tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara Kedalam Tiga Bentuk Usaha Negara di atas, bahwa ciri yang paling menonjol untuk Perjan adalah murni melaksanakan pelayanan semata-mata untuk kepentingan publik, sedangkan Perum dan Persero ciri utamanya mencari untung atau laba di samping Perum dan Persero juga berfungsi sebagai pelayanan publik.64

Kendatipun telah ada UU No.19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara dan Inpres Nomor 17 Tahun 1967 tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara Kedalam Tiga Bentuk Usaha Negara namun keduanya dirasakan tidak efisien sehingga dalam keadaan darurat (memaksa) Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara.

64

Perppu Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara ini kemudian ditetapkan menjadi undang-undang melalui UU No.9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang.65

a. Perusahaan Jawatan (Perjan) adalah Perusahaan Negara yang didirikan dan diatur menurut ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Indonesische

Bedrijvennwet (Stbl. 1927: 419 sebagaimana yang telah beberapa kali diubah

dan ditambah).

Ketentuan dalam UU No.9 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang- Undang, kemudian membagi Perusahaan Negara ke dalam tiga bentuk yakni: Perjan, Perum, dan Persero. Dalam Pasal 2 UU No.9 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang, dibagi:

b. Perusahaan Umum (Perum) adalah Perusahaan Negara yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam UU No.19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara.

c. Perusahaan Perseroan (Persero) adalah perusahaan dalam bentuk Perseroan Terbatas seperti diatur menurut ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl. 1847:23 sebagaimana yang telah beberapa kali diubah dan ditambah), baik yang saham-sahamnya untuk sebagiannya maupun seluruhnya dimiliki oleh Negara.

65

Baik Indonesische Bedrijvennwet (Stbl. 1927: 419) (dasar hukum Perjan), UU

No.19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (dasar hukum Perum), maupun Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl. 1847:23) (dasar hukum Persero) menurut Penjelasan huruf B UU No.9 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang sampai saat ini masih tetap berlaku. Kehadiran UU No.9 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang, yang lebih penting adalah meletakkan dasar hukum untuk ketiga bentuk usaha negara dimaksud.

Setelah diundangkannya UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, perusahaan-perusahaan BUMN terbagi dua kelompok:

a. BUMN yang mempunyai posisi sebagai pelaksana Public Service Obligation

(PSO) atau agent of development.

b. BUMN yang non PSO yaitu BUMN yang semata-mata sebagai entitas bisnis. Pemerintah memberikan prioritas kepada BUMN PSO sedangkan untuk BUMN non PSO tidak ada tambahan dari negara.66

Pada Perum Menteri Keuangan vq Pemerintah bertindak sebagai pemilik modal, sedangkan untuk Persero Menteri Keuangan cq Pemerintah bertindak sebagai pemegang saham negara.67

66

Sugiharto, dkk., Op. cit., hal. 22.

Dalam hal PT. PLN (Persero) sekaligus sebagai salah satu BUMN murni mencari untung atau laba, juga wajib melaksanakan PSO dalam kapasitasnya sebagai salah satu BUMN yang mempunyai posisi sebagai pelaksana

67

Public Service Obligation (PSO) atau agent of development sebagai perintah dari

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 66 ayat (1) UU BUMN.

Kendatipun dikeluarkannya UU BUMN perkembangan perusahaan- perusahaan BUMN di Indonesia juga tidak efektif dan efisien.68

Nuansa politis dari berbagai pihak yang berkepentingan menjadi kental mencampuri urusan BUMN yang ujung-ujungnya menyebabkan BUMN tereksploitasi dan dipolitisir. Pengelola BUMN pun terpaksa ikut arus kehendak politisi sehingga akan mengganggu ruang geraknya menuju efisiensi.

Tidak efektifnya perusahaan-perusahaan BUMN disebabkan karena pemilik perusahaan BUMN adalah Pemerintah dan agen perusahaan adalah BUMN itu sendiri. Sehingga loyalitas kepada Pemerintah sebagai pemilik perusahaan sangat dijunjung tinggi dan cenderung mengenyampingkan prinsip-prinsip pengelolaan BUMN.

69

Upaya-upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG cenderung dikesampingkan.70

Reorientasi pengelolaan BUMN dari yang sebelumnya cenderung dianggap sebagai alat birokrasi menjadi perlakuan BUMN sebagai layaknya sebagai lembaga usaha. Namun kondisi BUMN saat ini juga saja tidak terlepas dari stigma-stigma dengan kuatnya dominasi pejabat negara di BUMN. Kuatnya dominasi pejabat negara dipastikan menimbulkan persoalan-persoalan dalam pengelolaan BUMN itu sendiri.

68

Secara umum rata-rata perusahaan-perusahaan BUMN di Indonesia tidak efisien dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan swasta, walaupun masih ada BUMN yang mengungguli perusahaan swasta seperti BUMN Semen tidak kalah dari perusahaan swasta.

69

Sugiharto, dkk., Op. cit., hal. 3.

70

Kendatipun pemerintah melalui menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero71

Prosedur birokratisasi yang rumit di BUMN dimungkinkan karena BUMN merupakan bentukan pemerintah, maka polanya cenderung menjadi urusan birokrat. Oleh karena persoalan-persoalan demikianlah maka banyak BUMN meninggalkan pola birokrasi menjadi korporasi yang sesungguhnya.

, namun persoalan di BUMN cenderung tetap saja berunsur politis, korupsi, missmanagemen, birokrasi yang berbelit-belit, sentralistik, dan besarnya dominasi atau pengaruh pejabat negara atau pemerintah walaupun dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham.

72

Tujuan menjadikan PLN dengan status sebagai Perum berdasarkan PP No.17 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara, sejalan dengan tujuan pembangunan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, guna mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

73 Dengan menjadikan status PLN sebagai Perum untuk

mendorong peningkatan kegiatan ekonomi rakyat dengan cara penyediaan tenaga listrik, pemanfaatan, dan pengelolaannya tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata dengan mutu pelayanan yang baik.74

71

Pasal 1 angka 5 UU BUMN.

72

Arwin Rasjid, dalam Sugiharto, dkk., Op. cit., hal. 194.

73

Konsideran huruf a UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.

74

Dalam kondisi PLN sebagai Perum sekalipun pengusahaan tenaga listrik tidak murni difungsikan untuk menyelenggarakan pelayanan kepentingan umum, kesejahteraan, dan kemakmuran rakyat, sebab Perum juga berfungsi mencari untung. Berlakunya PP No.17 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara, Pemerintah sebagai pemilik PLN bertujuan mencari untung di samping juga melaksanakan pelayanan umum untuk kesejahteraan rakyat. PLN bukan lagi memiliki tugas dan fungsinya sebagai perusahaan negara yang murni melaksanakan pelayanan bagi kepentingan umum.

Demikian pula dengan diubahnya status PLN Perum menjadi PT. PLN (Persero) berdasarkan PP No.23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), PLN harus benar-benar mencari untung berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan perseroan. Tetapi dalam posisi PT. PLN (Persero), Menteri Keuangan cq Pemerintah tidak bukan sebagai pemilik perusahaan melainkan sebagai pemegang saham perusahaan.

Pemerintah di sini hanya sebagai pemegang saham baik seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Berarti modal dan saham-saham PT. PLN (Persero) merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian dan melakukan kegiatan usaha di bidang kelistrikan dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta peraturan pelaksanaannya.

Dokumen terkait