• Tidak ada hasil yang ditemukan

Elemen Perancangan Kota

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Elemen Perancangan Kota

Menurut Shirvani (1985), di dalam perancangan kota ada delapan elemen yang harus dipertimbangkan, antara lain land use (tata guna lahan), building form and massing (massa dan bentuk bangunan), sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, jalur pejalan kaki, activity support, signages, dan preservation (preservasi). Dari kedelapan elemen diatas empat diantaranya akan diperdalam, yaitu parkir dan sirkulasi, ruang terbuka, dan jalur pejalan kaki.

2.1.1 Sirkulasi dan parkir

Sirkulasi kota terkadang dapat menimbulkan masalah sehingga dibutuhkan suatu pemikiran yang mendasar, antara prasarana jalan yang tersedia, bentuk struktur kota, fasilitas pelayanan umum yang berpengaruh terhadap padatnya kegiatan, jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat serta perilaku masyarakat kota yang memanfaatkan jalan tersebut.

Menurut Shirvani (1985) ada tiga prinsip utama dalam menangani sirkulasi, yaitu:

a. Jalan harusnya didesain menjadi ruang terbuka yang memiliki pemandangan yang baik antara lain bersih dan lansekap yang menarik, persyaratan ketinggian dan garis sempadan bangunan yang berdekatan dengan jalan, pengaturan parkir di pinggir jalan dan tanaman yang berfungsi sebagai penyekat jalan dan meningkatkan lingkungan alami yang terlihat dari jalan.

b. Jalan harus dapat memberi petunjuk orientasi bagi para pengendara dan dapat menciptakan lingkungan yang dapat dibaca. Lebih khusus lagi yaitu menciptakan bentuk lansekap untuk meningkatkan kualitas lingkungan kawasan sepanjang jalan tersebut, membangun perabot jalan yang berfungsi pada siang dan malam hari dengan hiasan lampu yang mendukung suasana jalan termasuk perencanaan umum jalan dengan pemandangan kota dan beberapa visual menarik yang dapat berperan sebagai landmark (tetenger), pembedaan susunan dan jalan-jalan penting dengan memberikan perabot jalan, trotoar, maju mundurnya batas bagunan, penggunaan lahan yang cocok dan sebagainya.

c. Sektor publik dan swasta merupakan rekan (partner) untuk mencapai tujuan tersebut di atas. Beberapa kecendrungan tujuan dalam perencanaan transportasi meliputi meningkatkan mobilitas di kawasan pusat bisnis

Central Business Distrct (CBD), mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, mendorong penggunaan kendaraan umum, dan meningkatkan

kemudahan pencapaian ke kawasan pusat bisnis (Brambilla and Cianni, 1977).

Parkir merupakan masalah yang selalu dihadapi di kawasan perkotaan terutama di kawasan pusat kota karena setiap muncul bangunan fungsional umum baru, kebutuhan parkir selalu ramai dibicarakan oleh masyarakat, para pakar dan pemerintah kota.

2.1.2 Ruang terbuka

Setiap orang yang berlainan profesinya akan memiliki pengertian yang berbeda tentang ruang terbuka. Ruang terbuka ini bisa menyangkut semua lansekap, elemen keras (hardscape), taman dan ruang rekreasi di kawasan kota. Elemen-elemen ruang terbuka juga menyangkut lapangan hijau, ruang hijau kota, pohon-pohonan, pagar, tanam-tanaman, air, penerangan, paving, kios-kios, tempat-tempat sampah, air minum, sculpture, jam dsb (Gambar 2.1). Secara keseluruhan elemen-elemen tersebut harus dipertimbangkan untuk mencapai kenyamanan karena elemen yang sangat esensial dalam perancangan kota (Shirvani, 1985).

Menurutnya ruang terbuka di area pertokoan dapat menjadi ruang pendukung kegiatan (activity support) bila terletak pada minimum dua pusat kegiatan yang menjadi pemicu pola pergerakan massa. Ruang terbuka tersebut merupakan ruang terbuka publik yang dimanfaatkan bagi kepentingan publik, sehingga perlu didukung adanya elemen-elemen ruang yang dapat memberi kenyamanan bagi pengguna seperti: tempat duduk, pohon/peneduh, tempat parkir. Struktur tempat parkir tidak

boleh mengganggu aktivitas disekitarnya tetapi harus mendukung kegiatan street level dan menambah kualitas visual lingkungannya.

Gambar 2.1 Ruang Terbuka Sumber: www.google.com

Perencanaan sebuah kota merupakan suatu perencanaan bentukan ruang dengan bangunan-bangunan, dan antar bangunan-bangunan tersebut akan membentuk suatu ruang terbuka publik. Menurut Cohen (1999), ruang di perkotaan menciptakan bentuk-bentuk sekelilingnya dan memberi pengaruh kuat terhadap keruangan.

Carr (1992) berpendapat bahwa ruang publik merupakan ruang milik bersama, ternpat masyarakat beraktivitas fungsional dan ritual dalam suatu ikatan komunitas, baik dalam kehidupan rutin sehari-hari maupun dalam perayaan berkala. Digunakan juga untuk pertemuan massal lainnya seperti demonstrasi, kampanye maupun upacara resmi. Selain itu ruang publik juga digunakan untuk kepentingan pribadi, kegiatan juai beli, untuk bertaman dan juga untuk berolahraga.

Menurut Rustam Hakim (1991), ia berpendapat bahwa ruang terbuka memiliki beberapa fungsi, yaitu tempat bermain dan berolahraga; tempat bersantai; tempat sosial komunitas; tempat peralihan atau tempat menunggu; ruang terbuka

untuk mendapatkan udara segar; sarana penghubung antara suatu tempat dengan tempat lain; dan ruang pembatas antar bangunan.

Berdasarkan hasil studi terhadap berbagai kriteria yang dikemukakan oleh Carr (1992) terdapat beberapa kriteria sifat yang harus dimiliki oleh sebuah ruang publik, agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu:

1. Ruang publik harus bersifat responsif (responsif spaces), yang menunjukkan bahwa ruang publik harus mampu melayani kebutuhan dan keinginan masyarakat penggunanya. Kriteria ini terbagi atas beberapa kriteria detail, yaitu bahwa ruang publik harus dapat memberikan kenyamanan (comfortable), relaksasi, pertemuan aktif dan pasif, serta menemukan hal-hal yg baru (inspiratif).

2. Ruang publik harus bersifat demokratis (democratic spaces), yang menunjukkan bahwa ruang publik harus dapat melindungi hak individu dan kelompok masyarakat penggunanya, atau dengan kata lain setiap penggunaan memiliki kesamaan hak dalam pemanfaatannya. Meskipun demikian, ruang publik harus tetap terjamin bahwa kegiatan seseorang atau sekelompok penggunaan tidak akan mengganggu kegiatan lainnya. 3. Ruang publik harus dapat memberikan arti (meaningful spaces), yaitu

ruang yang memberikan orang-orang untuk dapat membuat hubungan yang kuat antara tempat (place), kehidupan perorangan dan dunia yang lebih besar dan berusaha menghubungkan fisik dan konteks sosial. Ruang terbuka yang dihubungkan dengan kesejahteraan atau tumpang tindih

dengan kepentingan individu serta pengalaman-pengalaman membuat suatu ruang menjadi suci bagi suatu masyarakat tertentu. Nilai motivasi ruang publik didefinisikan sebagai "kesejahteraan publik". Motivasi lingkungan dan visual masuk ke dalam kepuasan kebutuhan masyarakat untuk aktivitas pasit, penemuan dan makna. Ruang yang memuaskan kebutuhan masyarakat, melindungi hak mereka dan menawarkan suatu yang lebih bersifat atraktif serta dapat menunjang kesuksesan ekonomi. 4. Ruang publik harus mudah dikunjungi (accessible spaces), yang

menunjukkan bahwa ruang publik tersebut mudah dan aman dicapai masyarakat yang akan menggunakannya.

2.1.3 Jalur pejalan kaki (pedestrian ways)

Istilah pejalan kaki atau pedestrian berasal dari bahasa Latin pedesterpedestris

yaitu orang yang berjalan kaki atau pejalan kaki. Pedestrian juga berasal dari kata pedos bahasa Yunani yang berarti kaki sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki. Sehingga pedestrian ways mempunyai arti pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain dengan moda berjalan kaki, sehingga jalur pejalan kaki dapat menyatu dengan lingkungannya. Pedestrian juga diartikan sebagai pergerakan atau sirkulasi atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat ke titik asal (origin) ke tempat lain sebagai tujuan (destination) dengan berjalan kaki (Rubenstein,1992).

Jalur pedestrian di ruang kota, misalnya di kawasan perdagangan, disebelah kanan dan kiri jalur pejalan kaki terdapat deretan toko dan di ujung jalur tersebut

terdapat penguatan berupa plasa terbuka dan merupakan lintasan untuk umum (Harvey M. Rubenstain, 1987). Jalur pejalan kaki yang fungsinya sebagai jalur sirkulasi terkadang dimanfaatkan untuk aktivitas lain yang dapat menyenangkan pejalan kaki dan mampu menghidupkan kawasan tersebut serta mendukung keberadaan jalur pejalan kaki selama tidak menimbulkan masalah dan mengganggu aktivitas berjalan (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Pedestrian Ways

Sumber: www.google.com

Menurut Shirvani (1985) bahwa jalur pejalan kaki harus dipertimbangkan sebagai salah satu elemen perencanaan kota. Sistem pedestrian yang baik bagi kota khususnya kawasan perdagangan dapat memberikan dampak yang baik dan merangsang aktivitas perdagangan, mengurangi ketergantungan terhadap kenderaan dan meningkatkan kualitas lingkungan dan udara karena berkurangnya polusi udara. Selanjutnya Shirvani mengatakan bahwa jalur pejalan kaki adalah bagian dari kota dimana orang bergerak dengan kaki, yang terletak di sisi jalan baik yang direncanakan atau terbentuk dengan sendirinya yang menghubungkan satu tempat ke tempat lainnya.

Jalur pedestrian merupakan daerah yang menarik untuk kegiatan sosial, perkembangan jiwa dan spiritual, misalnya untuk bernostalgia, pertemuan mendadak, berekreasi, bertegur sapa dan sebagainya. Jadi jalur pedestrian adalah tempat atau jalur khusus bagi orang berjalan kaki. Jalur pedestrian pada saat sekarang dapat berupa trotoar, pavement, sidewalk, pathway, plaza dan mall. Jalur pedestrian yang baik harus dapat menampung setiap kegiatan pejalan kaki dengan aman. Persyaratan ini perlu dipertimbangkan di dalam perancangan jalur pedestrian. Agar dapat menyediakan jalur pedestrian yang dapat menampung kebutuhan kegiatan-kegiatan tersebut maka perancang perlu mengetahui kategori perjalanan para pejalan kaki dan jenis-jenis titik simpul yang ada dan menarik bagi pejalan kaki.

Jalur pedestrian sebagai unit ruang kota keberadaannya dirancang secara terpecah-pecah dan menjadi sangat tergantung pada kebutuhan jalan sebagai sarana sirkulasi.

Fungsi jalur pedestrian yang disesuaikan dengan perkembangan kota adalah sebagai fasilitas pejalan kaki, sebagai keindahan kota, sebagai media interaksi sosial, sebagai sarana konservasi kota dan sebagai tempat bersantai serta bermain. Sedangkan kenyamanan dari pejalan kaki dalam berjalan adalah adanya fasilitas-fasilitas yang mendukung kegiatan berjalan dan dapat dinikmatinya kegiatan berjalan tersebut tanpa adanya gangguan dari aktivitas lain yang menggunakan jalur tersebut.

Menurut Danisworo (1991), fasilitas yang diperuntukkan bagi jalur pejalan kaki dapat dibagi menjadi sebagai berikut:

1. Jalur pedestrian yang dibuat terpisah dengan jalur kenderaan, biasanya terletak berdekatan atau bersebelahan dengan jalan raya. Jalur tersebut digunakan oleh pejalan kaki untuk berjalan menuju suatu tujuan tertentu. Untuk itu diperlukan suatu fasilitas yang aman dari bahaya kenderaan dan jalur tersebut memiliki ketinggian yang berbeda dan permukaan yang rata, berupa trotar di tepi jalan.

2. Jalur pedestrian yang digunakan untuk menyeberang, jalur ini digunakan oleh pejalan kaki untuk menghindari konflik dengan moda transportasi lainnya. Jalur ini dapat berupa jalur penyeberangan jalan (zebra cross), jembatan penyeberangan atau jalur penyeberangan bawah tanah.

3. Jalur pedestrian yang sifatnya rekreatif dan mengisi waktu luang (sebagai ruang publik), yang terpisah sama sekali dari jalur kenderaan bermotor dan biasanya dapat dinikmati secara santai. Pejalan kaki dapat berhenti dan beristirahat pada bangku-bangku yang disediakan (taman kota/plasa kota).

4. Jalur pedestrian yang sisi sampingnya digunakan sebagai tempat berjualan, digunakan untuk melihat etalase pertokoan (mall).

Menurut Rapoport (1977), aktivitas termasuk berjalan kaki mengandung empat komponen yaitu sebagai berikut:

1. Aktivitas yang sebenarnya, misalnya berjalan, makan, dan sebagainya. 2. Cara melakukan, misalnya berjalan di jalur pedestrian, makan di rumah.

3. Aktivitas tambahan, yakni terkait dan merupakan bagian dari satu kesatuan dalam sistem aktivitas, misalnya berjalan sambil melihat-lihat etalase.

4. Makna dari aktivitas tersebut, misalnya untuk menghayati lingkungan. Selanjutnya Rapoport (dalam Mouden, 1987), mengklasifikasikan kegiatan yang terjadi di jalan raya dan di jalur pejalan kaki, sebagai berikut:

1. Pergerakan non pedestrian, yaitu segala bentuk kenderaan beroda dan alat angkut lainnya.

2. Aktivitas pedestrian, meliputi aktivitas yang dinamis/bergerak sebagai fungsi transportasi dan aktivitas pedestrian yang statis seperti duduk dan berdiri.

Hal ini berarti bahwa jalur pedestrian bukan hanya sekedar sebagai salah satu ruang sirkulasi dan transportasi, tetapi lebih dari itu juga berfungsi sebagai ruang interaksi masyarakat dengan sistem transportasi jalan raya dan transportasi di jalur pejalan kaki, yang dapat berhubungan dengan moda dan alat transportasi lainnya.

Menurut Rustam Hakim (1991), ruang publik pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung aktivitas tertentu dan pengguna suatu lingkungan baik secara individu dan kelompok. Batasan ruang publik yaitu bentuk dasar dari ruang terbuka di luar bangunan, dapat digunakan oleh publik, dan memberi kesempatan untuk bermacam-macam kegiatan. Rustam Hakim juga menjelaskan bahwa fungsi ruang publik adalah sebagai tempat bermain dan berolah raga, tempat bersantai, bersosialisasi, tempat peralihan/tempat tunggu, tempat terbuka untuk mendapatkan

udara segar, penghubung antara satu ruang dengan ruang lainnya, pembatas jarak antar bangunan maupun berdagang.

Menurut Danisworo (1991) jalur pejalan kaki berdasarkan jenisnya terdiri dari enam jenis yaitu trotoar, jembatan penyeberangan, plasa, mall, dan zebra cross

(Tabel 2.1). Berdasarkan bentuknya jalur pejalan kaki terdiri dari empat jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Selasar, adalah jalur pejalan kaki yang beratap, tanpa dinding, pembatas pada salah satu atau kedua sisinya.

2. Gallery, adalah selasar lebar yang biasanya digunakan suatu kegiatan tertentu.

3. Jalur pejalan kaki yang tidak terlindungi/beratap

4. Gang, adalah jalur yang relatif sempit, terbentuk oleh bangunan yang padat.

Tabel 2.1 Jenis Jalur Pejalan Kaki No

Jenis Jalur Pejalan

Kaki

Pengertian Fungsi Karakteristik 1 Trotoar Jalur pejalan kaki yang dibuat

terpisah dari jalur kenderaan umum, baisanya terletak bersebelahan atau berdekatan. Fasilitas ini harus aman terhadap bahaya kenderaan bermotor dan memiliki permukaan rata.

Berjalan kaki dipinggir jalan yang dilalui kenderaan.

1. Memiliki arah yang jelas. 2. Lokasi di tepi jalan raya

yang dapat dilalui kenderaan.

3. Meiliki permukaan rata. 4. Lebar trotoar antara

1,50-2,00 meter. 2 Plasa Merupakan jalur pejalan kaki

yang bersifat rekreatif dan dapat dimanfaatkan untuk mengisi waktu luang. Letaknya terpisah sama sekali dari jalur kenderaan bermotor. Berjalan kaki yang sifatnya santai dan rekreatif.

1. Memiliki space yang lapang.

2. Tersedia fasilitas untuk pejalan kaki.

3. Lebar/luasan bervariasi. 4. Area bebas dari kenderaan.

Tabel 2.1 (Lanjutan) No Jenis Jalur

Pejalan Kaki Pengertian Fungsi Karakteristik 3 Mall Jalur pejalan kaki yang

dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas selain berjalan kaki,

diantaranya untuk berjualan, duduk-duduk santai, kegiatan window shopping dan lain sebagainya.

Berjalan kaki khusus pada kawasan perbelanjaan

1. Letaknya pada area perbelanjaan/perdagangan. 2. Biasanya memiliki plasa

kecil.

3. Memiliki fasilitas pejalan kaki.

4. Lebar/luasan bervariasi. 5. Area bebas dari

kenderaan. 4 Zebra Cross Jalur pejalan kaki yang

digunakan sebagai jalur menyeberang untuk mengatasi dan menghindari konflik antara pejalan kaki dengan kenderaan. Tempat berjalan kaki khusus untuk memutuskan secara sementara pergerakan kenderaan agar terhindar dari kecelakaan 1. Posisinya biasanya menyilang pada jalan dan biasanya dilengkapi traffic light. 2. Memiliki lebar 2,00-4,00 meter. 3. Ditempatkan pada interval tertentu khususnya pada area rawan konflik pergerakan pejalan kaki dan

kenderaan. 5 Jembatan

Penyeberangan

Jalur pejalan kaki yang digunakan sebagai jalur yang aman dari pergerakan kenderaan dan letaknya pada ketinggian tertentu di atas permukaan tanah.

Tempat berjalan kaki yang menghubungkan bangunan diatasnya. 1. Merupakan jembatan penyeberangan antar bangunan. 2. Merupakan sirkulasi pejalan kaki yang menerus.

3. Bebas dari pergerakan kenderaan.

Sumber: Danisworo, 1991