• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Ruang Publik

2.2.1 Pengertian

Konsep "private" dan "public" sangat berhubungan dengan upaya untuk menunjukkan proses sosial yang dinamis sebagai bentuk kepedulian manusia untuk

mengontrol tingkat interaksi, komunikasi atau pemisahannya dari manusia lain (Beng-Huat dan Edwards, 1992: 4).

Wilayah privat dan publik dapat juga dihubungkan dengan pengertian derajat privasi (privacy gradients), yaitu suatu tingkatan/derajat penetrasi kelas-kelas yang berbeda dari orang "luar" pada situasi "di dalam" (Amos Rapoport dalam Beng-Huat dan Edwards, 1992: 24).

Dinamika kehidupan masyarakat yang selalu berkembang memerlukan keseimbangan antara pemenuhan aktivitas publik maupun aktivitas privat, mengingat hubungan dan keterkaitan antara pengguna dan ruang publik tidaklah sederhana, mempunyai pola saling berkait dan sangat kompleks. Keterkaitan antara dinamika hidup bermasyarakat dan pemenuhan kebutuhan akan ruang aktivitas selalu membutuhkan perencanaan dan pengelolaan ruang publik secara dinamis untuk menciptakan hubungan yang saling menguntungkan antar pengguna ruang (Carr, 1992: 3-6).

Ruang publik merupakan satu elemen fisik kota yang berperan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia, terutama aspek sosial kemasyarakatan kota secara luas. Ruang publik juga merupakan tempat pertemuan yang cukup penting bagi sekelompok orang untuk melaksanakan aktivitas fungsional yang rutin maupun insidentil/periodik (Carr, 1992: xi).

Keberadaan ruang publik yang didukung elemen non fisik lainnya sebagai suatu kesatuan unsur pembentuk kualitas kota tidak terlepas dari dinamika kehidupan masyarakat, terutama dalam konteks sosial budaya, sehingga untuk merencanakannya

diperlukan pemahaman tentang kultur dan karakter dari suatu daerah yang telah menjadi ciri khas daerah tersebut (Budihardjo, 1997: 48).

Nilai-nilai sosial kemasyarakatan sangat menentukan perwujudan elemen-elemen konseptual yang dapat dikombinasikan dengan fungsi dan kegiatan utama pada suatu kawasan tertentu sehingga akan menimbulkan adanya suatu ruang publik secara konkret (Roger Scruton dalam Beng-Huat dan Edwards, 1992:2). Ruang publik berperan besar dalam memberikan karakter suatu kota dan pada umumnya memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat dan tempat apresiasi budaya (Darmawan, 2003: 1).

Secara konseptual semua ruang publik dirancang dan diarahkan untuk menunjukkan intervensi manusia dalam upaya menciptakan garis batas untuk menentukan ruang-ruang aktivitasnya (Beng-Huat dan Edwards, 1992: 3).

Ruang publik yang menarik akan selalu dikunjungi oleh masyarakat luas dengan berbagai tingkat kehidupan sosial-ekonomi-etnik, pendidikan, perbedaan umur dan motivasi atau kepentingan yang berlainan (Darmawan, 2003: 2).

Kriteria ruang publik secara esensial ada tiga, yaitu (Carr, 1992: 19-20): 1. Tanggap terhadap semua kebutuhan pengguna dan dapat mengakomodir

kegiatan yang ada pada ruang publik tersebut (responsive).

2. Dapat menerima kehadiran berbagai lapisan masyarakat dengan bebas tanpa ada diskriminasi (democratic).

3. Dapat memberi makna atau arti bagi masyarakat setempat secara individual maupun kelompok (meaningful).

2.2.2 Fungsi Ruang Publik

Ruang publik merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka (Budihardjo dalam Darmawan, 2003: 76). Sementara Wiryomartono (1995: 118) menyebutkan bahwa konsep penataan ruang publik dan bangunan di sekitarnya merupakan ungkapan fisik serta simbol-simbol yang berkembang sesuai dengan persepsi masyarakat.

Beng-Huat dan Edwards (1992: 1) menyebutkan kriteria ruang publik, yang umumnya digunakan untuk menunjukkan lokasi tertentu yang:

1. Direncanakan meskipun secara minimal. 2. Setiap orang memiliki akses yang saran.

3. Mewadahi di dalamnya semua pengguna dan tidak direncanakan/dibatasi secara khusus/tanpa kecuali.

4. Perilaku para pengguna satu sarna lain tidak terikat pada satu peraturan khusus, melainkan pada norma-norma yang berlaku secara umum di masyarakat.

Untuk mewujudkan suatu ruang publik yang berkualitas, sebagaimana halnya hubungan antara manusia dengan ruang kegiatannya atau aktivitas dengan tempat beraktivitas, merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sarana lain seperti layaknya suatu wadah dengan isinya. Interaksi antara pengguna dengan ruang publik akan dapat memunculkan makna tempat bagi ruang itu sendiri (Carr, 1992: 85-86).

Selanjutnya Darmawan (2003: 1) menyebutkan fungsi ruang publik dapat di uraikan sebagai berikut:

1. Sebagai pusat interaksi dan komunikasi masyarakat baik formal seperti upacara bendera, sholat Ied pada hari raya peringatan-peringatan yang lain, pertemuan informal seperti pertemuan individual, kelompok masyarakat dalam acara santai dan rekreatif atau demo mahasiswa dengan tujuan menyampaikan aspirasi, ide atau protes terhadap keputusan penguasa, instansi atau lembaga pemerintah maupun swasta.

2. Sebagai ruang terbuka yang menampung koridor-koridor jalan yang menuju ke arah ruang publik tersebut dan sebagai ruang pengikat dilihat dari struktur kota, sekaligus sebagai pembagi ruang-ruang fungsi bangunan di sekitarnya serta ruang untuk transit bagi masyarakat yang akan beralih ke arah tujuan lain.

3. Sebagai tempat kegiatan pedagang kaki lima (PKL) yang menjajakan makanan dan minuman, pakaian, souvenir dan jasa entertainment atau pertunjukan terutama yang diselenggarakan pada malam hari.

4. Sebagai paru-paru kota yang semakin padat, sehingga masyarakat banyak yang memanfaatkannya sebagai tempat berolah raga, bermain dan bersantai bersama keluarga.

Dalam perkembangannya, ruang-ruang publik tidak hanya digunakan sebagai wadah interaksi sosial saja, namun juga mampu menciptakan suatu budaya atau pola perilaku masyarakat, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pula pertumbuhan dan perkembangan suatu kawasan serta menghubungkannya dengan kawasan lain disekitarnya (Carr, 1992: 43-49).

2.2.3 Tipologi Ruang Publik

Stephen Carr (1992: 79-84) mengelompokkan tipologi ruang publik menurut beberapa tipe dan karakter, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Taman Umum (public park)

a. Taman umum/pusat (public/central park), dibangun dan dikelola untuk ruang terbuka umum sebagai bagian dari sistem penataaan ruang kota. Bentuknya berupa zona ruang terbuka yang memiliki peran sangat penting dengan luasan melebihi taman kota lainnya. Disamping sebagai landmark kota juga dapat berfungsi sebagai landmark

nasional, biasanya berupa tugu/monumen yang didukung dengan elemen asesoris kota seperti air mancur, jalur pedestrian yang diatur dengan pola-pola menarik serta taman dan ruang hijau di sekitar kawasan tersebut.

b. Taman pusat kota (downtown parks), lokasinya berada di kawasan pusat kota, berbentuk lapangan hijau yang dikelilingi pohon-pohon peneduh atau berupa taman kota dengan pola tradisional, taman sejarah atau dapat juga dengan menerapkan disain pengembangan baru.

c. Taman umum (commons park), berupa ruang terbuka hijau yang luas berupa lapangan rumput yang digunakan untuk kegiatan santai/rekreatif untuk umum.

2. Lapangan dan Plasa (squares and plazas)

Lapangan pusat kota (central square), ruang publik ini sebagai bagian pengembangan sejarah, berlokasi di pusat kota yang sering digunakan untuk kegiatan formal seperti upacara peringatan hari nasional, merupakan tempat pertemuan bagi beberapa koridor jalan di kawasan tersebut. Disamping itu juga untuk kegiatan masyarakat baik sosial, ekonomi maupun apresiasi budaya.

3. Pasar (markets)

Pasar hasil bumi (farmer's markets), ruang terbuka atau ruas jalan yang difungsikan untuk pasar hasil pertanian atau pasar loak. Biasanya berlangsung pada hari-hari tertentu atau bersifat temporer dan berlokasi di ruang-ruang yang ada, seperti jalan, taman atau lapangan parkir.

4. Jalan (streets)

Pedestrian sisi jalan (pedestrian sidewalk), merupakan bagian ruang publik kota yang banyak dilalui orang yang berjalan kaki menyusuri suatu jalan yang berhubungan dengan jalan-jalan yang lain.

5. Mal pedestrian (pedestrian mall), suatu jalan yang ditutup bagi lalu-lintas kendaraan bermotor dan diperuntukkan khusus bagi pejalan kaki. Fasilitas tersebut biasanya dilengkapi dengan asesoris kota seperti pagar, tanaman dan biasanya berlokasi di sepanjang jalan utama pada pusat kota.

6. Jalur lambat (traffic restricted streets), jalan yang difungsikan sebagai ruang terbuka dan diolah dengan disain pedestrian agar lalu lintas

kendaraan terpaksa berjalan lambat serta dihiasi dengan tanaman di sepanjang jalan.

7. Jalur hijau dan jalan taman (greenways and parkways), merupakan jalur pedestrian (pejalan kaki) atau kendaraan tak bermotor (sepeda) yang menghubungkan antar tempat rekreasi dan ruang terbuka lainnya.

2.2.4 Karakter Ruang Publik

Karakter ruang publik sebagai tempat interaksi warga masyarakat sangat penting dalam menjaga dan meningkatkan kualitas kawasan perkotaan. Perancangan dan pengembangan ruang publik merupakan hal yang signifikan untuk kota maupun perkotaan.

Ruang publik merupakan konstruksi sosial dari ruang yang ada, baik ruang tempat bermukim hingga ruang yang dikunjungi ketika bepergian. Perilaku spasial yang ditentukan dan menentukan ruang merupakan bagian yang terintegrasi dengan eksistensi sosial masyarakat. Ruang publik menciptakan batasan spasial menjadi prasyarat utama dalam sebuah perancangan kota. Menciptakan batasan ruang-ruang yang hidup dan aktif merupakan kondisi yang penting untuk keberhasilan penyediaan ruang publik. Hal ini sangat penting bagi perancangan kota untuk menciptakan ruang publik positif, yaitu ruang yang dibatasi oleh bangunan.

Ruang publik menjadi mediator antara ruang privat yang mendominasi wilayah kota dan memainkan peran penting dalam pembagian sosio spasial. Tanpa adanya proses mediasi, maka pergerakan spasial di dalam kota menjadi sangat terbatas. Kondisi saat ini memperlihatkan banyaknya permukiman yang dijaga

keamanannya serta banyak jaringan jalan yang dikotak-kotakkan dan dibatasi aksesnya. Ruang publik sebagai integrasi kota menuju fragmentasi fungsional dibutuhkan karena pada zaman modern integrasi fungsional kota cenderung menghilang dan memudar. Perkembangan ukuran ruang kota telah membawa pada spesialisasi ruang, dimana terjadi pemisahan hubungan simbolis dan fungsional dari lingkungan publik dan privat. Kemampuan untuk menjangkau seluruh ruang perkotaan telah mengurangi kontak fisik antara penduduk kota dan lingkungan terbangunnya.