• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. METODE PENELITIAN

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengintepretasikan dan mendeskripsikan analisis karakteristik peternak sapi potong rakyat sebagai entry point, mendeskripsikan saluran pemasaran baik tipe saluran maupun deskripsi lembaga pemasaran (aktor) dan fungsi masing-masing lembaga pemasaran, serta analisis kinerja rantai nilai berdasarkan Metode analisis rantai nilai Kaplinsky dan Morris (2000). Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis besarnya marjin dan farmer’s share pemasaran sapi potong. Alat analisis data kuantitatif yang digunakan adalah Microsoft Excel dan sistem tabulasi data. Pemilihan metode ini berdasarkan pendapat Heillen dan Meijer (2006) Tidak ada aturan pasti dalam menganalisis rantai nilai, atau dengan kata lain tidak ada analisis yang lebih baik dari pada analisis yang lain. Hal yang paling tepat adalah menggunakan analisis kualitatif terlebih dahulu untuk menggambarkan peta rantai nilai, dan apabila waktu dan sumberdaya tersedia kemudian dilanjutkan analisis kuantitatif.

4.4.1 Analisis Entry point

Analisis entry point adalah analisis awal sebelum analisis value chain akan dilakukan. Kaplinsky and morris (2000) menyebutkan bahwa entry point dapat berupa isu-isu yang terkait dengan kondisi usaha atau industri, maupun terkait dengan aktor utama atau aktor khusus yang menjadi point utama sebelum menganalisis value chain. Dalam penelitian ini, entry point yang digunakan adalah peternak rakyat yang bekerja dalam dua sistem, yaitu kemitraan dan tidak bermitra. Isu penting yang terkait dengan peternak rakyat adalah karakteristik usaha ternak sapi potong yang kemudian dihubungkan dengan akses peternak terhadap organisasi dan kinerja value chain. Variabel yang menjadi karakteristik usaha ternak adalah karteristik sosio ekonomi peternak yang meliputi umur dan jenis kelamin peternak, tingkat pendidikan, pengalaman usaha peternak, skala usaha, kepemilikan asset, akses modal, luas dan status pengusahaan lahan, dan deskripsi usaha ternak.

4.4.2 Analisis Peranan Kemitraan terhadap Pembentukan Rantai Pemasaran dalam Rantai Nilai

Setelah analisis entry point dilakukan, analisis selanjutnya adalah analisis pembentukan rantai pemasaran berdasarkan hasil dari analisis entry point. Analisis yang pertama adalah analisis struktur rantai nilai. Analisis struktur rantai nilai menggambarkan anggota utama atau aktor dari jaringan dan peran dari masing-masing aktor. Analisis selanjutnya adalah analisis kegiatan aktifitas pemasaran yang terstruktur yang dirancang untuk menghasilkan output tertentu (termasuk didalamnya tipe fisik produk, dan informasi).

4.4.3. Analisis Peranan Kemitraan terhadap Kinerja Rantai Nilai

Tahapan analisis yang ke empat adalah analisis kinerja rantai nilai berdasarkan aktifitas pendukung dalam aktifitas pemasaran. Aktifitas pendukung yang dinilai kinerjanya adalah akses terhadap infrastruktur dan transportasi, akses terhadap informasi dan pengetahuan, akses terhadap keberadaan organisasi, pembentukan governance dan pola hubungan antar aktor, dan terakhir adalah analisis efisiensi pemasaran. Semakin baik kemampuan aktor rantai nilai dalam mengakses lingkungan pendukung tersebut, maka akan semakin baik kinerjanya. Semakin baik governance dan keterikatan hubungan maka akan semakin baik kinerjanya. Semakin efisien rantai yang terbentuk maka akan semakin baik kinerjanya dan sebaliknya. Kinerja rantai nilai dibendakan ke dalam dua tipe yaitu sistem kemitraaan dan sistem yang tidak bermitra.

Metode untuk mengukur kinerja aktor dalam mengakes lingkungan seperti akses terhadap infrastrruktur, akses terhadap transportasi, akses terhadap informasi dan pengetahuan dan akses terhadap orgnisasi menggunakan metode skala likert. Dengan menggunakan skala likert, maka variable yang diukur dijabarkn menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variable, kemudian sub varibel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator lagi yang dapat di ukur. Akhirnya indikator-indiktor yang terukur ini menjadi titik tolak untuk membuat instrument yang berupa pertanyaan atau pertanyaan yang perlu di jawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan pertanyaan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut :

Pernyataan positif

Sangat tinggi (5), tinggi (4), sedang (3), rendah (2), dan sangat rendah (1) Pernyataan negatif

Penelitian ini menggunakan skala likert tiga tingkat dan termasuk pernyataan positif:

1 2 3

Tinggi Sedang Rendah

Skala likert ini digunakan untuk mengukur kinerja rantai nilai yang di lakukan oleh aktor baik peternak maupun pedagang. Kinerja rantai nilai di ukur dari dengan menggunakan empat pertanyaan positif. Seluruh jawaban pertanyaan tersebut akan dijumlahkan dan dibuat persentase setiap responden, untuk mengetahui seberapa besar kinerja peternak aktor dalam rantai nilai. Semakin tinggi persentase akses terhadap lingkungan pendukung, maka semakin tinggi kinerja.

Keterangan :

1. Akses terhadap infrastruktur

Akses terhadap infrastruktur adalah akses terhadap ketersediaan infrastruktur fisik seperti jalan yang bagus, fasilitas yang memadai meliputi fasilitas pasar, fasilitas informasi pasar, dan fasilitas rumah pemotongan. Akses terhadap infrastruktur diidentifikasikan dengan kategori tinggi ketika aktor mampu mengakses jalan yang bagus (aspal), fasilitas pasar hewan dan fasilitas rumah potong hewan yang memadai. Akses dikategorikan sedang, ketika aktor memiliki akses yang baik terhadap infrastruktur jalan, akan tetapi tidak memiliki akses yang baik terhadap pasar dan rumah potong hewan. Akses dikategorikan rendah apabila aktor tidak memiliki akses sama sekali terhadap keberadaan jalan yang bagus dan fasilitas yang memadai.

2. Akses terhadap keberadaan transportasi

Akses terhadap keberadaan transportasi adalah akses aktor terhadap tersedianya alat transportasi untuk mengangkut sapi potong. Akses terhadap keberadaan transportasi dikategorikan tinggi apabila aktor memiliki akses transportasi untuk engangkut sapi dan menggunkannya pada setiap transaksi. Akses terhadap transportasi dikategorikan tinggi, apabila aktor memiliki alat transportasi dan menggunakannya untuk mengangkut ternak sapi pada saat trnsaksi. Akses terhadap transportasi dikategorikan sedang apabila aktor tidak memiliki alat transportasi akan tetapi aktor dengan mudah menghubungi pedagang apabila ingin menjual ternak atau aktor masih bias menyewa alat transportasi. Akses terhadap transportasi dikategorikan rendah apabila aktor tidak memiliki akses transportasi dan tidak memiliki akses untuk menghubungi pedagang. Aktor ini sangat tergantung pada pedagang tingkat selanjutnya, sehingga terkadang harga yang diterima murah dan biaya transportasi tinggi.

3. Akses terhadap informasi dan pengetahuan.

Informasi dan pengetahuan dalam penelitian ini adalah informasi dan pengetahuan mengenai harga, kebijakan, kondisi pasar dan teknologi. Akses terhadap informasi dan pengetahuan dikategorikn tinggi apabila aktor memiliki akses tinggi terhadap informasi dan pengetahuan dan mampu menggunakan informasi dan pengetahuan tersebut untuk kemajuan usahanya. Aktor yang memiliki akses sedang terhadap informasi dan pengetahuan adalah aktor yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk mengakses informasi dan pengetahuan akan tetapi tidak mampu menggunakannya untuk memajukan usaha ternaknya. Aktor yang dikategorikan rendah dalam mengakses informasi adalah aktor yang tidak memiliki kemampuan sama sekali dalam akses informasi, sehingga aktor tersebut tidak memperoleh tambahan informasi dan pengetahuan.

4.4.3 Analisis Marjin Pemasaran

Analisis marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran dari peternak sampai ke tangan konsumen. Manjin pemasaran merupakan perbedaan harga di tingkat konsumen dengan harga yang diterima peternak. Secara matematis dapat di rumuskan sebagai berikut :

M = Pr – Pf………. (1) Keterangan:

M : Marjin pemasaran

Pr : harga di tingkat konsumen

Pf : harga di tingkat produsen /peternak

Analisis marjin pemasaran yang digunakan untuk mengetahui marjin pemasaran total yang mencakup fungsi-fungsi, biaya, dan kelembagaan yang terlibat dan keseluruhan sistem mulai dari peternak (primary supply) sampai pada konsumen akhir (Primary demand), dirumuskan sebagai berikut :

M = Pr – Pf = C + πi = ∑ Mi………... (2)

Dimana Mi = Pji – Pbi………. (3) Keterangan:

M : marjin pemasaran

Pr : harga di tingkat konsumen Pf : harga yang diterima peternak

C : biaya-biaya dari adanya pelaksanaan fungsi pemasaran Π : keuntungan lembaga pemasaran’

Mi : marjin pada tingkat pemasaran ke-i, dimana i = 1,2,3,….n Pji : harga penjualan untuk lembaga pemasaran ke-i

Pbi : harga pembelian untuk lembaga pemasaran ke-i

4.4.4 Analisis Farmer’s Share

Analisis farmer’s share digunakan untuk melihat persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang diterima konsumen akhir. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, akan semakin kecil tingkat farmer’s share yang didapat peternak. Farmer’s share memiliki perbandingan negatif

dengan marjin pemasaran. Secara matematis farmer’s share dirumuskan sebagai berikut :

Farmer’s share = Pf x 100 %... (4) Pr

Keterangan :

Pf : harga ditingkat peternak Pr : harga ditingkat konsumen

4.4.5 Rasio Keuntungan dari Biaya Pemasaran

Penyebaran marjin pemasaran tarmac sapi potong dapat dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran. Secara matematis, perhitungannya sebagai berikut : Rasio keuntungan dan biaya = (xi/Bi) x 100 %... (5) 4.4.6 Rasio Penerimaan dari Total Biaya Pemasaran

Penyebaran marjin pemasaran ternak sapi potong juga dapat dilihat berdasarkan perhitungan persentase penerimaan terhadap total biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran. Secara matematis perhitungan keuntungan pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio penerimaan/total bkiaya= {Hji/(Hbi+Bi)} x 100 %... (6) Definisi Operasional :

1. Umur adalah lamanya (tahun) hidup responden, diukur sejak responden dilahirkan sampai dengan wawancara dilakukan. Pengelompokan umur menggunakan skala rasio.

2. Status dalam rumah tangga dan jumlah anggota keluarga adalah status responden dalam rumah tangga peternak dan jumlah tanggungan yang dimiliki oleh peternak termasuk peternak itu sendiri, dihitung berdasarkan kondisi pada saat wawancara dilakukan.

3. Pendidikan formal adalah lamanya (tahun) responden mengenyam pendidikan formal, diukur berdasarkan lamanya responden menempuh pendidikan sekolah hingga wawancara dilakukan menggunakan skala rasio. Kemudian lamanya pendidikan dikategorikan ke dalam pendidikan rendah dan menengah.

4. Pengalaman berusaha ternak adalah lamanya (tahun) responden beternak sapi potong, diukur sejak mulai memelihara sapi potong sampai dengan wawancara dilakukan. Pengukuran diukur dengan menggunakan skala rasio, kemudian dikelompokkan ke dalam kategori rendah atau tinggi.

5. Skala usaha adalah jumlah ternak sapi yang dipelihara dalam satuan ternak (ST), diukur berdasarkan jumlah kepemilikan satuan ternak (setara ternak dewasa) pada saat wawancara dilakukan menggunakan rasio, kemudian dikelompokkan menjadi skala rendah dan tinggi.

6. Kepemilikan asset adalah jumlah aset yang dimiliki oleh masing-masing rumah tangga peternak pada saat wawancara dilakukan.

7. Akses modal adalah cara peternak dalam mengakses modal dalam mengusahakan usaha penggemukan sapi potong. Baik akses modal tunai maupun modal kredit.

8. Akses terhadap lahan adalah total luas lahan yang dimiliki oleh peternak pada saat wawancara dilakukan

9. Deskripsi usahatani ternak adalah deskripsi tentang tata laksana pengusahaan ternak baik dari segi penyediaan pakan, kandang, penanganan penyakit dan akses terhadap penyuluh pertanian.

10. Aktor adalah pelaku dalam value chain sapi potong berdasarkan fungsi masing-masing, pada saat wawancara dilakukan. Aktor kemudian dikategorikan berdasarkan fungsi dan peran yang dijalankan.

11. akses terhadap infrastruktur dan transportasi adalah akses terhadap ketersediaan infrastruktur dan alat transportasi untuk mengankut hasil ternak pada saat wawancara dilakukan. Kemampuan aktor dalam mengakses kemudian di kategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.

12. akses terhadap informasi dan pengetahuan adalah akses terhadap informasi dan pengetahuan mengenai produksi dan pemasaran sapi potong, yang dilakukan berdasarkan wawancara. Kemampuan aktor dalam mengakses informasi dan pengetahuan kemuadian dikategorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi.

13. akses terhadap keberadaan organisasi adalah akses yang dimiliki oleh para pelaku untuk menjadi anggota sebuah organisasi baik formal maupun non formal ketika wawancara berlangsung. Kemampuan aktor dalam mengakses organisasi kemudian dikategorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi.

14. akses terhadap governance dan hubungan adalah kemampuan aktor dalam berkoordinasi dalam pemasaran sapi potong pada saat wawancara berlangsung. Kemampuan ini dihubungkan dengan tingkat keeratan hubungan antar aktor. Kemampuan aktor dalam mengakses governance dan hubungan kemudian dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.

5. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK