• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS STRUKTUR NOVEL PINTU KARYA FIRA BASUKI

2.2. Analisis Alur

BAB II

ANALISIS STRUKTUR NOVEL PINTU KARYA FIRA BASUKI

2.1 Pengantar

Bab ini akan menjelaskan struktur cerita pada novel Pintu karya Fira Basuki. Untuk mengkaji mekanisme pertahanan diri pada masing-masing tokoh, maka struktur novel perlu diteliti lebih dahulu guna memperdalam pemahaman diri tokoh. Menurut Teuuw (1983:61), pendekatan struktural merupakan pekerjaan pendahulu yang harus dilakukan oleh seorang peneliti sastra sebelum ia melakukan analisis lebih lanjut terhadap suatu karya sastra. Pada bab ini akan dibahas mengenai tiga unsur di dalam novel yang meliputi alur, latar/setting serta penokohan. Unsur-unsur inilah yang secara tidak langsung turut serta membangun cerita. Dengan mengkaji tiga unsur novel tersebut maka akan dikaji teks-teks yang berkesinambungan dan mendukung dengan fokus studi yaitu analisis mekanisme pertahanan diri tokoh.

2.2. Analisis Alur

Alur atau yang biasa disebut plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan sebab akibat, peristiwa, yang satu disebabkan oleh peristiwa yang lain (Nurgiyantoro 2007: 113). Terdapat tahapan alur yang akan dibahas menurut Nurgiyantoro (2007: 149-150) yaitu, 1)Tahap situattion atau tahap penyituasian, 2) Tahap generating circumstance atau tahap pemunculan konflik. 3)

28

Tahap Rissing Action atau tahap peningkatan konflik, 4) Tahap climax atau tahapp klimaks, dan 5) Tahap climax atau tahap klimaks.

Pada bagian pertama novel menunjukkan waktu awal dari semua peristiwa, yaitu peristiwa ketika tokoh utama yaitu Bowo yang bernama lengkap Djati Suryo Wibowo Subagio sedang melaksanakan ritual adat pernikahan. Ketika itu Eyang putri sedang memberikan pesan kepada Bowo. Diungkapkan dalam kutipan berikut.

“Turuta atut aruntut, karongan saari ratri, yayah mimi lan mintuna, nadyan teka ing don adi, aywa doh dunungaina, awibawa ing swargadi”. Itulah pesan Eyang Putri atau Yangti yang dibisikkan ke telingaku saat aku bersujud di hadapannya. Yangti memang pandai menembang dan hapal banyak kinanthi. Suaranya yang merdu terdengar pelan dan gemetar didaun telingaku membuatku merinding. Air mata Yangti hangat menyentuh keningku. Saat beliau mencium pipiku, rasa haruku pun muncul. Rasanya aku bisa menangis, tapi coba kutahan...ini hari bahagiaku, dan tidakah pantas jika seorang pria terisak-isak saat istri sesengukan” (Basuki, 2002:1).

Kutipan di atas adalah paragraf awal yang memberi penjelasan mengenai peristwa yang terjadi di awal cerita. Bowo sang tokoh utama sedang melaksanakan ritual adat Jawa bersama istrinya yang bernama Aida. Dengan demikian dapat diketahui pembaca bahwa cerita diawali langsung oleh tokoh utama dalam novel. Yangti adalah salah satu tokoh yang sangat berjasa dalam kehidupan Bowo. Karena neneknya itulah Bowo menyadari ada yang berbeda dari dirinya.

Pada subbab yang diberi judul “Pintu Gerbang” cerita diawali dengan flashback kelahiran Bowo sebagai bayi kuning dan disebut keluarganya sebagai bayi istimewa. Dibuktikan dengan dialog-dialog berikut.

29 “Bayinya nggak kelihatan.”

“Nggak kelihatan bagaimana sih, Dok ?

“Terbungkus selaput tipis..., jangan kuatir, saya akan berusaha merobeknya pelan-pelan..”

“Hati-hati Dok..” “Lho kok ?”

“Dokter kenapa anak saya ? “Anak anda kuning...

“Ha, kuning bagaimana dok? Kuning gimana ? hidup nggak, Dok ? Dok..Dok..”(Basuki, 2002: 1- 9).

Bowo terlahir dengan keadaan yang tidak normal seperti bayi pada umumnya. Ia lahir dengan tubuh berwarna kuning, dan dalam cerita ketika ia lahir tubuhnya bersinar dan ada perawat yang hampir pingsan. Dari situlah Yangi mengatakan bahwa Bowo adalah bayi titisan atau orang pilihan.

Namun menurut istilah kedokteran, bayi yang terlahir kuning disebut bayi jaudice dan harus dijemur di bawah sinar matahari. Bayi kuning biasa terjadi karena fungsi hati bayi yang masih belum sempurna sehingga meyebabkan jaringan kulit juga terkena dan berwarna kuning. Salah satu cara agar sembuh adalah dengan disinari infra merah di tempat tidur. Tetapi, Eyang Putri melakukan penyembuhan dengan keperrcayaan Jawa yaitu banyu gege, mandi dengan air hangat dan dijemur matahari.

“Namun, lagi-lagi, aku si bayi kuning. Kuning bukan hanya seminggu, tapi hingga sebulan. Tidak disinari dan tidak diapa-apakan. Berlainan dengan sudut pandang kodekteran, bayi kuning menurut orang Jawa justru adalah istimewa, suatu pertanda bahwa si jabang bayi adalah orang pilihan atau titisan. Untuk menghilangkan warna kuning badan, diadakan prosesi banyu gege untuknya, yaitu mandi dengan air hangat yang dijemur matahari” (Basuki, 2002: 10)

30

Dengan demikian, alur dalam novel ini tidak lurus. Terdapat beberapa flashback yaitu ketika cerita Bowo dilahirkan dengan penyakit kuningnya sampai perjalanan hidupnya nanti sebagai pria yang mempunyai kemampuan lebih.

Tahapan tersebut dijabarkan dalam paparan berikut ini:

2.2.1 Tahap situattion atau tahap penyituasian

Pada tahap ini diperkenalkan tentang tokoh utama dan tokoh tambahan. Bowo, Yangti, Aida, Jane, bahkan cerita-cerita masa lalu Bowo, yaitu Putri mantan kekasih Bowo yang sudah berpacaran selama tiga tahun, dan Paris yang mempunyai cerita mendalam di hatinya. Bahkan pada tahap ini, disebut-sebut juga Jeliteng, ia adalah jin baik, sahabat semasa kecil Bowo. Pada bab pertama ini sesungguhnya keseluruhan cerita seakan dirangkum menuju sebuah jawaban pada tahap-tahap berikutnya.

2.2.2 Tahap generating circumstance atau tahap pemunculan konflik

Konflik mulai terjadi di sini yaitu pada subbab “Pintu Batin” ketika kelahiran Bowo yang mengundang banyak perhatian. Ia lahir dengan tubuh kuning, dan menurut kepercayaan keluarganya, ia adalah orang pilihan, istimewa, dan titisan. Terlebih lagi Yangti yang mengikuti aliran Kejawen menyebut bahwa keluarga mereka keturunan Sunan Kalijaga, dan Bowo adalah titsannya. Bowo menemui konflik dengan dirinya sendiri, antara percaya atau tidak, ia selalu bertanya-tanya pada dirinya sendiri apakah benar yang dikatakan Yangti. Namun, semua bukti yang

31

dialaminya mengarah pada kebenaran cerita Yangti. Bowo yang menganut agama Islam sebetulnya tidak begitu percaya, namun tak dapat dihindarinya ketika ia menemui dan mengalami hal-hal aneh seperti meihat jin, yang sekarang menjadi sahabatnya yaitu Jeliteng.

Mulai dari sinilah peristiwa-peristiwa lain terjadi. Ia mulai menyadari ia memliki indra keenam, kemudian ia mengikuti bela diri yang dilatih oleh Haji Brewok dan Haji Brewok menyebut hal serupa seperti Yangti. Bowo bukanlah pria biasa.

2.2.3 Tahap Rissing Action atau Tahap Peningkatan Konflik

Bowo pun menjalankan hidupnya seperti biasa saja namun tak dapat ditolaknya bahwa banyak kejadian buruk dan aneh yang menimpanya. Ia pernah mengalami peristiwa yang menggejolakkan batinnya. Bowo pernah bermimpi tentang seorang kakek berjenggot panjang yang menyuruhnya pergi ke arah timur. Ia bahkan tak tahu tempat maksud kakek tersebut. Bowo secara tidak sadar pergi dan anehnya ia hanya mengikuti bisikan-bisikan yang mengantarnya hingga daerah Batu dan Pujon. Di sana ia mengalami kejadian spiritual dan tidak masuk akal. Ia berada di sebuah istana selama dua minggu namun ia hanya merasa tinggal selama dua hari. Mulai dari sinilah Bowo pulang ke rumah dengan kemampuan melihat warna atau yang disebut aura pada setiap orang, Bowo mempunyai mata ketiga seperti yang disebut Yangti.

32

Ketika Bowo masuk ke salah satu PTN terkenal di Bogor, konflik lagi-lagi terjadi. Ia terlibat masalah dengan seniornya, Bowo melaporkan ke pihak kampus tentang kekejaman yang dibuat Nico dan senior-senior lainya terhadapnya. Bowo kesal atas perbuatan Nico hanya karena Nico sempat menudingnya sebagai orang China yang memang pada saat itu orang-orang China belum sepenuhnya mendapat tempat di Indonesia. Terjadilah pertikaian setelah itu, Nico mati tertusuk celurit Udel, teman Bowo. Bowo dicari-cari polisi sebagai buronan. Namun, pada akhirnya ia tak terbukti bersalah. Bowo dipindahkan oleh orang tuanya ke luar negeri, tepatnya di Chicago, Amerika. Saat itu, ia masih menjalin hubungan asmara dengan Putri.

Setelah kepindahannya, konflik makin meningkat, ia mengalami pengalaman mistis dan tak masuk akalnya dengan dunia gaib yaitu bermula dengan bermimpi bertemu Anna sampai benar-benar bertemu dengan Anna, hantu yang bergentayangan di asramanya. Bowo merasa kasihan dan ingin membuat Anna lebih tenang. Padahal, semua mahasiswa yang tinggal di asrama sangat menakuti isu-isu hantu Anna yang beredar luas itu.

Setelah kejadian itu, ia kembali banyak menemui masalah. Peristiwa bermula ketika ia mendapat tumpangan tempat tinggal di apartemen Erna. Bowo tergoda, ia berselingkuh dan tidur dengan Erna. Pada akhirnya kejadian itu menimbulkan masalah besar dan berbuntut panjang. Erna memaksanya menikahinya dan kembali ke Indonesia, menyerang Putri dan meneror Bowo sampai berakhirlah hubungan cinta Putri dan Bowo. Akibatnya pun, kehidupan sosial Bowo berantakan.

33

Selain itu, Bowo bekerja pada teman kampusnya menjadi seorang hacker yang membongkar dokumen rahasia perusahaan karena ekonomi keluarganya yang tidak mendukung. Ia ketahuan dan kemudian masuk penjara selama dua bulan karena pekerjaannya.

2.2.4 Tahap Climax atau Tahap Klimaks

Peristiwa demi peristwa terus terjadi, konflik mulai terjadi ketika ia berkenalan dengaan Paris, perempuan cantik yang menyukai puisi. Mereka pun tidur bersama. Usut punya usut Paris sudah bersuami dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Suaminya sering memukulinya. Paris dan Bowo berpacaran dan terus menjalin hubungan asmara tanpa sepengetahuan suami Paris.

Hingga pada akhirnya Paris meninggal dibunuh suaminya. Bowo menyesal setengah mati karena ia tak melindungi Paris. Sebelum meninggal Bowo memang merasa agak heran mengapa Paris sering berbicara aneh dan beberapa kali mengalami mimpi dengan Paris. Uniknya, setelah terbangun waktu selalu menunjukkan jam tiga pagi. Ternyata Paris juga mengalami mimpi yang sama. Setelah itu kejadian selama 40 hari Bowo terus didatangi oleh Paris di dalam mimpi.

2.2.5 Tahap denoucement atau tahap penyelesaian

Pada akhir subbab ditulis dengan judul “Pintu Hati”.Bowo menikah dengan Aida, teman waktu ia bersekolah. Namun pada tahap ini, Jeiteng hadir dan menggatakan bahwa Aida bukanlah jodohnya. Pada saat pernikahan Yangti jatuh dan

34

meninggal setelah berbincang dengan Putri. Putri mengatakan bahwa ia setia pada Bowo sampai mati kepada Yangti, Yangti kemudian jatuh (meninggal) setelah berbicara “cinta dibawa mati”.

Berdasarkan tahap-tahap alur yang diuraikan di atas, disimpulkan bahwa penulis menggunakan alur campuran, lebih dominan pada alur mundur atau flashback. Teknik penggunaan alur yang regresif dan tidak kronologis ini membuat penceritaan dalam novel ini menjadi lebih menarik. Persoalan psikologi tokoh pun dapat dipahami dari rangkaian hubungan sebab-akibatnya.

Dokumen terkait