• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA PELAKSANAAN PROGRAM USAHA MIKRO Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Penerima Program Usaha Mikro YOP

Evaluasi Pembiayaan Usaha Mikro

6 ANALISA PELAKSANAAN PROGRAM USAHA MIKRO Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Penerima Program Usaha Mikro YOP

Masalah sosial yang terjadi di Desa Maluk adalah kemiskinan dan kesenjangan sosial. Masyarakat Maluk yang hidup di tengah-tengan masyarakat pendatang yang berpenghasilan tetap dan cukup tinggi menciptakan kesenjangan yang cukup tinggi. Menurut informasi dari Kepala Desa Maluk tahun 2012, rata- rata penghasilan masyarakat asli Maluk per bulan sekitar Rp. 1.000.000. Dan terdapat 48 KK yang berpendapatan kurang dari Rp. 500.000 di Desa Maluk. Sedangkan masyarakat pendatang (migran pekerja) berpenghasilan mulai dari Rp.2.000.000 yang bekerja di perusahaan sub kontraktor PTNNT dan sampai Rp. 30.000.0000 per bulan bagi yang bekerja di PTNNT. Kondisi ini yang menyebabkan harga kebutuhan pokok di Maluk jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain di Kabupaten Sumbawa Barat. Harga kebutuhan pokok yang tinggi, penghasilan masyarakat yang rendah menyebabkan timbulnya kesenjangan sosial di masyarakat. Di perburuk lagi dengan kondisi lahan pertanian yang merupakan lahan tadah hujan dan tidak memiliki irigasi baik yang permanen maupun irigasi tradisional atau sementara.

Dari hasil wawancara mendalam dapat kami simpulkan bahwa kesenjangan sosial di Desa Maluk disebabkan oleh tiga hal pokok antara lain sebagai berikut: 1. Tidak merata kesempatan kerja di masyarakat Maluk dan menyebabkan tidak

meratnya pendapatan setiap bulannya.

2. Rendahnya Sumber Daya Manusia menyulitkan mereka bersaing mendapat kesempatan kerja di perusahaan-perusahaan.

3. Laju migrasi yang tinggi menyebabkan masyarakat asli Maluk tersisihkan dalam persaingan mendapat kesempatan kerja.

Misalnya dalam pemanfaatan Pembangunan Pasar Maluk, masyarakat asli tidak mendapat manfaat lansung sebagai sumber matapencaharian dari keberadaan pasar ini karena mayoritas pedangang adalah pendatang. Pemerintah atau PTNNT tidak berusaha memfasilitasi atau memberi kemudahan untuk mendapat modal usaha serta pembinaan untuk menjadi pedagang yang sukses. Semua dibiarkan terjadi secara alamiah sehingga pada akhirnya yang menempati blok-blok usaha di Pasar Maluk adalah masyarakat dari luar Desa Maluk. Jadi belum ada solusi yang serius dan efektif yang dilakukan untuk mengurangi kesenjangan sosial antara masyarakat pendatang dengan masyarakat asli Maluk. Oleh karenanya, Program Microfinance YOP sejak awal diharapkan mampu memberikan solusi atas kesenjangan sosial ekonomi tersebut. Misalnya dengan pemanfaatan pasar Maluk yang harus diorientasikan kepada penduduk lokal Maluk.

Minimimnya pedagang dari penduduk asli Maluk yang berjualan di Pasar Maluk ini bukan karena pemerintah desa tidak peduli dengan mereka, tetapi karena tidak ada minat dagang dan tidak ada modal usaha. Pemerintah atau PTNNT tidak berusaha memberi solusi atau memfasilitasi dengan baik agar masyarakat asli Desa Maluk mendapat pinjaman modal usaha dari pihak bank atau pihak lain.

Namun kehadiran Program Microfinance YOP sedikit memberi angin segar bagi masyarakat Maluk. Secara ekonomi debitur atau nasabah program ini sedikit labih baik dari pada mereka yang berada pada level yang sama tanpa sentuhan Program Microfinance YOP. Berdasarkan data kuantitaif yang diperoleh

di lapangan menunjukkan bahwa 93 persen responden menjawab bahwa bantuan YOP melalui program microfinancenya membantu meningkatkan omset mereka. Sementara ada 3 persen yang mengatakan sangat membantu dan hanya ada 3 persen yang mengatakan bahwa Program Microfinance YOP tersebut tidak membantu mingkatkan omset mereka.

Namun ketika ditanya apakah Program Microfinance YOP tersebut dapat digunakan untuk membuka usaha baru? 94 persen responden menjawab tidak. Sementara hanya 3 persen yang mengatakan sangat dapat dan 3 persen lainnya mengatakan bahwa Program Microfinance YOP tersebut dapat digunakan untuk membuka usaha baru. Oleh karenanya, secara ekonomi, penerima atau debitur YOP tidak mengalami peningkatan ekonomi yang signifikan.

Program Microfinance YOP menyediakan pembiayaan atau pinjaman yang relatif sangat kecil. Berdasarkan angket yang didapatkkan dari responden ada 53 persen nasabah yang mengatakan pinjaman yang diberikan oleh YOP tidak sesuai dengan harapan mereka. 37 persen menjawab sesuai dan 10 persen yang mengatakan tidak sesuai. Fakta ini memberikan gambaran yanga jelas bahw a Program Microfinance YOP tidak mampu secara signifikan maslaha sosial ekonomi masyarakat Maluk.

Tabel 17 Penerima Manfaat Program Usaha Mikro YOP Desa Maluk dan Kecamatan Maluk tahun 2012

Sumber: Laporan bulanan YOP

Tabel 18 Penerima Manfaat Program Usaha Mikro Dilihat Dari Mata Pencaharian di Desa Maluk tahun 2012

Sumber: Laporan bulanan YOP

Data di atas menunjukkan tingginya animo masyarakat untuk mendapat dana sehingga mmeungkinkan mereka melakukan pengembangan usahanya. Masi ada harapan dari YOP jika dana tersebut dimanfaatkan dengan baik maka dapat dikatakan berhasil. Maka nasabah mikro akan meningkat menjadi nasabah ritel yang potensial dan dapat menyerap tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja ini akan mendorong/berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Menyusun kebijakan baru penting dilakukan, untuk bisa memberi kesempatan bantuan usaha untuk masyarakat yang matapencahariannya Petani dan Jasa.

n=23 % n=105 %

Laki- laki 5 22% 32 30%

Perempuan 18 78% 73 70%

Total 23 100% 105 100%

Desa Maluk Kec. Maluk Jenis Kelamin Matapencaharian n=30 % Pertanian 1 3 Pedagang 28 94 Jasa 1 3 Total 30 100

Implementasi Program Pembiayaan Usaha Mikro

Ketersediaan sumber daya finansial yang cukup pada saat yang tepat merupakan salah satu faktor penting bagi individu atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak mungkin terjadi pada masyarakat miskin karena terbatasnya resource sehingga memerlukan adanya intervensi keuangan untuk menutup gap yang ada.

Microfinance merupakan salah industri keuangan baru yang tumbuh pesat dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Pada awalnya di era tahun 1960-an, microfinance termasuk bagian dari program pembangunan yang menyalurkan kredit bersubsidi untuk menunjang pembangunan pertanian, penanggulangan kelaparan dan kemiskinan di wilayah pedesaan khususnya di negara-negara berkembang. Kini microfinance telah menjadi suatu sistem intermediasi keuangan yang terintegrasi dengan sektor keuangan modern. Demikian pula yang dilakukan oleh Yayasan Olat Parigi (YOP) melalui program microfinancenya.

Microfinance merupakan pembiayaan dengan skala mikro. Makna mikro dalam dalam konteks ini berkaitan dengan nilai transaksi dan kapasitas keuangan nasabah yang umumnya masuk ke dalam kategori miskin seperti yang dirumuskan oleh UNCDF, CGAPdan ADB “Microfinance refers to loans, savings, insurance, transfer services and other financial products targeted at low-income clients”.

Pelakasanaan kegiatan microfinance YOP terdiri dari 3 tahapan penting. Pertama, perencanaan program. Kedua, pelaksanaan program dan ketiga adalah evaluasi program.

Perencanaan

Tahap perencanaan Program Microfinance YOP adalah langkah awal yang dilakukan untuk mendesain pola, sasaran, dan manfaat program. Pada tahapan ini, YOP bersama pendamping (dari PTNNT) mencoba melakukan pemetaan sasaran program pada 4 (empat) level. Pertama¸ mereka yang masuk dalam kategori “Inkubator”. Kategori ini ditujukan kepada mereka yang miskin dan tidak memiliki usaha. Level kedua adalah “Embrio”. yang masuk pada kategori atau

level ini adalah masyarakat yang sudah memiliki usaha namun berskal kecil atau menengah. Level ketiga adalah “Small Business”. Bagi YOP, masyarakat yang

masuk dalam kategori ini adalah masyarakat dengan bisnis yang cukup stabil. Dan terakhir, level keempat adalah level Bisnis. Pemetaan tersebut dilakukan dalam rangka menentukan sasaran utama dan pertama dari program microfinance tersebut. Berdasarkan diskusi bersama dengan manajemen YOP, maka program microfinance ini dimulai dari level kedua yaitu embrio. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan bahwa jika program ini berhasil membawa masyarakat dalam level embrio naik ke posisi small bisnis maka akan membawa dampak pada level di bawahnya yaitu “incubator”. Hal ini dijelaskan oleh pendamping YOP,

“Orientasi program itu sebenarnya kita mendorong

orang-orang yang sudah punya usaha dalam kategori “embrio” agar lebih cepat eksplorasinya. Yang masuk kategori ini adalah mereka yang punya usaha dengan omset maksimal 50jt per tahun. karena YOP itu angsurannya selama 10 kali berarti Rp. 5.000.000 per bulan. Standar ini kami buat sendiri dengan asumsi bahwa berdasarkan data empiris rata-rata penghasilan

pengusaha kecil seperti bakulan itu pendapatannya sekitar Rp. 150.000 hingga Rp250.000 /hari. Mereka-mereka itulah yang menjadi target program ini. Nah, Masyarakat lokal kita ini rata- rata berada di kelas inkubasi artinya mereka tidak punya usaha sama sekali. Dan ini kami belum sentuh. Kami start pada level embrio dengan harapan ketika mereka sudah naik ke level small bisnis maka mereka bisa langsung berhubungan lembaga keuangan lain yang pinjamannya jauh lebih besar dan kami beralih ke level inkubasi tersebut.” (Wawancara II)

Tangga Sasaran Program Microfinance YOP tersebut menyisakan berbagai persoalan di tengah masyarakat Maluk. Pertama, Mayoritas penduduk lokal Maluk berada pada level inkubator. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa masyarakat lokal (penduduk asli) Maluk kini menjadi penduduk kelas dua. Kondisi ini disebabkan karena mayoritas mereka kehilangan aset dan tidak memiliki pekerjaan dan usaha, Jika program CSR PTNNT yang diterjemahkan dalam Program Microfinance YOP ditujukan untuk pengentasana kemiskinan dan pemerataan ekonomi, maka seharusnya sasaran dari program ini adalah level inkubator tersebur. Hal ini dijelaskan oleh Tokoh masyarakat Maluk,

“Keberadaan ekonomi mereka, Masyarakat yang ada di Maluk sebelum operasional PTNNT atau penduduk asli Sumbawa ini cendrug memiliki sumber daya yang cukup dan sangat rendah dibandingkan dengan mereka yang datang setelah operasional

PTNNT. Nah, sumberdaya ini mempengaruhi tingkat

perekonomian mereka. Tentu para pendatang itu datang dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman. Sementara penduduk lokal itu hanya memiliki skill di pertanian. itu pun mereka minim pengalaman di bidang pertanian karena hanya petani tradisional

yang menggarap lahan tanah tadah hujan.” (Wawancara III).

Pengabaian level inkubator ini pada prinsipnya bertentangan dengan misi dan tujuan dari program CSR Perusahaan dan mincofinance. Pertama, tujuan CSR secara ekonomi adalah untuk meningkatkan kapasitas masyarakat sekitar perusahaan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pengaturan CSR juga bertujuan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungannya. Melalui Undang- undang pemerintah telah menjadikan kegiatan CSR sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh semua perusahaan. Kedua dari perspektif microfinance, hasil kajian Direktorat Pembiayaan (2004) menunjukkan sebuah lembaga keuangan mikro semestinya menjadikan masyarakat miskin dan pengusaha mikro sebagai sasaran, dimana jasa keuangan yang diberikan dapat disesuaikan dengan karakteristik kelompok sasaran tersebut.

Pada tahapan perencanaan ini, YOP hanya berkoordinasi dengan pendamping yang merupakan perwakilan dari perusahaan pelaksana CSR (PTNNT) tanpa ada keterlibatan tokoh masyarakat atau pemerentah di tingkat desa. Pola ini dikeluhkan oleh masyarakat mengingat yang pemerintah desa lebih mengetahui siapa yang layak mendapatkan program tersebut. Sebagaimana yang

dikatakan oleh Kepala Desa Maluk bahwa sebenarnya program microfinance untuk masyarakat lokal. Namun mereka (YOP) mengambil secara umum asal memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Maluk, meskipun pemilik KTP itu bukan penduduk lokal Maluk. Sebenarnya harus ada keterlibatan pemerintah desa.

Inilah menjadi kelemahan dari program ini. Akibatnya kami tidak bisa melakukan pengawasan. Kalaupun dilibatkan hanya pada penanda tangan surat keterangan bahwa seseorang tersebut memiliki usaha. Namun kita tidak bisa memastikan apakah penerima program tersebut bahwa mereka orang yang tepat dan layak mendapatkan program tersebut. Desa tidak pernah tahu sejauh mana program tersebut dan YOP tidak pernah melaporkan progress dari kegiatan mereka di wilayah saya. Sebenarnya akan lebih efektif jika pemerintahan desa dilibatkan. (wawancara IV).

Tahapan perencanaan ini semestinya bersifat partisipatif dalam rangka menuju sasaran program yang tepat dan layak. Hubungan antar stakeholder dalam penyelenggaraan microfinance YOP terkait dengan sejauh mana masing-masing stakeholder terlibat atau berpartisipasi dalam setiap tahapan penyelenggaraan program, baik pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan. Partisipasi masyarakat menggambarkan bagaimana terjadinya pembagian ulang kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia kegiatan dan kelompok penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut bertingkat, sesuai dengan gradasi, derajat wewenang dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan (Arnstein 1986 dalam Wicaksono 2010). Ide mengelola hubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholder) adalah hal mendasar bagi kebanyakan perusahaan, bahkan ide ini mewakili substansi dari bagaimana sebuah perusahaan dibangun dan dikelola, serta menjadi penting berkaitan dengan manajemen strategis secara khusus (Sukada, 2007). Stakeholders, yang biasa diterjemahkan dengan pemangku kepentingan adalah pihak atau kelompok yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan karenanya kelompok-kelompok tersebut mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh perusahaan (Saidi, 2004). Menurut Sukada (2007), pelibatan pemangku kepentingan ditentukan berdasarkan derajat relevansinya dengan keberadaan serta program yang akan diselenggarakan. Sukada (2007) menambahkan, semakin relevan pemangku kepentingan dengan kegiatan maupun aktivitas pengembangan masyarakat perusahaan, maka pelibatannya menjadi keharusan.

Selain masalah target atau sasaran program, sosialisasi atau informasi program juga tidak sepenuhnya disampaikan dengan baik. Berdasarkan data kuisioner, 80 persen debitur atau nasabah mengatakan tidak ada sosialisasi Program Microfinance ke masyarakat. Meskipun demikian, 73 persen masyarakat mengakui bahwa Program Microfinance YOP ini sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pelaksanaan

Sejak tahun 1999, YOP telah memilih sistem pembiayaan micro ini menjadi sala satu program andalan dalam rangka melaksanakan program CSR PT

Newmont Nusa Tenggara (PTNNT). Program ini dipilih karena berdasakan kajian yang dilakukan selama ini yang menyimpulkan bahwa usaha masyarakat KSB rata-rata bermodal kecil. Oleh karenanya pada tahun 2010 YOP melakukan analisis program apa yang bagus, efektif dan harus dikembangkan yang bersifat kontinyu, akhirnya dipilihlah microfinance ini. Kemudian sejak 2011 kami baru konsentrasi untuk mengurus program microfinance. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh calon debitur/nasabah untuk mendapatkan Program Microfinance YOP ini. Adapun tahapan tersebut antara lain sebagai berikut: a. Tahap Permohonan Kredit

Calon debitur mengajukan permohonan. Pada masa awal, YOP pernah menggunakan 2 pendekatan. Pertama, pendekatan kelompok. Pada masa awal pelaksanaan program microfinance ini YOP mensyaratkan kepada debitur agar membentuk kelompok yang memiliki kesamaan latar balakang yaitu pemiliki usaha kecil. Hal ini dilakukan untuk mempermudah YOP dalam menseleksi calon debiturnya. Kedua, pendekatan individu. Pendekatan ini memberikan ruang kepada calon debitur untuk berhadapan langsung dengan pengurus YOP sebagaimana yang dilakukan di beberapa lembaga financial lainnya, seperti yang diungkapkan oleh salah seorang pendamping YOP:

Syarat yang dikenakan kepada calon debitur adalah harus warga KSB dengan menunjukkan KTP, kemudian memiliki usaha dan bekarakter bagus. Kalau kita bicara pembiayaan mikro pada prinsipnya bukan pada masalah bunga atau besar kecil pinjamannya akan tetapi aksesnya. Nah di program ini aksesnya kami permudah. Calon nasabah tidak perlu lagi membuat proposal, bisnis plan dan lain sebagainya. Jadi mereka hanya mengisi 1 form dengan syarat KTP saja. (Wawancara V).

Selanjutnya adalah petikan wawancara yang diungkapkan oleh seorang pendamping program sebagai berikut:

“setelah persyaratan ini dipenuhi, maka kami turun untuk mensurvey.

Setelah permohonan dari calon Nasabah itu masuk ke kami dan survey sudah dilakukan maka kemudian kami data dan membahasnya di komite untuk menentukan berapa dana yang layak untuk diberikan ke debitur tersebut. Setelah semuanya dinyatakan beres maka kami memanggil yang bersangkutan untuk proses pencairannya di kantor POS. Sebelum dana itu dicairkan kami meminta kepada calon Nasabah tersebut untuk menandatangani surat perjanjian. Hal ini dilakukan mengingat kami tidak menerapkan sistem agunan. Cicilan dana tersebut dilakukan pada bulan ketiga setelah pencairan selama

10 bulan.” (Wawancara VI).

Calon debitur YOP diharuskan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam hal pengajuan permohonan microfinance. Microfinance YOP sejak awal diperkenalkan sebagai kredit yang mudah didapat, maka syarat-syarat yang ditetapkan pun sangat sederhana. Syarat-syarat yang perlu disertakan adalah

bukti identitas diri berupa fotokopi KTP dan Surat Keterangan Usaha. Kegiatan seleksi debitur yang dilakukan oleh YOP tersebut paling tidak telah memperhatikan prinsip-prinsip dalam menilai suatu permohonan kredit yaitu sebagai berikut (Gunarto Suhadi, 2003: 96),

1. Bank hanya memberikan kredit apabila permohonan kredit diajukan secara tertulis. Hal ini berlaku baik untuk kredit baru, perpanjangan jangka waktu, tambahan kredit, maupun permohonan perubahan persyaratan kredit,

2. Permohonan kredit harus memuat informasi yang lengkap dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga financial, 3. Lembaga financial harus memastikan kebenaran data informasi yang

disampaikan dalam permohonan kredit.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh pengurus YOP bahwa tahapan kedua setelah debitur memenuhi persyaratannya adalah membahas ajuan debitu tersebut di komite. Tahapan ini di dunia financial disebut dengan tahap analisis kredit/tahap pemeriksaan. Berdasarkan arahan Bank Indonesia sebagaimana termuat dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995, setiap permohonan kredit yang telah memenuhi syarat harus dianalisis secara tertulis dengan pinsip sebagai berikut:

1. Bentuk, format, dan kedalaman analisis kredit ditetapkan oleh bank yang disesuaikan dengan jumlah dan jenis kredit,

2. Analisis kredit harus menggambarkan konsep hubungan total permohonan kredit. Ini berarti bahwa persetujuan pemberian kredit tidak boleh berdasarkan semata-mata atas pertimbangan permohonan untuk satu transaksi atau satu rekening kredit dari pemohon, namun harus didasarkan atas dasar penilaian seluruh kredit dari pemohon kredit yang telah diberikan dan atau akan diberikan secara bersama-sama oleh bank,

3. Analisis kredit harus dibuat secara lengkap, akurat, dan objektif yang sekurang-kurangnya meliputi;

a) Menggambarkan semua informasi yang berkaitan dengan usaha dan data pemohon termasuk hasil penelitian pada daftar kredit macet,

b) Penilaian kelayakan jumlah permohonan kredit dengan kegiatan usaha yang akan dibiayai, dengan sasaran menghindari kemungkinan terjadinya praktek mark up yang dapat merugikan bank,

c) Menyajikan penilaian yang objektif dan tidak dipengaruhi oleh pihakpihak yang berkepentingan dengan permohonan kredit.

d) Analisa kredit sekurang-kurangnya harus mencakup penilaian tentang prinsip 5C dan penilaian terhadap sumber pelunasan kredit yang dititikberatkan pada hasil usaha yang dilakukan pemohon serta menyediakan aspek yuridis perkreditan dengan tujuan untuk melindungi bank atas resiko yang mungkin timbul,

e) Dalam penilaian kredit sindikasi harus dinilai pula bank yang bertindak sebagai bank induk.

Bagaimanapun arahan di atas, tetap terbuka peluang bagi lembaga financial untuk mengatur kebijakan kreditnya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan lembaga keuangan itu sendiri. YOP dalam melakukan analisis kredit pun mempunyai kebijakan sendiri yang tentunya tetap berpedoman pada arahan Bank Indonesia.

Di sisi lain PL YOP juga melakukan langkah antisipatif terhadap keabsahan data yang diberikan oeh calon debitur. Pada tahap ini Petugas Lapangan (PL) YOP juga akan melakukan checking serta peninjauan langsung ke lapangan untuk melihat tentang layak atau tidaknya calon debitur kredit usaha rakyat diberikan pinjaman dengan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan permohonan kredir microfinance YOP tersebut antara lain:

1. Mencocokan fotokopi bukti diri/ identitas lain sesuai dengan aslinya.

2. Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan usaha calon debitur kredit usaha rakyat. Misalnya: tentang modal, tentang pinjaman pada pihak lain, Bukti Kepemilikan Rumah Pribadi dll.

Sebelum ditentukan siapa yang layak mendapatkan bantuan tersebut PL melakukan survey usaha terlebih dahulu. Kemudian dinanlisis usahanya untuk menentukan besaran modal yang mereka dapatkan. Namun yang paling ditekankan adalah sejauhmana calon nasabah tersebut memiliki karakter yang baik. Kemudian orang tersebut harus memiliki tempat tinggal tetap. (Wawancara VII).

Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro ini umumnya disebut dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Asian Development Bank (ADB) mendefinisikan LKM sebagai lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loan), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfer yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil. Dengan demikian LKM memiliki fungsi sebagai lembaga yang memberikan berbagai jasa keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta usaha mikro.

Menurut Krishnamurti (2005), secara umum terdapat tiga elemen penting dari Lembaga Keuangan Mikro. Pertama, menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan. Kedua, melayani rakyat miskin. Keuangan mikro hidup dan berkembang pada awalnya memang untuk melayani rakyat yang terpinggirkan oleh sistem keuangan formal yang ada sehingga memiliki karakteristik konstituen yang khas. Ketiga, menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel. Hal ini merupakan konsekuensi dari kelompok masyarakat yang dilayani, sehingga prosedur dan mekanisme yang dikembangkan untuk keuangan mikro akan selalu kontekstual dan fleksibel. Pada semua tahapan ini sangat diperhatikan diaplikasikna oleh YOP.

b. Tahap Pemberian Putusan Kredit

Tahap ini, calon debitur akan memperoleh keputusan kredit yang berisi persetujuan akan adanya pemberian kredit sesuai permohonan yang diajukannya. Keputusan persetujuan permohonan kredit berupa mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan kredit dari calon debitur. Pihak YOP akan memberitahukan kepada calon debitur untuk mengkonfirmasih kembali beberapa hari menurut jadwal yang telah ditentukan oleh pihak YOP setelah pengajuan permohonan kredit.

Apa yang dilakukan oleh YOP dalam menseleksi calon debiturnya paling tidak sudah memenuhi tahapan dan pertimbangan sebagaimana pendapat Rachmat Firdaus. Menurutnya bahwa setiap pejabat yang terlibat dalam kebijakan

persetujuan kredit harus mampu memastikan hal-hal berikut (Rachmat Firdaus, 2003:51):

1. Setiap kredit yang diberikan telah sesuai dengan prinsip perkreditan yang sehat dan ketentuan perbankan lainnya,