• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Alginat

Alginat adalah garam dari asam alginat yang banyak dijumpai dalam bentuk natrium alginat. Garam ini akan larut dalam air dengan kation monovalen dan amin dengan berat molekul yang rendah (McNeely dan Pettit 1973). Berat molekul dari asam alginat bervariasi tergantung dari metode preparasi dan sumber rumput lautnya. Adapun natrium alginat memiliki berat molekul berkisar antara 35000 sampai 1,5 juta (Cooke dan Smith 1954; Smidsrod dan Hugh 1968 dalam Chapman 1970).

Alginat atau algin yang sesungguhnya adalah istilah generik dari garam-garam dan turunan asam alginat. Secara komersial, alginat terdapat sebagai

natrium alginat, kalium alginat, amonium alginat, dan propilen glikol alginat. Produknya dibuat dalam berbagai ukuran kehalusan, kekentalan, dan kandungan kalsiumnya untuk memberikan sifat fungsional khusus bagi bahan pangan dan produk-produk industri (Fardiaz 1989). Komponen penyusun alginat adalah asam manuronat dan asam guluronat dimana alginat merupakan nama umum untuk garam dari asam alginat (McNelly dan Pettit 1973).

2.4.1. Struktur kimia alginat

Asam alginat merupakan senyawa awal (prekusor) dari garam alginat

yang merupakan suatu polimer poliglukoronat yang terdiri dari asam D-mannuronat dan asam L-guluronat yang terikat melalui atom-atom karbon 1 dan 4. Terdapat tiga jenis potongan polimer asam alginat yang diperoleh melalui

proses hidrolisis (penguraian zat karena bereaksi dengan air) ringan, pertama adalah polimer mannuronat yang terdiri dari asam D-mannuronat; kedua adalah polimer guluronat yang terdiri dari asam L-guluronat; ketiga adalah polimer asam

D-mannuronat dan asam L-guluronat yang terletak berselang-seling (Winarno 1996). Struktur kimia alginat dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Struktur kimia asam polimannuronat, poliguluronat dan kopolimer berganti pada alginat

Sumber: FAO (1997) 2.4.2. Sifat fisika dan kimia alginat

Asam alginat merupakan asam organik kompleks yang termasuk

golongan karbohidrat serta dapat diekstrak dari rumput laut (Chapman dan Chapman 1980). Alginat dipasarkan sebagian besar berupa natrium

alginat, yaitu suatu garam alginat yang larut dalam air. Jenis alginat lain yang larut dalam air adalah kalium dan ammonium alginat, sedangkan alginat yang tidak larut air adalah kalsium alginat dan asam alginat (Winarno 1996).

Larutan alginat akan bereaksi dengan kation-kation divalen dan trivalen untuk membentuk gel. Gel akan terbentuk pada suhu kamar dan gel tersebut akan mencair bila dipanaskan. Gel-gel ini dapat diaplikasikan pada bermacam-macam industri, khususnya kalsium (Ca) yang digunakan sebagai ion divalen. Larutan asam alginat dapat membentuk gel yang bersifat lebih lunak daripada gel kalsium alginat. Gel dari asam alginat dapat mencair dalam mulut sehingga dapat

diaplikasikan dalam industri makanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

sifat-sifat larutan alginat adalah suhu, konsentrasi, dan ukuran polimer (McNelly dan Pettit 1973).

Asam alginat, seperti bentuk-bentuk asam bebas dari polisakarida lainnya, memiliki kestabilan yang terbatas. Jika disimpan pada suhu 4 oC atau lebih rendah, asam alginat akan mengalami perubahan sekitar 20-30 % selama setahun. Tetapi, jika disimpan dalam keadaan beku kestabilan alginat akan tetap selama setahun. Sebaliknya, garam alginat memiliki sifat yang lebih stabil.

Meskipun demikian, penyimpanan pada suhu rendah dan tempat yang kering dapat lebih meningkatkan kestabilan garam-garam alginat (Fardiaz 1989).

Adanya kation, pelarut, atau polimer lain pada umumnya mempengaruhi sifat-sifat hidrokoloid terlarut, yaitu peningkatan viskositas, pembentukan gel, dan pengendapan. Senyawa ini akan berkompetisi dengan hidrokoloid dalam proses

pengikatan air atau hidrasi dan dapat menyebakan penurunan laju hidrasi (King 1983).

Viskositas asam alginat yang berasal dari rumput laut sangat bervariasi tergantung pada jenis spesiesnya (Chapman dan Chapman 1980). Viskositas dari larutan alginat terutama dipengaruhi oleh konsentrasi, pH, berat molekul, suhu, dan adanya kation logam polivalen. Semakin tinggi konsentrasi atau berat molekul, maka semakin tinggi viskositasnya.

Viskositas dari larutan garam alginat yang larut dalam air tidak menunjukkan perubahan pada kisaran pH 5,5-11. Penurunan pH akan meningkatkan viskositas alginat dan pembentukan gel. Pembentukan gel terjadi

pada kisaran pH tertentu, juga dipengaruhi oleh kadar kalsium yang tersedia (King 1983). Seperti larutan polisakarida lainnya, viskositas larutan alginat akan

turun seiring dengan kenaikan suhu. Penurunan viskositas tersebut kira-kira 12 % untuk setiap kenaikan suhu 6,5 oC (Cottrel dan Kovacs 1980).

Larutan garam-garam alginat akan membentuk gel dalam larutan asam atau dengan adanya kation Ca2+ dan kation logam lainnya. Gel biasanya terbentuk dengan membebaskan ion Ca2+ atau ion logam polivalen lainnya. Cara ini akan menghasilkan gel dengan penampakan yang bening dan tidak meleleh pada suhu ruang (Glicksman 1983). Standar mutu internasional untuk asam alginat yang

telah ditetapkan sesuai dengan Food Chemical Codex (FCC) disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar mutu asam alginat dan natrium alginat

Karakteristik Asam Alginat Natrium Alginat

Kadar As Kadar Pb

Logam Berat (Hg) Kadar Abu

Kadar susut pengeringan

< 3 ppm < 10 ppm < 0,004 % < 4 % < 15 % < 3 ppm < 10 ppm < 0,004 ppm 18-27 % < 15 % Sumber: FCC (1981)

2.4.3. Ekstraksi alginat

Alginat pertama kali diekstraksi oleh Stanford tahun 1881 dari rumput laut coklat. Proses ekstraksi alginat adalah sebagai berikut: Bahan rumput laut coklat dicuci dengan air dingin atau asam untuk melarutkan garam-garam kalium, iodium, dan garam anorganik lain yang larut dalam air. Bahan ini dimasak dengan larutan 10 % Na2CO3 selama 24 jam. Bahan-bahan selulosa dipisahkan dengan cara penyaringan. Filtrat natrium alginat diberi HCl atau H2SO4 sehingga asam alginat mengendap. Pemucatan dilakukan selama pengendapan berlangsung dengan pemberian NaOCl. Pengeringan dapat dilakukan pada bak terbuka dengan panas matahari, oven atau dengan pengering drum. Produk dapat dijual dalam

bentuk garam natrium, kalium, atau ammonium alginat (Tseng 1946; Chapman dan Chapman 1980).

Proses ekstraksi alginat di Amerika yang telah diberi hak paten adalah proses dingin Green (Green’s Cold Process) dan proses Le Gloahec-Herter. Sementara di Taiwan, proses Le Gloahec-Herter dipadukan dengan proses Green untuk mengembangkan studi kelayakan industri alginat (Yunizal 2004).

Metode ekstraksi “Green cold” dan “Le Gloahec-Helter” telah dimodifikasi oleh Yani (1988). Sebelum diekstraksi, rumput laut direndam dalam larutan asam HCl 1 % selama 2 jam, kemudian dicuci dan ditambahkan Na2CO3 sebanyak 10 kali berat rumput laut. Ekstraksi dilakukan pada suhu sekitar 70 oC selama 1 jam, selanjutnya ekstrak alginat dipisahkan dari selulosa dengan menggunakan “filter press” dengan menambah Celite 10 % dan dapat ditambahkan air untuk membilas sisa ekstrak. Pemberian NaOCl 11,4 % sebanyak 2,5 kali volume dapat dilakukan untuk memutihkan alginat yang dihasilkan. Filtrat kemudian ditambahkan 5 % HCl sebanyak 5 kali volume untuk mengendapkan asam alginat. Endapan asam alginat tersebut kemudian dicuci dengan air dan disaring. Setelah itu ditambahkan Na2CO3 sebanyak satu kali volume untuk mendapatkan natrium alginat. Tahap pemurnian dapat dilakukan dengan menggunakan isopropanol 95 % (Yani 1988).

Ekstraksi natrium alginat dilakukan dengan menggunakan larutan Na2CO3 10 % selama 2 jam pada suhu 60-70 oC. Selanjutnya penyaringan dengan menggunakan filter press sebelum diekstrak ditambahkan filter aid dan air.

Setelah itu diperoleh filtrat yang kemudian diputihkan dengan larutan NaOCl 11 %. Penambahan CaCl2 sebanyak 10 % ke dalam filtrat dilakukan

sampai pH larutan mencapai 9. Penggunaan CaCl2 ini dimaksudkan untuk mengikat alginat dalam bentuk asam alginat, yaitu kalsium alginat. Selanjutnya ditambahkan HCl 4 % sebanyak 2,5 kali berat rumput laut untuk mendapatkan asam alginat. Pengendapan natrium alginat dapat dilakukan dengan penambahan

isopropanol dan dikeringkan dengan oven pada suhu 50-60 oC (Anggadiredja et al. 2006).

2.4.4. Manfaat dan kegunaan alginat

Penggunaan alginat sangat luas, baik di bidang pangan maupun non pangan. Alginat berfungsi sebagai pengental, pengemulsi, dan penstabil (Chapman dan Chapman 1980). Menurut Winarno (1996), alginat banyak digunakan untuk keperluan berbagai industri seperti industri tekstil, makanan, dan industri cat.

Alginat termasuk dalam kelompok GRAS (Generally Recognize as Safe) pada US-FDA (United States – Food and Drugs Administration) (Winarno 1996; McNeely dan Pettit 1973). Berdasarkan hasil analisis dan percobaan pada binatang, natrium alginat dan propilen glikol alginat terbukti aman untuk dikonsumsi dan tidak bersifat alergi atau racun (Winarno 1996).

Alginat merupakan polimer linier dengan berat molekul yang tinggi sehingga mudah sekali menyerap air. Oleh karena itu, alginat baik sekali fungsinya sebagai bahan pengental dan sebagai stabilisator. Peranan alginat khususnya natrium alginat sebagai emulsifier terutama terletak pada sifat daya pengentalnya (Winarno 1996). Alginat dapat juga digunakan sebagai penstabil susu kocok (untuk memberikan keutuhan dan konsistensi yang baik) dan dalam es krim untuk mencegah terbentuknya kristal es yang besar. Es krim dengan kualitas yang baik dihasilkan dengan penambahan natrium alginat 0,5 % (Matyaning 2003 dalam Junaidi 2006).

Alginat banyak digunakan dalam pembekuan produk perikanan. Alginat dan polifosfat ditambahkan pada air untuk glazzing, efektif untuk mencegah terjadinya drip loss, mencegah oksidasi lemak, dan kemunduran mutu lainnya

selama penyimpanan beku (Putro 1978 dalam Luhur 2006). Pada indusri tekstil, alginat digunakan sebagai pengental pada pasta tinta gambar sehingga dihasilkan garis yang jelas dan warna gambar menjadi bagus. Pada beberapa cairan obat, alginat digunakan untuk meningkatkan viskositas dan menjaga suspensi padatan. Alginat juga digunakan sebagai penstabil pasta (Chapman dan Chapman 1980).

Dokumen terkait