• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tentang Alkitab dan Pengakuan Iman: Pasal 6-8 .1 Tentang Kecukupan Kitab Suci untuk Keselamatan

ASAL-USUL DAN AGAMA INDIA TAMIL DIKOTA

EKSISTENSI GEREJA ANGLIKAN HOLY TRINITY BAGI KESUKUAN INDIA TAMIL DIKOTA MEDAN

3.3 Ajaran Anglikan

3.3.2 Tentang Alkitab dan Pengakuan Iman: Pasal 6-8 .1 Tentang Kecukupan Kitab Suci untuk Keselamatan

Kitab Suci berisi semua hal yang perlu untuk keselamatan. Tidak seorangpun diharuskan untuk mempercayai apa pun yang tidak tertulis di dalam Kitab Suci atau yang tidak dapat dibuktikan oleh Kitab Suci sebagai dasar iman, atau menganggapnya

perlu untuk keselamatan. Kitab Suci adalah kitab-kitab kanonik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang otoritasnya tidak pernah disangsikan di dalam Gereja. Kitab-kitab lainnya (seperti dikatakan Jerome) dibaca Gereja sebagai teladan hidup dan pengajaran tentang kelakuan, tetapi tidak digunakan sebagai dasar untuk membangun doktrin apapun. Semua kitab Perjanjian Baru, yang diterima secara umum, kita terima dan mengakuinya sebagai kitab kanonik. Gereja Anglikan mendasarkan ajaran dan praktiknya atas kitab-kitab suci. “Kitab Suci berisi semua hal yang perlu untuk keselamatan.” Ini berarti bahwa ada cukup informasi dalam Kitab Suci yang memberitahu kita tentang kebenaran Iman Kristen itu dan bagaimana kita bisa diselamatkan. Kita tidak memerlukan pengajaran lain dari manapun, untuk memberitahu kita kebenaran hal ini. Semua teologi kita harus didasarkan atas kitab-kitab suci. Itulah sebabnya orang-orang Anglikan menganggap Alkitab-kitab sangat penting. Itulah sebabnya kita memastikan bahwa khotbah adalah mengenai bagian dan ide dari Alkitab.

Pasal ini menyatakan posisi Anglikan melawan baik Konsili Trent (yang memberi kekuasaan yang sama kebiasaan Gereja Katolik Roma) maupun beberapa kaum Protestan ekstrim yang memberi terlalu banyak kuasa pada inspirasi Roh Kudus di dalam hidup orang percaya. Buku-buku Apokrif Perjanjian Lama didaftarkan sebagai bagian Kanon oleh Konsili Trent, tetapi Gereja Anglikan tidak menggunakan buku-buku itu sebagai dasar ajaran.

Kalau Alkitab adalah ukuran utama untuk menguji ajaran Kristen yang benar, Apokrif adalah kumpulan tulisan yang dulu dilampirkan pada kitab Perjanjian Lama. Sebelum masa Kristus tulisan Apokrif sering termasuk dalam kumpulan versi Yunani Perjanjian Lama (yaitu Septuaginta atau LXX) dan merupakan bagian kumpulan tulisan suci orang Yahudi yang berbahasa Yunani. Pada umumnya Apokrif tidak dikenal sebagai bagian Alkitab Ibrani. Sekitar tahun 90 Konsili Yahudi yang bertemu di Jamnia menolak Apokrif dari daftar kitab yang dianggap berlaku, meski itu pandang berguna untuk pelajaran pribadi. Gereja Kristen memakai kumpulan kitab suci yang sama dengan kitab suci Ibrani yang disetujui oleh Konsili Jamnia (karena kitab suci ini adalah kitab suci yang diterima secara umum ). Memakan beberapa waktu lama bagi kaum Kristen untuk menyetujui tulisan mereka yang seharusnya dianggap berlaku (misalnya Injil Yohanes memakan banyak waktu untuk bisa diterima secara umum). Sampai dengan pertengahan abad ke-2, Irenaeus dari Lyon dan Hippolytus dari Roma keduanya menguraikan banyak kitab Perjanjian Baru di dalam Alkitab kita. Akan tetapi baru saat Surat Paskah Athanasius dari Aleksandria pada tahun 367 ditentukan daftar kitab dari kitab-kitab yang sama seperti Alkitab yang kita pakai sekarang. Gereja Barat pada Konsili Carthage pada tahun 397 membuat daftar kitab Perjanjian Baru yang sama.

Ada tiga dasar utama keputusan diambil tentang kitab-kitab Perjanjian Baru: pertama, bahwa kitab ditulis oleh rasul atau berasal dari ajaran rasul; kedua, bahwa ajarannya adalah sesuai dengan ajaran para rasul; dan ketiga, bahwa kitab pada

umumnya dipakai dan diterima di gereja sejak masa para rasul. Berdasarkan hal ini, tulisan-tulisan berasal dari abad ke-2, seperti Didakhe, dihilangkan Kanon Perjanjian Baru. “Kanon” dalam konteks ini berarti peraturan, dan dalam hal ini berarti daftar kitab yang disetujui diputuskan untuk berlaku di dalam gereja.

Pada masa Reformasi, Konsili Trent Katolik Roma, pada tahun 1546, memutuskan bahwa 12 kitab Apokrif Perjanjian Lama seharusnya termasuk di dalam kanon Alkitab. Oleh karena itu, kitab tersebut dicetak di dalam Alkitab Katolik. Gereja Inggris (pada Artikel 6 dari 39 Artikel) membuat daftar 24 kitab yang sama dengan di dalam kanon Ibrani, tetapi menyatakan bahwa Apokrif hanya dibaca untuk contoh kehidupan, dan tidak untuk menyusun ajaran apa pun. Gereja Protestan yang lain tetap memakai daftar asli, meskipun Luther berpendapat bahwa surat Yakobus seharusnya tidak dimasukkan. Gereja Timur pada tahun 1672 menambah empat kitab dari Apokrif ke kanonnya, tetapi pada kenyataannya Gereja Timur cenderung pada Alkitab Protestan. Gereja Anglikan menyatakan bahwa kitab suci di dalam Alkitab kita “berisi semua hal yang perlu untuk keselamatan.”

3.3.2.2 Tentang perjanjian lama

Perjanjian lama tidak bertentangan dengan Perjanjian Baru: karena baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru kehidupan kekal ditawarkan kepada manusia oleh Kristus, yang adalah satu-satunya Mediator antara Allah dengan manusia, karena Dia adalah Allah dan sekaligus Manusia. Oleh karena itu, kita seharusnya tidak mempercayai mereka yang mengatakan bahwa Bapa-bapa Leluhur

Perjanjian Lama hanya mengharapkan janji-janji sementara saja. Sekalipun orang-orang Kristen tidak perlu mengikuti upacara-upacara dari hukum taurat yang diberikan Allah melalui Musa, dan pemerintah-permerintah tidak perlu mengikuti aturan-aturan sipil dari hukum taurat itu, akan tetapi tak ada seorang Kristen pun yang bebas dari menaati perintah-perintah moral.

Orang-orang dan jemaat Anglikan percaya bahwa Perjanjian Lama dan Baru menceritakan satu cerita. Perjanjian Baru mengajarkan bahwa janji-janji yang dibuat dalam Perjanjian Lama itu dipenuhi dalam diri Kristus. Makna sepenuhnya janji-janji dalam Perjanjian Lama ditemukan dalam Perjanjian Baru. Itu berarti juga bahwa Perjanjian Baru harus dimengerti dengan bantuan Perjanjian Lama. Perjanjian Baru tidak membatalkan Perjanjian Lama. Hukum moral Perjanjian Lama masih berlaku bagi orang Kristen, meskipun Perjanjian Baru menjelaskan bagaimana hukum itu diterapkan dengan yang baru.

3.3.2.3 Tentang tiga pengakuan Iman

Ketiga Pengakuan Iman, yaitu Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel, Pengakuan Iman Atanasius, dan yang biasanya disebut Pengakuan Iman Rasuli, wajib diterima dan dipercayai karena pengakuan-pengakuan ini sungguh dapat dibuktikan oleh Kitab Suci.Ada tiga pengakuan iman yang dianggap oleh Gereja Anglikan menyatakan ajaran yang benar, yang dapat dibuktikan dari Alkitab.

Pengakuan Iman Nicea mengembangkan ajaran-ajaran yang disetujui dalam Konsili Nicea pada tahun 325. Bentuknya yang sekarang mungkin disetujui dalam

Konsili Konstantinopel pada tahun 381. Ini didasarkan atas pengakuan-pengakuan sebelumnya dan dimaksudkan untuk membuktikan bahwa ajaran Arian tentang keilahian Yesus salah (Arius dan yang lain mengajarkan bahwa Yesus adalah ciptaan Allah tertinggi, tetapi tidak sama dengan Bapa).

Pengakuan Athanasius dinamai menurut seorang ahli teologi terkenal, tapi ditulis oleh orang lain pada pertengahan abad ke-5. Pengakuan itu adalah satu pernyataan jelas tentang Trinitas dan juga menggambarkan ajaran inkarnasi sang Anak.

Pengakuan Iman Rasuli tidak ditulis oleh rasul-rasul, tetapi berisi ajaran mereka. Bentuknya yang sekarang tertanggal dari abad ke-8, tetapi berangsur-angsur berkembang dari pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan di dalam ibadah pembaptisan yang mungkin kembali ke abad pertama. Pengakuan ini digunakan untuk mengajarkan ide dasar iman Kristen dan juga untuk memberantas ajaran-ajaran sesat.

3.3.3Pasal 9-18 : Tentang Keselamatan