METODE PENELITIAN
ANALISA DATA DAN INTERPRETASI
A.4. Analisa Intrasubjek II
Aspek Hasil Konfirmasi Teoritis
Riwayat Perkembangan Perkembangan fisik partisipan hampir sama dengan individu normal, hanya berbeda ketika sudah bisa berjalan. Partisipan tidak mengalami kendala melewati masa kecilnya. Menggunakan alat bantu tongkat ketika berusia 3 tahun, kursi kecil untuk belajar berjalan, serta kaki palsu. Namun kaki palsu tidak digunakan lagi karena ukuran yang tidak lagi memadai dengan kaki partisipan. Sehingga untuk mendukung aktivitasnya partisipan hanya menggunakan tongkat saja
Somantri (2006)
menyatakan bahwa
perkembangan individu tunadaksa hampir sama dengan individu dengan fisik yang normal pada umunya. Hanya saja potensi perkembangan fisik yang dialami tidaklah utuh karena bagian tubuh yang mereka miliki tidaklah sempurna
Kondisi Tunadaksa Partisipan terlahir dengan kondisi kaki sebelah kiri mengalami ketidaksempurnaan. Penyebab ketunaan tidak diketahui, hanya dikatakan bahwa ketunaan telah terjadi sejak partisipan lahir. Adapun bagian anggota tubuh yang mengalami ketidaksempurnaan hanyalah kaki sebelah kiri partisipan
Somantri (2006)
mengklasifikasikan
ketunaan menjadi dua klasifikasi yakni :
1. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau merupakan keturunan. Salah satunya adalah congenital
amputation
2. Kerusakan pada waktu kelahiran
3. Infeksi
4. Kondisi traumatik 5. Tumor
Reaksi Lingkungan Keluarga sepenuhnya menerima keberadaan partisipan.Hal ini terlihat dari perlakuan orang tua yang tidak membedakan partisipan dengan saudara
Reaksi yang dimunculkan lingkungan dapat menjadi sumber distress tersendiri bagi remaja yang dampaknya terkadang lebih
kandungnya yang lain. Motivasi juga hal yang diterima partisipan dari keluarga serta tidak membatasi ruang gerak partisipan
besar daripada ketunaan itu sendiri (Somantri, 2006)
Reaksi Partisipan Partisipan melewati proses untuk dapat menerima kondisi fisiknya. Namun saat ini partisipan telah menerima kondisi fisik sepenuhnya
Fokus dengan body image merupakan kondisi yang sering mulai terjadi pada pertengahan kanak-kanak atau lebih awal dan semakin intens pada masa remaja (Papalia, 2007)
Masalah emosi menjadi hal yang dialami oleh individu tunadaksa (Somantri,2006) Mattering:
Keluarga (family matters)
Awareness Partisipan tidak merasa tertolak ketika berkumpul bersama dengan keluarga karena reaksi positif yang dimunculkan keluarga terhadap partisipan. Selain itu partisipan menyadari hubungan yang dekat dengan keluarga berdasarkan penyediaan dukungan emosional yang diterima partisipan
Elliot (2009)
mengemukakan komponen awareness yang sepenuhnya bersifat kognitif, dimana individu akan merasa menjadi bagian yang penting apabila orang lain merealisasikan keberadaan mereka
Importance Partisipan menyatakan bahwa dukungan emosional yang diterima partisipan berupa motivasi untuk tetap bersemangat dan tidak mudah menyerah dengan kondisi dan keluarga memberikan ruang gerak bagi partisipan untuk menjalani kehidupan sosial nya
Komponen importance menginsyaratkan sebuah hubungan antara individu dengan orang lain lewat adanya ketersediaan dukungan secara emosional, dimana orang lain menginvestasikan waktu dan energi mereka bagi kita, mau melakukan sesuatu agar apa yang kita perlukan dapat terpenuhi serta turut bangga dengan prestasi yang kita dapatkan (Elliot, 2009) Reliance Partisipan memiliki keterlibatan Pada komponen reliance,
didalam keluarga dalam hal tugas dan tanggung jawab yang diberikan orang tua kepada partisipan
seorang individu akan merasa bermakna apabila dirinya dapat menjadi solusi atas kebutuhan atau keperluan orang lain (Elliot, 2009). Kondisi pendukung family matters Reflected Appraisal
Reaksi negatif yang muncul dalam diri partisipan perlahan menghilang karena adanya dukungan dari keluarga, lingkungan sosial partisipan serta semangat dari diri partisipan yang juga
mempengaruhi proses
penerimaan diri pada partisipan. Selain itu kepercayaan diri partisipan juga semakin terbentuk melalui prestasi yang pernah didapatkan, keterlibatan partisipan dalam organisasi yang
membuat partisipan
mendapatkan banyak pelajaran yang positif serta sikap orang tua yang tidak membatasi aktivitas partisipan. Berkaitan dengan kualitas diri, partisipan memandang dirinya sebagai seseorang yang berguna bagi orang lain. Hal ini disebabkan kepercayaan yang diberikan oleh keluarga kepada partisipan dalam melakukan sebuah tanggung jawab
Reflected appraisal, menegaskan bahwa konsep diri secara mendalam dipengaruhi oleh bagaimana orang lain bereaksi terhadap individu (Sullivan, 1947, dalam Elliot, 2009).
Orang lain secara berkesinambungan akan mengkomunikasikan seperti apa dan bagaimana individu tersebut dalam pandangan mereka, dan secara tidak langsung pemahaman itu akan diinternalisasi sehingga membentuk konsep diri individu.
Social comparison
Partisipan mengalami reaksi psikologis yang negatif ketika membandingkan kondisi fisiknya dengan individu yang memiliki fisik yang normal. Menyadari bahwa setiap orang memiliki kekurangan, membuat reaksi negatif dalam diri
Proses ini melibatkan bagaimana individu membandingkan diri dengan orang lain dalam menentukan kesesuaian dengan orang lain, apakah sama atau berbeda, lebih baik atau lebih buruk
partisipan perlahan berkurang dan akhirnya menghilang.
Selain itu partisipan memaknai hubungan sosial yang berkualitas dengan teman sebayanya, dimana partisipan memiliki sahabat sebagai tempat saling berbagi dukungan emosional
(Festinger, 1957, dalam Elliot, 2009). Proses ini juga menjadi salah satu cara lain dalam menilai seberapa penting individu tersebut bagi orang lain melalui bagaimana individu memaknai kualitas hubungan yang dibangun individu dengan orang lain Self
Atribution
Partisipan menyatakan bahwa dirinya adalah individu yang
memiliki kemampuan
bersosialisasi, hanya partisipan memiliki minat yang kurang untuk bersosialisasi karena karakter personal yang dimilikinya, seperti pendiam. Selain itu partisipan memiliki keyakinan didalam dirinya bahwa partisipan dapat mencapai kesuksesan meskipun dengan keterbatasan fisik yang ada. Partisipan menyatakan hal ini dikarenakan sikap optimis yang dimiliki didalam diri partisipan.
Selain itu partisipan juga memiliki kesempatan untuk
memberikan dukungan
emosional bagi sahabatnya lewat hubungan persahabatan yang mereka jalani
Proses ini lebih didasarkan pada observasi terhadap perilaku yang dimiliki oleh seseorang dan situasi seperti apa yang mengakibatkan perilaku tersebut muncul, yang disebut sebagai self-attribution. Melalui proses ini individu mempelajari sesuatu mengenai dirinya sendiri dengan menaruh perhatian pada apa yang dilakukan (Bem, 1972, dalam Elliot, 2009).
Proses ini juga dapat menjadi salah satu cara dalam menilai mattering individu, misalnya dengan sekedar mengingat berapa kali individu tersebut menanggapi permintaan akan dukungan emosional yang diperlukan orang lain.