• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Intrasubjek I

METODE PENELITIAN

ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

A.5. Analisa Intrasubjek I

Aspek Hasil Konfirmasi Teoritis

Riwayat Perkembangan Perkembangan fisik partisipan hampir sama dengan individu normal, hanya berbeda ketika sudah bisa berjalan. Partisipan tidak mengalami kendala melewati masa kecilnya. Partisipan menggunakan alat bantu tongkat ketika berusia 5 tahun, sepeda, serta kaki palsu yang digunakan ketika partisipan duduk dibangku kelas III SMP sampai dengan hingga kini

Somantri (2006)

menyatakan bahwa

perkembangan individu tunadaksa hampir sama dengan individu dengan fisik yang normal pada umunya. Hanya saja potensi perkembangan fisik yang dialami tidaklah utuh karena bagian tubuh yang mereka miliki tidaklah sempurna

Kondisi Tunadaksa Partisipan terlahir dengan kondisi lutut kaki sebelah kanan mengalami pembusukan, sehingga harus diamputasi ketika partisipan berusia dua minggu. Penyebab dari pembusukan kaki kanan partisipan adalah diabetes yang diturunkan ayah partisipan ketika partisipan berada didalam kandungan. Bagian anggota tubuh yang mengalami ketidaksempurnaan tidak hanya pada kaki kanan, namun juga berdampak pada tidak adanya jempol kaki kiri partisipan, dan tangan kanan hanya memiliki empat jari saja.

Somantri (2006)

mengklasifikasikan

ketunaan menjadi dua klasifikasi yakni :

1. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau merupakan keturunan. Salah satunya adalah congenital amputation 2. Kerusakan pada waktu

kelahiran 3. Infeksi

4. Kondisi traumatik 5. Tumor

Reaksi Lingkungan Keluarga sepenuhnya menerima keberadaan partisipan. Tidak membedakan partisipan dengan saudara kandungnya yang lain, menomor satukan partisipan didalam keluarga, memberikan pendampingan ketika partisipan

Reaksi yang dimunculkan lingkungan dapat menjadi sumber distress tersendiri bagi remaja yang dampaknya terkadang lebih besar daripada ketunaan itu sendiri (Somantri, 2006)

mengalami reaksi negatif dari lingkungan, memotivasi partisipan untuk meraih kesuksesan serta tidak membatasi ruang gerak partisipan

Reaksi Partisipan Partisipan melewati proses untuk dapat menerima kondisi fisiknya. Saat ini partisipan sudah sepenuhnya menerima kondisi fisik. Partisipan memiliki kepercayaan diri ketika menjalankan kehidupan sosialnya, namun masih memiliki rasa tidak percaya diri sesaat ketika bertemu dengan orang-orang baru.

Fokus dengan body image merupakan kondisi yang sering mulai terjadi pada pertengahan kanak-kanak atau lebih awal dan semakin intens pada masa remaja (Papalia, 2007)

Masalah emosi menjadi hal yang dialami oleh individu tunadaksa (Somantri,2006)

Mattering: Keluarga (family matters)

Awareness Partisipan menyadari bahwa keberadaannya diterima baik oleh seluruh keluarga. Selain itu partisipan juga menyadari hubungan yang dekat dengan keluarga berdasarkan komunikasi serta penyediaan dukungan emosional ataupun materil yang diberikan

Elliot (2009)

mengemukakan komponen awareness yang sepenuhnya bersifat kognitif, dimana individu akan merasa menjadi bagian yang penting apabila orang lain merealisasikan keberadaan mereka

Importance Partisipan menyatakan bahwa keluarga peduli dengan apapun yang terjadi pada diri partisipan, misalnya dalam hal penyediaan kebutuhan partisipan,

penyediaan dukungan

emosional, pendampingan keluarga terhadap partisipan serta peran keluarga dalam pertumbuhan personal partisipan

Komponen importance menginsyaratkan sebuah hubungan antara individu dengan orang lain lewat adanya ketersediaan dukungan secara emosional, dimana orang lain menginvestasikan waktu dan energi mereka bagi kita, mau melakukan sesuatu agar apa yang kita perlukan dapat terpenuhi serta turut bangga dengan prestasi yang kita dapatkan (Elliot, 2009) Reliance Partisipan memiliki keterlibatan Pada komponen reliance,

partisipan didalam keluarga serta lingkungan sosialnya

seorang individu akan merasa bermakna apabila dirinya dapat menjadi solusi atas kebutuhan atau keperluan orang lain (Elliot, 2009). Kondisi pendukung family matters Reflected Appraisal

Meskipun mengalami reaksi psikologis negatif terkait pengalaman yang tidak menyenangkan, namun hal tersebut tidak memberikan pengaruh negatif terhadap cara partisipan memandang dirinya. Partisipan tidak pernah menyatakan malu dengan kondisi fisik yang dimilikinya. Berkaitan dengan kualitas diri, partisipan memandang dirinya sebagai seseorang yang berguna bagi orang lain. Hal ini disebabkan kepercayaan yang diberikan oleh keluarga kepada partisipan dalam melakukan sebuah tanggung jawab

Reflected appraisal, menegaskan bahwa konsep diri secara mendalam dipengaruhi oleh bagaimana orang lain bereaksi terhadap individu (Sullivan, 1947, dalam Elliot, 2009).

Orang lain secara berkesinambungan akan mengkomunikasikan seperti apa dan bagaimana individu tersebut dalam pandangan mereka, dan secara tidak langsung pemahaman itu akan diinternalisasi sehingga membentuk konsep diri individu.

Social comparison

Penerimaan diri partisipan tidak hanya dipengaruhi oleh dukungan dan penerimaan lingkungan sosialnya, namun juga dipengaruhi ketika partisipan membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki kondisi yang sama atau bahkan yang lebih buruk dari dirinya.

Selain itu partisipan memiliki kualitas hubungan sosial yang baik

Proses ini melibatkan bagaimana individu membandingkan diri dengan orang lain dalam menentukan kesesuaian dengan orang lain, apakah sama atau berbeda, lebih baik atau lebih buruk (Festinger, 1957, dalam Elliot, 2009). Proses ini juga menjadi salah satu cara lain dalam menilai seberapa penting individu tersebut bagi orang lain melalui bagaimana individu memaknai kualitas hubungan yang dibangun

oleh individu dengan orang lain

Self Atribution

Partisipan menyatakan bahwa dirinya adalah individu yang suka bersosialisasi, namun proses sosialisasi itu sendiri tidak maksimal, karena keterbatasan kondisi fisik yang ada. Hal ini terutama terjadi ketika partisipan berada dalam lingkungan yang baru.

Disisi lain partisipan memiliki keyakinan didalam dirinya bahwa partisipan dapat mencapai kesuksesan meskipun dengan keterbatasan fisik yang ada. Partisipan menyatakan hal ini dikarenakan sikap pantang menyerah serta semangat yang dimiliki didalam diri partisipan. Selain itu karena adanya kehidupan sosial yang positif partisipan memiliki kesempatan untuk memberikan dukungan terhadap teman sebayanya

Proses ini lebih didasarkan pada observasi terhadap perilaku yang dimiliki oleh seseorang dan situasi seperti apa yang mengakibatkan perilaku tersebut muncul, yang disebut sebagai self-attribution. Melalui proses ini individu mempelajari sesuatu mengenai dirinya sendiri dengan menaruh perhatian pada apa yang dilakukan (Bem, 1972, dalam Elliot, 2009).

Proses ini juga dapat menjadi salah satu cara dalam menilai mattering individu, misalnya dengan sekedar mengingat berapa kali individu tersebut menanggapi permintaan akan dukungan emosional yang diperlukan orang lain.