• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Sektor Informal

KAWASAN PENELITIAN

5.1 Karakteristik Sektor Informal

Adapun sektor informal yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu pedagang kaki lima yang ada disekitar kawasan penelitian. Istilah ini pertama kali muncul pada jaman pemerintahan Raffles yang mengacu pada ruang berukuran lima kaki yang berarti jalur bagi pejalan kaki pada pinggir/tepi jalan selebar kurang lebih lima kaki. Area tersebut kemudian dipergunakan untuk tempat berjualan para pedagang kecil, sehingga pedagang yang memanfaatkannya disebut juga sebagai pedagang kaki lima (Ardiyanto, 1998: 131). Pengertian yang lebih spesifik dikemukakan oleh hasil penelitian Soedjana (1981) yang menyatakan bahwa pedagang kaki lima adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di atas trotoar atau di tepi/pinggir jalan, di sekitar pusat perbelanjaan/pertokoan, pasar, pusat rekreasi hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan, baik secara menetap atau setengah menetap, berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari (Widjajanti, 2000: 28).

5.1.1 Jenis dagangan

Jenis dagangan yang ditawarkan oleh pedagang kaki lima dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok utama (Mc. Gee dan Yeung, 1997), yaitu makanan yang tidak dan belum diproses (makanan mentah, seperti daging, buah-buahan, dan sayuran), makanan yang siap saji (nasi, lauk pauk, makanan

lainnya dan minuman), barang bukan makanan (tekstil, stiker, kertas, dan lainnya), jasa(tukang potong rambut, tukang tambal ban dan lain sebagainya).

Berdasarkan survey lapangan, di kawasan studi 66,13% jenis dagangan berupa makanan/minuman, 32,26% berupa barang bukan makanan (rokok, pakaian, alat tulis), dan 1,61% berupa jasa (Tabel 5.1, Gambar 5.1 dan 5.2).

Tabel 5.1 Jenis Dagangan

No Jenis Jumlah Persentase (%)

1. Makanan yang belum di

proses 0 0

2 Makanan/Minuman 41 66,13

3 Barang bukan makanan 20 32,26

4 Jasa 1 1,61

Jumlah 62 100

Sumber: Survey Lapangan, 2014

Mc. Gee dan Yeung (1977:82-83) menyatakan bahwa jenis dagangan pedagang kaki lima sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang ada disekitar kawasan dimana pedagang tersebut beraktivitas. Misalnya di suatu kawasan perdagangan, maka jenis dagangan yang ditawarkan akan beranekaragam, bisa berupa makanan/minuman, barang kelontong, pakaian, dan lain-lain.

Gambar 5.1 Diagram Jenis Dagangan Sumber: Survey Lapangan, 2014

Gambar 5.2 Penyebaran Berdasarkan Jenis Dagangan Sumber: Survey Lapangan, 2014

5.1.2 Bentuk sarana fisik

Adapun bentuk sarana perdagangan yang digunakan oleh pedagang kaki lima menurut Waworoentoe (1973), dalam Widjajanti (2000:39-40) adalah gerobak/kereta dorong, pikulan/keranjang, warung semi permanen, kios, gelaran/alas.

Berdasarkan hasil survey lapangan (Tabel 5.2, Gambar 5.3, dan 5.4), pedagang kaki lima yang menggunakan gerobak/kereta dorong sebanyak 44%, pikulan/keranjang sebanyak 12%, warung semi permanen sebanyak 8%, gelaran/alas sebanyak 15% dan lainnya (meja, sepeda) sebanyak 27%.

Tabel 5.2 Bentuk Sarana Fisik

No Bentuk Sarana Fisik Jumlah Persentase (%)

1. Gerobak/kereta Dorong 18 29,03

2. Pikulan 6 9,68

3. Warung Semi Permanen 2 3,23

4. Kios 0 0.00

5. Gelaran/Alas 11 17,74

6. Lainnya 25 40,32

Jumlah 62 100

Sumber: Survey Lapangan, 2014

Gambar 5.3 Diagram Bentuk Sarana Fisik Sumber: Survey Lapangan, 2014

Gambar 5.4 Peta Penyebaran Berdasarkan Sarana Fisik Sumber: Survey Lapangan, 2014

Menurut Mc. Gee dan Yeung (1977: 82-83) di kota-kota Asia Tenggara diketahui bahwa pada umumnya bentuk sarana perdagangan pedagang kaki lima sangat sederhana dan biasanya mudah untuk dipindah atau dibawa dari satu tempat ke tempat lain dan dipengaruhi oleh jenis dagangan yang dijual.

5.1.3 Pola sebaran

Pola sebaran pedagang kaki lima dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu pola sebaran mengelompok dan pola sebaran memanjang (Mc. Gee dan Yeung, 1977).

Pola penyebaran pedagang kaki lima secara umum mengikuti pola pergerakan yang terbentuk oleh jaringan jalan, yaitu dengan pola memanjang, melingkar/mengelilingi kawasan dengan sebagian besar pedagang kaki lima menempati trotoar (Gambar 5.5). Hal ini cukup menguntungkan pedagang kaki lima maupun konsumen karena akan memudahkan dalam bertransaksi.

Gambar 5.5 Pola Sebaran Memanjang Sumber: Survey Lapangan, 2014

Namun, pada beberapa tempat juga ditemui pola mengelompok (Gambar 5.6) seperti pedagang perangko (alat surat menyurat) di simpang Jalan Bukit Barisan (tepatnya pada Kantor Pos Pusat Medan).

Kerja sama semacam ini akan lebih menguntungkan karena mereka dapat saling melengkapi jenis-jenis dagangan yang dibutuhkan calon pembeli daripada harus bersaing satu sama lain dan memberikan keleluasaan bagi calon pembeli untuk menentukan pilihannya.

Gambar 5.6 Pola Sebaran Mengelompok Sumber: Survey Lapangan, 2014 5.1.4 Sifat pelayanan

Pedagang kaki lima dilihat dari sifat pelayanannya menurut Mc. Gee dan Yeung (1977:82) dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yakni pedagang menetap (static), pedagang semi menetap (semi static) dan pedagang keliling (mobile). Berdasarkan hasil survey lapangan (Tabel 5.3, Gambar 5.7, 5.8, 5.9, dan 5.10), sebanyak 37,10% sifat pelayanan pedagang kaki lima menetap (static), 38,71% semi menetap dan 24,19% keliling (mobile).

Tabel 5.3 Sifat Pelayanan

No Cara Berdagang Jumlah Persentase (%)

1. Menetap 23 37,10

2. Semi Menetap 24 38,71

3. keliling 15 24,19

Jumlah 62 100

Gambar 5.7 Diagram Sifat Pelayanan Sumber: Survey Lapangan, 2014

Gambar 5.8 Pedagang Kaki Lima dengan Sifat Pelayanan Menetap Sumber: Survey Lapangan, 2014

Gambar 5.9 Pedagang Kaki Lima dengan Sifat Pelayanan Semi Menetap Sumber: Survey Lapangan, 2014

Gambar 5.10 Pedagang Kaki Lima dengan Sifat Pelayanan Keliling (Mobile) Sumber: Survey Lapangan, 2014

5.1.5 Waktu pelayanan

Waktu berdagang pedagang kaki lima cenderung dipengaruhi oleh waktu kegiatan utama yang berlangsung disekitarnya. Dalam melaksanakan kegiatannya pedagang kaki lima tersebut memiliki waktu dan tempat tertentu.

Berdasarkan hasil survey lapangan, sebanyak 35,48% berdagang di pagi hari (07.00-12.00), sebanyak 45,16% di siang hari (12.00-18.00) dan di malam hari (18.00-24.00) sebanyak 19,35% (Tabel 5.4 dan Gambar 5.11).

Tabel 5.4 Waktu Pelayanan

No Waktu berdagang Jumlah Persentase (%)

1. Pagi (07.00 – 12.00) 22 35,48

2. Siang (12.00 – 18.00) 28 45,16

3. Malam (18.00 – 24.00) 12 19,35

Jumlah 62 100

Sumber: Survey Lapangan, 2014

Gambar 5.11 Diagram WaktuPelayanan Sumber: Survey Lapangan, 2014

Mc. Gee dan Yeung (1977:76) menyatakan bahwa pola aktivitas pedagang kaki lima menyesuaikan terhadap irama dari ciri kehidupan masyarakat sehari-hari. Adanya hubungan antara sektor formal dan informal maka waktu kegiatan pedagang kaki lima didasarkan pula atau sesuai dengan perilaku kegiatan formal, namun

demikian pada saat tertentu kaitan aktivitas keduanya lemah atau tidak ada hubungan langsung antara keduanya.

5.1.6 Ruang aktivitas

Berdasarkan hasil pengamatan, pedagang kaki lima di kawasan studi cenderung memanfaatkan ruang-ruang publik yang tersedia diantaranya trotoar, badan jalan, jalur lambat, dan di Lapangan Merdeka.

Tabel 5.5 Ruang Aktivitas

No Letak Pedagang Kaki Lima Jumlah Persentase (%)

1. Trotoar 11 17,74

2. Badan Jalan 26 41,94

4. Parkir 7 11,29

5. Lapangan Merdeka 18 29,03

Jumlah 62 100

Sumber: Survey Lapangan, 2014

Gambar 5.12 Grafik Ruang Aktivitas Sumber: Survey Lapangan, 2014

Berdasarkan Tabel 5.5, Gambar 5.12, dan 5.13 terlihat bahwa 17,74% pedagang kaki lima berjualan di trotoar, sebnayak 41,94% di badan jalan, 11,29% di jalan lambat, dan 29,03% di Lapangan Merdeka.

Gambar 5.13 Penyebaran Berdasarkan Ruang Aktivitas Sumber: Survey Lapangan, 2014