• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Penyebab Ketidakberhasilan Pencapaian Target

Dalam dokumen Laporan Kinerja. Inspektorat Jenderal (Halaman 29-35)

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

A. CAPAIAN KINERJA INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2021

4. Analisa Penyebab Ketidakberhasilan Pencapaian Target

Ketidakberhasilan pencapaian target sasaran Inspektorat Jenderal tahun 2021 dikarenakan tidak ada satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan yang mendapatkan predikat WBK/WBBM dari Kemenpan RB (Nasional), meskipun pada tahun 2021 terdapat 18 satuan kerja yang mendapatkan predikat WBK dari Kemenkes, namun pencapaian predikat WBK dari Kemenpan RB merupakan hal penting yang menjadi nilai tambah dalam pencapaian target sasaran Inspektorat Jenderal tahun 2021. Alasan ketidaktercapaian pada indikator WBK/WBBM antara lain:

a. Pendampingan kepada satuan kerja tidak maksimal;

b. Sebagian besar satuan kerja yang dilakukan penilaian masih fokus pada kegiatan penanganan COVID-19 dan vaksinasi bagi masyarakat;

c. Pencapaian WBK/WBBM pada satuan kerja belum menjadi tupoksi utama fungsional tertentu di satuan kerja;

0

Target (%) Realisasi (%) Target (%) Realisasi (%) Target (%) Realisasi (%)

IKP I IKP I IKP II IKP II IKP III IKP III

2020 2021 2022 2023 2024

25

Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI

d. Adanya perbedaan persepsi penilaian antara TPN Kemenpan RB dengan TPI Kemenkes, sehingga terjadi perbedaan penilaian antara satuan kerja yang sudah dinilai WBK Kemenkes namun tidak mendapatkan predikat WBK/WBBM oleh Kemenpan RB;

e. Tidak ada feedback secara detail dari Kemenpan RB atas kekurangan yang menyebabkan satuan kerja tidak mendapatkan predikat WBK/WBBM, sehingga satuan kerja tidak dapat mengetahui kelemahan dalam sistem anti korupsi yang perlu diperbaiki.

Beberapa kegiatan telah dilaksanakannya sebagai upaya dalam pencapaian sasaran indikator kinerja program, yaitu:

a. Pendampingan pengawasan program prioritas nasional rekomendasi kebijakan berdasarkan hasil pengawasan terhadap 4 (empat) Program Prioritas Nasional/Program Strategis di lingkup Kementerian Kesehatan, Rekomendasi Kebijakan adalah policy brief yang dihasilkan dari analisis atas hasil Pengawasan 4 (empat) Program Prioritas Nasional/Program Strategis di Lingkup Kementerian Kesehatan yang dilakukan oleh Inspektorat dan disampaikan kepada Menteri Kesehatan. Rancangan policy brief diajukan oleh Inspektorat I sampai IV,

b. Pendampingan WBK/WBBM satker KP/KD yang memenuhi predikat WBK adalah Satker KP/KD yang mendapatkan predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) dari Kementerian Kesehatan RI dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI. Sampai dengan bulan Desember 2021 jumlah satker yang mendapat predikat WBK kemenkes yaitu 85 satker dan 20 satker mendapat predikat WBK/WBBM dari Kemenpan RB, dari jumlah seluruh satker kemenkes 216 satker sehingga mencapai 48,61% dari target 50% atau 97,22%.

c. Hasil self assesment tingkat kapabilitas APIP oleh Inspektorat Jenderal terhadap elemen-elemen AICM dilakukan pada bulan Januari 2021 berada pada level 3. Pelaksanaan QA oleh BPKP atas hasil self assessment akan dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2021.

26

Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI

Selain itu pula terdapat beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan sebagai upaya dalam penunjang pencapaian target diantaranya sebagai berikut:

a. Reviu Laporan Keuangan

Dalam rangka mempertahankan opini laporan keuangan Kementerian Kesehatan, maka Inspektorat Jenderal melaksanakan kegiatan reviu atas laporan keuangan. Reviu laporan keuangan bertujuan memberikan keyakinan tentang akurasi, keandalan, dan keabsahan informasi yang disajikan pada laporan keuangan sehingga laporan keuangan sesuai Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).

1) Reviu Pengadaan Barang/Jasa dan Penyerapan Anggaran

Guna meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, antara lain melalui government spending atau belanja pemerintah yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

2) Pendampingan Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis Risiko

Pendampingan penyusunan laporan keuangan setiap satuan kerja diharapkan dapat tersusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), sehingga terselenggara laporan keuangan yang akuntabel dan berdasarkan bukti (evidence based).

3) Pengamanan Aset Kementerian Kesehatan

Pengamanan aset Kementerian Kesehatan dilakukan dalam upaya mendorong terselenggaranya penatausahaan dan tata kelola aset sesuai dengan ketentuan yang berlaku, terutama pada satuan kerja penerima dana Tugas Pembantuan (TP) yang dialihkan ke Dana Alokasi Khusus (DAK).

4) Pendampingan/Konsultasi Pengadaan Barang/Jasa

Pendampingan/konsultasi pengadaan barang/jasa dilakukan dengan tujuan untuk memelihara tingkat kepercayaan publik dan peserta tender, meyakinkan keputusan yang dibuat terhindar dari tuntutan hukum, menciptakan akuntabilitas dalam proses pengadaan barang/jasa, dan menghindari terjadinya praktik korupsi.

5) Peningkatan Akuntabilitas Kinerja Satuan Kerja

27

Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI

Dalam upaya meningkatkan akuntabilitas kinerja di setiap satuan kerja, Inspektorat Jenderal melakukan Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Evaluasi ini dilakukan sebelum Kementerian PAN dan RB melakukan evaluasi SAKIP Kementerian Kesehatan. Selain itu, dilaksanakan pula reviu LAKIP.

6) Peningkatan Kualitas Perencanaan dan Penganggaran

Dalam rangka meningkatkan penyusunan perencanaan dan penganggaran Kementerian Kesehatan, Inspektorat Jenderal melaksanakan kegiatan reviu Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) di masing-masing unit utama atau satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan. Kegiatan ini dilakukan sebelum dilakukan penelaahan oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.

7) Percepatan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

Salah satu tugas Inspektorat Jenderal adalah memastikan bahwa satuan kerja telah menindaklanjuti rekomendasi atau saran hasil audit internal maupun eksternal. Oleh karena itu, Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam memantau percepatan tindak lanjut, sehingga tindak lanjut dapat terlaksana tepat waktu sesuai ketentuan. Percepatan tindak lanjut dilakukan melalui pemantauan dan pemutakhiran data, serta dilakukan bimbingan teknis dalam rangka memberikan masukan kepada satuan kerja untuk penyelesaian tindak lanjut hasil audit yang dilakukan secara berkala.

8) Kerjasama Pengawasan dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) lain

Kerjasama pengawasan dilakukan dengan aparat pengawasan lain yaitu Inspektorat Jenderal Kementerian/Lembaga, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

9) Penanganan Pengaduan Masyarakat

Dalam rangka meningkatkan penyelesaian pengaduan masyarakat, Kementerian Kesehatan telah membentuk tim untuk menangani pengaduan masyarakat berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: HK.02.02/Menkes/239/2016 11 April 2016 tentang Tim

28

Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI

Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Dalam pelaksanaannya dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri PAN Nomor PER/05/M.PAN/14/2009 tentang Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat bagi Instansi Pemerintah.

10) Pelaksanaan 2 Survei yakni : a) Survei Kepuasan Pelanggan

Survei Persepsi dan Kepuasan Satker Terhadap Pelaksanaan Tusi Inspektorat Jenderal Kemenkes adalah metode penelitian survei guna meningkatkan tingkat kepuasan satker atas layanan yang diberikan dengan menggunakan kuisioner dan skala tertentu.

Tujuannya Untuk mengetahui kualitas kinerja pelayanan publik Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan terhadap satuan kerja di lingkup Kementerian Kesehatan dan mendapatkan gambaran hasil persepsi dan tingkat kepuasan satuan kerja atas pelaksanaan tupoksi Itjen Kemkes dari tahun sebelumnya sebagai masukan untuk perencanaan selanjutnya.

b) Survei Persepsi Anti Korupsi

Salah satu upaya untuk mengetahui persepsi Pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan terhadap antikorupsi, pelaksanaan kegiatan antikorupsi, dan merupakan perwujudan komitmen yang tinggi untuk terwujudnya Good Governance. Tujuannya adalah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas tata kelola pemerintahan serta tercapainya sasaran reformasi birokrasi di Kementerian Kesehatan.

11) Penguatan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Untuk mencapai tujuan tata kelola yang baik, Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, diantaranya:

a) Keterbukaan (Transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai organisasi.

29

Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI

b) Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan organisasi terlaksana secara efektif.

c) Responsibilitas (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan organisasi terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip organisasi yang sehat.

d) Independensi (Independency), yaitu organisasi dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip organisasi.

e) Prediktabilitas (Predictability), yaitu implementasi yang konsisten dari kebijakan pendukung, peraturan dan regulasi.

f) Dinamis (Dynamism), yaitu inovasi atau perubahan positif dalam tata kelola yang dapat meningkatkan efisiensi kinerja Inspektorat Jenderal.

12) Pelaksanaan Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi diantaranya melalui :

a) Pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM

b) Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di lingkungan Kementerian Kesehatan melalui pendampingan penilaian risiko dalam rangka penerapan SPIP di seluruh satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan.

c) Pemantapan Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK) melalui pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan diseminasi pencegahan korupsi di satuan kerja.

d) Mendorong pengendalian gratifikasi di lingkungan Kementerian Kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pengendalian Gratifikasi dan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: HK.02.02/MENKES/306/2014 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Gratifikasi di lingkungan Kementerian Kesehatan.

e) Mengoptimalkan Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara bagi aparatur wajib lapor di lingkungan Kementerian Kesehatan.

30

Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI

13) Program Penguatan Sistem Pengawasan

Meningkatkan implementasi penangaan pengaduan masyarakat di semua unit organisasi.

14) Meningkatkan Implementasi Whistleblowing System (WBS) di seluruh satuan kerja Kementerian Kesehatan.

15) Meningkatkan Pencegahan Benturan Kepentingan.

16) Mendorong Pelaksanaan SPIP pada satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan.

17) Mendorong satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan untuk mendapat predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).

18) Pembentukan SKI (Satuan Kepatuhan Internal) berdasarkan Permenkes tata kelola pengawasan.

Dalam dokumen Laporan Kinerja. Inspektorat Jenderal (Halaman 29-35)

Dokumen terkait