• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAUT JAWA

III. KONSEP KELANGKAAN DAN ALOKASI SUMBERDAYA AIR

3.3. Mekanisme Alokasi Sumberdaya Air

Berbagai kriteria diatas membuat pengelolaan sumberdaya air khususnya alokasi menjadi lebih kompleks. Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, berbagai mekanisme alokasi yang umum dilakukan adalah: Queuing System (sistem antrian), water pricing, alokasi publik dan user based allocation serta berbasis pasar (water market) (Fauzi, 2004).

47

3.3.1. Queuing System

Queuing Systemadalah salah satu sistem yang terkait dengan masalah lokasi, sistem ini Queuing System merupakan sistem tertua tetapi masih banyak dilakukan di berbagai negara. Dalam sistem ini ada dua sistem alokasi yakni Riparian Water Right dan Prior Appropriation Water Right. Riparian Water Right, alokasi didasarkan pada jarak lahan dengan sumberdaya air yang ada, lahan yang berada di hulu akan lebih dulu memperoleh air dibandingkan yang berada di hilir. Sistem ini sering menimbulkan eksternalitas, karena tidak adanya hak yang mengikat dan air tidak bisa dialihkan ke tempat lain yang memberikan nilai lebih tinggi.

Sistem antrian yang kedua Prior Appropriation Water Right, didasarkan pada prinsip bahwa hak atas kepemilikan air diperoleh melalui penemuan maupun kepemilikan secara turun temurun, kepemilikan bersifat mutlak. Berbeda dengan sistem riparian, jika pemilik tidak menggunakan air untuk kepentingan yang bermanfaat (beneficial user) hak tersebut bisa hilang. Sistem antrian inipun kepemilikannya tidak bisa dialihkan kepada yang lain sama seperti sistem riparian.

3.3.2. Water Pricing

Air merupakan barang nilai tambah, salah satu usaha untuk memberikan nilai kepada sumberdaya tersebut melalui water treatment sehingga untuk mencapai kualitas yang dikehendaki dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Penentuan harga yang tepat yang dapat menggambarkan biaya yang sebenarnya dan akan memberikan sinyal kepada user mengenai nilai daripada air melalui water pricing. Model sumberdaya air yang didasarkan pada water pricing adalah marginal cost pricing (MCP).

3.3.3. Alokasi Publik

Sumberdaya air termasuk salah satu sumberdaya yang pengelolaannya cukup unik, air sulit diperlakukan sebagai barang yang diperdagangkan (marketed goods). Penyediaan sumberdaya air dalam skala besar seperti pembangunan waduk, bendung dan jaringan irigasi tidak mungkin dilakukan secara privat tetapi diperlukan campur tangan pemerintah untuk mendanainya.

Alokasinyapun dilakukan berdasarkan keputusan pemerintah, menurut Dinar et.al. (1997) menyatakan bahwa alokasi yang dilakukan publik atau pemerintah dapat menjawab aspek equity, dimana masyarakat miskin dapat mengakses sumberdaya air tersebut. Alokasi ini diringi dengan pemberian subsidi bagi wilayah yang memberikan nilai rendah terhadap sumberdaya air. Subsidi inilah yang mengakibatkan inefisiensi terhadap pemanfaatan sumberdaya air, karena adanya faktor ”hidden cost” dimana subsidi tidak menggambarkan opportunity cost yang sebenarnya dari pengelolaan sumberdaya air.

3.3.4. Alokasi Berdasarkan Pengguna

Alokasi sumberdaya air berdasarkan pengguna (user-based) seperti subak di Bali. Sistem alokasi ini menggunakan berbagai variasi pengaturan seperti berdasarkan rotasi waktu (bergilir), kedalaman air, kedekatan lokasi, dan sistem pembagian lainnya.

Salah satu karateristik penting dalam sistem alokasi ini adalah pentingnya peran kelembagaan, karena efisiensinya alokasi ini sangat bergantung padaa berfungsinya kelembagaan di tingkat komunal (Meinzen et.al., 1997). Dinar et.al. (1997), menyatakan bahwa norma sosial akan memberikan insentif untuk konservasi, organisasi yang dilandasi kepercayaan akan menghasilkan tingkat efisiensi yang tinggi serta fleksibilitas terhadap pola perubahan yang terjadi pada

49

kebutuhan lokal, dan lebih feasible secara administratif, lebih berkelanjutan, dan lebih diterima secara politis.

Kekurangan sistem ini kurangnya kapasitas kelembagaan lokal dalam menangani kebutuhan intersektoral, seperti kebutuhan rumah tangga (domestik) dan industri.

3.3.5. Alokasi Berbasis Pasar

Sistem alokasi berbasis pasar ini masih menjadi pertentangan, berbagai pendapat mengenai sumberdaya air dimana sebagai kebutuhan yang essensial, maka tidak dapat diukur harganya tetapi harus selalu tersedia walaupun tanpa mengeluarkan biaya. Alokasi ini dapat menimbulkan ketidak adilan dimana masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak dapat mengaksesnya jika harga ditentukan dengan mekanisme pasar.

Water market pada prinsipnya adalah pertukaran hak atas pemanfaatan air (water use right), dimana water market harus mengikuti kaidah ekonomi dalam pengoperasian pasar, yang antara lain mencakup penjual dan pembeli memiliki informasi yang sama, pasar yang bersifat kompetitif yang berimplikasi pada keputusan yang diambil oleh salah satu pihak tidak mempengaruhi keputusan pihak lain, dan pelaku ekonomi memiliki motif untuk memaksimumkan menfaat ekonomi. Kondisi-kondisi tersebut memungkinkan dicapainya keseimbangan penawaran dan permintaan dalam transaksi air.

Mekanisme ini memiliki beberapa kelebihan antara lain, memungkinkan dilakukan internalisasi biaya eksternal (akibat pencemaran misalnya) oleh pihak penyuplai (penjual). Kelebihan lainnya sperti yang diungkapkan Rosegrant dan Binswanger (1994), yakni (1) memungkinkan terjadinya pengukuhan atas hak pengelolaan air, (2) memberikan intensif kepada untuk memperhatikan eksternal yang ditimbulkan akibat penggunaan air, sehingga mengurangi tekanan terhadap

sumberdaya air, (3) memberikan fleksibilitas bagi pengguna dan berekasi terhadap perubahan permintaan dan penawaran, dan (4) sistem pasar mengaharuskan kedua belah pihak menyetujui perubahan realokasi air, sehingga pengguna air dalam sistem pasar lebih diberdayakan.

Pertukaran antar sektor yang dimungkinkan dalam sistem pasar, seperti pertanian dan industri akan menyebabkan masalah lingkungan, seperti pencemaran, tetapi juga rawan terhadap dampak negatif lingkungan yang akan ditimbulkannya.

Model sumberdaya air sangat beragam baik dari bentuk fungsi maupun kriteria dan merkanismenya, dari berbagai pendapat dan pemodelan yang dikemukakan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa karena sifat sumberdaya air yang merupakan gabungan antara barang publik dan ekonomi menyebabkan kesulitan dalam pemodelannya. Terutama air permukaan dimana untuk membangun sarana penyimpanannya dibutuhkan biaya yang besar dan biasanya dilakukan oleh pemerintah. Seiring dengan perkembangan perekonomian dan penduduk yang tidak disertai dengan penyediaan air menyebabkan air menjadi langka dan beralih menjadi barang ekonomi. Sementara sektor pertanian yang merupakan pengguna air terbesar masih menganggap air sebagai barang publik sehingga petani sebagai pengelola air di petak sawah dalam penggunaannya tidak memperlakukan sebagai barang ekonomi yang mulai langka. Sedangkan untuk sektor non pertanian memberikan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian dan telah menganggap sebagai barang ekonomi. Perbedaan pandangan pengguna sumberdaya air inilah yang menyulitkan ketika akan dilakukan valuasi terhadap alokasi sumberdaya tersebut.

51