• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Peran Aktivitas Pedagang Kaki Lima Terhadap Ruang Publik Dalam pembahasan ini, kawasan studi akan dibagi menjadi empat segmen yaitu

KAWASAN PENELITIAN

5.4 Analisa Peran Aktivitas Pedagang Kaki Lima Terhadap Ruang Publik Dalam pembahasan ini, kawasan studi akan dibagi menjadi empat segmen yaitu

segmen A (Jalan Bukit Barisan), Segmen B (Jalan Stasiun), segmen C (Jalan Pulau Pinang), segmen D (Jalan Balai Kota), dan segmen E (Lapangan Merdeka), dimana setiap segmen akan dibahas peran aktivitas pedagang kaki lima berdasarkan tipologi ruang publik.

Menurut Stephen Carr (1992: 79-84) mengelompokkan tipologi ruang publik berdasarkan beberapa tipe dan karakter, antara lain taman umum, lapangan dan plaza, pasar, jalan, mal pedestrian, jalur lambat, serta jalur hijau dan jalan taman. Berdasarkan hal tersebut, maka pengelompokan tipologi di kawasan studi yaitu lapangan, dan jalan (parkir dan trotoar).

5.4.1 Lapangan

Lapangan Pusat Kota (central square), ruang publik ini sebagai bagian pengembangan sejarah, berlokasi di pusat kota yang sering digunakan untuk kegiatan formal seperti upacara peringatan hari nasional, merupakan tempat pertemuan bagi beberapa koridor jalan di kawasan tersebut (Stephen Carr, 1992). Pada kawasan studi lapangan berada di segmen E yaitu Lapangan Merdeka.

Lapangan Merdeka merupakan ruang publik Kota Medan yang merupakan sebagai bagian pengembangan sejarah dan berada di pusat kota. Berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan, di Lapangan Merdeka terdapat 35,5% pedagang kaki lima yang berjualan. Jenis dagangan pedagang kaki lima yang

berjualan di Lapangan Merdeka umumnya berupa makanan/minuman dengan sarana fisik yang digunakan yaitu alas/gelaran, pikulan dan sarana lainnya seperti sepeda (Gambar 5.15). Sifat pelayanan pedagang kaki lima di Lapangan Merdeka ini yaitu semi menetap dan keliling. Berdasarkan wawancara dengan pengunjung Lapangan Merdeka, pedagang kaki lima memiliki peran bagi pengunjung yang membutuhkan makanan dan minuman serta menghidupkan lapangan terbuka publik.

Gambar 5.15 Penampang di Segmen E (Lapangan Merdeka) Sumber: Survey Lapangan, 2014

Adapun alasan pedagang kaki lima memilih Lapangan Merdeka sebagai lokasi untuk berjualan dikarenakan kondisinya yang cukup ramai dikunjungi orang setiap hari.

Berdasarkan survey terhadap pengunjung Lapangan Merdeka, sebanyak 1,61% pengunjung menyatakan aktivitas pedagang kaki lima sangat penting di Lapangan Merdeka, 45,16% menyatakan penting, 43,55% kurang penting dan 9,68% menyatakan tidak penting.

5.4.2 Jalan

Selain di Lapangan Merdeka, pedagang kaki lima juga berjualan di sepanjang jalan-jalan di sekitar Kawasan Merdeka (Jalan Stasiun, Jalan Bukit Barisan, Jalan Pulau Pinang, dan Jalan Balai Kota). Pedagang kaki lima tersebut berjualan di trotoar dan parkir (on street parkir).

1. Trotoar

Berdasarkan hasil survey, kondisi trotoar di kawasan studi belum memenuhi standar dan persyaratan yang telah ditetapkan, apalagi kawasan ini merupakan kawasan perdagangan dan jasa dengan tingkat intensitas pengunjung lebih tinggi dan berkesinambungan. Kondisi trotoar yang belum memenuhi standar tersebut semakin terganggu dikarenakan adanya intervensi pedagang kaki lima yang memanfaatkan trotoar sebagai tempat beraktivitas. Oleh karena trotoar dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima,

menyebabkan pejalan kaki harus memanfaatkan badan jalan dalam beraktivitas. Hal tersebut terlihat pada segmen A (Jalan Bukit Barisan) dimana terdapat kelompok pedagang kaki lima yang mengisi ruang mulai dari depan bangunan, dan trotoar. Trotoar di segmen A ini dari segi lebar telah memiliki lebar standar yaitu 1,5 meter. Namun untuk keamanan dalam berjalan kaki di trotoar ini tidak dapat dirasakan dikarenakan adanya pedagang kaki lima dan permukaan trotoar yang tidak rata. Adapun sarana fisik yang digunakan adalah meja, gelaran/alas, gerobak/kereta dorong, dengan jenis dagangan alat surat menyurat, batu cincin, stiker, makanan/minuman (Gambar 5.16). Peran pedagang kaki lima di sekitar Jalan Bukit Barisan adalah sebagai pendukung aktivitas pengguna bangunan disekitarnya, seperti di sekitar kantor pos terdapat pedagang kaki lima yang menjual perangko dan alat surat menyurat.

Gambar 5.16 Penampang Trotoar di Segmen A (Jalan Bukit Barisan) Sumber: Survey Lapangan, 2014

Selain di segmen A, pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar juga terdapat pada segmen D (Jalan Balai Kota). Pada segmen D ini lebar trotoar yaitu 1,5 meter. Pada segmen D ini jenis dagangan yang dijual yaitu makanan/minuman dengan sarana fisik berupa gerobak. Pedagang kaki lima di segmen ini juga meninggalkan sarana fisik (gerobak) di depan bangunan/trotoar (Gambar 5.17).

Gambar 5.17 Penampang Segmen D (Jalan Balai Kota) Sumber: Survey Lapangan, 2014

2. Parkir

Sistem parkir kenderaan pada kawasan studi yaitu sistem parkir di badan jalan (segmen A, segmen B, segmen C) dan sistem parkir tidak di badan jalan (segmen D). Pemanfaatan badan jalan dan parkir yang terbanyak terdapat di segmen A (Jalan Bukit Barisan), segmen B (Jalan Stasiun) dan segmen C (Jalan Pulau Pinang).

Berdasarkan survey diketahui bahwa sebagian besar pedagang kaki lima di segmen A memanfaatkan badan jalan dan lahan parkir sebagai tempat aktivitas mereka, karena dianggap paling strategis dalam mendapatkan konsumen (Gambar 5.18, dan 5.19).

Gambar 5.18 Penampang A Badan Jalan Pada Segmen A (Jalan Bukit Barisan) Sumber: Survey Lapangan, 2014

Pada segmen B (Jalan Stasiun) pedagang kaki lima yang berjualan di parkir kenderaan merupakan pedagang dengan jenis dagangan makanan/minuman, serta menggunakan sarana fisik gerobak, dan lainnya yang berupa sepeda. Umumnya pedagang kaki lima di segmen B ini memiliki sifat pelayanan semi menetap dan keliling (Gambar 5.20).

Gambar 5.19 Penampang B Badan Jalan Pada Segmen A (Jalan Bukit Barisan) Sumber: Survey Lapangan, 2014

Gambar 5.20 Penampang Segmen B (Jalan Stasiun) Sumber: Survey Lapangan, 2014

Pada segmen C (Jalan Pulau Pinang) pedagang kaki lima berjualan di badan jalan yang digunakan sebagai parkir kenderaan. Pedagang yang semi menetap dan keliling tersebut memiliki jenis dagangan makanan/minuman, serta menggunakan sarana fisik gerobak, dan lainnya yang berupa sepeda (Gambar 5.21).

Gambar 5.21 Penampang Segmen C (Jalan Pulau Pinang) Sumber: Survey Lapangan, 2014

Ruang publik di Kawasan Lapangan Merdeka Kota Medan merupakan

encounter model dimana ruang terbuka dan bebas diakses oleh penduduk setempat dan orang asing. Di sini, orang asing dipandang sebagai subyek pendukung keamanan (sebagai elemen postitif) yang turut mengawasi ruang. Jane Jacobs (1961) mengobservasi bahwa pola jalan tradisional dengan fungsi ganda (mixed-use) lebih baik dibandingkan pemisahan land-use untuk fungsi tertentu (single-use) seperti pemusatan wilayah perumahan, pemusatan wilayah kesehatan, retail dan sebagainya. Ia memaparkan kondisi ideal sebuah desain ruang publik dalam kaitannya dengan keamanan, antara lain adanya batas yang jelas antara area publik dan privat, serta adanya pengawasan/kewaspadaan alami (eyes on the street). Ia juga menambahkan dua kondisi ideal, yaitu adanya kombinasi usia dan golongan sosial dan penggunaan

ruang publik yang kontinu setiap saat, yang pada kenyataannya sulit dicapai. Model ini menjelaskan bahwa ruang terbuka bebas lebih aman karena berfungsi sebagai tempat interaksi sosial sehingga secara tidak langsung juga meningkatkan kewaspadaan dan aktivitas di ruang publik.

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil survey lapangan, pedagang kaki lima dilihat dari jenis dagangannya 66,13% menjual makanan/minuman, 32,26% menjual barang bukan makanan dan 1,61% menjual jasa. Dilihat dari sarana usaha pedagang kaki lima 29,03% menggunakan gerobak/kereta, 9,68% menggunakan pikulan/keranjang, 3,23% warung semi permanen, 17,74% menggunakan gelaran/alas, 40,32% lainnya yaitu berupa tenda, meja dan sepeda. Berdasarkan sifat pelayanannya 37,10% menetap, 38,71% semi menetap, dan 24,19% keliling (mobile). Dilihat dari waktu pelayanan sebanyak 35,48% pada pagi hari, 45,16% pada siang hari dan 19,35% pada malam hari. Berdasarkan ruang aktivitas pedagang kaki lima sebanyak 17,74% menggunakan trotoar, 41,94% badan jalan, 11,29% lahan parkir dan 29,03 menggunakan Lapangan Merdeka.

Dari pengamatan yang dilakukan, kondisi ruang publik yang dimanfaatakan pedagang kaki lima sebagai tempat aktivitas sebanyak 25,18% merasa sangat terganggu, 54,84% terganggu dan 19,35% tidak terganggu.

Berdasarkan analisis uji crosstab, jenis dagangan dan sarana fisik memiliki hubungan yang cukup kuat dengan kondisi ruang publik. Sedangkan sifat pelayanan,

waktu pelayanan dan ruang aktivitas memiliki hubungan yang kuat dan mempengaruhi kondisi ruang publik.

Pedagang kaki lima di sekitar Kawasan Lapangan Merdeka memiliki peran sebagai pendukung aktivitas pengguna bangunan disekitarnya, pengguna jalan dan pejalan kaki. Jalur pejalan kaki yang digunakan pedagang kaki lima sebagai lokasi berdagang di sekitar Kawasan Lapangan Merdeka Medan telah memenuhi standar yaitu 1,5-2,0 meter (Danisworo, 1991). Namun, pejalan kaki tidak merasa aman berada di jalur pejalan kaki tersebut dikarenakan adanya pedagang kaki lima yang berjualan dan permukaan trotoar yang tidak rata.

Lapangan Merdeka merupakan ruang terbuka dengan model encounter model

yaitu bebas diakses orang yaitu penduduk setempat dan orang asing. Pola jalan tradisional dengan fungsi ganda (mixed-use) lebih baik dibandingkan pemisahan

land-use untuk fungsi tertentu (single-use).Kondisi ideal sebuah desain ruang publik dalam kaitannya dengan keamanan, antara lain adanya batas yang jelas antara area publik dan privat, serta adanya pengawasan/kewaspadaan alami (eyes on the street). Model ini menjelaskan bahwa ruang terbuka bebas lebih aman karena berfungsi sebagai tempat interaksi sosial sehingga secara tidak langsung juga meningkatkan kewaspadaan dan aktivitas di ruang publik (Jane Jacobs, 1961).

6.2 Rekomendasi

Sehubungan dengan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka perlu dilakukan penelitian atau studi lanjutan yang berkaitan dengan aktivitas sektor

informal (pedagang kaki lima), mengingat keberadaan mereka yang telah menjadi bagian dari kegiatan perekonomian perkotaan.

1. Rekomendasi bagi Pemerintah

Pemerintah Kota perlu memberikan respons positif terhadap tumbuh dan berkembangnya kegiatan/aktivitas pedagang kaki lima karena bagaimanapun juga mereka akan selalu muncul dan beraktivitas pada lokasi/tempat yang sesuai dengan karakteristiknya memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kegiatan tersebut. Untuk itu diperlukan adanya manajemen lokasional dalam bentuk stabilisasi kegiatan pedagang kaki lima. Namun disamping itu juga perlu menetapkan aturan dan sanksi yang jelas/tegas untuk mengendalikan kegiatan pedagang kaki lima agar tidak terjadi pelanggaran atas peraturan tersebut.

Dalam perencanaan tata ruang kota perlu dialokasikan kebutuhan ruang untuk mewadahi kegiatan pedagang kaki lima yang merupakan bagian dari sektor informal kota karena sesuai dengan sifatnya sebagai pendukung aktivitas (activity support), maka kegiatan ini akan selalu tumbuh dan berkembang mengikuti kegiatan formal.

2. Rekomendasi bagi ilmu pengetahuan

Perlunya adanya pemahaman yang lebih mendalam dan luas mengenai aktivitas pedagang kaki lima yang dilihat tidak hanya secara fisik saja, tetapi juga secara sosial dan ekonomi yang mampu menghidupkan suasana

kawasan dengan tetap memperhatikan kebijakan-kebijakan dan peraturan yang berlaku.

3. Rekomendasi bagi peneliti lanjutan

Sehubungan dengan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka perlu dilakukan penelitian atau studi lanjutan yang berkaitan dengan aktivitas pedagang kaki lima, mengingat keberadaan mereka yang telah menjadi bagian dari kegiatan perekonomian perkotaan. Untuk itu penelitian atau studi lanjutan yang direkomendasikan adalah kajian tentang kebutuhan sarana dan prasarana pendukung pada setiap lokasi kegiatan pedagang kaki lima dengan karakteristik lokasi yang berbeda, kajian tentang aspek penataan pedagang kaki lima sebagai salah satu unsur pendukung kualitas fisik dan visual kawasan kota serta kajian tentang kebutuhan ruang aktivitas bagi kegiatan pedagang kaki lima dalam suatu lokasi kegiatan sektor informal.