• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Teori-teori yang Mendukung

2.1.4 Alat Peraga Matematika berbasis Montessori

Pengertian alat peraga berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 37) adalah alat bantu dalam pengajaran untuk memeragakan sesuatu supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak didik. Kekhasan alat peraga adalah alat pembelajaran yang dapat diperagakan oleh guru pada suatu konsep teoretis sehingga lebih mudah dipahami.

20 Sudono (2010: 14) mengungkapkan bahwa alat peraga adalah alat yang berfungsi untuk menerangkan suatu mata pelajaran tertentu dalam suatu proses belajar mengajar. Arsyad (2007: 4) mengemukakan bahwa alat bantu mengajar yang dapat digunakan sebagai penyalur atau penghubung pesan ajar yang diciptakan secara terencana oleh guru adalah media pembelajaran.

Guru sering membedakan antara alat peraga dan media, namun banyak pula yang menggunakan kedua istilah itu saling berganti untuk menunjukkan kepada suatu alat atau benda yang sama (Anitah, 2010: 6). Sebetulnya perbedaannya ada pada fungsi, bukan pada substansi maupun benda itu sendiri. Sesuatu disebut sebagai alat peraga bila fungsinya sebagai alat bantu belaka, dan disebut media bila merupakan integral dari seluruh kegiatan pembelajaran, serta ada pembagian tanggung jawab antara guru di satu pihak dan media di lain pihak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa alat peraga merupakan bagian dari media pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperagakan sebuah konsep yang abstrak agar siswa menjadi lebih mudah dalam memahaminya.

Beberapa ahli telah membahas manfaat alat peraga. Alat peraga bermanfaat untuk menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, bahan pelajaran akan menjadi lebih jelas maknanya sehingga akan lebih mudah dipahami oleh siswa, metode mengajar guru akan menjadi lebih inovatif, dan siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran (Arsyad, 2007: 21-23; Munadi, 2010: 37-48).

2.1.4.2 Alat Peraga Montessori

Alat peraga matematika menurut Montessori adalah material yang dirancang dengan konsep dan desain yang unggul berdasarkan cakupan pemahaman matematika yang akan dicapai (Lillard, 1997: 137). Alat peraga matematika Montessori tidak dirancang untuk “mengajar matematika” tetapi untuk membantu siswa mengembangkan pikiran matematikanya: memahami perintah, urutan, abstraksi, dan memiliki kemampuan untuk mengonstruksikan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki menjadi suatu konsep baru.

Alat peraga Montessori merupakan alat yang digunakan sebagai penyampai pesan dalam pembelajaran dengan menerapkan metode Montessori. Alat peraga yang digunakan memuat ciri-ciri yaitu menarik, mengandung unsur

21 gradasi, memiliki pengendali kesalahan, dapat membelajarkan siswa secara mandiri, dan kontekstual.

2.1.4.3 Ciri-ciri alat peraga Montessori

Montessori sangat memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan anak secara mendetail, misalnya pembuatan meja dan kursi yang disesuaikan dengan ukuran anak, berat kursi dan meja yang dapat dipindah-pindah oleh anak, dan dibedakan juga meja untuk kerja kelompok dan untuk bekerja secara individual (Montessori, 2002: 81). Setiap pemilihan dan pembuatan alat dalam pembelajaran Montessori selalu memiliki arti dan alasan penggunaannya. Ciri-ciri dari alat tersebut dapat diperinci sebagai berikut.

1. Menarik

Montessori (2002: 81) mengemukakan bahwa setiap media pembelajaran harus mengandung unsur keindahan. Unsur tersebut dapat dilihat dari segi warna sehingga mengundang minat siswa untuk belajar. Alat-alat peraga harus dibuat menarik bagi siswa agar secara spontan siswa ingin menyentuh, meraba, memegang, merasakan, dan menggunakannya untuk belajar. Tampilan fisik alat peraga harus mengombinasikan warna yang cerah dan disukai siswa. Dengan demikian, siswa akan menggunakan sensorialnya untuk belajar.

2. Memiliki gradasi

Alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran mengandung unsur gradasi. Gradasi yang dimaksud adalah rangsangan rasional yang nampak pada penggunaan alat yang melibatkan beberapa indera. Alat peraga harus memiliki gradasi rangsangan yang rasional terkait warna, bentuk, dan usia anak. Alat peraga sebanyak mungkin melibatkan penggunaan panca indera, dan juga dapat digunakan untuk berbagai usia perkembangan anak dengan tingkat abstraksi pembentukan konsep-konsep yang semakin kompleks. Untuk memperkenalkan gradasi warna merah, misalnya, kartu-kartu warna merah dibuat dengan 10 gradasi dari kartu berwarna merah sangat tua sampai dengan kartu berwarna merah sangat muda.

3. Memiliki pengendali kesalahan (auto correction)

Setiap alat peraga Montessori memiliki pengendali kesalahan yang bertujuan agar anak dapat mengetahui kebenaran dan ketepatan dalam aktivitas

22 yang dilakukannya bersama suatu alat peraga secara mandiri. Contohnya pada saat anak melakukan permainan “incastri solidi”, ketika anak melakukan kesalahan dalam memasangkan inkastri dengan lubangnya, anak akan mengeluarkan inkastri tersebut kemudian melakukan percobaan berulang-ulang hingga dia dapat memasukkan inkastri pada lubang yang tepat (Montessori, 2002: 170-171).

Pengendali kesalahan yang dimaksud dalam hal ini adalah setiap alat yang digunakan memiliki penunjuk bahwa sedang terjadi kesalahan pada apa yang dilakukan anak dalam penggunaan alat. Anak juga belajar dari kesalahan yang dilakukan dalam rangka membangun dirinya untuk lebih teratur, misalnya anak membuat gaduh ketika memindah kursi. Melalui suara yang ditimbulkan dari gesekan kursi dengan lantai, pengalaman tersebut dijadikan pelajaran untuk siswa agar dapat memindah kursi dengan hati-hati (Montessori, 2008: 83-85).

4. Membelajarkan siswa secara mandiri (auto education)

Alat peraga dalam pembelajaran Montessori dirancang berdasarkan tahap perkembangan anak sehingga sesuai dengan kebutuhan anak. Alat peraga Montessori juga didesain untuk mudah dipindahkan oleh anak-anak sendiri sehingga anak dapat memilih kenyamanannya sendiri secara bebas untuk meggunakan alat peraga selama pembelajaran (Montessori, 2008: 83-84). Bagi anak-anak, kemandirian berarti bebas untuk melakukan hal-hal yang membuat mereka bebas dari campur tangan orang dewasa. Bagi anak, kemandirian berarti mampu melakukan sepenuhnya oleh dirinya sendiri (Montessori dalam Gutek, 2013: 75). Pada dasarnya, anak-anak bersemangat untuk mempelajari hal-hal baru maupun keterampilan-keterampilan baru. Dengan inisiatif mereka sendiri, mereka akan bertahan pada tugas yang mereka lakukan dan terus mengulang-ulanginya hingga mereka dapat menguasainya dengan baik. Montessori menyimpulkan bahwa anak-anak tidak harus dipaksa untuk belajar (Gutek, 2013: 74). Dengan demikian, penghargaan dan hukuman tidak diperlukan dalam proses pembelajaran.

Montessori menyadari bahwa intervensi yang tepat diperlukan pada saat-saat tertentu tetapi harus dikurangi secara bertahap ketika anak-anak telah semakin mandiri. Kemandirian merupakan pondasi bagi nilai-nilai ketekunan pada sebuah tugas, ketahanan dalam mengerjakan sesuatu hingga tugas tersebut dapat

23 dikerjakan dengan benar, dan kepuasan pada sebuah pekerjaan yang dikerjakan dengan baik.

5. Kontekstual

Satu ciri alat peraga yang ditambahkan adalah kontekstual. Kontekstual yang dimaksud dalam alat peraga yang dikembangkan bahwa bahan-bahan yang digunakan mudah ditemukan di lingkungan sekitar sekolah dan sudah dikenal oleh siswa. Seperti yang dilakukan Montessori ketika mengawali pelayanan pendidikan, Montessori menggunakan alat seadanya yang disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dialami siswa. Montessori mengembangkan alat peraga yang terbuat dari bahan yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar yaitu kayu dan pasir.

Kontekstual diterapkan dalam pembelajaran untuk mengaitkan materi dengan lingkungan atau masalah sehari-hari yang dialami oleh siswa. Hal ini dijelaskan oleh Depdiknas melalui pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual (Depdiknas, 2003: 1) adalah pendekatan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa. Siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Johnson (2007: 14) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.

Dengan demikian, kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan sehingga siswa dapat menemukan makna. Suasana kontekstual dapat diciptakan dengan menghadirkan alat peraga yang berasal dari lingkungan sekitar siswa sehingga siswa dapat mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari mereka agar menciptakan suasana kontekstual bagi siswa. Dengan demikian, peneliti menambahkan ciri kontekstual.

24 2.1.4.4 Alat peraga Papan Bilangan Bulat berbasis metode Montessori

Alat peraga memiliki berbagai macam fungsi, salah satunya adalah fungsi manipulatif. Sebagaimana dikemukakan oleh Munadi (2010: 41), fungsi manipulatif media pembelajaran atau alat peraga dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan ruang dan waktu dimana alat peraga dapat menghadirkan objek yang sulit dihadirkan dalam bentuk aslinya.

Alat peraga yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah Papan Bilangan Bulat. Alat peraga tersebut dirancang berdasarkan empat ciri alat peraga Montessori dan satu ciri tambahan. Empat ciri tersebut adalah (1) menarik, (2) bergradasi, (3) auto correction, (4) auto education. Ciri tambahan dalam penelitian ini adalah kontektual. Unsur menarik yang terdapat dalam alat peraga yang dikembangkanadalah warna alat peraga yang digunakan sesuai dengan keinginan siswa. Gradasi terdapat pada penggunaan alat peraga yang melibatkan lebih dari satu indera dan alat peraga dapat digunakan untuk materi pada kompetensi dasar selanjutnya. Pengendali kesalahan terletak pada penempatan biji bilangan. Jika masih ada biji yang berpasangan di Papan Bilangan Bulat, maka siswa belum bisa mendapatkan jawaban yang benar. Selain itu, di balik kartu soal terdapat kunci jawaban yang dapat digunakan oleh siswa mengecek benar atau salahnya jawaban yang ia peroleh setelah menggunakan alat peraga. Alat peraga dapat membelajarkan siswa secara mandiri, siswa dapat belajar menggunakan alat peraga sendiri ataupun dengan teman tanpa tergantung oleh keberadaan guru. Alat peraga yang dirancang dapat dikatakan kontekstual karena menggunakan bahan dasar dari kayu yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar.

Papan dan biji bilangan dapat digunakan untuk merepresentasikan bilangan bulat positif dan negatif. Bilangan bulat positif mudah untuk dipahami oleh siswa. Bilangan bulat positif merupakan konsep yang sulit dipahami oleh siswa karena merupakan konsep yang abstrak. Oleh sebab itu, papan dan biji bilangan dapat digunakan sebagai alat peraga manipulatif untuk menghadirkan objek yang sulit untuk dihadirkan dalam bentuk nyatanya.

Cara untuk memanipulasi bilangan bulat positif dan negatif adalah sebagai berikut: papan bagian atas digunakan untuk menempatkan biji positif dan papan bagian bawah dapat digunakan untuk menempatkan biji negatif. Biji bilangan

Dokumen terkait