• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah alumni PSBR “Mardi Utomo” dari tahun 2001 sampai tahun 2005 sebanyak 600 orang yang tersebar di delapan daerah tingkat II. Alumni tersebut memiliki bekal keterampilan yang bervariasi yaitu ; Menjahit, Membordir, Montir roda (MR) dua, Montir roda (MR) empat dan Pertukangan Kayu (Meubeler). Data tersebut dapat dilihat pada tabel 10 :

Tabel 10 : Jumlah Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar Berdasarkan Daerah Tingkat II dan Jenis Keterampilan Tahun 2001 s.d Tahun 2005.

No Daerah Tingkat II Jenis Keterampilan Jumlah

Jahit Bordir MR 2 MR 4 Meubl

1. Kota Blitar 35 25 25 5 20 110 2. Kab. Blitar 35 30 20 5 25 115 3. Kota Kediri 25 20 10 5 10 70 4. Kab. Kediri 20 25 15 5 10 75 5. Kab. Tulungagung 30 45 10 5 20 110 6. Kab. Nganjuk 15 15 5 5 10 50 7. Kab. Trenggalek 10 10 5 5 20 50 8. Kab. Madiun 5 5 5 - 5 20 J u m l a h 175 175 95 35 120 600

Sumber : Seksi Penyaluran dan Pembinaan Lanjut PSBR “Mardi Utomo” Blitar tahun 2006.

Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Mardi Utomo” Blitar sebagai instansi yang telah membina para alumni, mempunyai keterkaitan yang sangat erat dalam pemberdayaan alumni. Pihak PSBR selama ini masih mencari alternatif solusi yang dapat mengidentifikasi berbagai permasalahan dan kebutuhan alumni sekaligus melihat sejauhmana kondisi kemandirian sosial dan ekonomi alumni. Namun hingga saat ini program tersebut belum dapat dilaksanakan secara optimal mengingat anggaran yang ada masih terbatas. Disamping itu juga belum ada

71

indikator yang dapat dijadikan pedoman yang baku untuk mendukung kegiatan tersebut.

Jumlah alumni di kabupaten Blitar berjumlah 115 orang merupakan jumlah terbanyak di antara daerah tingkat II lainnya. Jumlah tersebut tersebar di beberapa kecamatan yang ada di wilayah kabupaten Blitar. Sedangkan jumlah terbanyak untuk tingkat desa berada di desa Bacem kabupaten Blitar. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 11 :

Tabel 11 : Daftar Nama Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar di Desa Bacem Berdasarkan Jenis Kelamin, Keterampilan dan Tahun Lulus.

No. Nama Alumni Jenis

Kelamin Keterampilan Tahun Lulus

1. M. Fadhol L Montir Roda 4 2001

2. M. Juaini L Montir Roda 4 2001

3. Sumbudi L Montir Roda 4 2001

4. M. Nashor L Montir Roda 4 2001

5. Mujianto L Montir Roda 4 2001

6. Sri Winarti P Jahit 2001

7. Yuli P Jahit 2001

8. Siti Mu’awiyah P Jahit 2001

9. Bidayah P Jahit 2001

10. Kholifaturrosidah P Jahit 2001

11. Binti Zulaikah P Bordir 2001

12. Miftahurrohmah P Bordir 2001

13. Mukarromah P Bordir 2001

14. Sofia P Bordir 2001

15. Imroatussolikah P Bordir 2001

16. Nanik P Bordir 2004

17. Imro’atus Sholikah P Bordir 2004

18. Nur Ni’amah P Bordir 2004

19. Anik Rahmawati P Bordir 2004

20. Sari P Bordir 2004

21. Azis Mustofa L Meubeler 2005

22. N. Agus Setiawan L Meubeler 2005

23. Ali Shodikin L Meubeler 2005

24. Darul Khoiri L Meubeler 2005

72

26 Supiana P Bordir 2005

27. Nurfatma Lailia P Bordir 2005

28. Lutfatul Husna P Bordir 2005

29. Yuliana P Bordir 2005

30. Sri Binas P Bordir 2005

Sumber : Seksi Penyaluran dan Pembinaan Lanjut PSBR “Mardi Utomo” Blitar Tahun 2005.

Identifikasi Permasalahan

Untuk mengidentifikasi permasalahan alumni, peneliti menggunakan metode wawancara mendalam terhadap alumni dan informan yang dianggap mengetahui permasalahan alumni. Disamping itu juga peneliti menggunakan media FGD untuk menjaring informasi tentang permasalahan yang dihadapi oleh alumni. Wawancara dilakukan terhadap empat orang alumni dengan kejuruan keterampilan yang berbeda dan informan sebanyak tujuh orang yang terdiri dari orang tua alumni, kepala desa yang mewakili pemerintah lokal, PSBR yang diwakili oleh Kepala Seksi Penyaluran dan Pembinaan Lanjut (Binjut), Tokoh Pemuda dalam hal ini Ketua Karang Taruna, Tokoh masyarakat, PKK serta pengusaha lokal. Hasil wawancara menunjukkan bahwa permasalahan alumni berbeda-beda menurut keterampilan yang dimiliki. Setelah melakukan wawancara, peneliti dan alumni mengadakan FGD antar alumni untuk merumuskan permasalahan alumni yang ada.

Alumni PSBR “Mardi Utomo” Blitar merupakan salah satu potensi dan asset bagi masyarakat desa Bacem. Para alumni memiliki keterampilan sebagai modal untuk kemandiriannya yang pada gilirannya akan berdampak bagi keluarga dan masyarakat. Upaya-upaya untuk mengoptimalkan potensi tersebut merupakan tanggung jawab semua pihak dengan mengetahui permasalahan alumni. Permasalahan masing-masing alumni berbeda-beda. Untuk memahami hal tersebut para alumni perlu ditanya dan dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan dan program yang ditujukan kepada alumni.

Permasalahan alumni sangat erat berkaitan dengan kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni saat ini. Keduanya dapat diibaratka sebagai dua sisi mata

73

uang dari satu mata uang. Sebagai sebuah illustrasi, alumni kurang memiliki motivasi karena dia tidak mampu memecahkan masalahnya yang disebabkan oleh tidak adanya peralatan kerja atau modal untuk usaha. Alumni yang sudah memiliki peralatan kerja tapi dia tidak memiliki mitra dan jaringan usaha juga tidak dapat menimbulkan motivasi dalam dirinya karena dia tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Di samping itu peranan stakeholder sangat berarti dalam mengatasi permasalahan alumni.

Berdasarkan wawancara mendalam dan Diskusi kelompok terfokus dan loka karya yang dilakukan peneliti dengan alumni, orang tua alumni, tokoh masyarakat, PSBR “Mardi Utomo” Blitar, pengusaha, pemerintah desa, Ketua Karang Taruna dan Pengurus PKK, diketahui bahwa permasalahan masing- masing alumni berbeda menurut jenis keterampilan yang dimiliki. Identifikasi yang dilakukan peneliti terhadap alumni untuk mengetahui motivasi, modal, kapasitas keterampilan serta situasi dan kondisi pasar ternyata mempunyai karakteristik permasalahan yang berbeda.

Motivasi

Melalui wawancara mendalam yang dilakukan terhadap alumni dengan kejuruan keterampilan yang berbeda, motivasi mereka untuk mengatasi permasalahan masing-masing berbeda. Hal ini tidak lepas dari kondisi kemandirian sosial dan ekonomi yang dialami alumni saat ini. Namun demikian secara umum alumni masih mempunyai keinginan dan semangat untuk memecahkan dan mengatasi permasalahannya.

Keterampilan Bordir. Alumni memiliki motivasi yang cukup tinggi untuk mengatasi permasalahan dan kebutuhannya. Hal ini terlihat dari usaha yang dilakukan dan kreatifitas mereka dengan melakukan kerjasama dengan pengusaha lokal maupun yang berada di luar desa Bacem, PSBR, dan masyarakat setempat. Meskipun hingga saat ini secara ekonomis usaha mereka belum dapat dikatakan optimal, namun secara sosial telah ada prakarsa untuk merubah kondisinya. Tercermin dari ungkapan salah satu alumni bordir Nur fatma Lailia :

Saya sekarang mulai terima bordiran dari tetangga dekat pak. Ya lumayan daripada menganggur. Meskipun hasilnya tidak seberapa, yang penting bagi saya dapat melancarkan cara membordir.

74

Saya membuat kerudung bordir dan saya jual ke tetangga dan teman- teman. Hasilnya ya belum seberapa pak. Ya masih kecil-kecilan. Untuk memproduksi banyak masih takut gak laku. Selain itu modal saya sedikit

Disamping itu alumni juga melakukan kegiatan usaha di rumah sendiri dengan menerima jasa bordir dari masyarakat sekitarnya. Hal ini menunjukkan adanya motivasi yang cukup tinggi untuk tetap melakukan usaha bordir sambil memperhalus hasil bordiran. Dukungan dari berbagai pihak juga memegang peranan penting untuk menciptakan motivasi yang tinggi terhadap alumni. Orang tua alumni sebagai orang yang terdekat merupakan stakeholder paling dominan untuk mewujudkan motivasi yang tinggi bagi alumni. Seperti yang diungkapkan oleh orang tua Nur Niamah, Muhajir :

“Nggih, yugane kerep kulo sanjangi pak, “bapak karo ibu iki ora nduwe opo-opo, dadi kowe kudu sregep lek nyambut gawe ben iso bantu wong tuwo. Keteramplan sing mbok duweni iku yo manfaatne supoyo iso gawe golek duit. Kulo ngatenne pak”.(ya, anak saya sering saya bilangi, “bapak sama ibu ini tidak punya apa-apa, jadi kamu harus rajin bekerja supaya bisa bantu orang tua. Keterampilan yang kamu miliki itu ya manfaatkan supaya bisa mencari uang. Saya gitukan anak saya pak).

Peranan PSBR sebagai instansi yang telah membina alumni juga diharapkan mampu untuk meningkatkan motivasi alumni melalui usaha pembinaan lanjut dan pendampingan. Namun sampai saat ini program PSBR masih terbatas pada pemberian bantuan peralatan, program magang dan pelatihan manajemen usaha. Program tersebut masih terbatas pada dua jenis keterampilan yaitu jahit dan bordir dan alumni yang mengikuti program tercatat tiga orang alumni bordir dan satu orang alumni jahit. Namun demikian upaya tersebut dapat meningkatkan motivasi alumni untuk mengembangkan usaha. Seperti yang diungkapkan Sri Binas :

“alhamdulillah pak, sejak saya mendapat bantuan mesin bordir dari PSBR, saya jadi semangat belajar lagi. Sekarang saya belajar menghaluskan bordiran sama ibu Nur di Wonodadi. Nantinya saya dijanjikan untuk mendapat order bordir kalau sudah halus”.

75

Gambar 11 : Wawancara Mendalam Peneliti dengan Alumni Bordir dan Orang Tua Alumni.

Begitu pentingya arti sebuah peralatan kerja bagi alumni untuk mendukung motivasinya untuk berkembang dan mengatasi permasalahan serta memenuhi kebutuhannya. Meskipun tidak semua alumni menghadapi permasalahan yang sama. Ada alumni yang sudah memiliki peralatan kerja dan kapasitas keterampilan yang cukup baik namun tidak ada keberanian untuk menerima order dan jasa dari orang lain. Hal ini disebabkan oleh tidak ada upaya dari alumni untuk bekerjasama dengan sesama alumni dan tidak mempunyai jaringan usaha dengan orang lain. Permasalahan tersebut terungkap saat pelaksanaan FGD yang merumuskan tentang permasalahan dan kebutuhan alumni. Sebanyak 14 orang alumni bordir yang hadir dalam FGD menyatakan masih mempunyai semangat dan tekad untuk mengembangkan keterampilan sebagai upaya memecahkan permasalahan yang dihadapi. Namun berdasarkan identifikasi peneliti yang mengacu pada kegiatan yang dilakukan alumni saat ini, hanya enam orang (43 persen) yang mempunyai motivasi tinggi dalam berusaha meskipun ada juga alumni yang berusaha di luar keterampilan yang dimiliki.

Motivasi alumni untuk memecahkan permasalahan dan kebutuhannya juga tidak lepas dari status perkawinan yang disandang alumni. Alumni bordir yang telah menikah sebanyak dua orang. Mereka cenderung pasif dan tidak ada upaya untuk berusaha dikarenakan kesibukan sebagai ibu rumah tangga. Namun demikian masih ada keinginan untuk belajar kembali untuk membantu ekonom keluarganya.

76

Gambar 12 : Situasi FGD Dalam Rangka Identifikasi Permasalahan dan kondisi kemandirian sosial ekonomi Alumni.

Keterampilan Jahit. Pada saat kajian berlangsung, dari lima orang alumni jahit yang terinventarisir, hanya tiga orang yang dapat ditemui peneliti. Berdasarkan wawancara terhadap ketiga orang tersebut hanya dua orang yang memiliki motivasi tinggi untuk mengembangkan keterampilannya. Bidayatul salah seorang alumni, meskipun telah memiliki mesin jahit, namun lebih memilih bekerja pada pengusaha konveksi lokal (Hanafi). Motivasi Bidayatul untuk bekerja agar bisa mencukupi kebutuhan hidup anaknya. Hal ini disebabkan suami Bidayatul bekerja di luar negeri dan hingga saat ini belum pernah mendapatkan nafkah dari suaminya. Melihat kasus tersebut, kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak merupakan salah satu aspek yang ikut berpengaruh terhadap motivasi alumni untuk mengatasi permasalahannya. Seperti yang diungkapkan Bidayatul :

“ya saya bersyukur bisa menjahit pak, karena dapat membantu saya untuk mencukupi kebutuhan hidup saya dan anak saya. Meskipun upahnya tidak seberapa tapi ya lumayan untuk beli susu anak saya. Apa boleh buat karena tidak ada pilihan lain. Mau menerima jahitan dari orang saya masih takut salah. Karena saya belum bisa buat model macam-macam. Kalau di pak Hanafi kan saya hanya tinggal jahit saja, tidak perlu repot motong dan buat model”.

Pernyataan di atas dibenarkan oleh Hanafi, bahwa cara kerja alumni masih lamban dan masih membutuhkan banyak latihan.

“Ada dua orang alumni yang pernah bekerja di tempat saya. Cara kerja mereka (alumni) masih lamban pak. Mungkin mereka masih takut salah. Ya saya bilang supaya latihan terus di rumahnya. Mereka masih sebatas bisa menjahit saja pak. Untuk pola baju, saya yang membuat”.

77

Kondisi dan sikap alumni seperti yang digambarkan di atas terjadi karena alumni tidak memiliki posisi tawar dengan pihak pengusaha lokal. Hal ini disebabkan kapasitas keterampilan yang dimiliki alumni masih sangat rendah sehingga alumni berada pada pihak yang pasrah dan menerima apa yang menjadi keputusan pihak pengusaha. Begitu juga dengan peralatan kerja yang dimiliki alumni tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal apabila tidak dimbangi dengan kapasitas keterampilan yang memadai. Kedua aspek tersebut saling terkait dengan tingginya motivasi alumni untuk mengatasi permasalahan dan memenuhi kebutuhannya.

Kasus di atas berbeda dengan kasus yang terjadi pada Sri Winarti. Permasalahan yang dialami alumni ini lebih kompleks sehingga hampir tidak ada motivasi untuk mengatasi permasalahan karena kendala yang dihadapi hingga saat ini belum dapat dipecahkan. Meskipun disadari bahwa menjahit dapat membantu perekonomian keluarga. Seperti yang diungkapkannya :

“Kalau sekarang ada mesin jahit, saya mau menjahit. Tapi saya masih mau belajar lagi supaya pengetahuan saya bertambah.. saya belum bisa pecah model dan membuat pola pak. Karena waktu di PSBR pengetahuan menjahit saya masih dasar. Suami saya setuju kalau saya di rumah juga menjahit. Lumayan untuk tambah penghasilan katanya.

Aspek-aspek yang mempengaruhi motivasi alumni membawa dampak pada kepercayaan diri alumni dalam upaya mewujudkan aspek kewirausahaan. Hal ini juga tidak lepas dari situasi dan kondisi yang kondusif yang dapat mendukung motivasi alumni untuk berusaha. Permasalahan alumni jahit ini memang diakui oleh pihak PSBR, bahwa memang keterbatasan dana merupakan penghalang utama dalam memberikan bantuan peralatan kepada alumni. Namun bukan berarti tidak ada upaya dari pihak PSBR.

Keterampilan Meubeler. Motivasi alumni untuk mengatasi permasalahannya tidak terbatas pada kapasitas keterampilan yang dimiliki, tetapi alumni juga berupaya untuk meningkatkan keterampilannya dengan mengikuti kursus atau pelatihan secara mandiri. Seperti yang dialami oleh N. Agus Setiawan. Alumni ini meningkatkan keterampilan dengan belajar ukir. Karena dia menyadari bahwa produk ukir mempunyai nilai jual yang cukup tinggi. Disadari bahwa persaingan pasar untuk produk meubel di daerah Bacem sangat kompetitif. Sedangkan kapasitas alumni masih pada tingkat dasar. Usaha alumni tersebut

78

meskipun hingga saat ini belum berhasil namun sudah ada upaya dan semangat untuk mengatasi masalahnya. Diungkapkan oleh Agus :

“mebel di sini sepi garapan pak, musim-musiman, kalau tidak betul- betul ahli, orang tidak mau datang. Saya dan teman-teman kadang ragu untuk mengerjakan pesanan. Kami sebenarnya masih ingin belajar lebih banyak lagi agar benar-benar hasilnya baik. Saya pernah belajar ukir di Jepara, tapi hanya sebentar saja. Karena untuk bisa mengukir membutuhkan jangka waktu lama”.

Pilihan jenis keterampilan merupakan salah satu aspek yang ikut menentukan motivasi alumni dalam mengatasi permasalahan dan kebutuhannya. Hal ini berkaitan dengan proses rekruitment awal alumni mengikuti pelatihan keterampilan di PSBR. Karena dari empat orang alumni meubel yang mengikuti kegiatan FGD hingga saat ini belum ada satupun yang berupaya untuk mengembangkan usaha di bidang meubel. Namun demikian satu orang alumni telah bekerja di peterakan dan satu orang masih belajar ukir.

Keterampilan Otomotif Roda Empat. Jumlah alumni otomotif di desa Bacem sebanyak lima orang. Empat orang diantaranya sudah bekerja pada bidang yang sama sekali tidak berkaitan dengan otomotif. Fenomena ini menarik karena hakekatnya alumni tidak tertarik untuk mendalami otomotif. Motivasi alumni pada saat mengikuti pelatihan di PSBR sebenarnya hanya ingin mengisi waktu luang dan senang dengan situasi di PSBR. Menurut salah satu alumni, Fadhol, dia merasa betah tinggal di PSBR karena bisa berkenalan dengan banyak orang, seperti yang diungkapkannya :

“saya dulu ikut pelatihan karena di rumah tidak ada kerjaan pak. Ya pertama saya coba-coba siapa tahu cocok. Ternyata saya senang tinggal di PSBR karena bisa berkenalan dengan teman dari daerah lain... sekarang saya sudah lupa dengan keterampilan otomotif”.

79

Pelayanan dan bimbingan di PSBR seperti dijelaskan pada bab terdahulu, memang tidak hanya menitikberatkan pada aspek keterampilan saja, namun bimbingan sosial berupa pengembangan diri siswa juga menjadi sasaran pelayanan. Namun untuk mewujudkan kemandirian sosial ekonomi siswa, aspek keterampilan mendapatkan perhatian yang cukup besar. Hal yang sangat mendasar untuk mendapatkan penekanan adalah bagaimana menggali minat dan bakat siswa tentang keterampilan pada saat rekruitmen awal, sehingga siswa benar-benar memilih jenis keterampilan sesuai minat dan bakatnya. Kasus yang terjadi pada Fadhol menunjukkan bahwa keterampilan yang diikuti kurang sesuai dengan minat dan bakatnya, sehingga pelatihan yang diikuti tidak memberi pengaruh yang positif dalam memotivasi dirinya untuk berusaha. Karena saat ini Fadhol masih menganggur. Seperti yang diungkapkannya :

“Saya aktif di olahraga voli plastik pak. Ya kalau tidak ada jadual pertandingan atau latihan, saya bantu ibu saya buat tempe di rumah.

Meskipun kondisi Fadhol saat ini seperti apa yang diungkapkan, namun dia masih memiliki keinginan untuk bekerja. Berdasarkan FGD yang dilakukan, dari alumni otomotif yang hadir sebanyak empat orang, tiga orang diantaranya saat ini sudah bekerja di bidang lain. Namun mereka masih memiliki motivasi dan harapan untuk bekerja di bidang lain sebagai tambahan pendapatan.

Modal

Aspek modal dalam hal ini tidak saja berorientasi pada modal uang saja. Melainkan modal peralatan dan kapasitas keterampilan yang dimiliki oleh alumni. Pada aspek motivasi, alumni pada dasarnya sudah banyak menyinggung tentang aspek modal, yaitu peralatan kerja dan kapasitas keterampilan. Alumni yang sudah memiliki kapasitas keterampilan yang cukup baik, ternyata masih mempunyai kendala tidak memiliki peralatan kerja yang memadai. Sedangkan alumni yang sudah memiliki peralatan kerja dan kapasitas keterampilan yang baik masih terbentur tidak adanya modal uang untuk mengembangkan usaha.

Keterampilan Bordir. Permasalahan dialami oleh sebagian besar alumni bordir adalah kekurangan peralatan kerja dan modal uang. Hal ini memang merupakan modal pokok alumni dalam mengembangkan usaha. Sampai saat ini

80

kedua permasalahan tersebut masih belum dapat diatasi oleh alumni. Sebagian alumni tetap menjalankankan aktifitas usaha dengan modal yang ada tetapi ada sebagian alumni yang memilih untuk beraktifitas di bidang lain karena tidak mampu untuk mengatasi permasalahan ketiadaan modal. Seperti kasus yang terjadi pada Nur Niamah :

“bantuan dari PSBR bukan mesin bordir sepak pak, tapi mesin jahit manual, bagaimana saya bisa menerima order bordir? Bordir sekarang kan pakai mesin sepak semua pak. Kalau pakai mesin manual sudah jarang. Akhirnya saya memilih untuk menjahit di rumah saja. Sekarang saya menjahit order kerudung. Untung saya bisa jahit sedikit-sedikit. Tapi saya tetap ingin punya mesin sepak”.

Kasus tersebut merupakan masukan yang sangat berarti bagi PSBR untuk membekali siswa bordir dengan pengetahuan menjahit. Karena kenyataan yang ada, bahwa produk bordir membutuhkan jasa menjahit. Disamping itu, bantuan peralatan kerja disesuaikan dengan kondisi pasar yang ada. Mesin sepak bagi alumni bordir merupakan modal utama untuk menjalankan usaha. Seperti yang dialami oleh Binti Zulaikah dan Sri Binas, keduanya sudah memiliki mesin sepak dan saat ini mereka sudah bisa melayani pelanggan dan menerima order. Berdasarkan pengamatan peneliti, di rumah alumni sudah ada satu unit mesin bordir dan kain yang sedang dibordir untuk kerudung dan rukuh. Peneliti melihat kualitas hasil bordir alumni dapat dikatakan cukup baik.

Keterampilan Jahit. Berbeda dengan bordir, dari tiga orang alumni yang ada, dua orang sudah dapat dikatakan mempunyai cukup modal peralatan dan kapasitas keterampilan yang cukup baik. Meskipun masih diperlukan peningkatan kapasitas keterampilan. Bahkan satu orang alumni sudah dapat melayani jasa menjahit. Hal ini dapat dipahami karena modal peralatan menjahit pada dasarnya dapat dipenuhi oleh alumni sendiri karena dana untuk itu tidak terlalu besar. Salah satu alumni yang bernama Siti Mu’awiyah sudah mempunyai dua buah mesin jahit dan peralatan obras. Meskipun tidak terlalu ramai pelanggan, Mu’awiyah tetap menekuni jahit sambil belajar berbagai pecah model. Mesin tersebut berasal dari bantuan PSBR satu buah dan membeli sendiri satu buah. Sedangkan mesin obras dibelikan oleh orang tuanya. Diungkapkan oleh Mu’awiyah :

“orang tua saya mendukung sekali usaha saya pak. Mesin obras yang ada sekarang dibelikan orang tua saya. Untuk modal menjahit kan tidak

81

terlalu besar. Yang penting punya mesin jahit ditambah mesin obras saya kira sudah cukup”.

Peran orang tua dalam hal pemenuhan kebutuhan modal sangat berarti bagi alumni. Karena orang tua merupakan sumber terdekat yang dapat diakses alumni untuk mengatasi masalah dan kebutuhannya.

Hasil pengamatan peneliti, di rumah alumni nampak adanya satu unit mesin jahit dan pola baju yang sedang dikerjakan. Peneliti menilai bahwa alumni sudah ada kegiatan yang produktif meskipun dengan modal mesin jahit manual.

Keterampilan Meubeler. Permasalahan dan kebutuhan yang dirasakan oleh alumni mebel, khususnya modal usaha adalah kapasitas keterampilan dan modal uang. Sedangkan peralatan kerja relatif masih dapat diupayakan sendiri oleh alumni. Bantuan peralatan kerja dari PSBR sudah dapat dijadikan modal usaha meskipun masih membutuhkan tambahan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada alumni yang berupaya mengatasi sendiri namun belum maksimal karena membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup mahal. Sampai saat ini alumni membutuhkan dukungan dana atau alternatif lain untuk dapat menyalurkan keinginan dan motivasinya. Seperti yang dituturkan oleh N. Agus S. :

“saya ingin menekuni bidang kerajinan yang masih berkaitan dengan keterampilan yang saya punyai pak. Sekarang masih bingung apa yang

Dokumen terkait