• Tidak ada hasil yang ditemukan

7. PERANAN KEMITRAAN DALAM PEMBENTUKAN RANTAI PEMASARAN DAN KINERJA RANTAI NILAI

7.5 Analisis Biaya dan Marjin Pemasaran .1. Analisis Biaya Pemasaran

Dalam melaksanakan aktifitas pemasaran, setiap lembaga pemasaran mengeluarkan biaya pemasaran. Jumlah biaya pemasaran yang dikeluarkan berbeda untuk setiap tingkatan lembaga pemasaran. Jumlah biaya tersebut tergantung pada tambahan nilai dari tarmac sapi potong, seperti nilai guna, bentuk dan kepemilikan.

Komponen biaya pemasaran juga berbeda untuk setiap lembaga pemasaran tergantung pada fungsi dan peran lembaga tersebut. Komponen biaya pemasaran sapi potong dapat dilihat pada tabel 7.7.

Berdasarkan tabel 7.7, komponen biaya untuk pedagang desa adalah biaya pengangkutan/transportasi, biaya pakan, tenaga kerja, retribusi rph dan pajak potong. Biaya transportasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengangkutan ternak sapi potong dari tempat pembelian ke tempat penjualan. Biaya transpostasi dihitung berdasarkan pengeluaran bahan bakar yang digunakan dan biaya sewa kendaraan. Dari ke empat pedagang, proporsi biaya transportasi terbesar dimiliki oleh pedagang desa yaitu 65 persen, selanjutnya pedagang kecamatan 14 persen, pedagang pemotong kecamatan 10 persen dan pedagang pemotong kabupaten 14 persen.

Tabel 7.7 Struktur biaya pemasaran di masing-masing tingkat lembaga pemasaran Jenis biaya Pedagang desa Pedagang kecamatan Pedagang pemotong 1 Pedagang pemotong 2 Rp/kg (%) Rp/kg (%) Rp/kg (%) Rp/kg (%) Biaya transportasi 210 65 127.6 40 95 23 140 35 tenaga kerja 68.8 21 88.62 28 186.5 45 198 50 Pakan 42.3 13 42.3 13 14.2 3 14.2 4 retribusi rph 62 19 71.01 17 42.85 11 pajak potong 43.5 11 Biaya total 321.1 320.52 410.21 395.05

Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran untuk membayar upah pegawai dan pemakaian jasa tenaga selama penjualan sapi maupun pemotongan sapi. Pada tabel 7.7 terlihat bahwa untuk pedagang pemotong biaya tenga kerja merupakan komponen biaya terbesar dari total biaya pemasaran. Hal ini disebabkan oleh fungsi dan peran yang dimiliki oleh pedagang pemotong yaitu mengubah bentuk bobot hidup menjadi karkas dan daging melalui proses pemotongan di RPH.Biaya pakan yang dikeluarkan lembaga pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemberian pakan agar kondisi tubuh ternak tidak mengalami penurunan bobot badan. Biaya pakan dikeluarkan sebelum ternak diserahkan ke pedagang selajutnya atau selama dalam masa penampungan. Masa penampungan ternak yaitu sekitar 1-3 hari tergantung dari jadwal pedagang kecamatan/pedagang pemotong melakukan penjualan/pemotongan.

Biaya pakan paling besar dikeluarkan oleh pedagang kecamatan yaitu sebesar 13 persen dari total biaya pemasaran. Hal ini disebabkan oleh jadwal penjualan sapi yang dimiliki pedagang kecamatan yaitu satu minggu dua kali. Komponen biaya lainnya seperti retribusi rph, dan pajak potong dikeluarkan oleh pedagang kecamatan maupun pedagang pemotong yang melakukan aktifitas pemotongan di RPH. Total biaya adalah jumlah seluruh komponen biaya yang dikeluarkan setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran sapi potong. Total biaya pemasaran terbesar dimiliki oleh pedagang pemotong tingkat Kabupaten dengan jumlah biaya sebesar Rp 410.21/kg bobot hidup.

7.5.2. Analisis Marjin Pemasaran

Marjin merupakan selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Menurut Ilham (2009) dua komponen utama marjin pemasaran adalah keuntungan dan biaya pemasaran. Besar marjin pemasaran dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya-biaya pemasraan dengan besarnya keuntungan pada setiap lembaga/aktor. Marjin ini dapat pula ditunjukan dengan perbedaan harga jual dan harga beli pada setiap saluran. Hal ini disebabkan oleh perbedaan harga jual, biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan dari setiap lembaga pemasaran di saluran tersebut. Perbedaan besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh setiap lembaga berbeda, hal ini tergantung pada nilai tambah yang diberikan terhadap komoditi oleh setiap lembaga pemasaran. Nilai tambah tersebut meliputi nilai guna, bentuk, waktu, tempat dan kepemilikan.

Analisis Marjin Pemasaran Sistem Kemitraan

Analisis marjin pemasaran pada tipe kemitraan hanya memiliki satu saluran, yaitu peternak mendapatkan sapi potong dari pedagang, peternak menjual sapi potong kepada pedagang dan kemudian pedagang menjual sapi potong kepada pedagang pemotong/pengecer. Harga yang dibayarkan oleh pedagang dan pedagang sapi potong dalam satuan Rp/kg bobot hidup. Struktur biaya, besar biaya, dan marjin pemasaran pada saluran dengan pola kemitraan dapat dilihat pada tabel 7.8.

Tabel 7.8 Marjin pemasaran pada setiap lembaga dan saluran pemasaran ternak sapi potong di wilayah Kabupaten Banjarnegara per Juni 2012 (Pola Kemitraan) Lembaga pemasaran Saluran 1 (Kemitraan, n=30)

Rp/kg BB Persentase (%)

1. Peternak Mitra/Plasma

Harga Jual 0.00

2. Peternak/Pedagang inti

A. Harga beli 0.00

B.Total Biaya Pemasaran 0.00

C. Marjin Pemasaran 0.00

D. Harga Jual 23950 95.60

4. Pedagang Pemotong /Pengecer

A. Harga beli 23950 93.92

B.Total Biaya Pemasaran 397.92 1.56

C. Marjin Pemasaran 1100 6.08

D. Harga Jual 25050 100

Total Marjin Pemasaran 1550

Dari tabel 7.8 dapat diketahui bahwa pada sistem kemitraan, harga yang diterima peternak sebenarnya sama dengan harga yang diterima oleh pedagang. Harga yang diterima peternak mitra adalah harga yang ditentukan berdasarkan hitungan biaya produksi peternak (termasuk biaya input atau bakalan yang dikeluarkan oleh pedagang. Dari informasi harga berdasarkan hitungan pedagang/peternak besar tersebut, peternak besar kemudian mematok harga jual sapi sesuai dengan biaya transportasi, tenaga kerja, dan retribusi pasar dan harga sapi pasar sapi potong jenis tertentu dewasa yaitu sebesar Rp. 23950 /kg. Berdasarkan informasi tersebut, maka total marjin yang di terima di sistem kemitraan ini adalah marjin yang diterima oleh pedagang pemotong yaitu sebesar Rp. 1100/kg bobot hidup. Farmer’s share yang diterima oleh produsen (dalam hal ini peternak dan pedagang/peternak besar adalah 95.60 persen artinya produsen menerima 95.60 persen dari harga, dan sisanya dinikmati oleh aktor lain dalam rantai pemasaran.

Farmer’s share yang besar pada saluran kemitraan menunjukan bahwa harga jual di saluran kemitraan dengan harga jual akhir di tingkat pedagang pemotong hampir sama besar. Farmer’share yang besar menunjukkan bahwa sebenarnya usaha ternak dengan sistem kemitraan tersebut berpotensi untuk

dikembangkan mengingat dari segi harga jual cukup menguntungkan. Akan tetapi, sesuai dengan konsep kemitraan yang ada, harga jual tersebut tidak sepenuhnya diterima oleh peternak mitra, akan tetapi dibagi dengan sistem proporsi bagi hasil. Peternak mendapatkan 50 persen dari hasil keuntungan yang didapatkan, sedangkan pemilik modal juga mendapatkan 50 persen dari total keuntungan penjualan yang didapatkan.

Analisis Marjin Pemasaran Pola Tidak Bermitra

Analisis selanjutnya adalah analisis marjin pemasaran pola tidak bermitra. Berbeda dengan pola bermitra, pada pola tidak bermitra peternak bekerja secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Terdapat tiga saluran pemasaran yang terbentuk berdasarkan tipe peternak yang teridentifikasi, saluran dua, saluran tiga dan saluran empat. Masing-masing saluran memiliki tingkatan lembaga pemasaran yang berbeda (keterlibatan lembaga) yang pada akhirnya mempengaruhi biaya dan marjin pemasaran. Saluran yang terbentuk adalah sebagai berikut :

(2) Peternak tipe dua Pedagang Desa Pedagang Kecamatan Pedagang pemotong/pengecer,

(3) Peternak tipe satu Pedagang Kecamatan Pedagang pemotong/pengecer

(4) Peternak tipe dua Pedagang Desa Pedagang pemotong/pengecer. Pada tabel 7.9 dapat diketahui bahwa keuntungan yang diterima peternak dari harga yang dibayarkan peternak (farmer’s share) konsumen akhir berbeda-beda, begitu pula keuntungan yang diterima di setiap lembaga pemasaran. Perbedaan ini berdasarkan bentuk saluran pemasaran yang dilaluinya. Pada saluran dua, farmer’s share sebesar 84.096 persen, artinya peternak menerima harga sebesar 83.50 persen dari harga yang dibayarkan konsumen akhir, sedangkan sisanya 16.50 persen dinikmati oleh lembaga pemasaran lainnya. Pada saluran 3 dan 4 farmer’s share yang diterima adalah sebesar 88.72 persen dan 86.63 persen. Hal ini disebabkan oleh harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir pada saluran tiga lebih besar dari pada saluran dua, dan harga yang diterima konsumen akhir pada saluran empat lebih kecil dari pada saluran yang lain.

Harga yang diterima peternak paling kecil adalah harga pada saluran empat, yaitu sebesar Rp. 20192. Penentuan harga di tingkat peternak berdasarkan kualitas sapi (bobot dan kondisi badan secara umum) di tingkat peternak dan kepada siapa peternak menjual sapinya. Harga di saluran dua lebih tinggi dari pada harga di saluran empat meskipun tipe peternaknya sama. Harga di saluran dua yaitu sebesar Rp. 20982,- Perbedaan harga tersebut di sebabkan pada saluran dua kondisi sapi lebih baik dari pada saluran empat. Harga di saluran tiga merupakan harga paling tinggi diantara kedua saluran yang lain yaitu sebesar Rp. 22225,-. Perbedaan harga tersebut juga disebabkan oleh tipe peternak ini menjual sapinya langsung ke pedagang kecamatan. Sedangkan harga yang diterima oleh konsumen akhir pada ketiga saluran di atas berbeda-beda berdasarkan tipe pedagang pemotong yang menerimanya. Harga di tingkat akhir pada saluran dua dan tiga yaitu sebesar Rp. 25550/kg dan Rp. 24950/kg atau sekitar Rp. 51000/kg karkass dan Rp 49900/kg Karkass. Harga di tingkat akhir saluran 4 adalah sebesar

Rp. 23309. Harga tersebut di perhitungkan dari harga daging sapi tingkat lokal di Kecamatan Wanayasa dan sekitarnya.

Tabel 7.9 Marjin pemasaran pada setiap lembaga dan saluran pemasran ternak sapi potong di Kabupaten Banjarnegara

Lembaga pemasaran Saluran 2 (n: 13) Saluran 3 (n=8) Saluran 4 (n=9) Rp/Kg BB (%) Rp/Kg BB (%) Rp/Kg BB (%) 1. Peternak Harga Jual 21082 83.50 22225 88.72 20192 86.63 2. Pedagang Desa A. Harga beli 21082 83.50 20192 86.67

B.Total Biaya Pemasaran 301 1.21 341 1.4

C. Marjin Keuntungan 1006.8 1.15 745 3.1

D. Marjin Pemasaran 1293 5.18 1187 4.6

E. Harga Jual 22375 89.68 21279 0.95

3. Pedagang Kecamatan

A. Harga beli 22375 89.68 22225 88.72

B.Total Biaya Pemasaran 275 1.10 280.82 1.12 C. Marjin Keuntungan 1149.38 4.61 1444.18 5.77 D. Marjin Pemasaran 1425 5.71 1725 6.89 E. Harga Jual 23950 95.39 23800 95.61 4. Pedagang Pemotong /Pengecer A. Harga beli 23950 95.39 23800 95.61 21279 94.72 B.Total Biaya Pemasaran 394 1.56 397 1.59 424 1.82 C. Marjin Keuntungan 905 3.59 752 3.01 1606 6.89 D. Marjin Pemasaran 1300 4.61 1150 4.39 1930 5.28

E. Harga Jual 25250 100 24950 100 23309 100

Total Marjin Pemasaran 4168 2875 3017

Pola saluran 2 merupakan pola yang paling panjang karena terdapat seluruh lembaga pemasaran yang terlibat yaitu pedagang desa, pedagang kecamatan dan pedagang pemotong. Berdasarkan satuan Rp/Kg bobot hidup, maka marjin pemasaran yang diterima oleh pedagang perantara yaitu masing-masing sebesar Rp.1293/Kg, Rp.1425/Kg dan Rp 1300 untuk pedagang pemotong. Berdasarkan satuan Rp/Kg bobot hidup, maka saluran 3 menunjukan saluran yang melibatkan tiga tingkatan lembaga, yaitu peternak tipe dua, pedagang kecamatan dan pedagang pemotong. Marjin yang didapatkan oleh pedagang perantara di saluran tiga masing-masing yaitu sebesar Rp. 1725 untuk pedagang kecamatan dan Rp.1150 untuk pedagang pemotong. Lebih kecilnya marjin ditingkat pedagang pemotong pada saluran dua dan saluran tiga disebabkan oleh peran pedagang pemotong yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir sehingga harga ditingkat pedagang pemotong telah menjadi harga pasaran. Pola saluran empat menunjukan keterlibatan peternak, pedagang desa dan pedagang pemotong tanpa melalui pedagang kecamatan. Meskipun demikian,

marjin yang diperoleh pedagang desa lebih kecil dibandingkan marjin yang diperoleh pedagang desa pada saluran dua, yaitu sebesar Rp. 1006.

Besarnya marjin tersebut disebabkan oleh rendahnya kualitas produk ternak yang diperoleh oleh pedagang desa sehingga penjualan tarnak langsung ke pedagang pemotong tingkat kecamatan. Sebaliknya, marjin pemasaran yang diperoleh pedagang pemotong di saluran empat lebih besar dibandingkan marjin pemasaran di saluran lain. Hal ini disebabkan pada saluran empat, jumlah pedagang pemotong yang mau menerima sapi dengan kualitas yang dimiliki oleh peternak tipe dua tidak terlalu banyak, sehingga meskipun harga akhirnya adalah harga pasar, pedagang desa tidak serta merta bebas menentukan harga. Total marjin pemasaran untuk saluran 2,3 dan 4 masing-masing yaitu sebesar Rp. 4168/kg bobot hidup, Rp 2825/kg bobot hidup, dan Rp. 3017/kg bobot hidup. Saluran dua memiliki marjin pemasaran paling besar, hal ini disebabkan oleh keterlibatan lembaga pemasaran yang paling banyak diantara saluran lainnya. Sedangkan saluran 3 merupakan saluran yang paling efisien di pola tidak bermitra, hal ini dilihat dari total marjin terkecil yang diperoleh saluran tiga. Efisiensi Pemasaran

Berdasarkan analisis biaya dan marjin pemasaran maka dapat dihitung efisiensi pemasaran yang diterima oleh keseluruhan saluran, baik saluran bermitra maupun saluran tidak bermitra. Tabel 7.10 menunjukkan indikator efisiensi pemasaran yaitu dari sisi biaya total, farmers share, total marjin pemasaran dan R/C rasio. Pada tabel 7.10 total biaya terbesar dimiliki oleh saluran dua yaitu sebesar Rp 2189.6/kg bobot hidup, sedangkan biaya terkecil dimiliki oleh saluran satu yaitu sebesar Rp.1035.42/kg bobot hidup.Besarnya biaya menunjukan, semakin panjang rantai maka harga yang dibayarkan oleh konsumen semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat berusaha melakukan fungsi pemasaran sehingga biaya yang dikeluarkan semakin besar.

Tabel 7.10 Sebaran biaya, marjin pemasaran, dan farmer’share Keterangan Saluran 1

(Kemitraan)

Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Total Biaya (Rp/kg) 397.92 970.82 678.74 765.45

Total Marjin (Rp/kg) 1100 4168 2725 3117

Farmer’s share (%) 95.60 83.49 89.08 86.63

R/C rasio 1.29 1.16 1.17 1.20

Indikator efisiensi berikutnya adalah besarnya marjin. Perbedaan marjin tersebut menunjukan panjang pendeknya saluran pemasaran. Saluran 2 merupakan saluran yang paling panjang atau saluran dengan umlah lembaga pemasaran paling banyak dibandingkan saluran yang lain yaitu sebesar Rp.4168. Sebaliknya saluran satu atau salurn kemitraan memiliki marjin paling kecil yaitu Rp.1100. Perbedaan marjin tersebut belum mampu menggambarkan tentang efisiensi pemasaran secara umum, karena efisiensi pemasaran juga bisa diukur melalui perbandingan farmer’share. Farmer share yang paling kecil dimiliki oleh saluran dua yaitu sebesar 83.50 persen, sedangkan farmer’s share paling tinggi diterima ole saluran satu yaitu sebesar 95.60 persen. Apabila dilihat dari ke tiga indikator

di atas saluran yang paling efisien adalah saluran 1, selanjutnya saluran 3, saluran empat dan terakhir adalah saluran 2. Namun, total marjin pemasaran yang kecil tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk menyatakan saluran pemasaran tersebut efisien. Tetapi lebih kepada penerimaan yang didapat sesuai dengan biaya pemasaran. Penerimaan, biaya pemasaran dan rasio penerimaan/biaaya pemasaran pada sertiap lembaga dapat dilihat pada lampiran 1

Rasio penerimaan/biaya digunakan untuk mengetahui penyebaran rasio penerimaan dan biaya yang diperoleh oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat di masing-masing saluran pemasaran. Berdasarkan harga Kg/bobot hidup menunjukkan bahwa total penerimaan yang dimiliki oleh pedagang pemotong di masing-masing saluran berturur-turut adalah Rp. 31463/Kg bobot hidup, Rp. 30913/Kg bobot hidup, Rp. 31013/Kg bobot hidup, dan Rp. 29272/Kg bobot hidup. Komponen penerimaan pedagang pemotong tersebut merupakan komponen yang paling besar diantara ke dua jenis pedagang perantara lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya komponen tambahan yaitu penerimaan yang berasal dari produk sampingan seperti kepala, tulang, kaki, ekor, kulit, jeroan dan buntut. Produk sampingan tersebut memberikan penerimaan yang cukup besar untuk pedagang pemotong karena tidak adanya biaya tambahan untuk memproduksi produk sampingan tersebut. Berdasarkan total penerimaan dan biaya maka R/C rasio untuk pedagang pemotong masing-masing saluran yaitu sebesar 1.29, 1.28, 1.28 dan 1.35. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp.1/ kg bobot hidup sapi potong, maka pedagang pemotong memiliki penerimaan masing-masing sebesar Rp. 8180/kg untuk saluran kemitraan dan masing-masing Rp. 8037/kg untuk saluran 2, Rp. 7753/kg untuk saluran 3 dan Rp.9047/kg untuk saluran 3.

Rasio penerimaan/biaya total untuk masing masing saluran berdasarkan rasio penerimaan/biaya adalah sebagai berikut. Saluran kemitraan memiliki rasio penerimaan/biaya total sebesar 1.29, saluran dua sebesar 1.16, saluran tiga sebesar 1.17 dan saluran empat sebesar 1.20. Rasio penerimaan paling besar diterima oleh saluran kemitraan dengan nilai sebesar 1.29, artinya untuk setiap Rp 1/Kg bobot hidup yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran maka akan diperoleh keuntungan sebesar Rp.0.29/kg bobot hidup. Rasio penerimaan ini menunjukkan bahwa pada saluran satu, total pengeluaran pemasaran lebih kecil dibandingkan saluran yang lain, karena saluran tersebut hanya melibatkan dua lembaga pemasaran. Sedangkan saluran dua merupakan saluran dengan R/C terkecil, hal ini disebabkan total pengeluaran yang ditmiliki merupakan total pengeluaran terbesar diantara saluran lainnya.

7.6. Hubungan Karakteristik Peternak, Saluran Pemasaran