• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MEKANIMSE PERTAHANAN DIRI TOKOH DALAM NOVEL PINTU

3.2 Mekanisme Pertahanan Tokoh Bowo

Setelah dibaca lagi secara cermat, peneliti menemukan lima jenis mekanisme pertahanan diri yang digunakan oleh tokoh Bowo yaitu, agresi, rasionaliasi, represi, proyeksi dan undoing. Kelima jenis mekanisme pertahanan diri itu akan dijelaskan sebagai berikut.

3.2.1 Sikap Agresi

Agresi adalah perasaan marah terkait dengan ketegangan dan kegelisahan yang dapat menjurus pada pengerusakan dan penyerangan (Minderop, 2010: 37). Pada waktu Bowo masih dalam masa anak-anak dan tinggal di Jakarta, ia dikenal anak yang nakal namun cerdas dan pintar. Bayi kuning ini dibesarkan dengan orang tua yang berada dan Yangti (nenek) yang masih memegang teguh adat lama dan hidupnya berpusat pada aliran kejawen. Walaupun Bowo kecil sudah dianggap sebagai anak istimewa tapi tak dipungkiri dia adalah anak yang keras kepala, nakal, dan suka mencari perhatian orang-orang di sekitarnya. Ia senang mencari perhatian karena ia tak memiliki teman, dia malah dianggap anak gila oleh teman-teman

54

sekolahnya. Namun, hal ini tidak membuatnya menjadi anak yang pendiam. Bowo selalu mendapatkan ide untuk mencuri perhatian termasuk dengan melakukan mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan diri yang terjadi pada tokoh Bowo adalah ketika ia masih kecil. Bowo tidak menyukai adiknya yang akan segera lahir yaitu June, ia merasa akan kesepian dan tidak dihiraukan. Kemudian ia menarik perhatian orang dengan berteriak-teriak dan mengejar angsa-angsa untuk mendapatkan perhatian.

“Sejak menanti kelahiran June di rumah sakit, aku suka memberontak. Aku berteriak-teriak menarik perhatian semua orang sambil berari-lari mengejar angsa-angsa yang berkeliaran di halaman Panti Bersalin Nirmala Surabaya. Tidak ada yang memperdulikan diriku hingga tanganku terluka terkena sosor angsa” (Basuki, 2002: 14)

Bowo kecil menggunakan mekanisme pertahanan agresi sebagai bentuk pengalihan ketidakperhatian orang-orang kepadanya. Bowo melakukan tindakan berteriak-teriak dan mengejar angsa sebagai bentuk pengalihan. Hal ini didorong karena prinsip kesenangan yang bekerja pada id di dalam dirinya tidak menginginkan orang baru dalam keluarganya hadir. Bahkan adik kandungnya sekalipun, karena ia tidak mau merasa kesepian dan perhatian orang beralih pada adiknya yang akan lahir. Walaupun pada akhirnya mekanisme pertahanan yang ia gunakan malah menyakiti dirinya sendiri seperti pada kasus yang pertama.

Bowo mencoba beberapa kali untuk tetap menyingkirkan perhatian orang yang lebih pada adiknya.

55

“Benar, semua orang senang dengan June yang cantik dan imut.Semua orang memuji matanya yang indah dan rambutnya yang tebal dan hitam panjang. Lalu aku pun tidak mau potong rambut, agar orang memperhatikanku” (Basuki Fira, 2002: 14)

Kecemasan Bowo kecil akan kelebihan adiknya, membuatnya merasa terancam dengan kehadiran dan segala kelebihan June. Untuk menutupi kecemasannya, ia melakukan tindakan dengan membuat ia seolah-olah mirip dengan objek yang dibencinya.

“Saat June mulai belajar berjalan, aku sering menakuti-nakutinya dan bahkan pura-pura mau mendorongnya” (Basuki, 2002: 14)

Ketegangan yang ada pada Bowo bersumber pada ketidaksukaannya pada adiknya sendiri yang dianggapnya menyingkirkan pribadinya dalam lingkungan di tempat ia tinggal. Bowo merasa terancam kedudukannya, sehingga muncullah kecemasan-kecemasan dan perasaan ingin menyingkirkan adiknya dengan berbagai cara yaitu mengikuti apa yang menarik dari objek tersebut dan membuat orang yang membuatnya iri menjadi takut dan merasa sedikit terancam seperti yang dialami June. Walaupun pada akhirnya kebenciannya tidak bertahan lama.

Selain masa kecilnya, Bowo juga melakukan mekanisme pertahanan diri ini pada masa ia telah dewasa. Tokoh Bowo mengalami kecemasan bahkan ketegangan pada tahap yang lebih besar dari masa kecilnya. Ketegangan itu adalah perasaan marah serta menyesal yang disebut dengan kecemasan moral dan kecemasan neurotik atas kematian kekasihnya Paris yang dibunuh oleh suaminya, agresi yang terjadi pada tindakan Bowo yang menanggapi kematian Paris. Seperti dalam kutipan berikut.

56

“Rasanya baru kemarin Paris meracau aneh. Kini Paris tiada, meninggal mengenaskan di tangan suami. Aku mengutuk diri. Mengapa baru kini suaminya ditangkap polisi? Laki-laki macam apa aku ini membiarkan Paris terkungkung dalam bahaya? Mengapa aku tidak menghantam pria jahanam tadi. Mengapa aku bukan si pembunuh pria pengecut itu. Mengapa aku tidak merebut Paris secara terang-terangan saja? Mengapa Paris? Mengapa Parisku? Aaaaaaa...!! No !” (Basuki, 2002: 131)

Bowo telah mengalami perasaan marah, menyesal, dan merasa bersalah terkait erat dengan kematian kekasihnya, Paris. Ia merasa ada ketidakmampuan dalam dirinya sendiri, pertanyaan-pertanyaan mengapa ia tak melindungi Paris dan mengapa ia tak menghabisi suaminya, ia mengalami guncangan jiwa yang hebat karena penyesalan akan perlakuan sadis suami Paris.

Maka, sumber frustasi inilah yang memicu terjadinya agresi pada diri Bowo, ia bersikap agresif dengan petunjuk ego dengan segala kecemasan dan ketegangan yang kemudian menjurus pada pengerusakan benda atau penyerangan. Namun, pada kasus mekanisme pertahanan ini, keagresifan Bowo tertuju pada pada bentuk agresi yang dialihkan karena tidak dapat mengungkapkan rasa frustasinya kepada objek yang dimaksud secara langsung yaitu kepada suami Paris sendiri. Ia pun melampiaskannya kepada benda di sekitarnya.

“Ku kepalkan tinjuku ke arah tembok apartemen. Hancur” (Basuki, 2002: 131

Agresi juga terjadi saat kejadian antara dia dan kakak tingkatnya yaitu Bowo

“Pendeknya, aku melaporkan perbuatan mereka kepada pembantu dekan. Berhubung beliau tidak menggubrisku, aku langsung menuju dekan. Hasilnya ? Nico dan para anteknya diberi surat peringatan dan diskors satu semester” (Basuki, 2002: 47)

57

Saat Bowo mempunyai masalah dengan seniornya di kampus, Bowo pun merespon. Nico, seniornya selalu sensi terhadap Bowo. Ia beberapa kali memperingatkan Bowo bahkan mengancam. Ketidaksukaannya pada Bowo disinyalir karena wajah Bowo secara fisik mirip dengan orang Cina pada umumnya yaitu bermata sipit. Nico pun tak segan untuk melakukan penyerangan kepada Bowo dan teman-temanya yang tidak pernah mengganggunya.

Bowo tidak terima atas perlakuan kakak tingkatnya itu, melapor kepada dekan dan pada malamnya mereka terlibat perkelahian yang menegangkan. Bowo berkelahi dengan Nico. Bowo melakukan hal tersebut karena merasa perbuatan Nico tidak mempunyai alasan dan semena-semana.

Pembalasan Bowo kepada Nico dan teman-temannya adalah bentuk reaksi mekanisme pertahanan melalui agresi, yang disebut sebagai agresi primitif. Egonya memanfaatkan keagresifan untuk membalas dan menyerang objek yang dianggap menimbulkan frustasi. Dengan begini, Bowo secara tak sadar menutupi kelemahan dirinya yang selalu dikerjai oleh Nico dengan melakukan semacam laku balas dendam.

3.2.2 Mencari Rasionalisasi

Rasionalisasi adalah salah satu mekanisme pertahanan yang sering dilakukan orang pada umumnya. Dapat penulis simpulkan bahwa rasionalisasi terjadi ketika kita berbohong, dan secara tidak sadar sedang menipu realitas sehingga kecemasan yang

58

kita alami menjadi mereda. Menurut Freud dalam Minderop (2010: 36) Rasionalisasi memiliki dua tujuan yaitu; mengurangi kekecewaan dan memberikan motif yang dapat diterima pelaku. Rasionalisasi adalah upaya mendististorsi persepsi akan realitas.

Terdapat beberapa rasionaliasi yang digunakan Bowo, yang pertama adalah ketika dia bekerja sebagai hacker pada perusahaan bisnis temannya. Pekerjaannya adalah membongkar dokumen-dokumen rahasia pada perusahaan maupun negara. Namun, tak berselang lama ia melakukan pekerjaan ini, ia ditangkap polisi dan dipenjara selama dua bulan.

“Oooooo…..not good. Kedua tanganku saat itu langsung diborgol. Aku tidak bisa berkata-kata dan bertanya. Aku tidak mempunyai pilihan selain tutup mulut. Aku tahu, tidak ada alasan lain untuk penangkapanku selain Antonio” (Basuki, 2002: 86).

“Dalam hati kecilku, aku ingin si brengsek itu tau rasanya hidup di penjara. Atau barangkali dia sudah merasakannya mengingat keluarganya adalah mafia?” (Basuki, 2002: 87)

Bowo dipenjara karena perbuatan ilegalnya membobol dokumen rahasia perusahaan lain dan negara. Pada mulanya, ia juga mengatahui bahwa pekerjaan ini berisiko dan tidak benar. Ia juga tau resiko yang paling berat adalah ketahuan oleh aparat negara dan di penjara. Namun, setelah ditangkap polisi, Bowo menyalahkan Antonio tentang kasusnya ini, ia ingin Antonio juga ditangkap dan merasakan penjara. Ini menandakan ia tak mau menderita sendirian karena orang lain.

59

Rasionalisasi yang digunakannya adalah dengan ia berpendapat dan berdalih bahwa ia menerima pekerjaan ini karena ekonomi keluarganya yang sedang sulit, untuk menambah penghasilannya ia melakukan pekerjaan tersebut. Alasan ini dianggap Bowo masuk akal dan dijadikan sebagai mekanisme pertahanan rasionalisasi atas ketegangan yang sedang berlangsung. Sesungguhnya Bowo juga justru menikmati pekerjaannya, karena memang ia ahli dalam bidang tersebut. Tentunya alasan itu dengan mudah diterima dalam realitasnya. Padahal sesungguhnya ia sedang memalsukan realitas, ia dengan tidak sadar sebenarnya sudah berbohong agar mengurangi kecemasan atas perbuatannya yang salah.

Rasionalisasi kedua yang digunakan Bowo adalah ketika uangnya tidak mencukupi jika tinggal di asrama, ia menerima ajakan seorang teman perempuannya untuk tinggal sementara di apartemennya.

“Kami tinggal bersama. Aku keberatan jika disebut kumpul kebo, walaupun mungkin istilah itu memang umum digunakan untuk pria dan wanita yang belum menikah, tetapi tinggal satu atap.Aku lebih senang menyebutkan istilah flat-mate atau teman satu apartemen” (Basuki, 2002: 69).

Bowo dan Erna tinggal dalam satu apartemen. Sebenarnya Bowo merasa malu dan tidak enak, mengingat bahwa pria dan wanita seharusnya tidak boleh hidup dalam satu rumah jika belum menikah. Namun, Bowo dengan yakin dan mantap menerima ajakan Erna untuk tinggal satu atap, Bowo dengan yakin menganggap inilah satu-satunya jalan supaya ia lebih berhemat selain dengan bekerja walaupun dengan hidup bersama dengan teman perempuan.

60

Mekanisme pertahanan rasionalisasi ini terjadi ketika ia memberi alasan yang kuat atau mencoba menyeimbangkan dialetika antara dirinya dengan realitas. Bowo merasa alasan-alasan itu memang benar. Rasionalisasi digunakan Bowo memiliki alasan dan tujuan yaitu, memberikan motif yang dapat diterima atas perilaku. Motif Bowo adalah masalah keuangan, dan itu dijadikan alasan yang bisa diterima oleh dirinya sendiri atas konflik dan peristiwa yang terjadi. Dengan kata lain, penggunaan mekanisme pertanahan rasionalisasi adalah bentuk penghiburan atas pengalihan alasan atas masalah hidupnya.

“Aku akan menikahimu secara resmi,”

“Kamu harus. Aku masih perawan saat itu,” ujar Erna dengan pandangan tajam. (Basuki, 2002: 73)

“Aku membisu. Berkelebat bayangan Putri dengan rambut lurus sebahu, kulit kuning langsat, dan mata sipitnya.Sungguh seputri namanya. Aku sampai tidak berani menatap wajah Erna” (Basuki, 2002: 73).

Walaupun Bowo sudah beranggapan bahwa ia tidak kumpul kebo dengan teman satu atapnya, akhirnya ia luluh juga, ia tak dapat menahan godaan ketika Erna sedang berjalan dengan hanya memakai kutang dan celana dalam. Dorongan id yang dialami Bowo untuk berhubungan seks dengan Erna pun tak dapat ditahannya, ia melakukannya dengan Erna tanpa rasa cinta dan itu adalah untuk pertama kalinya baginya.

Kalimat “aku akan menikahimu secara resmi” yang diucapkan oleh Bowo adalah bentuk mekanisme rasionalisasi yang dilakukannya. Sesungguhnya ia cemas akan persetubuhannya dengan Erna, ia takut dan tegang akan kesalahan nikmat yang

61

telah ia perbuat. Ia mengatakan kata-kata tersebut hanyalah untuk memalsukan dan meredakan kecemasan moral dan jasmani yang timbul. Bowo seseungguhnya secara tidak sadar berjanji kepada Erna agar ketegangan segera mereda, karena sebetulnya ia mencintai kekasihnya yaitu Putri. Ia tak dapat lepas dari bayang-bayang Putri atas ketakutan yang terjadi.

Ia mencoba memberikan alasan-alasan yang kelihatannya masuk akal agar kenyataan yang semula berbahaya tampaknya menjadi mudah untuk diterima agar tak mengguncang kepribadiannya. Ia secara tak sadar juga telah berbohong dengan mengatakan akan menikahi Erna, padahal dalam realitas ia tak mungkin menikahi perempuan itu.

Bowo telah melakukan kesalahan karena telah berhubungan seksual dengan Erna sehingga menimbulkan konflik berkepanjangan yang mengancam kenyamanan hidupnya. Setelah Erna mengancam dan mendistorsi kehidupan dan perasaan Bowo, Bowo menjadi bertanya-tanya apa yang membuat ia mau melakukan hal tersebut bersama Erna. Ia menyalahkan Erna atas apa yang terjadi, ia merasa tidak memiliki kewajiban bertanggung jawab untuk menikahi Erna.

Secara tidak langsung ia menyalahkan dan memindahkan situasi sulit atas kesalahan Erna. Karena perasaan tidak nyaman inilah merasionalisasi keadaanya dengan beranggapan bahwa ia tak harus menikahi Erna karena ia tak pernah menjanjikannya apa-apa. Dia beranggapan seperti ini, memalsukan realitas untuk

62

menjaga keseimbangan kepribadiannya, ia memberikan alasan-alasan yang kelihatannya masuk akal agar kondisi lebih mudah dicerna dan mereda padahal sebelumnya dia memang pernah berjanji kepada Erna untuk menikahinya. Bowo mengembangkan alasannya yang rasional namun mengesampingkan fakta yang ada.

“Erna berkali-kali menelpon dan menagih janji. Aku merasa tidak menjanjikan apa-apa, “kapan Kamu pulang? Keluargaku sudah menyiapkan segalanya,”begitu katanya” (Basuki, 2002: 54)

3.2.3 Represi

Represi menurut Freud dalam Minderop, (2010:32) adalah salah satu mekanisme pertahanan yang paling kuat dan luas. Tugasnya adalah mendorong keluar implus-implus id yang tak diterima dari alam sadar dan kembali ke alam bawah sadar. Dapat disimpulkan bahwa represi itu menekan kecemasan-kecemasan yang dipendam atau tersimpan. Represi pada tokoh Bowo terlihat terjadi dan digunakan beberapa kali yaitu ketika Nico mati, yang ternyata di akhir cerita dia dibunuh oleh oleh Udel. Udel adalah pedagang sate, teman baik Bowo. Bowo yang juga pada malam kejadian terlibat perkelahian merasa anxitas yang luar biasa. Ia ketakutan dan kebingungan, ia takut terlibat dan polisi mencarinya walaupun ia yakin ia tidak membunuh Nico.

“Upsss…jangan-jangan benar..jangan-jangan celurit Udel sempat mendekam diperut Nico…kalau benar demikian, berarti secara tidak langsung aku terlibat dalam kasus pembunuhannya. Pembunuhan? Tapi ini tidak direncanakan…pembunuhan tidak sengajakah?”

“Mendadak kepalaku berat. Ku lihat Iwan dan Adi sibuk mengepak barang-barangku, sementara Dodi sibuk menepuk-nepuk bahuku” (Basuki, 2002: 50)

63

“Aku belum pernah gemetaran seperti itu. Aku seperti kehilangan daya” (Basuki, 2002: 44).

“Mama dan Papa belum tahu hal ini, apakah mereka harus tahu? Hal yang kumaksud adalah suatu musibah besar. Lebih tepatnya petaka. Tanpa sengaja aku membunuh seseorang” (Basuki, 2002: 45)

Saat inilah Nico berusaha keras menahan segala anxitas. Pada kasus ini Bowo sedang mengalami kecemasan realistik, kecemasan yang berhubungan dengan rasa takut dan rasa tidak menyenangkan karena konflik yang terjadi mengancam pribadinya. Mucullah rasa takut atau kecemasan, dan secara tidak sadar ia merepresi kecemasan tersebut, ia menekan dan memaksa perasaan-perasaan mengancam masuk ke alam tidak sadar. Yang ditekan oleh Bowo adalah dorongan atas ketakutan dan rasa cemas realistik tentang apa yang dirasakannya mengenai tragedi kematian Nico.

Represi biasanya bisa sampai pada perasaan yang ditekan seumur hidup namun yang dialami Bowo adalah disebut dengan represi parsial atau sebagian. Beban atau dorongan yang dirasakan demikian berat sehingga Bowo mengalami simpton-simpton psikopatologi yaitu merasakan kepalanya terasa berat. Kecemasan yang ada mengalami konflik dengan realitas yakni ia terlibat dalam kasus pembunuhan dan kecemasan akan keluarganya yang akan mendengar berita ini. Sedangkan keluarganya apalagi Yangtinya selalu mengingatkan Bowo akan kebijaksanaan dan hidup yang benar karena ia anak keturunan Sunan Kalijaga.

Maka dari itu, ia menahan segala kecemasan moralnya agar tetap berada pada alam bawah sadar, ia menjaga agar tragedi tersebut tetap terpendam dan tak ingin ia

64

ingat kembali dengan sikapnya untuk melarikan diri dari konflik yang mengancam jiwanya tersebut.

Mekanisme pertahanan represi pada kejadian lain adalah pada saat Erna mengganggu dan menghancurkan hidup Bowo setelah hubungan mereka. Bowo merasa hidupnya telah hancur karena Erna, hidupnya dipenuhi ketegangan, hubungan asmaranya dengan Putri kandas.

“Tidak, tidak, tidak kok. Erna tidak hamil. Bahkan kami berdua sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Demikian juga aku dengan Putri. Demikian juga aku dan kehidupan sosialku, juga tidak berhubungan lagi, alias hancur lebur. Hidupku berantakan ! (Basuki, 2002: 74-75)

“Aku pun mengubur cerita kedua perempuan tadi. Aku juga tidak lagi bergaul dengan anak-anak Indonesia. Intinya aku seperti bertapa” (Basuki, 2002: 81) Erna tak berhenti meminta pertanggung jawaban untuk menikahi dirinya, kehidupan sosial Bowo tidak berjalan lancer seperti dulu, hidupnya kala itu sedang betul-betul berantakan. Ego bowo telah terancam anxitas, ego melindungi dirinya dengan merepresi dorongan-dorongan tersebut dengan cara memaksa perasaan-perasaan mengancam akibat perbuatan Erna yang berdampak pada kehidupan sosialnya masuk ke alam bawah sadar. Bowo telah tahu hidupnya berantakan dan kehidupan sosialnya tidak berjalan (karena asal mula perbuatannya). Ia menekan ketegangan tersebut ( ingatan pada kejadian itu tetap ada dan terus mengancam), ada perasaan tidak nyaman dalam kehidupannya.

Upaya merepresi semua kejadian traumatik tersebut menjurus pada beberapa kemungkinan cara kerja ego lain seperti pemindahan. Pada kasus ini, Bowo

65

mengasingkan diri dari lingkungan sekitarnya, menjauhi teman-teman Indonesianya agar jejaknya tak begitu terdeteksi. Ini adalah upaya lain dari suasana frustasi agar ancaman tak datang mengganggu lagi. Namun sebenarnya dalam alam tak sadarnya ia tak dapat melupakan kejadian traumatik masa lalunya. Dengan merepresi tekanan itu, energi psikisnya bekerja untuk menyingkirkan pikiran yang tidak menyenangkan atas kejadian yang menimpanya.

Menurut Anna Freud dalam Boeree (2007: 44) represi adalah melupakan yang termotivasi. Dalam kasus selanjutnya setelah perlahan-lahan Bowo melanjutkan hidupnya, terdeteksi represi yang digunakan oleh Bowo, yaitu ketika ia pergi ke paranormal di New Orleans.

“Wanita itu berinisial E. Kamu tahu siapa?” “Aku menggeleng”

“Berinisial E dengan nama berakhiran huruf vocal. Lengkapnya saya tidak menangkap. Tapi ia menyuruh orang untuk mengirimkan runtutan bencana padamu. Kini kamu akan kebal”

“E ? huruf vocal? Siapa?Mendadak wajah seorang wanita di masa silam berkelibat. (Basuki, 2002: 102)

Bowo yang trauma dengan kejadian masa lalunya, menekan semua kenangan menyedihkan dan menyakitkan tersebut dalam alam bawah sadar dan berusaha sekuat energi psikisnya agar kenangan tersebut tidak muncul di permukaan sadarnya. Ketika seseorang kembali menanyakan objek yang berhubungan dengan peristiwa tersebut yaitu di mana terdapat suatu kejadian yang membuatnya sedih atau cemas, Bowo

66

malah telah melupakannya. Artinya terdapat ketidakmampuan Bowo untuk mengingat kembali situasi, orang maupun peristiwa menakutkan tersebut.

Setelah paranormal mengingatkannya, barulah ia mengingat dengan samar-samar dan timbul kecemasan tanpa ia mampu mengingat dengan jelas. Kesadaran akan kenangan inilah yang ia tekan.

3.2.4 Proyeksi

Mekanisme yang tidak disadari yang melindungi kita dari pengakuan terhadap kondisi tersebut dinamakan proyeksi (Minderop, 2010: 34). Menurut Arif, (2006: 32) proyeksi sendiri sebenarnya adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotik/moral menjadi kecemasan realistik. Ego biasanya akan mengurangi rasa cemas tersebut dengan mengarahkan hasrat yang tak diinginkan ke objek luar. Objek luar tersebut bisa dengan orang lain seperti mekanisme pertahanan proyeksi yang digunakan Bowo pada kasus ini.

“Aku merasa kalah. Kalah melawan nafsu. Mengapa aku bisa terjerat pada Erna?bukankah Putri lebih baik dalam segalanya? Apa yang membuatku kalap?” (Basuki, 2002: 78)

Bowo merasa ia kalap atas perbuatannya dengan Erna karena ia dipelet atau diguna-guna oleh Erna menurut tuturan teman-temannya. Ia memindahkan kesalahannya (berselingkuh, telah tidur dengan Erna dan berjanji akan menikahinya) kepada Erna secara tak langsung.

67

“Hah? Gimana sih kamu Bowo, jangan polos begitu dong. Memangnya kamu buta?Memangnya kita buta? Masa iya kamu memilih Erna dibandingkan Putri?” kata Mas Nanang”

“samar-samar ucapannya mulai masuk akal. Lalu bagaimana dengan naluriku yang sepertinya mati?” (Basuki, 2002: 78)

Ia tidak meyakini kenapa ia dulu mau saja berhubungan dengan Erna, ia mempertanyakan pada dirinya sendiri apa yang ia suka pada Erna sampai-sampai ini terjadi dalam hidupnya. Padahal ia tidur dengan Erna karena dorongan-dorangan id untuk berhubungan seksual. Ketika Erna menuntut petanggungjawaban yang lebih Bowo menghindar dengan berbagai cara. Salah satu penghidaran atas rasa bersalah atau berdosanya. Penuturan teman-temanya tentang Erna yang memakai pelet untuk menjebak Bowo juga semakin memperkuat dalih pikirannya bahwa ia sebenarnya tidak sengaja atau tidak mengkehendaki kejadian tersebut.

Kecemasan atas perbuatannya yang menimbulkan masalah membuatnya memindah kesalahan yang ada padanya pada objek eksternal, yaitu Erna. Pengubahan ini mudah dilakukan karena sumber asli kecemasan moral adalah ketakutan terhadap hukuman dari luar.

Bowo melihat dorongan atau perasaan Erna yang tidak dapat diterimanya, padahal sebenarnya jika dilihat perasaan tersebut ada dalam dirinya. Ia tak terima Erna menyerangnya dan meminta pertanggungjawaban, kemudian setuju bahwa memang dia telah dipelet dan diguna-gunai agar mau berhubungan seksual dengan Erna padahal Putri lebih cantik dan lebih dari Erna dalam hal apa saja, ia tetap

68

beranggapan begitu meskipun ia sadar telah meniduri Erna, ada ketertarikan erotis dalam diri Erna, ada ketertarikan pada wajah Erna yang ia anggap tak cantik itu, dan itu perbuatan yang salah yang membuat ia merasa terganggu dan merasa cemas.

Dokumen terkait