• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MEKANIMSE PERTAHANAN DIRI TOKOH DALAM NOVEL PINTU

3.3 Mekanisme Pertahanan Tokoh Erna

Tokoh Erna di dalam cerita juga mengalami persoalan psikologis yang cukup berat dan menghabiskan energi ego dalam mengatasinya. Penulis menemukan dua macam mekanisme pada tokoh Erna yaitu regresi serta fantasi dan stereotype yang akan dijelaskan sebagai berikut.

3.3.1 Regresi

Mekanisme pertahanan yang paling tampak pada persoalan psikis tokoh Erna adalah regresi. Konflik Erna dan Bowo dimulai dengan hubungan yang cukup harmonis sebagai seorang teman se-apartemen hingga berujung pada peristiwa tidur bersama yang mereka lakukan. Bowo menganggap hubungan ini sekedar suka-suka

71

dan tidak mencintai Erna. namun, Erna menuntut lebih, ia menginginkan Bowo untuk menikahinya. Tetapi karena keinginan itu tidak terwujud, Erna melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak berbudaya dengan berbohong, meneror, memaksa dan merusak.

“Kamu masih nggak mau mengaku Mas Bowo? Erna datang ke kantorku sambil berkacak pinggang dan berteriak-teriak kalau aku mengambil suami orang” (Basuki, 2002: 75)

“Sewaktu Erna datang ke rumahku dan bertemu ibuku, tadinya aku nggak percaya. Tapi bagaimana aku bisa memungkiri kalau aku melihat tanda tangan Mas di surat nikah? Menikah apa? Siri, katanya…memangnya ada menikah cara siri? Dia bilang teman-teman Mas jadi saksi..memang begitu ?”

“Kalaupun ternyata tidak begitu, kalaupun ternyata dia mengada-ada, aku tetap nggak mau tahu lagi. Sudah keterlaluan. Keterlaluan dia dating ke rumahku dan mencak-mencak. Masih mending kalau di depanku dan tidak ada ibuku. Keterlaluan juga dia beraninya datang ke kantorku. Sangat keterlaluan karena hampir setiap hari ia menelponku, pagi, siang, malam. (Basuki, 2002: 77)

Ketegangan karena tidak mendapatkan apa yang ia inginkan, membuat Erna berusaha keras menolak realitas dengan sikap-sikap yang tidak berbudaya dan cenderung kekanak-kanakan. Erna meregresi semua harapan-harapannya pada sikap pertahanan ego yang mengeluarkan banyak energi psikis. Regresi yang digunakan oleh Erna adalah jenis regresi primitivation. Regresi menurut Boeree (2007: 52) adalah kembali ke masa-masa di mana seseorang mengalami tekanan psikologis. Ketika kita menghadapi kesulitan atau ketakutan, perilaku kita sering menjadi kekanak-kanakan atau primitif.

Pada kasus Erna, ia condong ke arah primitif karena perbuatannya yang tidak berbudaya. Kecemasan atau tekanan psikologis karena tidak dapat memiliki orang yang dicintainya memicu sebuah mekanisme pertahanan regresi, memang

72

penyerangan yang ia lakukan mengarah pada mekanisme pertahanan diri agresi karena ia bersikap agresif namun terdapat beberapa hal yang lebih dominan kepada cara kerja regresi. Ia melakukan hal-hal yang menuntunnya pada sebuah kemunduran secara mental dari suatu tahap perkembangan di mana ia mengalami kesulitan yang tak mampu ia hadapi.

Erna sadar dengan kekurangannya tak mungkin memiliki Bowo, ia pun bukan menyublimasikannya pada pertahanan yang matang namun malah menghabiskan energi psikis dan mengundang ketidakseimbangan kepribadiannya dengan meregresi kesulitannya tersebut. Ia merasa nyaman dan bahagia jika bersama Bowo walaupun Bowo tidak mencintainya. Maka ia berusaha keras dan berupaya apapun untuk mendapatkan Bowo bagaimana pun caranya walaupun itu membohongi, menipu, memalsukan dan mengganggu orang-orang seakan-akan ia sudah tak ada lagi rasa malu.

Regresi semacam ini bukanlah hal yang dapat di anggap remeh karena akibatnya yang berupa simpton psikopatologi. Terlebih mekanisme pertahanan ini digunakan oleh orang yang berkpribadian tidak sehat seperti Erna, hasil atau konsekuensinya adalah mengarah pada depresi maupun frustasi.

3.3.2 Fantasi dan Sterotype

Mekanisme pertahanan yang digunakan manusia memang bermacam-macam dan mekanisme tersebut memengaruhi kepribadian yang memakainya. Jika ego

73

bekerja terlalu keras maka bisa saja terdapat sikap yang menyimpang. Menurut Freud dalam Feist (2010: 40) inilah mengapa ego membangun mekanisme pertahanan agar kita tak perlu menghadapi ledakan-ledakan seksual dan agresif secara langsung. Senada dengan pendapat di atas Feist (2010: 39) mengungkapkan sekalipun mekanisme pertahanan ini normal dan digunakan secara universal, apabila digunakan secara ekstrem, maka mekanisme-mekanisme ini akan mengarah pada perilaku yang komplusif, repetitive, dan neurotis.

Yang terjadi pada Erna adalah ketika permasalahannya dengan Bowo memuncak menjadi konflik panjang dan memicu perselisihan antar berbagai pihak. Erna mungkin sangat mencintai Bowo dan sangat ingin memiliki Bowo. Namun, walaupun Erna dan Bowo sudah melakukan hubungan seksual, Bowo tidak mau menikahinya. Erna pun mengancam dan mengganggu orang-orang yang berhubungan dekat dengan Bowo yaitu Putri. Erna bahkan berusaha membuat hidup Bowo kacau sampai-sampai kehidupan sosial Bowo tidak berjalan semestinya

Namun ketidakmampuan Erna dalam mengontrol pikirannya membuat struktur kepribadiannya menjadi terganggu. Efek dari perbuatan agresinya adalah frustasi yang dialaminya.

“Karyawati itu bernama Erna Damayanti. Berambut lurus pendek, bertubuh padat dan berwajah biasa. Sudah lama ia dikira dan digosipkan gila oleh teman-teman sekantor. Maklum, Erna suka meracau sendiri sambil terus tertawa-tawa. Pekerjaannya sebagai sekretaris dilakukan cukup benar, kecuali menjawab telepon dengan ucapan selamat pagi Bo,”

74

“Kini, tawa Erna tak lagi memenuhi biro iklan itu. Pihak kantor terpaksa mengeluarkannya. Ini dilakukan karena Erna melampaui batas, ia memeluk seorang kilen terpandang dan mencium pipi klien tersebut sambil berujar,”jangan pergi Bo..” (Basuki, 2002: 137-138).

Erna telah membentuk sikap yang aneh karena memiliki id yang tidak seimbang dengan superego, sehingga ego yang tidak seimbang terjadi. Tugas ego untuk meyelaraskan dinamika kepribadian menjadi tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya, terjadilah sebentuk jalan keluar dari frustasi yang berentuk fantasi. Frustasi yang dialami Erna adalah keinginan id nya yang terlalu kuat untuk memiliki Bowo bahkan menikah dengan Bowo namun tidak dapat tercapai, maka Erna menjadi frustasi.

Kemudian ia membentuk jalan keluar dengan fantasi, sebetulnya ia menyadari bahwa ia tidak bisa memiliki Bowo. Jalan keluar yang digunakan Erna pada akhirnya ialah masuk ke dunia khayal sebagai solusi yang berdasarkan fantasi ketimbang realitas atau mengakui bahwa memang ia harus menerima kenyataan yang sesungguhnya karena tidak memilki Bowo. Jika dalam realitas atau dunia yang sebenarnya ia tak dapat menikah dengan Bowo, maka keinginannya itu ia hadirkan dalam dunia fantasi atau dunia khayal.

Sedangkan stereotype yang terjadi adalah akibat atau konsekuensi dari fantasi yang ia gunakan. Yaitu ketika ia melakukan hal yang sama dan berulang-ulang pada kasus ketika ia menjawab telepon dan ucapan “selamat pagi Bo” pada kliennya. Perilaku yang terjadi pada Erna yang dilakukannya tidak hanya sekali dan tampak

75

aneh ini merupakan perwujudan dari id, ego, dan superego yang tidak matang dan tidak seimbang sehingga akibatnya menjadi simpton-simpton psikopatologi yang mengarah pada bentuk kelainan jiwa seperti yang telah di alami oleh Erna.

Dokumen terkait