• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MEKANIMSE PERTAHANAN DIRI TOKOH DALAM NOVEL PINTU

3.4 Mekanisme Pertahanan Tokoh Paris

Paris mengalami permasalahan rumah tangga yang berbahaya sera mengancam jiwanya. Suaminya melakukan kerap melakukan kekerasan pada Paris. Namun, ia selalu pesimis dan pasrah untuk lari dari masalah ini. Kemudian ditambah lagi dengan perselingkuhannya dengan Bowo yang menambah persoalan psikologisnya. Terdapat tiga jenis mekanisme pertahanan diri yang digunakan oleh tokoh Paris yaitu, regresi, agresi, dan undoing. Ketiga jenis mekanisme pertahahan diri tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

3.4.1 Regresi

Regresi, pada saat libido melewati tahap perkembangan tertentu, di masa penuh stres dan kecemasan, libido bisa kembali ke tahap yang sebelumnya (Feist, 2010: 42). Regresi yang kuat terjadi pada Paris adalah ketika terdapat perubahan sikap padanya. Ia menjadi wanita yang manja, ingin selalu diperhatikan oleh Bowo, merasa kesepian dan sangat ingin dicintai oleh Bowo seperti layaknya anak kecil, ia menjadi wanita yang bergantung pada Bowo, yang adalah selingkuhannya.

Reaksi regresi yang ada pada diri Paris muncul karena kecemasan, rasa takut, dan marah kepada suaminya yang kerap kali menyiksanya dan memukulinya. Apa yang ia

76

harapkan pada suaminya tidak lagi bisa ia dapatkan, dan perasaan menyesal serta takut tersebut membuat egonya untuk kembali pada tahap yang nyaman. Karena adanya Bowo, Paris merasa seperti mendapatkan kembali apa yang dia dulu ia rasakan dan merasa nyaman pada tahap tersebut, yaitu pada tahap di mana ia saling mencintai bersama kekasihnya.

Ia tak mungkin nyaman jika kembali kepada orang tuanya yang dulu sangat melarang hubungannya dengan suaminya sekarang, Adam Anderson. Maka, ia telah mendapatkan rasa nyaman ketika berhubungan dengan Bowo dan merasakan segala kecemasan dan kemarahannya mereda. Namun, regresi yang digunakan Paris membuatnya enggan menyelesaikan permasalahan hidupnya dan tidak mau progres atau dengan kata lain ia tetap bertahan pada tahap itu. Tahap-tahap dia tidak mau berhenti dari regresi dan tidak progres adalah memilih berselingkuh dengan Bowo, sikapnya kepada Bowo yang manja, tidak ingin ditinggalkan, dan lebih tertuju pada tingkah laku anak kecil.

“Cuma Paris bersikukuh tidak mau menelpon dan meminta bantuan. “Kamulah obatku, B,” demikian ujarnya berulang-ulang. “B, please be with me,” begitu lagi, begitu lagi” (Basuki, 2002: 113)

“Lalu apa denga meninggalkan Adam semua akan jadi demikian indah? Apakah kita siap?” (Basuki, 2002: 129)

“B, apa aku berdosa untuk mencintaimu? “tanyanya menatapku. “B, apa kamu mencintaiku?”

“Apakah mungkin suatu hari kita akan bersama, B, apakah kamu ingin bersama denganku, B ?”

77

“Aku memeluk Paris erat sekali. Perlahan butiran hangat menembus T-shirtku dan membasahi tubuhku”

“Aku tidak takut dosa B, bagaimana denganmu?” (Basuki, 2002: 130)

Kesedihan yang bercampur aduk dengan kemarahan, rasa malu, dan cemas itu berbentuk depresi yang tak dapat ia tanggung sendiri sehingga ia melakukan regresi dengan berhubungan dengan Bowo, berpacaran seperti pasangan muda, namun ia tak mau meninggalkan suaminya. Paris merasa mengalami kesulitan yang tidak mampu ia hadapi ke fase itu dan mundur melakukan hal atau pelarian ke fase perkembangan ia merasa nyaman, yaitu di mana ia dulu mencintai suaminya sampai melakukan kawin lari padahal orangtuanya tidak menyetujui, dan Bowo lah sasaran ia merasa ke tahap peredaan kecemasan dan kesedihannya.

3.4.2 Reaksi Agresi dan Apatis

Agresi dan apatis: Perasaan marah terkait dengan ketegangan dan kegelisahan yang dapat menjurus pada pengrusakan dan penyerangan (Minderop: 201037). Menurut Alwisol, (2011: 33) reaksi agresi itu memanfaatkan drive agresi untuk menyerang obyek yang menimbulkan frustasi. Menutupi kelemahan diri dengan menunjukkan kekuatan drive agresinya, baik yang ditujukan kepada obyek asli, obyek pengganti maupun kepada diri sendiri.

Konflik dalam kehidupan Paris memuncak ketika ia mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suaminya. Padahal, suaminya adalah orang yang dulu ia bela mati-matian untuk menjadi pendamping hidup di depan kedua

78

orangtuanya. Maka, terjadilah mekanisme pertahanan diri pada struktur ego Paris yaitu agresi dan apatis.

Sumber frustasi yang memicu gangguan kepribadiannya ada dua. Pertama, ia marah dan sedih suaminya selalu bersikap kasar, memukulinya, dan menyiksanya. Kedua, ia merasa malu jika orang tuanya mengetahui bahwa suaminya yang tidak disetujui oleh orang tuanya adalah orang yang jahat dan kasar. Tindakan agresi pertama adalah ia bersikap agresif dengan beberapa kali melarikan diri karena perbuatan suaminya, Paris marah dan mencoba melawan perlakuan suaminya. Ini adalah tindakan agresi yang ditujukan kepada objek asli. Namun, suami Paris selalu menemukan Paris dan selalu membawa Paris kembali pulang ke rumah sampai akhirnya ia pasrah dan menerima saja karena selain tidak mau semakin disiksa suaminya, ia takut dan malu jika ketahuan oleh orangtuanya.

Selain itu, Paris merasa seakan menemukan obat penghibur kesedihan dan kemarahannya yaitu Bowo. Akibatnya, pertahanan diri Paris tertuju pada perilaku apatis, hanya pasrah dan menerima saja, meredam semua permasalahan sampai tidak tahu kapan kesudahannya.

“Saat Paris ditinggal itulah ia mengaku sering melarikan diri. Sementara memang, karena pernah Paris benar-benar berniat melarikan diri, sang suami buru-buru melapor polisi untuk menemukannya” (Basuki, 2002: 112).

“Aku tidak mau meninggalkannya, “mungkin ucapan Paris ini yang membuatku tidak bereaksi menggertak suaminya. Paris tidak mau orang tuanya menertawakan pria yang dipilihnya dan dibelanya untuk menjadi suami, pendamping seumur hidup” (Basuki, 2002: 133)

79

“Cuma Paris bersikukuh tidak mau menelpon dan meminta bantuan” (Basuki, 2002: 133)

Tindakan agresi Paris yang kedua adalah ia memaksa egonya dengan melawan dirinya sendiri. Tindakan agresif ini berkombinasi dengan pemindahan, yaitu pemindahan obyek pengganti ke obyek lain yang adalah dirinya sendiri. Ia sedang tertekan dengan keadaan rumah tangganya, ia marah, malu, sedih, cemas, takut akan dipukuli dan disiksa terus oleh suaminya, takut jikalau kedua orang tuanya mengetahui dan ia akan malu

Maka, ia memilih dengan melawan diri sendiri dan memindah sasaran frustasi kepada dirinya sendiri yang berwujud pada perasaan berdosa, depresi dan sebagainya. Dan ia pun hanya merepresi kecemasan-kecemasan tersebut dan memendam tiga kecemasan yang menyerangnya dan membuatnya dalam keadaan yang berbahaya yaitu kecemasan moral, kecemasan realistik dan kecemasan neurotik.

3.4.3 Undoing

Tokoh Paris di dalam cerita juga mengalami perasaan berdosa atas perbuatannya, maka ia melakukan kegiatan yang bisa meredakan sedikit rasa berdosanya yang disebut mekanisme pertahanan diri undoing yaitu, kecemasan dan dosa akibat kegiatan negatif, ditutupi/dihilangkan dengan perbuatan positif penebus dosa dalam bentuk “tingkahlaku ritual” Alwisol, (2006: 34). Paris pada akhirnya menyadari perasaan bersalah dan berdosanya pada suaminya Adam Anderson karena telah berselingkuh sekalipun ia sering disiksa.

80

“Aku…aku merasa terhimpit B” air mata Paris berderai dan aku membelai rambutnya.”

“Ssssttttt, Paris.”

“Tahukah kamu B? aku merasa kotor.” “Hah?”

“Keluargaku seorang Katolik yang taat. Tahukah kamu, apa yang kita lakukan salah?” (Basuki, 2002: 126-127).

“Kami tidak percaya perceraian. Walaupun cinta tidak ada lagi, walaupun hati dan pikiran tertuju pada orang lain” (Basuki, 2002: 127)

Paris juga merasakan perasaan berdosa kepada kepercayan Katolik dan Tuhan yang ia percaya akibat berzinah dengan yang bukan suaminya secara sadar, yaitu dengan Bowo yang menjadi selingkuhannya. Menurut Arif, (2006: 35) terlepasnya implus tersebut dipersepsikan berbahaya, karena dianggap melanggar norma-norma budaya sehingga menimbulkan konflik.

“Mencintai itu tidak salah. Yang salah adalah seks itu sendiri. Dalam 10 perintah Allah yang diturunkan pada Musa, salah satunya menyebutkan tidak boleh berzina atau bahkan tidak boleh ingin berzina” (Basuki, 2002: 127) “Aku akan masuk neraka.”

“Hush! Ujarku cepat. “Jangan bicara gitu. Yuk, ngomongin yang lain” (Basuki, 2002: 127)

Perbuatan dan kegiatan yang dilakukannya memang secara sadar, ia berselingkuh dan melakukan hubungan seksual dengan selingkuhannya. Paris pun mengetahui adanya bahaya dalam hubungan mereka, adanya norma yang telah ia langgar karena ia percaya pada kepercayaan Katolik bahwa pernikahan adalah untuk seumur hidup, tak ada kata bercerai sekalipun sudah tak ada lagi cinta pada keduanya. Sedangkan, norma agama yang ia langgar adalah larangan berzinah yang ia percaya

81

ada pada sepuluh perintah Allah, yang kemudian membuatnya merasa kotor dan sangat berdosa. Karena kecemasan moral tersebutlah, Paris melakukan ritual atau kegiatan yang bisa menghapus dosa dalam ritual kepercayaan Katolik yaitu mengaku dosa kepada pastur.

“Gara-gara ini aku jadi sering ketemu Father Francis” “Who?”tanyaku”

“Father Francis, pastor favorit di gereja.” “Untuk apa?” tanyaku tak mengerti.”

“Mengaku dosa. Bercerita padanya tentang kita.”

“Jadi, ada orang lain yang tahu mengenai kita?”sahutku was-was.”

“Jangan kuatir, B. itu memang tugasnya, mendengarkan dan membantu meringankan umat berdosa seperti aku ini…ya, pengakuan dosalah intinya” (Basuki, 2002: 128)

Paris melakukan pengakuan dosa menurut ajaran Katolik adalah sebagai ritual dan sarananya meringankan kecemasan atas rasa berdosanya karena telah berzinah dan berselingkuh. Namun, ritual ini bukanlah pertobatan karena hanya dilakukan untuk meredakan kecemasan moral (rasa berdosa) dan pelaku pada akhirnya tetap melakukan kegiatan tersebut lagi dan lagi, dan ritual pun dilakukan dengan intensitas yang sering, sesuai banyaknya kegiatan atau banyaknya rasa berdosa itu mulai muncul dan mengancam superego yang akhirnya menguras ego untuk melakukan suatu tindakan yang menghindarkan diri dari rasa berbahaya atas id yang telah terlepas.

Setiap kali implus yang menimbulkan kecemasan muncul pada diri Paris, tingkah laku ritual dilakukannya menjadi gejala obsesif kompulsif untuk

82

menghilangkan kecemasan moral, untuk meredakan sumber konflik, dan untuk menghakimi pelampiasan implus yang terlanjur terjadi pada dirinya.

3.5 Rangkuman

Dalam bab tiga penulis menganalisis kejiwaan tokoh dalam novel yang disebut dengan mekanisme pertahanan diri. Terdapat tiga tokoh yang dianalisis mekanisme pertahanannya dalam novel ini yaitu tokoh Bowo, tokoh Erna, dan tokoh Paris. Di dalam satu tokoh ditemukan beragam jenis salah satu cara kerja ego ini. Dimulai dengan tokoh pertama yaitu Bowo yang menggunakan lima jenis mekanisme pertahanan diri dalam dirinya. 1) Sikap agresi, ketika merasa teracam dengan keberadaan adiknya yang baru lahir. 2) Mencari rasionalisasi, ketika memutarbalikan fakta dan mencari alasan atas permasalahan dengan Erna dan saat ia di penjara karena menjadi hacker. 3) Represi, saat melarikan diri dari keterlibatannnya dengan kematian Nico. 4) Proyeksi, memindahkan kesalahan kepada Erna, dan tak mengakui bahwa ada ketertarikan erotis dengan Erna. 5) Undoing melakukan ritual dalam aliran Kejawen atas rasa berdosanya melakukan hubungan seksual dan sebagainya.

Selain itu, mekanisme pertahanan diri tokoh Erna diklasifiksikan menjadi dua jenis yakni 1) Regresi, ketika ia bersikap agresif primitif kepada Bowo sehingga menunjukkan simpton psikopatologi. 2) Fantasi dan Stereotype, ketika Erna menjadikan khayalan (menikah dengan Bowo) sebagai solusi atas realitas.

83

Tokoh terakhir yang di analisis adalah Paris. Terdapat tiga jenis mekansime pertahahan diri pada tokoh wanita ini yaitu: 1) Regresi, ketika ia bersikap seperti anak kecil kepada Bowo dalam banyak permasalahan hidupnya. 2) Reaksi agresi, terjadi saat ia melawan dirinya sendiri dalam sikap agresi yang akhirnya hanya membuat rasa bersalah dalam dirinya, dan 3) undoing, melakukan ritual pengakuan dosa secara Katolik atas perasaan berdosanya melakukan seks dan berselingkuh.

Jelas terlihat dalam analisis psikoanalisis mekanisme pertahanan diri bahwa tokoh-tokoh dalam novel yaitu Bowo, Erna maupun Paris memiliki konflik dengan struktur kepribadiannya yaitu antara id, ego, dan superego mereka yang saling bertentangan sehingga pada beberapa kasus banyak menguras energi psikis tokoh. Terbukti bahwa setiap tokoh mempunyai masing-masing kesulitan yang sukar dihadapi dan mereka mencoba bertahan dengan cara kerja ego yaitu mekanisme pertahanan diri yang mereka gunakan secara tidak sadar demi upaya meredakan ketiga kecemasan yang sering meraka alami yakni kecemasan realistik, kecemasan moral, dan kecemasan neurotik. Serta dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap tokoh telah meggunakan mekanisme pertahanan demi menjaga agar struktur kepribadian mereka tidak rusak atau hancur karena pada permasalaha Erna, ia telah menggunakan mekanisme pertahanan yang berbahaya sehingga menderita gangguan jiwa.

84

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Dalam bab IV akan dipaparkan kesimpulan dari keseluruhan penelitian ini. Penelitian ini mengangkat judul “Mekanisme Pertahahan Diri Tokoh dalam Novel Pintu: Kajian Psikoanalisis. Yang dikaji dalam novel adalah tiga tokoh yang mempunyai konflik cukup berat yaitu Bowo, Erna dan Paris. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah ilmu psikologi sastra yang mengarah pada psikoanalisis yang secara spesifik adalah teori mekanisme pertahahan diri. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan metode lanjutannya adalah teknik catat. Analisis data dilakukan dengan metode analisis isi, sedangkan penyajian hasil analisis data menggunakan metode penyajian secara deskriptif.

Bab II memaparkan penjelasan mengenai analisis struktur pada novel Pintu yang meliputi analisis alur, analisis latar/setting dan analisis penokohan. Analisis alur dalam novel bersifat linear, atau tidak hanya terfokus pada satu alur namun pada dua alur yaitu maju dan flashback, dengan alur dominan flashback. Analisis latar/setting dibagi menjadi tiga yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar tempat terjadi daerah Jawa, Batavia, dan Amerika. Latar waktu terjadi pada kurun waktu 1968-1987 dan tahun 1989-2000. Latar sosial disimpulkan menjadi dua yaitu latar

85

sosial daerah Jawa dan latar sosial daerah Amerika di mana latar sosial tersebut masih memengaruhi pola kehidupan masyarakat. Analisis penokohan dalam tokoh masing-masing menunjukkan karakter yang cukup unik dengan berbagai masalah yang memengaruhi psikis tokoh Bowo Erna dan Paris. Tokoh-tokoh dalam novel mempunyai karakter yang berbeda-beda serta kuat.

Bab III memaparkan tentang mekanisme pertahanan diri pada tiga tokoh, Bowo, Erna dan Paris. Tokoh Bowo menggunakan lima jenis mekanisme pertahanan diri yaitu sikap agresi, mencari rasionalisasi, represi, proyeksi dan undoing. Tokoh Erna menggunakan dua jenis mekanisme pertahanan diri yaitu regresi serta fantasi dan stereotype. Sedangkan tokoh Paris menggunakan tiga jenis mekanisme pertahanan diri yakni regresi, sikap agresi, dan undoing. Dari kesepuluh model mekanisme pertahanan yang telah disebutkan dalam teori, ditemukan hanya enam model mekanisme pertahanan diri yang digunakan oleh ketiga tokoh dalam novel Pintu karya Fira Basuki

Jelas terlihat dalam analisis psikoanalisis mekanisme pertahanan diri bahwa tokoh-tokoh dalam novel yaitu Bowo, Erna maupun Paris memiliki konflik dengan struktur kepribadiannya yaitu antara id, ego, dan superego mereka yang saling bertentangan sehingga pada beberapa kasus banyak menguras energi psikis tokoh. Terbukti bahwa setiap tokoh mempunyai masing-masing kesulitan yang sukar dihadapi dan mereka mencoba bertahan dengan cara kerja ego yaitu mekanisme pertahanan diri yang mereka gunakan secara tidak sadar demi upaya meredakan

86

ketiga kecemasan yang sering meraka alami yakni kecemasan realistik, kecemasan moral, dan kecemasan neurotik.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap tokoh telah meggunakan mekanisme pertahanan demi menjaga agar struktur kepribadian mereka tidak rusak atau hancur. Bowo dan Paris menggunakan beberapa mekanisme pertahanan diri yang cukup matang dan tetap terjaga keseimbangan kepribadiannya sehingga id nya masih bisa dikontrol. Namun, pada permasalaha Erna, ia telah menggunakan mekanisme pertahanan yang berbahaya sehingga menderita gangguan jiwa. Antara id dan egonya tidak seimbang, sehingga ego nya bekerja keras dan mekanisme pertahanan diri yang digunakan juga berbahaya karena mentalnya tidak sehat dan pada akhirnya id keluar secara tidak terkontrol.

Dokumen terkait