• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAUT JAWA

VII. ALOKASI AIR INTERTEMPORAL 7.1. Alokasi Air Aktual dan Optimal

7.6. Alokasi Air Optimum di Wilayah Tarum Barat

Pada bagian sebelumnya telah diuraikan alokasi hasil optimasi MODEL DIJ dengan alokasi aktual yang dilakukan PJT II, menunjukkan beberapa perbedaan baik pola alokasi maupun besarnya air yang dialokasikan ke sektor-sektor pengguna air, terutama sektor pertanian. Perbedaan besarnya alokasi ke sektor pertanian dapat disebabkan karena bertambahnya sumber setempat baik melalui peningkatan debit sungai yang ada di wilayah tersebut maupun curah hujan yang terjadi.

-20,000.000 40,000.000 60,000.000 80,000.000 100,000.000 120,000.000 O kt.I O kt.II No p .I N o p .II De s. I D e s.II Ja n .I Ja n .II Pe b .I P e b .II Ma r. I M a r.II Ap r. I A p r.II Me i. I M e i.II Ju n .I Ju n .II Ju l.I J u l.II Ag s. I A g s.II Se p .I S e p .II Periode V o lu me ( ri b u m3 )

TIRAK TDAK TINAK

Keterangan : TIRAKT : total irigasi aktual; TDAKT : total domestik aktual; TINAK : total industri aktual

Gambar 31. Proporsi Alokasi Air Aktual di Wilayah Tarum Barat

Alokasi optimum ke sektor pertanian, menunjukkan pola yang sesuai dengan tahapan pertumbuhan tanaman padi, yakni alokasi tertinggi pada masa pertumbuhan dan pembungaan, kemudian menurun sampai pada masa pematangan dan panen, dan meningkat kembali pada awal musim tanam II (Gambar 32). Pola alokasi yang dilakukan PJT II tidak sesuai dengan tahapan pertumbuhan, pola alokasinya agak berbeda dengan tahapan pertumbuhan yang digunakan sebagai pedoman PJT II, yang juga digunakan ketika membangun MODEL DIJ (Gambar 33).

0.000 20000.000 40000.000 60000.000 80000.000 100000.000 120000.000 Ok t. I O k t. II No p .I N op. II De s .I De s .I I Ja n .I J an. II Pe b .I P eb. II Ma r. I Ma r. II Ap r. I Ap r. II Me i. I Me i. II Ju n .I J un. II Ju l. I Ju l. II Ag s .I Ag s .I I Se p .I S ep. II Periode V o lu me (r ib u m3 )

TIROPT TDOPT TINOPT

Keterangan : TIROPT : total irigasi aktual; TDOPT : total domestik aktual; TINOPT : total industri aktual

153

Perbedaan alokasi antara MODEL DIJ dengan alokasi aktual PJT II, dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain

(1) Mekanisme alokasi, mekanisme alokasi yang dilakukan PJT II berdasarkan pada permintaan pengguna serta pengaturan oleh pemerintah terutama untuk sektor pertanian. PJT II sebagai ”operator” pengelolaan sumberdaya air bukan merupakan ”pemilik sumberdaya” yang dapat mengalihkan alokasi air dari sektor yang menghasilkan benefit rendah ke sektor yang memberikan benefit yang lebih tinggi. MODEL DIJ mengkondisikan alokasi air ke sektor pengguna tanpa campur tangan pemerintah atau pihak manapun, sehingga alokasi hasil optimasi hanya berdasarkan pada benefit yang dihasilkan oleh sektor pengguna, dimana benefit yang dihasilkan oleh sektor tersebut menggambarkan nilai air.

(2) Ketersediaan air dari sumber setempat, yakni air yang berasal dari sungai-sungai yang ada ataupun curah hujan yang terjadi di wilayah tersebut. MODEL DIJ menetapkan bahwa air yang berasal dari sumber setempat sesuai dengan data yang ada, sedangkan PJT II berdasarkan estimasi data historis. Curah hujan sulit diprediksi dengan tepat, sehingga sering terjadi perbedaan antara estimasi dan kondisi aktual. Ketika terdapat perbedaan antara estimasi dan kondisi aktual baik pada waktu kekurangan maupun kelebihan air, penyesuaian penyaluran air dari PJT II dalam hal ini Bendung Curug tidak dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan, karena dibutuhkan sekitar 2 hari perjalanan air dari Bendung Curug ke Bendung Bekasi.

(3) Perbedaan luas lahan yang akan diairi, luas lahan yang dipakai dalam MODEL DIJ yakni lahan yang tersedia di wilayah tersebut, total luasan tidak berbeda baik pada musim tanam I maupun musim tanam II. Luas lahan yang digunakan PJT II, berbeda antara musim tanam I dan musim tanam II,

dimana pada musim tanam II lahan yang akan diairi lebih sedikit dibandingkan dengan pada musim tanam I. Telah diuraikan sebelumnya bahwa secara teknis, apabila sumber setempat sangat sedikit maka saluran Tarum Barat (ruas Cikarang Bekasi) tidak dapat memenuhi permintaan air dari sektor pertanian. Luas lahan optimal yang dihasilkan dari MODEL DIJ diperoleh dalam kondisi air yang disalurkan berada pada kapasitas maksimum.

(4) Prioritas, mekanisme alokasi yang dilakukan PJT II memprioritas sektor pertanian sebagai sektor yang mendapat prioritas utama selanjutnya sektor domestik dan industri. MODEL DIJ menganggap setiap sektor diperlakukan setara sehingga alokasi optimal diperoleh dalam suatu kondisi yang kompetitif.

Mekanisme alokasi air yang telah diuraikan diatas merupakan mekanisme yang dipakai sebagi pedoman oleh PJT II, meskipun dalam prakteknya seringkali mekanisme tersebut tidak terlaksana, alokasi air ke sektor pertanian bukan disebabkan karena kendala teknis tetapi besarnya ”return” yang dihasilkan dari alokasi tersebut.

Alokasi air hasil optimasi Model DIJ di seluruh wilayah Tarum Barat, lebih tinggi dibandingkan dengan alokasi aktual, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa alokasi optimal di semua wilayah yang ada lebih tinggi dari alokasi aktual. Model DIJ dengan fungsi tujuan memaksimumkan benefit, alokasi optimal yang dipilih akan menghasilkan benefit optimum, yakni alokasi optimal yang sama dengan batas maksimum permintaan sektor tersebut.

Kategori yang diberikan dalam pembentukan Model DIJ tidak mempengaruhi alokasi optimal untuk sektor domestik, alokasi optimal sesuai dengan air yang tersedia baik untuk PDAM golongan kecil maupun sedang dan

155

besar, dimana pada tingkat permintaan maksimum ketika air yang tersedia berlimpah dan pada tingkat permintaan minimum ketika air langka.

Kategori berdasarkan volume permintaan sektor domestik, bukan merupakan pertimbangan bagi penentuan alokasi optimum. Selain itu, tarif air baku yang sama antara kategori kecil dan sedang lebih memperkecil perbedaan antar kategori. Perbedaan terbesar terjadi pada PDAM golongan besar, dimana kategori ini selain membedakan volume permintaannya juga tarif yang diberlakukan berbeda.

Hasil optimasi Model DIJ menunjukkan bahwa PAM DKI terpilih aktivitasnya dibandingkan dengan sektor pertanian, walaupun akibat pemilihan ini benefit sektor pertanian menurun, tetapi penurunan benefit pertanian masih lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan benefit sektor domestik dan pengelola.

Alokasi air ke sektor industri yang merupakan hasil optimasi Model DIJ, tidak sama dengan alokasi optimal pada sektor domestik dimana alokasi optimal sama dengan permintaan maksimum sektor tersebut. Kategori tidak mempengaruhi alokasi optimal, meskipun terdapat perbedaan parameter permintaan untuk setiap kategori namun tarif air baku industri yang diberlakukan untuk semua kategori tidak berbeda. Hasil optimasi Model DIJ dengan tujuan memaksimumkan benefit selalu menghasilkan optimasi yang sama dengan batas maksimum variabel keputusannya baik ketika air yang tersedia berlimpah maupun langka.

Model DIJ yang dibangun dengan memaksimumkan benefit yang merupakan kumulatif benefit yang diperoleh pengguna dan pengelola, menyebabkan terjadinya kompetisi dalam mengalokasikan sumberdaya air. Kompetisi ini ditimbulkan karena biaya yang dikeluarkan sektor pengguna air untuk biaya air baku merupakan penerimaan bagi pengelola. Model DIJ akan

memilih aktivitas yang memberikan benefit optimum baik pada pengguna maupun pengelola. Sektor pertanian sebagai pemakai air terbesar namun kontribusinya paling kecil terhadap penerimaan pengelola (tarif air irigasi yang dimasukkan dalam model Rp 5.00 per meter kubik), merupakan sektor yang dikalahkan dalam pemilihan aktivitas optimum.

Model DIJ yang dibangun berdasarkan benefit yang dihasilkan akibat aktivitas alokasi sumberdaya air, biaya selain air baku dianggap konstan dan bukan merupakan fungsi dari volume air yang dialokasikan.Model DIJ tidak mengakumulasi biaya yang diakibatkan oleh aktivitas sektor pengguna air, yang menyebabkan degradasi terhadap sumberdaya air itu sendiri dan lingkungan di sekitarnya. Biaya pengelola untuk menjaga kualitas sumberdaya air atau biaya sosial yang ditimbulkan karena nilai sumberdaya yang rusak akibat pencemaran dari limbah industri tidak termasuk dalam penghitungan benefit ini.

Hasil optimasi Model DIJ memberikan gambaran bahwa dengan memperlakukan sumberdaya air sebagai sumberdaya yang mempunyai harga, meskipun harganya bukan berdasarkan mekanisme pasar tetapi ditetapkan oleh pemerintah, model akan memilih aktivitas yang memberikan benefit optimum. Secara implisit hasil optimasi Model DIJ dapat mengarahkan pengelolaan sumberdaya air yang baik dan menunjukkan bahwa sumberdaya air mulai langka. Sumberdaya air terutama air permukaan sebagai sumberdaya yang bersifat renewable, bukan berarti dapat memperlakukannya sebagai sumberdaya yang akan selalu tersedia dalam jumlah yang tidak terbatas. Kelangkaan air bukan hanya kuantitasnya saja tetapi juga meliputi kualitas dan tersedia ketika dibutuhkan.

Pertumbuhan penduduk tinggi, yang diiringi dengan meningkatnya kebutuhan pangan, kebutuhan air domestik dan kebutuhan akan produk industri berakibat pada peningkatan kebutuhan air terutama air permukaan. Peningkatan

157

permintaan dari berbagai sektor pengguna ini akan meningkatkan kompetisi antar sektor pengguna air terutama ketika ketersediaannya terbatas. Peningkatan aktivitas penduduk berakibat pula rusaknya badan sungai karena dijadikan tempat sampah, sehingga volume air yang disalurkan tidak sesuai dengan kapasitas yang ada. Peningkatan aktivitas sektor industri dan pertanian modern dapat pula meningkatkan limbah yang dihasilkan kedua sektor tersebut, jika limbah tersebut dialirkan ke sungai atau saluran tanpa pengolahan terlebih dahulu akan menurunkan kualitas sumberdaya air. Selain menurunkan kualitas sumberdaya air, pencemaran inipun merusak lingkungan dimana limbah tersebut mengalir. Kerusakan lingkungan meliputi degradasi kehidupan sungai yang tercemar berakibat rusaknya ekosistem sungai, juga degradasi lahan akibat pemakaian air tersebut untuk mengairi sawah.

Pertambahan penduduk dan peningkatan pembangunan perkotaan (wilayah hilir), merubah pola pengelolaan sumberdaya air dari pengelolaan publik menjadi pengelolaan sumberdaya yang memiliki nilai ekonomi serta membutuhkan biaya untuk pengelolaannya. Transisi dari mekanisme alokasi publik menjadi mekanisme berdasarkan nilai ekonomi berupa benefit yang dihasilkan membutuhkan model pengelolaan yang unique, yang dapat mencakup berbagai bidang secara terpadu. Model DIJ telah dapat menangkap kondisi transisi tersebut, serta dapat digunakan sebagi pedoman dalam pengaturan kebijakan pengelolaan sumberdaya air, terutama pengelolaan sumberdaya air permukaan dan pengaturan waduk.

Perubahan yang dilakukan pada Model DIJ terdiri dari dua sisi perubahan yakni perubahan nilai variabel teknis dan perubahan nilai variabel ekonomi, dimana perubahan teknis berupa peningkatan permintaan air baku sektor non pertanian, sedangkan perubahan ekonomi peningkatan harga padi dan harga air baku PDAM.

Perubahan permintaan air baku sektor non pertanian terdiri dari tiga skenario yakni perubahan permintaan air baku sektor domestik dan sektor industri. Perubahan permintaan sektor domestik berupa peningkatan sebesar 10 persen, penentuan besaran 10 persen ini didasarkan pada permintaan air baku domestik yang meningkat setiap tahunnya berkisar 10 persen (PJT II 2004). Sama halnya dengan perubahan yang dilakukan pada sektor domestik, perubahan permintaan air baku industri sebesar 5 persen berdasarkan data permintaan air baku industri dari tahun 1994 sampai dengan 2004. Selain kedua perubahan diatas dilakukan juga perubahan nilai kedua varibel.

Perubahan permintaan air baku dan industri dikategorikan sebagai perubahan nilai variabel teknis, diasumsikan bahwa pihak pengguna telah meningkatkan kapasitas penampungan ataupun sarana lainnya yang mendukung peningkatan alokasi air baku untuk PDAM dan industri. Perubahan permintaan air baku ini tidak diikuti dengan perubahan sarana penyaluran air, diasumsikan bahwa kapasitas sarana yang dimiliki oleh PJT II sama dengan yang diatur pada Model DIJ dasar.

Perubahan nilai variabel ekonomi berupa peningkatan harga padi sebesar 25 persen dan peningkatan harga air baku PAM DKI sebesar 10 persen. Peningkatan harga padi sebesar 25 persen mengikuti penetapan harga padi yang ditentukan oleh pemerintah sedangkan harga air baku PAM DKI merupakan

159

usulan PJT II kepada PAM DKI. Perubahan harga air baku PAM DKI dan harga padi dikategorikan sebagai perubahan nilai variabel ekonomi, disebabkan perubahan harga akan direspons oleh permintaan dan penawaran pada pasar persaingan sempurna, dan dapat merubah benefit yang dihasilkan. Kedua perubahan nilai variabel ekonomi inipun dikombinasikan untuk melihat dinamika alokasi optimum yang disebabkan oleh kedua variabel tersebut.

Selanjutnya, kombinasi antara perubahan nilai variabel teknis dan ekonomi secara bersama-sama, diharapkan hasil optimasi dari perubahan keempat nilai variabel (permintaan air baku dan harga) akan merubah alokasi optimum dari Model DIJ dasar.