• Tidak ada hasil yang ditemukan

: Alokasi APBN Untuk Pengentasan Kemiskinan

Dalam dokumen me-museum-kan KEMISKINAN! (Halaman 34-39)

Vera Kartika Giyatri LSM Spek-HAM

Kolom 5 : Alokasi APBN Untuk Pengentasan Kemiskinan

Tahun Alokasi APBN

2004 18 Triliun

2005 23 Triliun

2006 42 Triliun

2007 51 Triliun

2008 (rencana) 65 Triliun Sumber : data TPKRI tahun 1. 2006

Akan tetapi, karena standar dan indikator kemiskinan masih dilihat dari aspek ekonomi dan bukan berdasar pemenuhan hak dasar, peningkatan anggaran itu tidak mampu menyentuh akar kemiskinan, apalagi mengentaskannya. Selain itu, belum ada sistem yang menjamin berbagai program pengentasan kemiskinan yang ada benar-benar

Bagan 3 : Estimasi Target Pemerintah untuk Penurunan Jumlah Masyarakat Miskin dalam 4

Tahun (2006 – 2009)

Sumber : Katiman, Tim Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TPKRI)

Bagan 2 : Peta Anggaran Negara (APBN) Program Penanggulangan Kemiskinan Yang dikelola oleh

Kementrian, Departemen & Lembaga (Belum termasuk dana yang dikelola oleh pemda)

16.5 16

2002 2003 2004 2005 2006 2007*

sampai kepada individu maupun rumah tangga miskin yang membutuhkannya. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain :

 Belum koherennya Peningkatan pendanaan penanggulangan kemiskinan dari tahun ke tahun, dengan target pencapaian pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran secara kualitas dan kuantitas.

 Alokasi anggaran penanggulangan kemiskinan di APBN dan di tingkat/aras APBD belum memadai, rata-rata sekitar 8 -12 % dari total APBN/APBD Provinsi 12

 Koordinasi kerja yang masih lemah terutama dalam hal : o pendataan

o pendanaan dan o kelembagaan

 Masih lemahnya koordinasi stakeholder/pemangku kepentingan pelaksana program penanggulangan kemiskinan yang mencakup :

o Koordinasi di antara instansi pemerintah pusat dan daerah, o integrasi program pada tahap perencanaan,

o sinkronisasi program pada tahap pelaksanaan,

o sinergi antar pelaku (pemerintah, dunia usaha, masyarakat madani) dalam penyelenggaraan keseluruhan upaya penanggulangan kemiskinan.

o belum optimalnya kelembagaan di pemerintah, dunia usaha, LSM, dan masyarakat madani dalam bermitra dan bekerjasama dalam penanggulangan kemiskinan serta penciptaan lapangan kerja.

Kesalahan dan kegagalan negara dalam mendiagnosis kemiskinan, menorehkan beberapa rentetan kegagalan dalam peningkatan kesejahteraan rakyat yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar. Beberapa kegagalan tersebut antara lain :

1. Kegagalan Pemenuhan Hak-hak Dasar Rakyat 2. Lemahnya Penanganan Masalah Kependudukan

3. Laju pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan lajunya pertumbuhan ekonomi, sehingga menjadi beban rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidup layak dan bermartabat.

4. Ketidak-setaraan dan ketidak-adilan Gender

5. Kebijakan-kebijakan yang belum mendorong pada keadilan dan kesetaraan gender.

6. Kesenjangan antar Daerah

o Ketimpangan antar daerah yang cukup tinggi karena masih terjadi perbedaan potensi daerah; potensi sumberdaya alam, potensi sumberdaya manusia, dan kapasitas fiskal daerah.

o Ketidak-tepatan orientasi kebijakan pembangunan di daerah tertentu.

7. Kebijakan Makro Ekonomi cenderung stabil/membaik, tapi ternyata belum berbanding lurus dengan penurunan angka Kemiskinan;

o Nilai tukar rupiah semakin menguat; Rp 10.241/US $. tahun 2001 = Rp 9.212, tahun 2006 = Rp 9.000 an

o Pertumbuhan Ekonomi yang terus membaik 0,8 % tahun 1999, 4,5 %, tahun 2003, 5,9 % tahun 2006 dengan laju inflasi dari 11,5 % tahun 2001 menjadi 8 % tahun 2006.

o Penerimaan dalam negeri (pajak) terus meningkat; 11,3 % PDB tahun 2001 menjadi 13,7 % PDB pada tahun 2006

Dengan fakta ini, harus mulai ditumbuhkan komitmen bahwa kemiskinan adalah musuh bersama yang harus kita perangi ! Kemiskinan, telah mencabut akar martabat kemanusiaan. Kemiskinan telah menghilangkan harga diri seseorang sebagai manusia di tengah lingkungan sosialnya. Bukan hanya kita, dunia pun telah mengibarkan bendera perang terhadap kemiskinan. Ada 19 negara, termasuk Indonesia di dalamnya, yang menyetujui dan kemudian menandatangani deklarasi Millenium pada bulan September tahun 2000 silam. Program Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDGs) merupakan suatu komitmen dari berbagai bangsa di dunia untuk mengurangi angka kemiskinan dunia menjadi separuhnya pada tahun 2015. ada delapan (8) poin tujuan dari MDGs tersebut, antara lain :

1. Penghapusan kemiskinan dan kelaparan 2. Pendidikan untuk semua

3. Mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan 4. Perlawanan terhadap penyakit menular (HIV, AIDS, TBC, dan lain-lain) 5. Penurunan angka kematian anak

6. Peningkatan kesehatan ibu

7. Pelestarian lingkungan hidup 8. Pengembangan kerjasama global

Menindaklanjuti kesepakatan MDGs tersebut, pemerintah RI kemudian menyusun Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang melibatkan lintas pelaku pembangunan dan masyarakat secara partisipatif. SNPK itu sendiri, disusun menggunakan pendekatan utama yang berbasis pada hak-hak dasar. Kebijakan tersebut akan diterjemahkan pemerintah ke dalam upaya pemenuhan berbagai hak dasar masyarakat, diantaranya :

Dengan demikian, setidaknya ada empat alasan pokok, mengapa kita (pemerintah daerah dan masyarakat) harus menjadikan kemiskinan sebagai musuh bersama. Alasan pertama, Kemiskinan harus diperangi karena telah mencabut akar martabat kemanusiaan kita sebagai manusia, sehingga menghalangi tercapainya tujuan negara, yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Alasan Kedua, dengan memerangi kemiskinan, maka kita telah mengeluarkan penduduk dari jurang keterbelakangan, ketidakberdayaan, dan penderitaan serta mengubah mereka yang semula miskin menjadi produktif, dan bermartabat

Alasan ketiga, dengan memerangi kemiskinan, sekaligus kita meruntuhkan dinding kesenjangan sosial di tengah masyarakat kita yang majemuk. Alasan keempat, dengan menggantikan kemiskinan dengan kesejahteraan, otomatis konflik, kerawanan sosial, maupun kriminalitas warga dapat diturunkan secara drastis, sehingga tercipta kondisi yang stabil, aman, dan tenteram. Semoga !

Kolom 6 : HAK DASAR RAKYAT 1. Hak atas pangan

2. Hak atas pendidikan 3. Hak atas layanan kesehatan

4. Hak atas Pekerjaan dan Kesempatan berusaha 5. Hak atas tanah

6. Hak atas air bersih dan aman, serta sanitasi yang baik 7. Hak atas SDA dan lingkungan hidup

8. Hak untuk berpartisipasi 9. Hak atas rasa aman, dan 10. Hak atas perumahan

”Dulu, ketika pertama saya memasuki dunia LSM pada tahun delapan puluhan, kemiskinan menjadi tema utama. Persoalannya, kemiskinan sampai sekarang juga masih menjadi tema sentral. Ini kenapa? Kalau kita mau jujur, ada banyak hal yang menjadi sebab. Polemik selalu berkaitan dengan soal kriteria dan jumlah, itu yang pertama. Kedua, untuk mengukur masyarakat miskin atau tidak itu selalu digunakan ukuran ekonomi. Padahal kemiskinan bukan melulu persoalan ekonomi. Akibatnya, kebijakan yang keluar tidak significant. Padahal, kemiskinan sangat terkait dengan kebijakan. Akibatnya, lahir banyak kebijakan yang salah diagnosisnya. Sehingga, kebijakan itu sendiri melahirkan problem-problem baru. Contoh kebijakan Raskin dan BLT. Selalu saja sulit untuk menjalankannya. Jika kebijakan itu dikeluarkan, maka banyak pihak lain di masyarakat pasti akan protes. Yang disayangkan lagi, implementator di tingkat paling bawah itulah yang justru banyak disalahkan. Padahal mereka tidak ikut mengambil kebijakan.

Di sini kita melihat ada perbedaan paradigma. Negara melihat kemiskinan berkait dengan ekonomi. Padahal, kemiskinan adalah suatu kondisi dimana individu mengalami keterbatasan pilihan dan kemampuan atau lock of choice and capability.

Contoh kasus Angkot. Di daerah yang tidak ada pembatasan terhadap kepemilikan mobil dan kendaraan, menyebabkan pendapatan para sopir menurun. Dan mereka bisa cepat berkelahi hanya karena satu penumpang. Nah, dimana peran negara dalam hal ini? Pertama, Negara harus secara maksimal memberikan hak-hak dasar bagi rakyat.

Pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Kedua, negara tidak boleh berargumen adanya keterbatasan resources, sehingga tidak mampu memenui kebutuhan rakyat.

Padahal, di satu sisi kasus korupsi sangat luar biasa. ini sesuatu yang paradoks!

Semua program, baik yang diinisiasi pemerintah maupun LSM itu menyediakan

Dalam dokumen me-museum-kan KEMISKINAN! (Halaman 34-39)